Anda di halaman 1dari 13

PERAN KIMIA MENUJU INDONESIA EMAS 2045

EKONOMI DAN BISNIS


JUDUL ESSAY

EKONOMI DIGITAL BAGI PENINGKATAN EKONOMI MASYARAKAT

Disusun oleh:
M. ARIEF JULIANDRI
1217130008
Angkatan 2017

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
PERAN KIMIA MENUJU INDONESIA EMAS 2045
EKONOMI DIGITAL BAGI PENINGKATAN EKONOMI
MASYARAKAT

Ekonomi digital lahir dan berkembang seiring penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
yang juga semakin mengglobal di dunia. Menurut Dalle (2016) sejarah ekonomi dunia telah
melalui
empat era dalam hidup manusia yaitu era masyarakat pertanian, era mesin pasca revolusi
industri,
era perburuan minyak, dan era kapitalisme korporasi multinasional. Empat gelombang ekonomi
sebelumnya berkarakter eksklusif dan hanya bisa dijangkau oleh kelompok elite tertentu.
Gelombang ekonomi digital hadir dengan topografi yang landai, inklusif, dan membentangkan
ekualitas peluang. Karakteristik ini memiliki konsep kompetisi yang menjadi spirit industri yang
dengan mudah terangkat oleh para pelaku startup yang mengutamakan kolaborasi dan sinergi.
Karena itu pula ekonomi digital merupakan „sharing economy‟ yang mengangkat banyak usaha
kecil dan menengah untuk memasuki bisnis dunia.
Saat ini pemerintah sedang mencanangkan Indonesia sebagai largest digital economy pada 2020
dan ditargetkan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Salah satu landasan pembangunan
nasional dalam pencanangan ini adalah sektor digital. Pemerintah menargetkan transaksi
ecommerce mencapai senilai US$ 130 miliar dan menciptakan 1000 teknopreneur dengan nilai
bisnis US$ 10 miliar pada tahun 2020.
Untuk mencapai target tersebut, diperlukan peta jalan membuka akses berbagai macam sektor
bisnis untuk masuk, bergabung, dan memperkuat bangunan ekosistem bisnis digital. Salah
satunya dengan mengetahui potensi pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia serta benchmark
emommerce
negara-negara lain. Tidak dipungkiri beragam masalah dalam pencapaian target ini
cukup banyak, diantaranya perubahan model bisnis berbagai sektor dari konvensional ke digital.
Faktor sosiokultur masyarakat yang tidak dengan cepat dapat mengadopsi sistem ekonomi
digital.
Faktor lain adalah kendala yang dialami pelaku startup, masalah internasionalisasi
(perusahaanperusahaan
nasional yang diakusisi oleh perusahaan asing), perlindungan konsumen, serta
regulasi dari transaksi online itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan study kajian
untuk bisa menjawab permasalahan yaitu Bagaimana pertumbuhan bisnis digital di Indonesia?
Bagaimana perubahan model bisnis per sektor? Apa saja komoditi bisnis/dagang yang
menjanjikan? Apa saja kendala utama serta kunci sukses pelaku startup? Bagaimana benchmark
e-mommerce dengan negara-negara lain? Bagaimana consumer protection? Bagaimana masalah
internasionalisasi serta bagaimana rekomendasi kebijakan transaksi online?
Data-data potensi bisnis digital ini sangat dibutuhkan guna pengembangan serta penguatan sektor
ekonomi digital di Indonesia. Hal ini penting guna perumusan kebijakan-kebijakan pemerintah
yang
berhubungan erat dengan sektor industri digital dimasa sekarang dan akan datang.
Pembahasan

