Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya mengucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
karunia_Nya penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Konflik dan Proses
Politik”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Dasar-Dasar Politik
yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuannya.
Di dalam pembuatan makalah ini banyak pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini, sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pertama
kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini mungkin banyak terdapat
kesalahan-kesalahan dan masih jauh dari kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan
kritikan-kritikan dari pembaca, dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai sasaran yang
di harapkan dan mudah-mudahan makalah ini juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ............................................................................... 1
2. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
1. Konflik Politik .................................................................................2
2. Proses Politik .................................................................................6
3. Pengertian Korupsi.........................................................................6
4. Penyebab Korupsi..........................................................................6

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan .................................................................................... 7
2. Kritik dan Saran ............................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 8


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan,
kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan
pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok,
individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.
Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia masyarakat dan bernegara.
Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah penyelesaian konflik yang
melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian” konflik politik yang tidak bersifat kekerasan ada
tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini meliputi politisasi atau koalisi, tahap pembuatan keputusan,
dan tahap tahap pelaksaaan dan integrasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah terjadinya konflik politik ?
2. Bagiamanakah terjadinya proses politik ?

BAB II
PEMBAHASAN
KONFLIK DAN PROSES POLITIK

A. Konflik Politik
Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan untuk memandang
massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktural-fungsional (konsensus) dan
pendekatan struktural konflik. Pendekatan konsensus berasumsi masyarakat mencangkup
bagian-bagian yang berbeda fungsi ntapi berhubungan satu sama lain secara fungsional. Kecuali
itu, masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nialai yang disepakati bersama sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan konflik
berasumsi masyarakat mencangkup berbagia bagian yang memiliki kepentingan yang saling
bertentangan. Kecuali itu, masyarakat terintergasi dengan suatu paksaan dari kelompok yang
dominan sehingga masyarakat selalu dalam keadaan konflik. Kedua pendekatan ini mengandung
kebenaran tetapi tidak lengkap.
Konflik terjadi antar kelompok yang memperebutukan hal yang sama, tetapi konflik akan
selalu menuju kearah kesepakatan ( konsensus). Selain itu, masyarakat tidak mungkin
terintegrasikan secara permanen denagan mengandalkan kekuasaan dari kelompok yang
dominan. Sebaliknya masyarakat yang terintegrasi atas dasar konsensus sekalipun, tak mungkin
bertahan secara permanen tanpa adanya kekuasaan paksaan. Jadi konflik konsesnsus munurut
Ramlan Surbakti gejala-gejala yang tak terrelakkan dalam masyarakat.
Istilah konflik dalam ilmu politik sering kali dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan,
kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan”, seperti perbedaan
pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dan individu, kelompok dan kelompok,
individu dan kelompok, dan antara individu atau kelompok dengan pemerintah.[1][1]
Masing-masing berupaya keras untuk mendapatkan dan atau mempertahankan sumber yang
sama. Namun, guna mendapatkan dan atau mempertahankan sumber yang sama
itu kekerasan bukan satu-satunya cara. Pada umumnya, kekerasan cenderung digunakan
sebagai alternative yang terakhir. Dengan demikian, konflik dibedakan menjadi dua, yaitu konflik
yang berwujud kekerasan dan konflik yang tidak berwujud kekerasan.
Konflik yang mengandung kekerasan, pada umumnya terjadi dalam masyarakat-negara yang
belum memiliki consensus dasar mengenai dasar dan tujuan negara dan mengenai mekanisme
pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga. Hura-hara (riot), kudeta, pembunuhan
atau sabotase yang berdimensi politik (terorisme), pemberontakan, dan separatism, serta
revolusi merupakan sejumlah contoh konflik yang mengandung kekerasan.
Konflik yang tidak berwujud kekerasan pada umumnya dapat ditemukan dalam masyarakat-
negara yang memiliki consensus mengenai dasar dan tujuan negara, dan mengenai mekanisme
pengaturan dan penyelesaian konflik yang melembaga. Adapun contoh konflik yang tidak
berwujud kekerasan, yakni unjuk-rasa (demonstrasi), pemogokan (dengan segala bentuknya),
pembangkangan sipil (civil disobedience), pengajuan petisi dan protes, diaog (musyawarah), dan
polemic melalui surat kabar.
Sementara itu, konflik tidak selalu bersifat negative seperti yang diduga orang banyak.
Apabila ditelaah secara seksama, konflik mempunyai fungsi positif, yakni sebagai pengintegrasi
masyarakat dan sebagai sumber perubahan.
Menurut Ramlan Subakti (1992:8), konflik adalah perbedaan pendapat, perdebatan,
persaingan, bahkan pertentangan dan perebutan dalam upaya mendapatkan dan atau
mempertahankan nilai-niai. Oleh karena itu, menurut pandangan konflik, pada dasarnya politik
adalah konflik. Pandangan ini ada benarnya sebab konflik merupakan gejala yang serba hadir
dalam masyarakat, termasuk dalam proses politik. Selain itu, konflik merupakan gejala yang
melekat dalam setiap proses politik.[2][2]
a. Faktor penyebab konflik:
 Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan
sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang
merasa terhibur.
 Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan
menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
 Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki
kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi
untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal
pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakatmenanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang
menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang.
Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian
kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan.
Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus
dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompokdengan individu, misalnya konflik
antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara
keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan
pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha
mereka.
 Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional
yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri.
Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja
dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun
dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan
nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian
waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan
ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena
dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.[3][3]
b. Tipe-tipe konflik
Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif dan konflik
negative. yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang tak mengancam eksistensi
system politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati
bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi,
seperti partai politik, badan-badan pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan foru-
forum terbuka lainnya. Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik yang positif.
Sedangkan konflik yang negative adalah penyaluran melalui tindak anarki, kudeta, saparatisme,
dan revolusi.[4][4]
c. Struktur konflik
Menurut paul conn,[5][5]situasi konflik ada dua jenis, pertama Konflik menang-kalah (zero-
sum-confict) dan konflik menang-menang(non- zero-sum-confict). Konflik menang kalah adalah
konflik yang bersifat antagonistic sehingga tidak tidak mungkn tercapainya suatu kompromi
antara masing-masing pihak yang bersangkutan. Ciri dari konflik ini adalah tidak mengadakan
kerjasama, dan hasil kompetensi akan dinikmati oleh pemenang saja.
Konflik menang-menang adlah suatu konflik dalam mana pihak-pihak yang terlibat masih
mungkin mengadakan kompromi dan kerjasama sehingga semua pihak akan mendapatkan
konflik tersebut.

