DEFINISI Gastroesophageal refux disease, GERD (penyakit refluks gastroesofagus) merupakan gerakan terbalik dari kandungan lambung dari perut ke esofagus. GERD bisa berarti semua kondisi simtom klinik atau perubahan histologi yang muncul dari episode refluks gastroesofagus. Ketika esofagus terpapar berulang kali terhadap material yang sudah direfluks untuk waktu yang lama, bisa muncul inflamasi pada esofagus (refluks esofagitis) dan pada beberapa kasus bisa menjadi erosi esofagus (erosif esofagitis). PATOFISIOLOGI Pada banyak pasien dengan GERD, masalahnya bukan produksi asam berlebih tapi produk asam terlalu lama bersentuhan dengan mukosa esofagus. Refluks esofagus sering disebabkan defek pada tekanan lower esophageal sphincter, LES (spinkter esofagus bawah). Pasien bisa mengalami pengurangan tekanan LES terkait dengan relaksasi LES yang singkat, karena peningkatan singkat pada tekanan intra abdominal, atau karena atonic (= kurangnya tonus otot) LES. Sejumlah obat dan makanan bisa menurunkan tekanan LES (Tabel 22-1). Tabel 22-1 Problem dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya bisa juga berperan dalam terbentuknya GERD, termasuk perpanjangan kliren asam dari esofagus, penundaan pengosongan lambung, dan berkurangnya resistensi mukosa. Faktor agresif yang bisa menyebabkan kerusakan setelah refluks pada esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam empedu, dan enzim pankreas. Komposisi dan volume materi refluks adalah faktor agresif paling penting dalam penentuan konsekuensi dari refluk esofagus. TAMPILAN KLINIK Simtom awal dari refluks esofagus dan esofagitis adalah heartburn atau pirosis. Kondisi ini didefinisikan sebagai sensasi hangat atau terbakar yang bisa menyebar sampai ke leher. Kondisi ini bisa memburuk atau membaik dan sering diperburuk oleh aktivititas yang memperburuk refluks gastroesofagus (seperti, posisi telentang, posisi badan menekuk, makan makanan dengan lemak tinggi). Simtom lain termasuk water brash (hipersalivasi), sendawa, dan regurgitasi. Simtom atipikal termasuk asma non-alergi, batuk kronik, suara kasar, faringitis, dan nyeri dada yang menyerupai angina. GERD yang tidak dirawat dengan semestinya bisa menyebabkan komplikasi dari paparan asam jangka panjang seperti nyeri yang berkepanjangan, disfagia (= kesulitan menelan), dan odynophagia. Komplikasi parah lain termasuk penyempitan esofagus, hemorrhage, Barret’s esophagus, dan adenocarcinoma esofagus. DIAGNOSIS Alat diagnosis paling berguna adalah riwayat klinik, termasuk simtom yang muncul dan faktor resiko terkait. Endoskopi adalah teknik yang disukai untuk menilai mukosa untuk kemungkinan esofagitis dan komplikasi seperti Barret’s esophagus. Dengan endoskopi bisa didapatkan visualisasi dan biopsi mukosa esofagus, tapi tidak sangat sensitif. Mukosa esofagus bisa terlihat normal pada kasus GERD yang ringan, tapi dengan biopsi mukosa bisa dipastikan diagnosanya. Radiografi barium lebih murah dari endoskopi tapi kurang sensitifitas dan spesifitas yang diperlukan untuk penentuan akurat kerusakan mukosa atau untuk membedakan Barret’s esophagus dari esofagitis. Tes provokatif seperti uji perfusi asam (Bernstein) dan gastrointestinal scintiscanning digunakan untuk mendapatkan hubungan sebab-akibat antara simtom pasien dan paparan asam yang abnormal, terutama jika tidak terdapat esofagitis. Pada umumnya, uji-uji ini penggunaannya terbatas pada diagnosa rutin dari GERD. Pengawasan pH 24 jam berguna pada pasien yang terus mempunyai simtom tanpa adanya bukti kerusakan esofagus, pasien yang tidak mempan dengan perawatan standar, dan pasien dengan simtom atipikal (seperti, nyeri dada atau simtom pulmonal). Dengan pengawasan pH 24 jam didapat persentase waktu etika pH intraesofagus rendah, menentukan frekuensi dan keparahan refluks, dan berguna untuk mengaitkan simtom