Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan
keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan judul
“Aplikasi Beberapa Dosis Kompos Leguminosa dengan Penggunaan Bio-Aktivator
Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum
Annuum L)”.
Tidak lupa pula buat seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam
penyelesaian usulan penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Tidak ada
yang pantas diberikan, selain balasan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan kita semua
dalam menghadapi masa depan nanti.
Akhirnya penulis sangat mengharapkan agar usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita
semua dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian.

Palu, Januari 2019

AFIKA

1
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................,,,........................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
I. PENDAHULUAN........................................................................................... 3
1.1. Latar Belakang.................................................................................... 3
1.2. Tujuan Penelitian................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 5
2.1. Tanaman Cabai.................................................................................... 4
2.2. Syarat Tumbuh.................................................................................... 5
III. BAHAN DAN METODE............................................................................ 7
3.1. Tempat dan Waktu.............................................................................. 7
3.2. Bahan dan Alat.................................................................................... 8
3.3. Rancangan Penelitian........................................................................... 9
3.4. Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 10
3.5. Pengamatan.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki
nilai ekonomi penting di Indonesia dan dibutuhkan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat,
sehingga volume peredarannya di pasaran sangat besar. Secara umum cabai memiliki banyak
kandungan gizi dan vitamin, diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidrat, Kalsium, Vitamin
A, B1 dan Vitamin C (Rukmana, 1995).
Menurut Badan Pusat Statistik (2012) produksi cabai merah di Provinsi Riau pada tahun
2011 adalah 15.909 ton dengan luas areal panen 3.488 hektar dan produktivitas rata-rata 4,56
ton/hektar. Produktivitas cabai di Riau ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan
provinsi-provinsi yang ada di Indonesia pada umumnya seperti Sumatera Barat yang mencapai
65.108 ton dengan luas areal panen 8.196 hektar dengan produktivitas rata-rata 7,94 ton/hektar,
sedangkan Sumatera Utara 245.773 ton dengan luas areal panen 22.129 hektar dan produktivitas
rata-rata 11,11 ton/hektar.
Kompos Leguminosa adalah peruraian bahan organik dari tanaman leguminosa oleh jasad
renik (mikrobia) yang dalam penelitian ini menggunakan Bio-Aktivator Trichoderma sp.
Pemberian kompos leguminosa ini tidak hanya memperkaya unsur hara bagi tanaman, namun
juga berperan dalam memperbaiki struktur tanah, tata udara dan air dalam tanah, mengikat unsur
hara dan memberikan makanan bagi jasad renik yang ada dalam tanah, sehingga meningkatkan
peran mikrobia dalam menjaga kesuburan tanah. Selain itu, pembuatan kompos leguminosa ini
juga relatif mudah. Keunggulan lainnya adalah mudah terurai di dalam tanah sehingga
mempercepat penyiapan unsur hara bagi tanaman. Oleh sebab itu penggunaan kompos
leguminosa diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Kartini,
2007).
Berdasarkan uraian dapat di identifikasi beberapa permasalahan rendahnya produktivitas
cabai di Riau, disebabkan karena petani cabai yang belum menggunakan benih cabai varietas
unggul, penggunaan pupuk anorganik ( Urea, TSP, KCL ) secara terus menerus yang tidak di

3
imbangi dengan pupuk organik, sehingga di asumsikan penggunaan kompos leguminosa yang
memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dengan penggunaan varietas cabai SSP IPB,
menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan rendahnya produktivitas cabai di
Riau.
Berdasarkan dari penjelasan dan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Aplikasi Beberapa Dosis Kompos Leguminosa dengan Penggunaan
Bio-Aktivator Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai
(Capsicum Annuum L)”.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa dosis kompos
leguminosa yang memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dan mendapatkan dosis kompos
leguminosa yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai
(Capsicum Annuum L).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Cabai

Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan (solanaceae)


yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah
Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara
Indonesia, mereka memanfaatkan tanaman berbuah pedas tersebut sebagai bumbu penyedap
masakan (Prajnanta, 1999).
Dari masa ke masa, tanaman cabai mengalami perkembangan. Perkembangan ini bisa
dikatakan sejalan dengan perkembangan penduduk, kemajuan teknologi dan kemampuan
berevolusi dan beradaptasi dari tanaman itu sendiri. Perkembangan penduduk antara lain
menyebabkan peningkatan permintaan akan cabai. Kemajuan teknologi yang ditopang oleh
kemajuan berevolusi dan beradaptasi, antara lain berhasil memurnikan varietas cabai yang ada
(Pracaya, 2001).
Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat
bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu yang
sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Namun
untuk mendapatkan hasil buah yang lebih baik, penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena
itu, tanaman cabai yang ditanam dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan
tanaman cabai yang ditanam sendirian (Prajnanta, 1999).
Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak dikenal dan memiliki
banyak variasi. Menurut Sutedjo (2002) varietas dengan tipe elongate memiliki rasa yang sangat
pedas, serta memiliki ukuran buah ± 12x0,8 cm, dan memiliki berat 5-6 gram.