B. Proses Politik
Konflik merupakan gejala serba hadir dalam kehdupan manusia masyarakat dan
bernegara. Sementra itu, salah satu dimensi penting proses politik adalah penyelesaian konflik
yang melibatkan pemerintah. Proses “penyelesaian” konflik politik yang tidak bersifat kekerasan
ada tiga tahap. Adapun ketiga tahap ini meliputi politisasi atau koalisi, tahap pembuatan
keputusan, dan tahap tahap pelaksaaan dan integrasi.[6][6] Apabila dalam masyarakat terdapat
konflik politik di antara berbagai pihak, dengan segala motifasi yang mendorongnya maka
masing-masing pihak akan berupaya merumuskan dan mengajukan tuntutan kepada pemerintah
selaku pembuat dan pelaksana politik. Agar tuntutan didengar oleh pemerintah lalu para kontetan
akan berusaha mengadakan politisasi, seperti melalui meida massa. Dengan kata lain hal
tersebut akan menjadi tranding topic sehingga pemerintah memprhatikan masalah tersebuT.
C.Pengertian korupsi
korupsi adalah suatu tindak perdana yangmemperkaya diri yang secara langsung),
pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu adaistilah penyuapan,yaitu suatu tindakan
melanggar hukum, melalui tindakantersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus
dari pihak yang disuap.Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat
pembuatperizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan.Menyuap
dosen agar memperoleh nilai baik.Pemerasan, suatu tindakan yangmenguntungkan diri sendiri
yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentuserta pihak lain denganterpaksa
memberikan apa yang diinginkan. Saranapemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi
yang merugikan negara atau perekonomiannegara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yangmemperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uangnegara untuk kepentingannya. Sementara itu, Syed Hussen Alatas
memberibatasan bahwa korupsimerupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang
dapatmenimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapatberupa
penyuapan (briberymemeras bawahannya.

D.Penyebab Korupsi
Ada dua faktor penyebab korupsi

1. Faktor Internal

Faktor internal sangat berhubungan dengan perilaku manusia karena berasal dari diri manusia
dan mengarah pada sifat yang dimiliki manusia diantaranya:

Sifat tamak manusia

Sifat tamak atau rakus adalah sifat yang dimiliki manusia yang selalu kurang atas apa yang
dimilikinya atau kurangnya rasa syukur. Seseorang yang memiliki sifat tamak selalu mempunyai
hasrat dalam dirinya untuk menambah harta dan kekayaan yang bisa membuat dirinya
melakukan tindakan yang dinamakan korupsi.

