Anda di halaman 1dari 10

IPA MASA DEPAN

TEKNOLOGI NUKLIR DALAM KESEHATAN

OLEH:
I KADEK GIRI NATA NI (1823071007)
PUTU AYU PARWATI (1823071009)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN IPA


JURUSAN PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2018
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia
yang telah diberikan, makalah yang berjudul “Teknologi Nuklir dalam Kesehatan” dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung, baik
berupa bimbingan, doa maupun materiil yang diberikan guna membantu penyelesaian
makalah ini. Terima kasih kepada rekan-rekan yang telah memberikan banyak dukungan
kepada penulis. Terima kasih pula kepada para penulis yang tulisannya dikutip sebagai bahan
rujukan dalam makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis menerima dengan terbuka saran dan kritik konstruktif untuk menjadikan makalah ini
lebih baik di kemudian hari. Semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca.
Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2

2.1 Pengertian Teknologi Nuklir dan Kedokteran Nuklir ......................................... 2

2.2 Prinsip Kerja Teknologi Nuklir dalam Kedokteran Nuklir ................................ 2

2.2.1 Studi In Vivo ................................................................................................... 3

2.2.2 Studi In Vitro ................................................................................................. 4

2.3 Manfaat Teknologi Nuklir dalam Kedokteran Nuklir ......................................... 4

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 6

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 6

3.2 Saran ......................................................................................................................... 6


DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di akhir abad 20, perkembangan ilmu dan teknologi seolah berpacu dengan berjalannya
waktu. Berbagai cabang keilmuan bahkan ranting baru disiplin ilmu bermunculan. Di abad ini
pula lahir dan berkembang pesat ilmu dan teknologi yang terkait dengan ketenaganukliran,
termasuk diantaranya dalam disiplin ilmu dan teknologi bidang kesehatan disertai dengan
berbagai ilmu dan teknologi pendukungnya seperti fisika dan kimia inti, mikroelektronika dan
peralatan deteksi, sistem informatika/komputasi, biologi, farmasi, serta tentunya ilmu
biomedik di bidang kedokteran. Contoh yang menonjol saat ini adalah berdirinya fasilitas-
fasilitas baru kedokteran nuklir di beberapa Negara seperti di Australia, Cina, India, Inggris,
Jepang, Korea, bahkan di negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand dan
Vietnam yang melengkapi dirinya dengan peralatan canggih seperti Positron Emission
Tomography (PET).
Kegiatan iptek nuklir di bidang kesehatan lebih diarahkan pada lingkup teknologi
proses, analisis, rekayasa peralatan dan instrumentasi, serta pembuatan perangkat medik
berupa sediaan radioisotop dan radiofarmaka terutama terkait dengan substitusi produk impor
untuk mengurangi ketergantungan dari negara lain serta aplikasinya di bidang medic (Ws.
Hanafiah, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang diajukan pada
makalah ini yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan teknologi nuklir dan kedokteran nuklir?
2. Bagaimana prinsip kerja teknologi nuklir dalam kedokteran nuklir?
3. Apa sajakah manfaat teknologi nuklir dalam kedokteran nuklir?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini sesuai dengan rumusan masalah diatas yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian teknologi nuklir dan kedokteran nuklir
2. Untuk mengetahui prinsip kerja teknologi nuklir dalam kedokteran nuklir
3. Untuk mengetahui manfaat teknologi nuklir dalam kedokteran nuklir.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teknologi Nuklir dan Kedokteran Nuklir