Data Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia


Dengan jumlah populasi yang besar, Indonesia mengalami laju pertumbuhan ekonomi digital
yang
tinggi. Hal ini ditandai dengan munculnya perusahaan-perusahaan startup yang valuasinya
bahkan
di atas US$ 1 miliar. Perusahaan-perusahaan tersebut berserak di sektor transportasi online,
ecommerce,
fintech, hingga agen travel.
Selain itu, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital juga ditandai dengan melonjaknya transaksi
online. Termasuk pelaku perbankan yang mulai bergeser berebut pangsa yang masih sangat
besar, seiring dengan tingginya penetrasi internet dan gadget.
Dari data analisis Ernst & Young, pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap
tahun meningkat 40%. Ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat
telepon pintar di Indonesia. Tahun 2020, volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan
mencapai US$ 130 miliar dengan angka pertumbuhan per tahun sekitar 50%.
Dari sisi pengguna jagad media sosial saja, Indonesia menduduki peringkat keempat terbesar
sebagai pengguna Facebook secara global, dan terbanyak di Asia Pasifik untuk Instagram.
Semakin meleknya masyarakat Indonesia pada teknologi, khususnya kalangan muda, mendorong
fitech semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun yang menembus 240%.
Menurut data BPS 2018, rata-rata pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia pada tahun-tahun
mendatang diperkirakan akan mencapai 18,5 persen. Hal ini menjadikan ekonomi digital dapat
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Saat ini Indoensia sudah merupakan negara dengan
pertumbuhan e-commerce terbesar di ASEAN dan itu dapat menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi.
Berdasarkan MCkinsey 2017, ekonomi digital diproyeksikan menyumbang 150 miliar dolar AS
terhadap PDB Indonesia pada 2025 mendatang. "Hal itu tentu tidak terlepas atau didorong oleh
pengguna internet Indonesia. Diperkirakan angka pengguna internet di Indonesia tumbuh 19
persen antara 2015 - 2025. Pengunna telepon pintar di Indonesia sudah menyentuh di angka 55
juta atau tembus 22 persen dari jumlah populasi berdasarkan Google dan Temasek, 2017.
Perkembangan teknologi pada e-commerce yang berkaitan permintaan pelayanan dapat
memudahkan manusia berinterkasi dan bertransaksi dalam marketplace. Dengan peluang yang
ada tersebut maka mendorong ekonomi digital melalui e-commerce tersbebut sangat penting.
Indonesia Akan Jadi Pemain Ekonomi Digital Terbesar di Asia Tenggara
Indonesia tahun ini sedang mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam lima tahun
terakhir. Tetapi pertumbuhan industri e-commerce justru semakin pesat di tengah perlambatan
laju
ekonomi tanah air. "Bukan tak mungkin nantinya industri e-commerce dapat menjadi salah satu
tulang punggung perekonomian nasional. Terlebih, kebanyakan pelaku bisnis e-commerce di
tanah air berskala kecil dan menengah (UKM). Seperti yang kita ketahui, bisnis UKM menjadi
usaha yang paling tahan banting di saat krisis ekonomi sekalipun. Melalui industri e-commerce,
pemerintah akan mengembangkan dan mendukung perekonomian Indonesia yang diprediksi
menjadi kekuatan ekonomi baru dunia pada tahun 2020 nanti.

Potensi industri e-commerce di Indonesia memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Dari
data
analisis Ernst & Young, dapat dilihat pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air
setiap
tahun meningkat 40 persen. Ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna
perangkat telepon pintar di Indonesia. Tak hanya sekedar untuk mencari informasi dan chatting,
masyarakat di kota-kota besar kini menjadikan internet terlebih lagi e-commerce sebagai bagian
dari gaya hidup mereka. Perilaku konsumtif dari puluhan juta orang kelas menengah di Indonesia
menjadi alasan mengapa e-commerce di Indonesia akan terus berkembang.

Berbicara mengenai industri ini memang tidak semata membicarakan jual beli barang dan jasa
via
internet. Tetapi ada industri lain yang terhubung di dalamnya. Seperti penyediaan jasa layanan
antar atau logistik, provider telekomunikasi, produsen perangkat pintar, dan lain-lain. Hal inilah
yang membuat industri e-commerce harus dikawal agar mampu mendorong laju perekonomian
nasional.

Bisnis ini memiliki nilai bisnis yang sangat besar, tetapi sayangnya sampai saat ini belum ada
regulasi khusus yang mengatur bisnis online ini. Pada akhir tahun 2018 saja, nilai bisnis industri
ecommerce
Indonesia mencapai USD 12 miliar. Oleh karena itu, sejak akhir tahun 2014,
Pemerintah Indonesia dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
berkolaborasi dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian/lembaga terkait, para pemangku
kepentingan dari kalangan asosiasi dan pelaku usaha e-commerce, serta konsultan kaliber dunia
Ernst & Young, mulai bekerja untuk mengembangkan E-commerce Roadmap dan bekerja
bersama-sama dalam menyiapkan ekosistem yang baik untuk mengembangkan industri
ecommerce
lokal.

