Anda di halaman 1dari 11

Pemeriksaan Nervus Kranialis

- Pendahuluan

- Indikasi

- Teknik

- Edukasi Pasien

- Pedoman Klinis

Teknik Pemeriksaan Nervus Kranialis

Oleh :

dr. Yelvi Levani

Share to Social Media

Teknik pemeriksaan nervus kranialis dilakukan dalam posisi duduk tegak untuk melakukan pemeriksaan
nervus kranialis I-XII. Tidak semua nervus kranialis harus diperiksa, tapi hanya sesuai kebutuhan kondisi
pasien berdasarkan anamnesis saat persiapan.

Persiapan pasien

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah sebagai berikut:

1. Lakukan anamnesis secara sistemik dan tanyakan apakah pasien mengalami gangguan seperti:

Kehilangan indra penciuman secara tiba-tiba

Gangguan penglihatan seperti mata kabur atau penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba

Lapang pandang menyempit

Sulit membuka mata atau sulit menutup mata


Penurunan pendengaran atau mengalami tinnitus

Bentuk wajah tidak simetris secara tiba-tiba

Terasa kesemutan atau baal pada salah satu sisi wajah

Pelo saat berbicara atau suara serak saat berbicara

Kesulitan untuk menelan

Sakit kepala atau pusing berputar

2. Lakukan pemeriksaan fisik secara umum seperti pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
napas dan suhu.

3. Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dengan bahasa yang dimengerti pasien.

4. Siapkan ruangan pemeriksaan dengan pencahayaan yang cukup terang.

Peralatan

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan nervus kranialis adalah:

Bahan dengan bau yang kuat seperti jeruk, kopi, vanilla

Papan snellen (Snellen chart) atau papan E (E chart)

Pin hole dan lensa refraksi

Senter atau pen light

Kartu Ishihara

Funduskopi atau oftalmoskop

Palu refleks (hammer reflex)


Pilinan kapas

Garpu tala

Depressor lidah (tongue depressor)

Larutan gula

Larutan garam

Posisi pasien

Untuk memeriksa nervus kranialis pasien diposisikan dengan posisi duduk tegak. Bila pasien tidak bisa
duduk tegak, maka pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi berbaring dan pemeriksa berada di sisi
tempat tidur pasien. Tetapi pada posisi berbaring, tidak semua pemeriksaan nervus kranialis dapat
dilakukan. Pemeriksaan nervus kranialis yang tidak dapat dilakukan dalam posisi berbaring di antaranya
adalah pemeriksaan lapang pandang dan pemeriksaan nervus kranialis IX.[1]

Prosedural

Pemeriksaan nervus kranialis pada pasien melibatkan berbagai macam pemeriksaan. Perlu diingat bahwa
tidak semua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan secara simultan pada pasien tetapi disesuaikan
dengan kondisi pasien berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan saat persiapan.

Pemeriksaan Nervus Kranialis I (Olfaktori)

Nervus olfaktori terdiri dari kumpulan serabut saraf sensorik yang menghantarkan rangsangan dari
membran mukosa hidung ke otak untuk fungsi penghidu / pembau. Gangguan pada nervus olfaktori
dapat menyebabkan anosmia unilateral. Sedangkan anosmia bilateral bisa disebabkan oleh sebab lain
seperti hidung tersumbat akibat flu, cedera kepala yang menyebabkan fraktur pada fossa kranialis atau
disebabkan oleh meningioma yang luas.[2]
Prosedur pemeriksaan:

Tanyakan pada pasien apakah pasien memiliki perubahan dalam menghidu atau membau sesuatu

Tutup mata pasien, minta pasien untuk menutup salah satu lubang hidung dan dekatkan bahan dengan
bau yang menyengat seperti kopi, jeruk atau vanilla

Minta pasien untuk mengidentifikasi bau tersebut. Lakukan tes tersebut bergantian dengan menutup
lubang hidung sebelahnya

Catat hasil pemeriksaan

Pemeriksaan Nervus Kranialis II (Optikus)

Nervus optikus terdiri dari serabut saraf sensorik yang menghantarkan rangsangan dari retina ke otak
untuk fungsi penglihatan. Nervus optikus berperan dalam proses penglihatan (visual) termasuk
ketajaman penglihatan, lapang pandang, penglihatan warna, cahaya dan refleks akomodasi.