Teknologi nuklir adalah suatu teknologi yang berbasis pada pemanfaatan energi yang
dibebaskan dari suatu inti atom (nuklida) dalam bentuk radiasi. Energi atom (energi inti atom)
ini mampu mengionisasi suatu bahan. Karena kemampuan tersebut maka energi yang
dibebaskan dari suatu atom atau nuklida disebut energi inti atau enegi nuklir yang memiliki
karakter atau sifat sebagai radiasi pengion (Irawati, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah No.
64 Tahun 2000, tenaga nuklir merupakan tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam
proses transformasi inti termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion. Tenaga
nuklir banyak dimanfaatkan sebagai sumber energy dalam berbagai bidang kehidupan. Salah
satu pemanfaatan tenaga nuklir yaitu pada bidang kesehatan.
Menurut World Health Organization (WHO) ilmu kedokteran nuklir adalah cabang
ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari inti radionuklida
buatan untuk mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia sehingga dapat digunakan untuk
tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian. Ilmu kedokteran nuklir mempelajari proses fisiologi
dan biokimia yang terjadi dalam organ tubuh manusia menggunakan perunut bertanda
radioaktif yang berasl dari radionuklida buatan (Masjhur, 2000). Radiasi yang digunakan
dalam kedokteran nuklir adalah radiasi terbuka. sehingga semua prosedur daigostik dan terapi
penyakit serta penelitian yang menggunakan sumber radiasi terbuka termasuk dalam domain
ilmu kedokteran nuklir.

2.2 Prinsip Kerja Teknologi Nuklir dalam Kedokteran Nuklir


Pemanfaatan teknik nuklir dalam bidang kedokteran di Indonesia telah dimulai sejak
akhir tahun enam puluhan, setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai beroperasi di
Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh ahli dari luar negeri mulai merintis
pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Reaktor Atom Bandung (kini bernama Pusat
Penelitian Teknik Nuklir), salah satu pusat penelitian di lingkungan Badan Tenaga Atom
Nasional. Kedokteran nuklir menggunakan radioisotop untuk keperluan terapi dan diagnosis.
Untuk keperluan diagnostik, radioisotop digunakan dalam dosis kecil maka pada pemakaian
untuk keperluan radioterapi metabolik, radioisotop sengaja diberikan dalam dosis besar.
Dipilih radioisotop pemancar radiasi partikel dengan energi cukup besar dengan tujuan
melenyapkan atau menghancurkan sasaran yang kebanyakan berupa sel-sel ganas (Wiharto,

2
1996).
Pada kegiatan kedokteran nuklir untuk keperluan diagnostik, radioisotop dapat
dimasukkan ke dalam tubuh pasien secara inhalasi melalui jalan pernafasan, atau melalui
mulut, ataupun melalui injeksi (studi in vivo). Di samping itu dapat pula radioisotop hanya
direaksikan dengan bahan biologik (darah, urine, cairan serebrospinal) yang diambil dari
tubuh pasien (studi in vitro).
2.2.1 Studi In Vivo
Secara in vivo pasien diberi radioisotop baik secara oral (melalui mulut), suntikan atau
inhalasi (pernafasan), kemudian dideteksi aktivitasnya dari luar tubuh. Pada pemeriksaan in
vivo senyawa yang dipilih adalah senyawa yang mempunyai mekanisme pengangkutan
maupun metabolisme dalam tubuh yang sesuai dengan organ yang diperiksa (Suyatno, 2010).
Pada studi in vivo, setelah dimasukkan ke dalam tubuh maka nasib radioisotop selanjutnya di
dalam tubuh dapat diperiksa dengan tiga cara yaitu:
1) Membuat citra (gambar) organ atau bagian tubuh yang mengakumulasikan
radioisotop tersebut dengan peralatan kamera gamma atau kamera positron (imaging
technique).
2) Menghitung aktivitas yang terdapat pada organ atau bagian tubuh yang
mengakumulasikan radiosiotop dengan menempatkan detektor radiasi gamma di atas
organ atau bagian tubuh yang diperiksa (external counting technique)
3) Menghitung aktivitas radioisotop yang terdapat dalam contoh bahan biologik yang
diambil dari tubuh pasien dengan menggunakan pencacah gamma (sample counting)
Informasi yang diperoleh dengan teknik pencitraan (gambar) tberupa gambar organ atau
bagian tubuh atau bahkan seluruh tubuh (whole body imaging), juga dapat berupa kurva-
kurva atau angka-angka. Sedang studi in vivo dengan teknik external counting atau sample
counting hanya dapat memberikan informasi berupa kurva atau angka. Informasi tersebut
mencerminkan fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa.
Studi in vivo dapat bersifat statik atau dinamik. Statik artinya memberikan informasi
pada suatu saat tertentu saja, sedang studi dinamik memberikan informasi berupa perubahan
keadaan pada organ atau bagian tubuh selama kurun waktu tertentu. Studi dinamik mengukur
kinerja (performance) suatu organ atau suatu sistem tubuh menurut fungsi waktu. Variabel
yang diukur dapat berupa jumlah dan distribusi perunut radioaktif (variable kuantitatif).
Dengan bantuan komputer, dari variabel tersebut dapat diperoleh informasi lain seperti laju
pengurangan kuantitas perunut, retensi perunut dalam organ, pola gerak organ (misalnya