dengan paparan asam normal atau abnormal. Manometri esofagus untuk mengevaluasi fungsi peristaltik sebaiknya dilakukan pada semua pasien kandidat untuk operasi antirefluks. Metode ini berguna dalam menentukan prosedur operasi mana yang terbaik untuk pasien. Fungsi empirik dari omeprazole sebagai ‘uji terapi’ untuk diagnosa GERD bisa sama manfaatnya dengan pengawasan pH 24 jam, tetapi lebih murah, lebih nyaman, dan lebih mudah tersedia. Tidak ada regimen dosis standar untuk ‘uji omeprazole’; regimen 7 hari 60 mg sekali sehari atau 40 mg tiap pagi dan 20 mg tiap sore telah digunakan. HASIL YANG DIINGINKAN Tujuan perawatan adalah meringankan atau mengeliminasi simtom, menurunkan frekuensi dan durasi refluks esofagus, merangsang penyembuhan mukosa yang cedera, dan mencegah munculnya komplikasi. PERAWATAN PRINSIP UMUM Metode terapi ditujukan pada pembalikan abnormalitas patofisiologi. Ini termasuk meningkatkan tekanan LES, merangsang kliren asam dari esofagus, meningkatkan pengosongan lambung, melindungi mukosa esofagus, mengurangi asiditas dari kandungan refluks, dan menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks (Gambar 22-1). Perawatan dibagi dalam metode berikut: o Fase I: perubahan gaya hidup dan terapi langsung ke pasien dengan antasid dan/atau antagonis H2 over the counter o Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan agen antisekresi o Fase III: intervensi dengan operasi. Metode terapi awal sampai tingkat tertentu tergantung kondisi pasien (sepert, derajat esofagitis, adanya komplikasi). Umumnya, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan naik, dimulai dari fase I dan lalu fase II dan III jika perlu (Tabel 22-2). Pendekatan turun juga efektif, dimulai dengan proton pump inhibitor, PPI (inhibitor pompa proton) sekali atau dua kai sehari menggantikan antagonis H2 dan lalu metode penekanan asam serendah mungkin untuk mengendalikan simtom Gambar 22-1 Tabel 22-2 Tabel 22-3 Perubahan gaya hidup sebaiknya dimulai dini dan dilanjutkan selama terapi (Tabel 22-3). PRODUK ANTASID DAN ANTASID-ASAM ALGINAT Antasid memberikan pengurangan simtom yang cepat untuk GERD ringan dan sering digunakan bersamaan dengan terapi penekanan asam lainnya. Pasien yang membutuhkan penggunaan yang sering sebainya menerima terapi penekanan asam yang lebih kuat. Antasid dengan asam alginat (Gaviscon) bukan merupakan penetral asam yang poten tapi membentuk larutan yang sangat viskus yang mengambang di permukaan kandungan lambung. Ini bertindak sebagai sawar pelindung untuk esofagus terhadap refluks kandungan lambung dan mengurangi frekuensi refluks. Data efikasi menunjukkan kurangnya penyembuhan endoskopik. Antasid mempunyai durasi singkat, sehingga diperlukan pemberian yang sering sepanjang hari untuk memberikan netralisasi asam yang diperlukan. Dosis tipikal adalah 2 tablet atau 1 sendok makan penuh empat kali sehari setelah makan dan sebelum tidur. Supresi asam malam hari tidak bisa dijaga dengan dosis antasid malam hari. ANTAGONIS H2: CIMETIDINE, RANITIDINE, FAMOTIDINE, DAN NIZATIDINE Antagonis H2 (AH2) dalam dosis terbagi efektif untuk perawatan GERD ringan sampai sedang. Produk OTC dosis rendah bisa bermanfaat untuk pengurangan simtom heartburn intermiten (dalam interval) dan mencegah heartburn yang dirangsang makanan pada pasien dengan penyakit ringan. Untuk penyakit non-erosif, AH2 diberikan dalam dosis standar dua kai sehari. Untuk pasien yang tidak merespon dan mereka dengan penyakit erosif, dosis lebih tinggi dan/atau dosis empat kali sehari memberikan pengendalian asam yang lebih baik. (lihat Tabel 22-2). Efikasi AH2 pada GERD sangat bervariasi: meski dosis standar menghasilkan perbaikan simtomatik pada sekitar 60% pasien, laju penyembuhan endoskopik hanya sekitar 50%. Semakin parah kerusakan esofagus, semakin jelek responnya. Dosis lebih tinggi