Lalu sebenarnya apa yang menghambat potensi pertumbuhan e-commerce di Indonesia? Setelah
pemerintah melakukan workshop dan roadshow yang dilakukan bersama dengan para pelaku
industri digital bisnis. Adapun kementerian dan lembaga-lembaga tersebut antara lain
Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi
Penanaman Modal, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian Koperasi dan UKM,
ASPERINDO, IdEA, dan lain-lain. Melahirkan telaah analisis yang dilakukan. Ada enam isu,
yaitu :
1. Pendanaan,
2. perpajakan,
3. perlindungan konsumen,
4. infrastruktur komunikasi,
5. logistik,
6. edukasi dan
7. Sumber daya manusia

isu-isu tersebut harus dikerjakan bersama-sama dengan lembaga terkait agar menghasilkan
kebijakan yang komprehensif dan tersinkronisasi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga merumuskan prinsip-prinsip utama dalam mengembangkan
ecommerce
lewat aksi afirmatif. Empat prinsip tersebut, antara lain, sebagai berikut.
1. Seluruh warga Indonesia memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses serta
menjadi pelaku e-commerce,
2. Seluruh warga Indonesia memiliki ilmu dan pengetahuan agar dapat memanfaatkan
teknologi informasi untuk perekonomian,
3. Meminimalisir hilangnya lapangan pekerjaan saat era transisi menuju perekonomian
digital,
4. Implementasi perangkat hukum dan kebijakan harus mendukung keamanan ecommerce
yang mencakup technology neutrality, transparansi dan konsistensi
internasional, dan utamanya pelaku bisnis e-commerce lokal terutama pelaku bisnis
pemula dan UKM harus mendapatkan perlindungan yang layak serta menjadi prioritas
utama.
Selain memberikan stimulus kepada para pelaku bisnis e-commerce mulai dari level pemula,
UKM,
hingga established business, pemerintah juga harus didukung oleh masyarakat , pihak swasta,
media, institusi/lembaga pendidikan, maupun organisasi non-profit untuk mendorong ecommerce
menjadi sebuah gerakan nasional/kampanye. Indonesia harus belajar dari Tiongkok
yang sudah meluncurkan Five Year Plan for the Development of e- Commerce pada tahun 2011.
Dalam waktu tiga tahun, volume transaksi bisnis e-commerce Tiongkok sudah mencapai 10,1
persen dari total penjualan ritel dengan angka mencapai USD 426.

Indonesia dapat dikatakan memiliki bekal yang mumpuni untuk menjadi negara dengan industri
ecommerce
terkemuka di masa depan. Selain memiliki sumber daya manusia yang tak kalah bagus,
pasar lokal juga menjadi potensi besar untuk mengembangkan e-commerce. Pada tahun 2020,
volume bisnis e-commerce di Indonesia diprediksi akan mencapai USD 130 miliar dengan angka
pertumbuhan per tahun sekitar 50 persen.Dilain sisi, Pemerintah terus berupaya menempatkan
Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain
adanya E-commerce Roadmap, pemerintah menargetkan dapat menciptakan
1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar.

Kondisinya saat ini banyak pelaku digital bisnis/bisnis e-commerce pemula baik
perdagangan online maupun start-up digital dengan ide-ide segar dan inovatif yang kurang
memiliki akses atau pendanaan untuk mengembangkan bisnisnya. Untuk itu, pemerintah akan
mendorong tumbuhnya technopreneurs baru, baik dengan menggandeng mentormentor
technopreneurs terkemuka, data center, technopark, serta memberikan pendanaan.
Sedangkan bagi pelaku bisnis UKM diharapkan mampu naik tingkat menjadi pelaku usaha besar,
bahkan menggurita hingga internasional.

Dengan pertumbuhan bisnis digital (online) yang begitu pesat, masyarakat Indonesia akan
mendapatkan manfaat positif dalam perekonomian seperti pertumbuhan kesejahteraan,
pertumbuhan lapangan kerja baru dan lain-lain. Dengan demikian Indonesia tidak lagi sekadar
menjadi target pasar bisnis internasional, tetapi sebaliknya dapat menjadi pengusaha ecommerce
yang mumpuni hingga menjangkau pasar luar negeri.

Pada tahun 2020, revolusi digital bisnis (bisnis online) Indonesia diprediksi akan mendongkrak
Pendapatan Domestik Bruto sebesar 22 persen. Dengan populasi yang bejibun, Indonesia dan
Tiongkok menyediakan pasar yang begitu besar bagi pelaku bisnis lokal maupun internasional.
Jika potensi ini bisa dimanfaatkan dengan baik, sudah pasti akan mendongkrak perekonomian
nasional.

Tahun 2019 diprediksi akan menjadi puncak pertumbuhan ekonomi kreatif di Tanah Air. Hal ini
didasari oleh data survei BEKRAF dengan Badan Pusat Statistik (2018) bahwa Industri ekonomi
kreatif di Indonesia pada 2017 lalu tercatat menyumbangkan Rp 852 triliun kepada pendapatan
domestik bruto (PDB) nasional, dan di tahun 2018 tercatat naik mencapai Rp 922,58 triliun
dengan
nilai kontribusi terhadap PDB Nasional sebesar 7,44%.