3
cardiac wall motion).
Radioisotop yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien pada studi in vivo dan biasa
disebut radiofarmaka. Pada umumnya radiofarmaka terdiri dari dua komponen yaitu isotop
radioaktifnya sendiri dan senyawa pembawanya. Radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop
itulah yang membuat suatu radiofarmaka dapat dideteksi dan diketahui lokasinya, sedangkan
senyawa pembawa menentukan tempat akumulasi radiofarmaka tersebut. Untuk keperluan
diagnostik, radiofarmaka yang ideal adalah yang radiasinya mudah dideteksi dengan kualitas
citra yang baik dan aman dari segi proteksi radiasi serta dari segi toksisitasnya. Kriteria dari
radiofarmaka yang ideal yaitu:
1) Bertanda radioisotop pemancar radiasi foton murni dengan energi berkisar antara
100-400 keV dan mempunyai waktu paro pendek.
2) Stabil dalam bentuk senyawanya.
3) Mempunyai distribusi in vivo yang optimum, kontras antara organ yang diperiksa
dengan bagian tubuh di sekitarnya dapat diperoleh dalam waktu yang tidak terlalu
lama.
4) Memenuhi persyaratan farmasetikal pada umumnya (steril, apyrogen, nontoksik.

2.2.2 Studi In Vitro


Cara in vitro dilakukan dengan mengambil sampel dari pasien (misal darah),
selanjutnya dianalisis dengan metode yang menggunakan radioisotop (dengan RIA= Radio
Immuno Assay). Teknik RIA berfungsi untuk mengukur kandungan hormon tertentu dalam
darah. Dasar teknik RIA adalah reaksi spesifik antigen-antibodi. Pada studi in vitro, dari tubuh
pasien diambil sejumlah tertentu bahan biologik (misalnya 1 ml darah). Contoh bahan
biologik tersebut direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop.
Pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk mengetahui kandungan zat tertentu dalam tubuh
misalnya hormon insulin atau tiroksin. Teknik RIA ini menggunakan alat pencacah gamma
berbentuk sumur untuk mencacah radioaktivitas, demikian juga pemeriksaan lain yang
termasuk studi in vitro seperti misalnya uji proliferasi limfosit, uji sitotoksik dan sitolitik.

2.3 Manfaat Teknologi Nuklir dalam Kedokteran Nuklir


a. Pengukuran kerapatan tulang dengan teknik ""Photon absorptiornetry"".
Pengukuran ini dilakukan dengan menyinari tulang dengan radiasi gamma.
Berdasarkan banyaknya radiasi gamma yang terserap oleh tulang yang diperiksa.