2.2. Syarat Tumbuh


Cabai dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 200 m dpl. Tetapi bila udara
sangat dingin sampai embun membeku (frost) mungkin tanaman akan mati (Prihmantoro, 2001).
Penanaman cabai pada waktu musim kemarau dapat tumbuh dengan baik, asal mendapat
penyiraman yang cukup, temperatur yang baik untuk cabai adalah sekitar 200-250C. Bila
temperatur sampai 350C maka pertumbuhan kurang baik, sebaliknya bila temperatur di bawah
100C, pertumbuhan kurang baik bahkan dapat mematikan (Suseno, 2002).
Curah hujan pada waktu pertumbuhan tanaman sampai akhir pertumbuhan yang baik
sekitar 600-1250 mm/tahun. Bila curah hujan berlebihan dapat menimbulkan penyakit,
terbentuknya buah kurang dan banyak buah yang rontok (Prihmantoro, 2001). Tanah yang

5
tergenang air walaupun dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat menyebabkan rontoknya
buah. Kekurangan hujan dan tidak ada pengairan juga dapat membuat tanaman cabai menjadi
kerdil. Kelembaban yang rendah dan temperatur yang tinggi menyebabkan penguapan tinggi,
sehingga tanaman akan kekurangan air. Akibatnya kuncup bunga dan buah yang masih kecil
banyak yang rontok (Suseno, 2002). Tanah yang asam kurang baik untuk pertumbuhan cabai,
maka perlu ditaburi kapur dan pupuk organik, tanah yang baik bila mempunyai (pH) sekitar 6,5
(Wirakusumah, 1999).

6
BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di dolo Fakultas Pertanian Universitas tadulako.. Waktu
pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari bulan Januari sampai bulan
April 2014.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan antara lain Trichoderma sp, tanah topsoil inceptisol, bibit cabai
Varietas SSP IPB, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dan polybag berukuran 10 cm x 6 cm,
kompos leguminosa, pestisida nabati, pupuk kandang sapi, pupuk Urea, pupuk SP36, pupuk TSP,
pupuk KCL dan pupuk Dolomit.
Alat yang digunakan adalah mesin pencincang atau pencacah leguminosa, cangkul, garu,
parang, timbangan, timbangan digital, timbangan analitik, ayakan, ember plastik, gembor,
seedbed, meteran dan alat tulis.

3.3. Rancangan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan, pada setiap satuan percobaan
terdiri dari 2 tanaman dan semua tanaman dijadikan sampel, sehingga diperoleh jumlah
keseluruhan 30 satuan percobaan.
Sebagai perlakuan yang diberikan adalah kompos leguminosa (K) yang terdiri dari 5
perlakuan :
K0 = Tanpa pemberian tricho-kompos leguminosa.
K1 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 20 ton/ha setara dengan 100
gram/10 kg tanah (1 polybag).
K2 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 30 ton/ha setara dengan 150
gram/10 kg tanah (1 polybag).
K3 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 40 ton/ha setara dengan 200
gram/10 kg tanah (1 polybag).
K4 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 50 ton/ha setara dengan 250
gram/10 kg tanah (1 polybag).

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam dengan model
linear sebagai berikut :
Yij = µ + ƫi + ɛij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke -i pada ulangan ke -j
µ = Pengaruh nilai tengah

7
ƫi = Pengaruh tricho-kompos leguminosa pada perlakuan ke -i
ɛij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke -i pada ulangan ke –j

Hasil data yang diperoleh setelah dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% (Steel and
Torrie,1994).

3.4. Pelaksanaan Penelitian


3.4.1. Persemaiaan dan Pemeliharaan Bibit
Media persemaian merupakan campuran dari pupuk kandang sapi dan tanah topsoil
inceptisol yang telah diayak dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang telah disediakan direndam
terlebih dahulu dalam air hangat dengan suhu 500C selama 10 menit guna untuk melihat biji
yang bernas serta memecah dormansi benih, setelah itu lakukan seleksi benih, benih yang
terapung tidak digunakan dan benih yang tenggelam ditiriskan untuk disemai kedalam media
persemaian yang terbuat dari polybag kecil berukuran 10 cm x 6 cm, penyemaian dilakukan
dengan menanam satu benih pada satu polybag. Bibit yang telah ditanam selanjutnya dilakukan
pemeliharaan dengan melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari secara rutin. Pemindahan
bibit ke polybag berukuran 50 cm x 40 cm dilakukan setelah bibit tanaman cabai berumur 38 hari
setelah semai dan ditandai dengan jumlah daun dewasa sebanyak 4-6 lembar.