Moral yang kurang kuat

Seseorang yang memiliki sifat kurang konsisten atau moralnya yang kurang kuat akan lebih
mudah melakukan tindakan korupsi baik pengaruh yang berasal dari luar, dari dalam dirinya,
atasan atau bawahan.

Gaya hidup yang konsumtif

Gaya hidup konsumtif sangat berhubungan dengan pendapatan seseorang jika pendapatan
seseorang lebih kecil dari gaya hidup tersebut, maka tidak menutup kemungkinan orang tersebut
melakukan tindakan korupsi karena pendapatan yang tidak seimbang dengan apa yang telah di
konsumsinya

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal penyebab korupsi lebih condong terhadap pengaruh dari luar diantaranya:

Politik

Politik merupakan suatu faktor yang di dalamnya banyak kecurangan mulai bawahan sampai
atasan dalam setiap organisasi dalam politik banyak orang yang bermain-main yang tidak jujur
didalamnya. Orang-orang yang suka melakukan kompromi dari situlah muncul tindakan korupsi
yang biasanya bersifat tertutup.Ekonomi

Di dalam ekonomi setiap orang mengenal pendapatan dan kebutuhan dan apabila pendapatan
lebih rendah daripada kebutuhan maka seseorang akan melakukan segala cara yang di
dalamnya terdapat suatu tindakan korupsi.

Hukum

Di dalam suatu hukum dapat terjadi korupsi, karena banyak orang yang tersusun secara
struktural yang mampu memunculkan permainan-permainan curang. Aturan yang berada dalam
hukum tidak semuanya berjalan murni tetapi ada manipulasi di dalamnya tanpa sepengetahuan
banyak orang. Hukum akan secara mudah dipermainkan oleh siapa saja yang didalamnya baik
oleh pakar hukum, ataupun ahli hukum yang lain, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi
tindakan korupsi.
Organisasi

Kurangnya adanya sikap keteladanan pemimpin

Posisi pemimpin dalam suatu lemabag formal maupun informal mempunyai pengaruh penting
bagi bagi bawahannya. Apabila pemimpin tidak bisa memberikan keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka kemungkinan besar bawahannya akan
mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

Tidak ada kultur organisasi yang benar

Kulturr organisasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi
tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif .

Kurang memadainya sistem akuntabilitas

Intitusi pemerintahan umumnya pada satu sisbelum dirumuskan dengan jelas visi dan misi.
Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit melakukan penilaian.

Kelemahan sistem pengendalian manajemen

Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi.
Semakin longgar atau lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota di dalamnya.

Lemahnya pengawasan

Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal (pengawasan
fungsional dan pengawasan langsung pimpinan) dan pengawasan bersifat eksternal
(pengawasan darin legislatif dan masyarakat)

Pengawasan ini kurang bisa efektif karena beberapa faktor diantaranya adanya tumpang tindih

pengawasan pada berbagai instanti, kurangnya profesional pengawas serta kurangnya


kepatuhan pada etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawasan sendiri.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas dapat kami simpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam ilmu-ilmu social dikenal dua pendekatan yang saling bertentangan untuk memandang
massyarakat. Kedua pendekatan ini meliputi pendekatan struktural-fungsional (konsensus) dan
pendekatan struktural konflik. Pendekatan konsensus berasumsi masyarakat mencangkup
bagian-bagian yang berbeda fungsi ntapi berhubungan satu sama lain secara fungsional. Kecuali
itu, masyarakat terintegrasi atas dasar suatu nialai yang disepakati bersama sehingga
masyarakat selalu dalam keadaan keseimbangan dan harmonis. Lalu pendekatan konflik
berasumsi masyarakat mencangkup berbagia bagian yang memiliki kepentingan yang saling
bertentangan.
2. Konflik dikelompokkan menjadi dua tipe, kedua tipe ini meliputi konflik positif dan konflik
negative. yang dimaksud dengan konflik positif adalah konflik yang tak mengancam eksistensi
system politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati
bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud adalah lembaga-lembaga demokrasi,
seperti partai politik, badan-badan pewakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan foru-
forum terbuka lainnya. Tuntutan seperti inilah yang dimaksud dengan konflik yang positif.

3. Kritik dan Saran


Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini akan dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi semua pihak pembaca terutama kami sebagai penyusun, dan tidak lupa
pula kami mengharapkan masukkan, kritik maupun saran yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan penyusunan makalah kami selanjutnya. Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin...... ya Rabbal alamiinnn.....

Anda mungkin juga menyukai