Berkembangnya industri ekonomi kreatif di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari bisnis digital
(online) atau dikenal dengan istilah e-commerce. Bahkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) menyebutkan pertumbuhan e-commerce mencapai 60% – 80% per tahun.
Semakin
tidak terbendungnya pasar digital menjadikan e-commerce bisa menjadi salah satu pondasi dari
kekuatan ekonomi Indonesia.
Proyeksi yang dilansir oleh Price Waterhouse Cooper (PWC), menempatkan Indonesia akan
berada di posisi ke-5. Gross Domestic Product (GDP) Indonesia tahun 2030 diprediksi akan
mencapai $5.424trillion. Pemerintah terus mendorong bisnis e-commerce khsusnya UMKM
untuk
go online karena 60 persen kekuatan ekonomi Indonesia berada di sektor UMKM, dan saat ini
pemerintah menyediakan saluran untuk UMKM mengembangkan usahanya melalui e-commerce.
Seperti dilansir Kominfo, bahwa UKM sebagai representasi ekonomi rakyat dikarenakan dapat
menyerap tenaga kerja ± 90 % serta memberikan kontribusi sebesar 58% pada Produk Domestik
Bruto Nasional.

Industri ekonomi kreatif yang bergerak di infrastruktur digital terus berkembang dengan pesat
dan
menawarkan berbagai solusi yang dapat membantu pelaku industri kreatif. Dan di sini lah peran
pemerintah membuka keterbatasan, mendorong perubahan, serta meningkatkan peluang bagi
produk lokal agar dapat bersaing dengan produk import,Pemerintah khsusnya Benkraf telah
menghadirkan program untuk menjangkau UKM di seluruh pelosok di Indonesia dalam rangka
meningkatkan kualitas serta melakukan pendampingan, mulai dari memberikan edukasi cara
membuka toko online, tips foto produk yang menarik hingga strategi pemasaran yang efektif.

Pemerintah menargetkan Indonesia sebagai pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020.
Salah satu upayanya adalah dengan meluncurkan Paket Kebijakan ke-14 tentang Peta Jalan
Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap e-commerce) pada 10 November
2018 lalu. Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan berbagai peraturan pelaksana untuk
mendukung paket kebijakan tersebut. Disisi lain, peningkatan pemanfaaan aplikasi digital ini
terus
didorong untuk mendukung kemajuan perekonomian. Dengan populasi dan produk domestik
bruto
(PDB) terbesar di Asia Tenggara, Indonesia merupakan pasar potensial bagi sektor ekonomi ini.
Saat ini pengguna internet di Indonesia mencapai 88,1 juta dan transaksi e-commerce
diperkirakan
mencapai US$ 20 miliar pada 2019. Selain e-commerce, pasar ekonomi digital di Indonesia
mencakup sektor finansial, internet of things (IoT), dan penyedia jasa daring.

Dengan kondisi tersebut, maka Bisnis industri e-commerce di Indonesia perlu didorong untuk
mampu bersaing dalam kompetensi global dalam menghadirkan iklim bisnis yang mendukung.
Selain Bisnis industri e-commerce, Pemerintah perlu menghadirkan kepastian hukum untuk
memberikan iklim investasi yang baik.*

Daftar Pustaka
Cosseboom, Leighton. (2015). Dipetik 17 September 2016.
28 popular online shopping sites in Indonesia
. https://www.techinasia.com/popular-online-shopping-platforms-in-indonesia Kominfo. (2015).
Dipetik 17 September 2016.
Indonesia Akan Jadi Pemain Ekonomi Digital Terbesar di Asia Tenggara
.
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/6441/Indonesia+Akan+Jadi+Pemain+Ekonomi+D
igital+Terbesar+di+Asia+Tenggara/0/berita_satker
Mitra, Wyndo. (2014). Dipetik 17 September 2016.
Data Statistik Mengenai Pertumbuhan Pangsa Pasar E-Commerce di Indonesia Saat Ini
.
http://startupbisnis.com/data-statistik-mengenai-pertumbuhan-pangsa-pasar-e-commerce-di-indo
nesia-saat-ini/

Turban, E., & King, D. (2002).


Introduction To Ecommerce
. New Jersey: Prentice Hall. WSJ. (2014).
Majalah Marketing Edisi 08/XIV/Agustus/2014
. Event Veritrans: Rise of E-Commerce. Yusuf, Oik. (2014). Dipetik 17 September 2016.
Pengguna Internet Indonesia Nomor Enam Dunia.

http://tekno.kompas.com/read/2014/11/24/07430087/Pengguna.Internet.Indonesia.Nomor.Enam.
Dunia

Anda mungkin juga menyukai