3.4.2. Persiapan Tempat Penelitian


Persiapan tempat penelitian dilakukan setelah penyemaian benih, tempat penelitian ini
menggunakan Rumah Kassa Fakultas Pertanian Universitas Riau, sebelum digunakan terlebih
dahulu rumah kassa dibersihkan.
3.4.3. Persiapan Medium Tanam
Medium yang digunakan adalah tanah inceptisol yang diambil dari tanah kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau pada kedalaman 20 cm dari permukaan tanah,
tanah yang diambil dimasukan kedalam polybag berukuran 50 cm x 40 cm, setelah itu polybag
disusun di rumah kassa sesuai rancangan penelitian.
3.4.4. Pemberian Perlakuan
Pemberian perlakuan kompos leguminosa dalam medium tanam diberikan 7 hari sebelum
tanam sebanyak 40% dari dosis perlakuan, 7 hari setelah tanam sebanyak 30% dari dosis
perlakuan dan 35 hari setelah tanam sebanyak 30% dari dosis perlakuan. Pemberian dilakukan
dengan mencampur ke lubang tanam pada medium tanam dalam polybag pada aplikasi pertama,
untuk aplikasi selanjutnya diberikan dengan membuat lubang disekitar tanaman.
3.4.5. Penanaman
Penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stres akibat suhu yang tinggi.
Setiap satu lubang tanam pada polybag ditanami satu bibit cabai. Penanaman dilakukan dengan
melepaskan medium dalam polybag pembibitan, bibit beserta tanah dalam polybag dimasukan

8
kedalam lubang tanam diameter 6 cm dengan kedalaman 10 cm pada polybag berukuran 50 cm x
40 cm. Setelah dilakukan penanaman, selanjutnya dilakukan penyiraman dengan dosis
penyiraman yang sama per polybag nya.
3.4.6. Pemeliharaan
3.4.6.1. Penyiraman
Tanaman cabai membutuhkan pengairan yang cukup terutama pada saat fase
pertumbuhan vegetatif dan pembesaran buah, oleh sebab itu dilakukan penyiraman secara rutin
pada pagi dan sore hari dengan dosis penyiraman yang sama per polybag nya.
3.4.6.2. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman cabai apabila ada bibit yang mengalami pertumbuhan
abnormal, layu dan terserang hama atau penyakit. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengganti
tanaman tersebut dengan tanaman yang berumur sama serta memiliki perlakuan yang sama yang
telah dipersiapkan sebelumnya. Waktu penyulaman adalah minggu pertama setelah pindah tanam
dan dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stres akibat suhu yang tinggi.
3.4.6.3. Pemupukan
Pada percobaan ini pupuk anorganik diberikan 14 hari setelah tanam yaitu sebanyak 50%
dari rekomendasi yang dianjurkan, dimana pupuk Urea diberikan 2 gram/tanaman, SP36 5
gram/tanaman dan KCL 5 gram/tanaman (Pracaya, 2001).
3.4.6.4. Penyiangan
Pelaksanaan penyiangan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma yang ada
disekitar medium dalam Polybag. Penyiangan dilakukan dengan cara manual dengan mencabut
gulma yang tumbuh di dalam polybag, dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran
tanaman cabai.
3.4.6.5. Perempelan
Perempelan merupakan kegiatan pemeliharaan dengan membuang beberapa bagian
tanaman muda. Apabila tidak dilakukan perempelan, tanaman akan mempunyai bentuk yang
kurang baik dan mengurangi kemampuan produksi tanaman. Perempelan dilakukan terhadap
tunas samping yang muncul sebelum pembungaan agar tanaman tumbuh besar terlebih dahulu.
Perempelan dilakukan pada daun-daun tua, bunga pertama dan seluruh tunas yang keluar dari
ketiak daun di bawah percabangan pertama. Perempelan dilakukan pada pagi hari karena tunas
tersebut masih mudah dipotong.
3.4.6.6. Pemasangan turus
Pemasangan turus dilakukan setelah tanaman cabai berumur 30 hari setelah tanam,
dengan jarak kira-kira 10 cm dari batang tanaman. Tanaman cabai memerlukan turus supaya
tidak rebah karena tiupan angin.
3.4.6.7. Pengendalian Hama
Pengendalian hama dilakukan pada pagi hari dengan cara penyemprotan Insektisida
nabati berbahan dasar daun tanaman nimba, dilakukan antara pukul 0700–1000.
3.4.7. Panen

9
Panen dilakukan pada pagi hari terhadap buah cabai yang telah memenuhi kriteria panen.
Adapun kriteria panen meliputi warna cabai sudah merah merata dengan bentuk buah padat atau
tidak lunak. Pemanenan dilakukan dengan cara mendorong tangkai buah keatas atau kearah
berlawanan dari tangkai buah. Pemanenan dilakukan 3 hari sekali sampai 6 kali panen.