Prosedur pemeriksaan:

1. Ketajaman penglihatan (visual acquity / VA) dapat diperiksa dengan menggunakan baganSnellen
(Snellen chart) yang ditempatkan dengan jarak 6 meter. Pastikan pencahayaan ruangan pemeriksaan
cukup baik

Tanyakan bagian mata mana yang lebih kabur dan pemeriksaan dimulai dengan menggunakan mata yang
kabur terlebih dahulu. Tutup mata yang sehat dengan penutup mata seperti okluder, kartu atau tisu.
Hindari menekan mata karena dapat menyebabkan distorsi saat mata yang ditutup diperiksa

Minta pasien untuk membaca huruf dari yang paling atas dan dari arah kiri ke kanan. Bila pasien tidak
bisa membaca, pemeriksaan ketajaman penglihatan dapat menggunakan papan E (E chart) yang mana
pasien hanya menyebutkan ke arah mana “kaki” huruf E menghadap

Baris terkecil yang dapat dibaca dilaporkan dalam bentuk fraksi atau pecahan, misalnya 6/18 yang berarti
pasien dapat membaca dari jarak 6 meter dimana tulisan tersebut dapat terlihat dengan mata normal
pada jarak 18 meter
Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas, maka pasien dapat bergerak maju setiap 1 meter sampai
huruf teratas terbaca, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan sebagai 5/6, 4/6, dan seterusnya tergantung
dari jaraknya

Bila pasien tidak dapat membaca huruf teratas dari jarak 1 meter, maka pemeriksa dapat melakukan
pemeriksaan dengan teknik hitung jari. Pasien diminta untuk menyebutkan angka berapa yang dibentuk
oleh jari pemeriksa. Bila pasien dapat menyebutkan dengan benar maka pemeriksaan dilaporkan dalam
bentuk VA=CF (counting finger / hitung jari)

Bila pasien tidak dapat menyebutkan dengan benar, pemeriksa dapat mengganti pemeriksaan dengan
melambaikan tangan. Bila pasien dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksaan dilaporkan dalam
bentuk VA=HM (hand movement / lambaian tangan)

Bila pasien tidak dapat melihat lambaian tangan, maka pemeriksa dapat menggunakan senter untuk
memberikan rangsangan cahaya. Bila pasien dapat melihat cahaya maka hasil pemeriksaan dilaporkan
dalam bentuk VA=PL (perception of light / respon cahaya)

Bila pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali maka pemeriksaan dilaporkan dalam bentuk VA=NPL
(No perception of light / tidak ada respon cahaya)

Setelah melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan tanpa bantuan alat atau koreksi, maka
pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan dengan koreksi atau menggunakan pin hole atau lensa kaca
mata

Bila ketajaman penglihatan meningkat maka gangguan ketajaman penglihatan dapat disebabkan oleh
iregularitas kornea, gangguan pada lensa, atau refraksi. Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan mata
sebelahnya. Tulis hasil pemeriksaan kedua mata, misalnya: OD (okular dekstra / mata kanan) VA = 6/18
tanpa koreksi, 6/6 dengan pin hole dan OS (okular sinistra / mata kiri) VA = NPL[3]

2. Refleks pupil mata pasien yang diperiksa adalah refleks pupil langsung (direct) dan refleks pupil
konsensual. Pupil pasien diperiksa dengan menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan
mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya. Refleks konsensual diperiksa dengan menyinari salah satu mata
dan menghalangi mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil
konsensual yang normal adalah di mana kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1
mata yang disinari cahaya[4]
3. Pemeriksaan lapang pandang mata (visual field) dilakukan dengan duduk berhadapan antara pasien
dengan pemeriksa. Pasien diminta menutup salah satu mata (misalnya kiri) dan pemeriksa juga menutup
mata yang berlawanan (mata kanan). Pasien diminta untuk melihat ke arah hidung pemeriksa, sementara
pemeriksa menggerakkan tangan kiri dari arah samping secara perlahan. Tanpa mengalihkan fokus mata,
pasien diminta untuk memberikan tanda bila tangan pemeriksa sudah mulai terlihat oleh pasien.
Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata sebelahnya