dan lebih lama (8 minggu atau lebih)seringkali dibutuhkan. AH2 umumnya ditolerir dengan baik. Efek samping paling umum adalah sakit kepala, mengantuk, sangat lelah, pusing, dan konstipasi atau diare. Cimetidine bisa menginhibit metabolisme teofilin, warfarin, fenitoin, nifedipine, dan propanolol. Karena semua AH2 mempunyai efikasi yang setara, pemilihan agen spesifik sebaiknya berdasar pada perbedaan pada farmakokinetik, profik keamanan, dan biaya. PPI: ESOMEPRAZOLE, LANSOPRAZOLE, OMEPRAZOLE, PANTOPRAZOLE DAN RABEPRAZOLE PPI menghalangi sekresi asam lambung dengan menginhibit H+/K+ ATPase di sel parietal lambung, yang menyebabkan efek antisekresi yang kuat dan lama. PPI lebih superior dari AH2 pada pasien dengan GERD sedang sampai parah, termasuk mereka dengan esofagitis erosif, komplikasi (Barret’s esophagus, penyempitan), dan GERD non-erosif dengan simtom sedang sampai parah. Serangan ulang umum terjadi pada pasien-pasien ini, dan terapi penjagaan jangka panjang umumnya diindikasikan. Pengurangan simtom terlihat pada sekitar 83%, dan laju penyembuhan endoskopik sekitar 78%. PPI juga bermanfaat pada pasien yang kebal dengan AH2 dan lebih efektif biaya dari AH2 pada pasien dengan penyakit yang parah. PPI biasanya ditolerir dengan baik. Efek samping termasuk sakit kepala, pusing, mengantuk, diare, konstipasi, dan mual. Semua PPI bisa mengurangi absorpsi obat seperti ketokonazole atau itraconazole yang membutuhkan suasana asam untuk absorpsi. Interaksi obat lainnya bervariasi antar obat. PPI terdegradasi dalam suasana asam dan sehingga diformulasi dalam kapsul atau tablet lepas lambat. Lansoprazole dan omeprazole mengandung granul salut enterik (sensitif terhadap pH) dalam bentuk kapsul. Pada pasien yang tidak mampu menelan kapsul, isi kapsul bisa dicampur dalam applesauce atau dicampur dalam jus jeruk. Pada pasien dengan tube nasogastric (= untuk mengirimkan makanan dari hidung ke lambung), isi kapsul sebaiknya dicampur dalam larutan natrium bikarbonat 8,4%. Pasien yang menggunakan pantoprazole atau rabeprazole sebaiknya diberitahu untuk tidak menghancurkan, mengunyah atau membagi tablet lepas lambat. Injeksi IV Pantoprazole diindikasikan untuk perawatan GERD jangka pendek (7-10 hari) pada pasien yang tidak mampu menerima terapi oral. Tetapi, produk IV tidak lebih efektif dari PPI oral dan lebih mahal. Pasien sebaiknya diberitahu untuk mengkonsumsi PPI oral di pagi hari 15-30 menit sebelum sarapan untuk memaksimalkan efek, karena agen-agen ini hanya menginhibit pompa proton yang aktif mensekresi. Jika didosiskan dua kali sehari, dosis kedua sebaiknya diambil sekitar 10-12 jam setelah dosis pagi hari dan sebelum makan atau makanan ringan. Semua PPI aman dan efektif, dan pemilihan agen tertentu umumnya berdasarkan ongkos. AGEN PROKINETIK Cisapride mempunyai efek serupa dengan AH2 pada esofagitis ringan. Tetapi, lebih kurang efektif dari supresi asam pada penyakit yang lebih parah. Agen ini membutuhkan biaya dua kali dari AH2 dan tidak memberikan keuntungan apa pun, terutama pada pasien dengan motolitas saliran cerna normal. Agen ini tidak lagi tersedia untuk penggunaan rutin karena kemungkinan aritmia jika dikombinasikan dengan medikasi tertentu dan kondisi penyakit tertentu. Dokter harus mendaftarkan diri sebagai penyelidik pada perusahaan, dan pasien harus diperlakukan seperti dalam protokol studi lainnya. Tidak seperti metoclopramide, agen ini bebas dari aktivitas antidopaminergik dan tidak menyebabkan efek ekstrapiramida atau sekresi prolaktin. Efek samping paling umum termasuk kejang abdominal singkat, borborygmi (= suara yang ditimbulkan oleh cairan dan gas di dalam intestinal), diare, dan feses yang lunak. Agen ini dikontaindikasikan pada pasien yang menggunakan obat lain yang menginhibit sitokrom P450 3A4 dan juga pada banyak situasi