Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN STROKE HEMORAGIK

DI RUANG STROKE CENTER RSUD ULIN BANJARMASIN

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Menurut British Medical Association (2007), stroke hemoragi adalah
pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cidera
atau ruptur spontan dari pembuluh darah. Ada empat kemungkinan dari
stroke hemoragi yaitu : subdural, ekstradural, subaraknoid, dan
intraserebral. Ekstradural dan subdural hemoragi biasanya merupakan
hasil dari cidera kepala. Subaraknoid dan perdarahan intraserebral
biasanya terjadi secara spontan akibat pecahnya aneurisma atau pembuluh
darah kecil di otak .
Menurut Price (2006), stroke hemoragi dapat terjadi apabila lesi
vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan stroke hemoragi adalah
pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cedera
atau ruptur spontan dari pembuluh darah di area intraserebrum
(parenkim), intraventrikel, dan perdarahan subraknoid.
2. Patofisiologi
Perdarahan pada otak dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologi karena tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak.
Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan
maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua: (1)
tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam
tengkorak yang volumenya tetap dan (2) vasospasme reaktif pembuluh-
pembuluh darah yang terpajan ke daerah bebas di dalam ruang antara lapisan
araknoid dan piameter meningen. Biasanya stroke hemoragi secara cepat
menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Apabila
perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan mengalami nyeri
hebat, yang merupakan gejala khas perdarahan subaraknoid (Price, 2006).
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak Perdarahan
intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi
akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan
terjadi pada individu yang tidak mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaan
- pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan,
malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi. Lokasi
perdarahan intraserebrum yang berdekatan dengan basal ganglia dan
kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan oleh stroke tipe ini. Mengingat bahwa basal ganglia
memodulasi fungsi motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan
eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari
kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini
menimbulkan defisit neurologi fokal yang cepat dan memburuk secara
progresif dalam bebrapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi
yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna (Price, 2006).
Perdarahan subaraknoid memiliki dua penyebab utama: ruptur
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Perdarahan dapat massif dan
extravasasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab perdarahan subaraknoid yang lebih jarang
adalah malformasi arterionvena (MAV), yaitu jaringan kapiler yang
mengalami malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga
darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena
bertekanan rendah, akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar
dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan
terutama terjadi di intra parenkim dengan perembasan ke dalam ruang
subaraknoid (Price, 2006).
Efek spesifik stroke sangat tergantung bagian mana dari otak yang
mengalami kekurangan oksigen. Jika aliran darah yang terputus adalah yang
menuju bagian otak yang mengatur saraf bicara, stroke akan
menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak
jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan,
gangguan dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak
yang mengatur kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan
dalam berjalan, menggerakkan tangan. Biasanya terjadi pada salah satu sisi
tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah fisik, stroke memberi efek pada
psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah depresi, marah,
frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana sebelum stroke
semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis (Muttaqin, 2008).
3. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan
intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg
pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok. Penyebab stroke hemoragik,
yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak

4. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul
dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke
waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh

5. Penatalaksanaan
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006) penatalaksanaan penderita
dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil. 2.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep
diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi pernapsannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihiperten

2. Diagnosa keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi urin (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.

3. Rencana keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7
o
C, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi :

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


peningkatan TIK dan akibatnya
Rasional :
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional :
Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial
tiap 2 Jam.
Rasional :
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri
bantal tipis)
Rasional :
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional :
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional :
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik /
perdarahan lainnya.
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional :
Memperbaiki sel yang masih viabel.

2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol


otot facial atau oral.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Menerima pesan-pesan melalui metode alternatif (mis; komunikasi
tertulis, bahasa isyarat, bicara dengan jelas pada telinga yang baik).
- Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi.
- Meningkatkan kmampuan untuk mengerti.
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam berkomunikasi.
- Mampu berbicara yang koheren
- Mampu menyusun kata – kata/ kalimat.

Intervensi :

1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata


atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional :
Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses
komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan memahami kata
yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan benar; atau
mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional :
Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya. Afasia
adalah gangguan dalam menggunakan dan menginterpretasikan
simbol-simbol bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik, seperti ketidakmampuan untuk memahami
tulisan/ucapan atau menulis kata, membuat tanda, berbicara.
Seseorang dengan disartria dapat memahami, membaca, dan menulis
bahasa tetapi mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata
sehubungan dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional :
Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang
keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya
tidak nyata. Umpan balik membantu pasien merealisasikan kenapa
pemberi asuhan tidak mengerti/berespon sesuai dan memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasikan isi/makna yang gterkandung
dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka
mata,” “tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia
sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional :
Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik (afasia
motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi tidak dapat
menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti
“Sh” atau “Pus”
Rasional :
Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik dari
bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika
tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang
pendek
Rasional :
Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian dari afasia
sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional :
Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut bahwa
kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera. Penggunaan bel
yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan bermanfaat ketika
pasien tidak dapat menggunakan system bel regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
Rasional :
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai
dengan respons pasien.
Rasional :
Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan
berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
Sebagai proses latihan kembali untuk lebih mengembangkan
komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi
memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari
“pembicaraan yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal
-hal yang menentang kebanggaan pasien.
Rasional :
Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab kemampuan
intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- mempertahankan posisi optimal,
- mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terserang hemiparesis dan hemiplagia.
- mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan


dengan cara yang teratur
Rasional :
Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis
spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya
dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi
bagian yang terganggu.
Rasional :
Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada
kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional :
Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi
kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai
kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari
kaki/telapak.
Rasional :
Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan
osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan:
Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan
berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki
(foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi
kepala netral.
Rasional :
Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis
spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional :
Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari - jari dan
ibu jari saling berhadapan.
Rasional :
Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi
anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional :
Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti
meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi
tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan untuk
menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki
yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam
berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang
bawah pasien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar
lutut pasien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker).
Rasional :
Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional :
Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas
yang terganggu.
11) Kolaborasi
 Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif,
dan ambualsi pasien.
 Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi
 Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti
baklofen dan trolen(Doenges, 1999).

4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi
gangguan nutrisi.
Kriteria hasil :
- Berat badan dapat dipertahankan/ ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal

Intervensi

1) Tentukan kemampuan klien dengan mengunyah, menelan dan refleks


batuk.
Rasional :
untuk menetapkan jenis makanan yang akan di berikan kepada
2) Klien Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan.
Rasional :
untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi.
3) Letakkan makanan didaerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional :
membantu dalam melatih sensorik dan meninggkatkan kontrol
muskuler.
4) Berikan makanan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang.
Rasional :
klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makanan tanpa adanya
distrakrasi / gangguan dari luar
5) Mulailah untuk memberi makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air.
Rasional :
makan lunak/ cairan kental mudah untuk mengendalikannya di dalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
6) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
Rasional :
menguatkan otot fasial dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak.
7) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv
atau makanan melalui selang.
Rasional :
mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan apabila klien tidak mampu untuk memasukkan segala
sesuatu melalui mulut.
DAFTRA PUSTAKA

Medical Association, British. 2007. Illustrated Medical Dictionary edisi 2.

Singapura: DK Company

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

NANDA, nic-noc. (2013). Diagnosis Keperawatan, NANDA 2013 Definisi &

Klasifikasi, T. Heather Herdman, PhD, RN, Jilid 2. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses

Penyakit alih bahasa Brahm U. EGC :Jakarta

Anda mungkin juga menyukai