4. Refleks akomodasi lensa mata pasien diperiksa dengan cara meminta pasien untuk melihat ke arah
yang jauh, kemudian jari pemeriksa diletakkan di ujung hidung pasien dan pasien diminta untuk fokus
pada jari pemeriksa. Lensa mata normal akan menjadi konvergen dan pupil mengecil

5. Buta warna total dan parsial dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan kartu Ishihara

6. Pemeriksaan funduskopi digunakan untuk melihat kondisi papiledema, perubahan makular dan
kondisi retina yang abnormal seperti pada pasien diabetik retinopati dan hipertensi[5]

Pemeriksaan Nervus III, IV dan VI (Okulomotor, Throklear, Abdusen)

Nervus III, IV dan VI merupakan serabut saraf motorik yang dapat berfungsi untuk menggerakkan bola
mata. Nervus III (okulomotor) mensarafi otot levator palpebra superior dan semua otot ekstra okular
kecuali otot rektus lateralis dan otot oblikus superior. Nervus III (okulomotor) berperan dalam kontraksi
otot pupil dan membuka mata. Nervus IV (throklear) mensarafi otot oblikus superior untuk mengarahkan
mata melihat ke arah hidung (rotasi internal dan depresi). Sedangkan nervus VI (abdusen) mensarafi otot
rektus lateralis untuk menggerakkan mata ke samping.

Prosedur pemeriksaan:

Inspeksi mata pasien untuk mendeteksi apakah ada ptosis atau juling

Pasien diminta untuk duduk tegak dan tidak menggerakkan kepala, minta pasien untuk melihat gerakan
tangan atau jari pemeriksa dengan arah huruf H. Pemeriksa menggerakkan tangan atau jari ke arah
samping kanan kiri, atas, bawah dan diagonal). Bola mata harus bergerak secara bersamaan dan simetris
Saat mengarahkan tangan ke samping (arah lateral), perhatikan apakah ada nistagmus pada pasien atau
tidak

Refleks pupil disarafi oleh nervus II (optikus) dan nervus III (okulomotor). Nervus II untuk menghantarkan
rangsangan cahaya sedangkan nervus III untuk kontraksi otot pupil. Pupil pasien diperiksa dengan
menggunakan senter atau penlight. Pupil yang normal akan mengecil (konstriksi) bila disinari cahaya.
Refleks konsensual (refleks tak langsung) diperiksa dengan menyinari salah satu mata dan menghalangi
mata sebelahnya dengan meletakkan tangan pemeriksa di hidung pasien. Refleks pupil konsensual yang
normal adalah kedua pupil akan mengecil secara bersamaan walaupun hanya 1 mata yang disinari
cahaya[4]

Pemeriksaan Nervus Kranialis V (Trigeminal)

Nervus V (Trigeminal) bersifat sensorik dan motorik. Nervus V (Trigeminal) menghantarkan rangsangan
sensorik tiga bagian di daerah wajah yaitu oftalmik (V.1), maksila (V.2) dan mandibula (V.3). Nervus V juga
mensarafi untuk otot mastikasi yaitu temporalis, masseter dan pterigoid. Nervus V juga berperan dalam
reflek kornea.