lainnya. Metoclopramide, suatu antagonis dopamine, meningkatkan tekanan LES dan tergantung dosis dan mempercepat pengosongan lambung. Tidak seperti cisapride, agen ini tidak meningkatkan kliren esofagus. Metoclopramide bisa memberikan perbaikan simtom untuk beberapa pasien GERD, tapi bukti substantial untuk penyembuhan endoskopik kurang. Lebih jauh, kejadian takifilaksis dan profil efek samping metoclopramide membatasi kegunaannya. Efek samping yang umum dilaporkan termasuk mengantuk, gugup, merasa sangat lelah, pusing, merasa sangat lemah, depresi, diare, dan kulit kemerahan Bethanechol meningkatkan tekanan spinkter LES dan meningkatkan kliren esofagus, tapi tidak meningkatkan pengosongan lambung dan bisa meningkatkan sekresi asam lambung. Penggunaannya dibatasi oleh efek sampingnya (kejang abdominal, frekuensi kencing, malaise (= rasa tidak nyaman, sakit, yang penyebabnya sulit diketahui), pandangan kabur, dan diare). Agen prokinetik telah digunakan sebagai terapi pendukung untuk AH 2. Kombinasi ini hanya sesuai untuk pasien dengan gangguan motilitas atau mereka yang gagal dengan terapi PPI dosis tinggi. PELINDUNG MUKOSA Sucralfate adalah garam aluminium yang tidak terserap dari sucrose octasulfate dengan manfaat yang kecil untuk GERD. Efek penyembuhannya serupa dengan AH2 pada GERD ringan, tapi kurang efektif dari dosis tinggi AH2 pada pasien dengan esofagitis refrakter. Studi lebih lanjut dibutuhkan sebelum penggunaan rutin selain untuk kasus GERD teringan. TERAPI KOMBINASI Terappi kombinasi dengan agen penekan asam dan agen prokinetik atau pelindung mukosa tampaknya logis, tapi data yang mendukung terapi seperti ini masih terbatas. Pendekatan ini sebaiknya disimpan untuk pasien dengan esofagitis dan sebelumnya mengalami disfungsi motor atau mereka yang gagal dengan terapi PPI dosis tinggi. Karena kombinasi terapi hanya memberikan peningkatan yang kecil dibanding dosis standar AH2 tunggal, pasien yang tidak merespon dosis standar AH2 sebaiknya dosisnya ditingkatkan atau diganti dengan PPI daripada menambahkan agen prokinetik. TERAPI PENJAGAAN Meski penyembuhan dan/atau perbaikan simtom bisa didapat melalui banyak metode terapi berbeda, 70-90% pasien mengalami serangan ulang dalam 1 tahun setelah penghentian terapi. Terapi penjagaan jangka panjang sebaiknya dilakukan untuk mencegah komplikasi dan memburuknya fungsi esofagus pada pasien dengan serangan ulang simtom setelah penghentian terapi atau pengurangan dosis, termasuk pasien dengan komplikasi seperti Barrer’s esophagus, penyempitan esofagus, atau hemorrhage. Kebanyakan pasien membutuhkan dosis standar untuk mencegah serangan ulang. AH2 bisa merupakan terapi penjagaan yang efektif pada pasien dengan penyakit ringan. PPI adalah obat pilihan untuk terapi penjagaan esofagitis sedang samapi parah. Dosis harian yang sering dipakai adalah omeprazole 20 mg, lansoprazole 30 mg, rabeprazole 20 mg, atau esomeprazole 20 mg. Dosis PPI lebih rendah atau regimen pada hari berselingan bisa efektif pada beberapa pasien dengan penyakit yang kurang parah. OPERASI Tindakan operasi (metode Nissen, Belsey, Toupet, atau Hill)sebaiknya untuk pasien yang gagal merespon perawatan farmakologi, karena pertimbangan gaya hidup, adanya komplikasi (Barret’s esophagus, penyempitan esofagus, atau esofagitis stadium 3 atau 4), atau mempunyai simtom atipikal dan refluks sewaktu yang terlihat sewaktu pengawasan pH 24 jam. EVALUASI HASIL TERAPI Target jangka pendek adalah mengurangi simtom seperti heartburn dan regurgitasi sehingga tidak mengganggu kualitas pasien. Frekuensi dan keparahan simtom sebaiknya diawasi, dan pasien sebaiknya diberitahu mengenai simtom untuk komplikasi tertentu. Pasien sebaiknya diawasi untuk adanya simtom atipikal seperti batuk, asma non- alergi, atau nyeri dada. Simtom-simtom ini membutuhkan evaluasi diagnosa lebih lanjut.