3.5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan menggunakan standar Descriptors for Capsicum (IPGRI, 1995),
parameter yang diamati sebagai berikut :
3.5.1. Umur berbunga (HSS)
Umur berbunga diamati dengan cara menghitung jumlah hari yang di butuhkan tanaman
untuk berbunga, mulai dari persemaian hingga muncul nya bunga pertama. Tanaman cabai
dikatakan sudah mencapai umur berbunga bila 50% dari seluruh sampel telah berbunga.
3.5.2. Umur panen (HSS)
Pengamatan umur panen dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari persemaian
hingga mencapai panen pertama. Tanaman cabai dikatakan sudah mencapai umur panen bila
50% dari seluruh sampel telah memiliki buah masak pada percabangan pertama.
3.5.3. Tinggi tanaman (cm)
Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang sampai titik
tumbuh tertinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah panen kedua.
3.5.4. Tinggi dikotomus (cm)
Dikotomus adalah percabangan pertama yang muncul dari batang utama. Pengamatan
tinggi dikotomus diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus. Pengamatan tinggi
dikotomus dilakukan satu kali setelah panen kedua.
3.5.5. Diameter batang (mm)
Pengamatan diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Diameter
batang diukur pada batang utama 5 cm diatas permukaan tanah. Pengamatan diameter batang
dilakukan setelah panen kedua.
3.5.6. Lebar tajuk (cm)
Pengamatan lebar tajuk dilakukan dengan cara mengukur dari satu titik ke titik yang lain
pada bagian tajuk terlebar dengan menggunakan meteran. Pengamatan lebar tajuk dilakukan
setelah panen kedua.
3.5.7. Bobot per buah (g)
Pengamatan bobot per buah dilakukan dengan cara menimbang bobot semua buah dan
dibagi dengan jumlah buah dari tanaman sampel mulai dari panen pertama sampai panen
terakhir.
3.5.8. Panjang buah (cm)
Pengamatan panjang buah dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal buah sampai
pada ujung buah pada 10 buah dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen pertama
sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya. Pengamatan panjang buah dilakukan setelah
panen kedua.

10
3.5.9. Diameter buah (mm)
Pengamatan diameter buah dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dimana
diameter buah diukur pada 10 buah dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen
pertama sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya. Pengamatan diameter buah dilakukan
setelah panen kedua.
3.5.10. Bobot buah per tanaman (g)
Pengamatan bobot buah pertanaman dilakukan dengan menimbang buah dari panen
pertama hingga panen terakhir. Nilai bobot buah per tanaman didapatkan dengan menjumlahkan
bobot buah tiap panen dibagi dengan jumlah tanaman sampel.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan). Gadjah Mada Universitas Press.
Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Cabai Nasional. Jakarta

Damayanti, 1993. Manfaat dan Analisis Hara Pupuk Organik. Purwakarta Jakarta.

Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. 2003. Sekilas Tentang Pengembangan Pupuk Hijau dengan
Peggunaan Trichoderma sp. dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan.
Pekanbaru.

Prihmantoro, H. 2001. Hidroponik Tanaman Semusim untuk Bisnis dan Hoby. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan Trichoderma Sp Terhadap
Perkembangan Penyakit Kelapa Sawit dan Pada Medium Gambut di Pembibitan Utama.
Laporan Penelitian (Tidak dipublikan)

Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan Trichoderma Psiodokoningi. Untuk
mengendalikan Ganoderma Boninense Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada
Kelapa Sawit di Pembibitan Awal. Artikel Ilmiah sudah di Seminarkan ditingkat Nasional,
Yogyakarta, 2008.

Rifai. M.A. 1969. A Revision Of The Ganus Trichoderma. Mycological Paper, No.16. Common Wealth
Mycological Institute Kew, Surrew, England.56 Hal.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Cabai Merah Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suseno, S. 2002. Cabai dan tingkat Produktivitas nya, Trubus No.319 Th XXVII. Jakarta.

Sutedjo, M,M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rina Cipta. Jakarta.

Soepandji, 2002. Teknik Perawatan serta Pengendalian Hama dan Penyakit Cabai. Penebar Swadaya.
Jakarta.

12
Steel, R.G.D., dan Torrie,J.H. 1994. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometik.
Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Tarmuzi, 1998. Tata Cara Pengolahan Lahan, Penyiapan Bibit, dan Pemanenan Cabai Hibrida.
Penebar Swadaya. Jakarta

Wudianto, 2003. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.

13
14

Anda mungkin juga menyukai