4
Teknik pemeriksaan semacam ini membantu dalam mendiagnosis osteoporosis, yaitu
suatu penyakit yang sering menyerang wanita setelah mati haid dan menyebabkan
tulang menjadi keropos sehingga mudah patah.
b. Pemeriksaan Fungsi Kelenjar Gondok
Pada pemeriksaan kelenjar gondok digunakan NaI-131 atau Pertechnetate-Tc-99m.
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk diagnosa penyakit gondok endemik. Hal ini
disebabkan kerana kurangnya kandungan Iodium pada makanan atau minuman
penderita. Jika kandungan iodium dalam makanan atau minuman sangat rendah,
kebutuhan iodium dalam tubuh tidak terpenuhi. Akibatnya bila diberi Na-I-131 atau
pertechnetate Tc-99m, sebagian besar akan diserap oleh kelenjar gondok. Hasil
pemeriksaan selanjutnya dibandingkan dengan harga normal, dan akan nampak
adanya daerah yang menunjukkan aktifitas tinggi.(^o/ nodule), aktivitas rendah (cold
nodule) atau adanya kelainan anatomis disekitar kelenjar gondok.
c. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Senyawa Hippuran I-131 yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui pembuluh balik
lengan dengan cara disuntikan dan dideteksi pada daerah ginjal kiri dan kanan, hal
ini dapat memberikan informasi mengenai fungsi ginjal. Hasil pemeriksaan
ditampilkan dalam bentuk kurve dan penilaian terhadap fungsi ginjal di dasarkan
pada kecepatan setiap fase dan bentuk kurve.
d. Pemeriksaan Fungsi Hati
Radioisotop yang digunakan pada pemeriksaan fungsi hati adalah Tc-99m, Au-98, I-
131, NaI-131 yang dimasukkan dalam tubuh dan dengan bantuan scanner dapat
diperoleh hasil berupa gambaran yang dapat memberikan informasi antara lain
ukuran hati, adanya kelainan disekitar jaringan hati, respon jaringan hati terhadap
hasil pengobatan penyakit hati dan adanya kelainan bawaan hati.

5
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Teknologi nuklir adalah suatu teknologi yang berbasis pada pemanfaatan energi yang
dibebaskan dari suatu inti atom (nuklida) dalam bentuk radiasi. Kedokteran nuklir
adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber radiasi terbuka berasal
dari inti radionuklida buatan untuk mempelajari perubahan fisiologik dan biokimia
sehingga dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi, dan penelitian.
2. Radioisotop dapat digunakan untuk keperluan terapi dan diagnoisis. Diagnosis
dengan isotop radioaktif dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro.
3. Teknologi nuklir dapat digunakan untuk mendeteksi beberapa penyakit diantaranya
pengukuran kerapatan tulang, pemeriksaan fungsi kelenjar gondok , pemeriksaan
fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi hati

3.2 Saran
Teknologi nuklir sangat membantu pada ilmu kedokteran yang menggunakan sumber
radiasi yang digunakan untuk mendiagnostik dan terapi. Teknologi nuklir juga berfungsi
untuk mendeteksi beberapa penyakit.

6
DAFTAR PUSTAKA

Irawati,Zubaidah. 2007. “Pengembangan Teknologi Nuklir untuk Meningkatkan Keamanan


dan Daya Simpan Bahan Pangan”. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, Volume
3, Nomor 2 (hlm. 41-52).

Masjhur, Johan S. 2000. “Aplikasi Teknik Nuklir dalam Bidang Kesehatan Masa Kini”.
Makalah disajikan dalam Seminar Sehari “Aspek Kesehatan Operasional Reaktor
Riset dan Pendayagunaannya”. Puslibang Teknik Nuklir BATAN, 20 Juni 2000.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 Tahun 2000 Tentang Perizinan dan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir

Suyatno, Ferry. 2010. “Aplikasi Radiasi dan Radioisotop dalam Bidang Kedokteran”.
Disampaikan pada Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Yogyakarta, 18
Nopember 2010.

WHO, 1988. The Medical Uses of Ionizing Radiation and Radio Isotop. New York: WHO
Technical Inc.

Wiharto, Kunto. 1996. “Kedokteran Nuklir dan Aplikasi Teknik Nuklir dalam Kedokteran”.
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan, 20-21 Agustus
1996.

Ws, A. Hanifah. 2008. “Perkembangan IPTEK Nuklir Bidang Kesehatan di Indonesia”.


Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi, Volume 4, Nomor 2 (hlm. 117-129).

Anda mungkin juga menyukai