A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Menurut British Medical Association (2007), stroke hemoragi adalah
pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cidera
atau ruptur spontan dari pembuluh darah. Ada empat kemungkinan dari
stroke hemoragi yaitu : subdural, ekstradural, subaraknoid, dan
intraserebral. Ekstradural dan subdural hemoragi biasanya merupakan
hasil dari cidera kepala. Subaraknoid dan perdarahan intraserebral
biasanya terjadi secara spontan akibat pecahnya aneurisma atau pembuluh
darah kecil di otak .
Menurut Price (2006), stroke hemoragi dapat terjadi apabila lesi
vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan stroke hemoragi adalah
pendarahan di dalam atau di sekitar otak yang disebabkan baik oleh cedera
atau ruptur spontan dari pembuluh darah di area intraserebrum
(parenkim), intraventrikel, dan perdarahan subraknoid.
2. Patofisiologi
Perdarahan pada otak dapat dengan cepat menimbulkan gejala
neurologi karena tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak.
Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik yang spontan
maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua: (1)
tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam
tengkorak yang volumenya tetap dan (2) vasospasme reaktif pembuluh-
pembuluh darah yang terpajan ke daerah bebas di dalam ruang antara lapisan
araknoid dan piameter meningen. Biasanya stroke hemoragi secara cepat
menyebabkan kerusakan fungsi otak dan kehilangan kesadaran. Apabila
perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan mengalami nyeri
hebat, yang merupakan gejala khas perdarahan subaraknoid (Price, 2006).
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak Perdarahan
intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi
akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan
terjadi pada individu yang tidak mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaan
- pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan,
malformasi arteriovena, dan tumor yang menyebabkan erosi. Lokasi
perdarahan intraserebrum yang berdekatan dengan basal ganglia dan
kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia yang
disebabkan oleh stroke tipe ini. Mengingat bahwa basal ganglia
memodulasi fungsi motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan
eferen di separuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari
kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini
menimbulkan defisit neurologi fokal yang cepat dan memburuk secara
progresif dalam bebrapa menit sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi
yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada
keterlibatan kapsula interna (Price, 2006).
Perdarahan subaraknoid memiliki dua penyebab utama: ruptur
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Perdarahan dapat massif dan
extravasasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab perdarahan subaraknoid yang lebih jarang
adalah malformasi arterionvena (MAV), yaitu jaringan kapiler yang
mengalami malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga
darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena
bertekanan rendah, akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar
dengan cepat ke jaringan otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan
terutama terjadi di intra parenkim dengan perembasan ke dalam ruang
subaraknoid (Price, 2006).
Efek spesifik stroke sangat tergantung bagian mana dari otak yang
mengalami kekurangan oksigen. Jika aliran darah yang terputus adalah yang
menuju bagian otak yang mengatur saraf bicara, stroke akan
menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak
jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan,
gangguan dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak
yang mengatur kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan
dalam berjalan, menggerakkan tangan. Biasanya terjadi pada salah satu sisi
tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah fisik, stroke memberi efek pada
psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah depresi, marah,
frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana sebelum stroke
semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis (Muttaqin, 2008).
3. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan
intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg
pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok. Penyebab stroke hemoragik,
yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak
4. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan
dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba,
tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul
dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke
waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan
sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh
5. Penatalaksanaan
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006) penatalaksanaan penderita
dengan stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil. 2.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan
di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan
koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif, kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping
yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien
terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep
diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stres, klien biasanya
mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses
berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
g. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compas mentis, peningkatan inspeksi pernapsannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
b. B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandunf
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu,
perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului
dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihiperten
2. Diagnosa keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual
maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol
otot facial atau oral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
4. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan.
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
6. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori.
7. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
8. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
9. Gangguan eliminasi urin (incontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
10. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi,
intake cairan yang tidak adekuat.
3. Rencana keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7
o
C, Pernafasan 16-20 kali permenit)
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi
Singapura: DK Company