Prosedur pemeriksaan:

Pasien diminta untuk menutup mata

Gunakan kapas dan jarum tumpul untuk memeriksa sensorik di wajah. Sentuh tiga bagian kulit wajah
pasien dan tanyakan apakan pasien dapat merasakan stimulus tersebut dan dapat membedakan
sentuhan halus dan nyeri

Reflek kornea diperiksa dengan menyentuhkan ujung kornea dengan pilinan kapas. Dikatakan normal bila
pasien segera mengedipkan mata

Pemeriksaan fungsi motorik nervus V (trigeminal) dengan mempalpasi otot maaseter dan temporalis.
Pasien diminta untuk mengatupkan gigi rapat-rapat dan membuka mulut. Lesi nervus trigeminal
unilateral dapat menyebabkan deviasi rahang ke bagian yang lumpuh

Refleks hentakan rahang (jaw jerk reflect) dapat diperiksa dengan meminta pasien merilekskan otot
rahangnya dan membuka sedikit mulut. Pemeriksa menempatkan ibu jari ke dagu pasien dan
memukulkan palu refleks dengan ibu jari pasien sebagai alasnya. Refleks yang normal adalah pasien
sedikit megatupkan mulutnya setelah mendapatkan rangsangan
Pemeriksaan Nervus Kranialis VII (Fasialis)

Nervus kranialis VII (fasialis) merupakan saraf motorik yang memiliki komponen sensorik dan
parasimpatik. Nervus fasialis mensarafi hampir semua otot di wajah, kecuali otot mastikasi yang disarafi
oleh nervus kranialis V (trigeminal). Nervus kranialis mensarafi indera perasa 2/3 anterior lidah melalui
cabang korda timpani dan sebagai saraf efferen refleks kornea. Nervus kranialis juga memilki fungsi
parasimpatis untuk kelenjar lakrimalis dan kelenjar submandibula. Gangguan nervus fasialis perifer yang
paling sering dijumpai adalah Bell’s palsy. Untuk membedakan gangguan nervus kranialis yang dialami
pasien adalah perifer atau sentral yaitu dengan meminta pasien mengangkat alis. Bagian dahi atau otot
frontalis diinervasi oleh nervus fasialis ipsilateral dan kontralateral, sehingga bila yang dialami adalah
gangguan di sentral seperti stroke atau tumor otak maka pasien masih bisa mengangkat alis.[6]

Prosedur pemeriksaan:

Inspeksi wajah pasien secara umum, perhatikan apakah ada asimetri dan gangguan untuk menutup mata

Minta pasien untuk melakukan berbagai ekspresi wajah untuk menilai otot wajah. Minta pasien untuk
menaikkan alis (otot frontalis), menutup mata dengan kuat (otot orbikularis okuli), bersiul atau
menggembungkan pipi (otot buccinator) dan tersenyum sambil memperlihatkan gigi (otot orbikularis
oris)

Periksa fungsi sensoris indra perasa dengan memberikan rasa manis dan asin

Pemeriksaan Nervus Kranialis VIII (Vestibulokoklear)

Nervus kranialis VIII (vestibulokoklear) memiliki fungsi sensorik untuk pendengaran (koklear) dan untuk
keseimbangan tubuh (vestibulum). Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear untuk pendengaran
dilakukan dengan menggunakan alat garpu tala.[7]

Prosedur pemeriksaan:

Pasien dapat dibisikkan suara di ruangan kedap suara, bila pendengaran pasien normal maka pasien
dapat mengulang kata yang diucapkan oleh pemeriksa
Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan kemampuan konduksi suara di udara dan di tulang. Garpu
tala ukuran 512 Hz dibunyikan, letakkan gagang garpu tala di tulang mastoid dan minta pasien
memberikan tanda bila pasien sudah tidak mendengar suara. Pindahkan garpu tala di depan meatus
eksterna akustikus. Tanyakan pada pasien apakah pasien masih mendengarkan suara garpu tala. Bila
suara masih terdengar di depan meatus akustikus eksterna berarti penghantaran konduksi suara melalui
udara lebih baik dibandingkan dengan penghantaran suara lewat tulang. Hal ini dinamakan tes Rinne
positif. Pada tuli konduktif, pasien tidak dapat mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke depan
meatus akustikus eksterna

Tes Weber untuk mengetahui apakah ada lateralisasi dalam pendengaran. Garpu tala 512 Hz dibunyikan
dan diletakkan di puncak kepala (verteks) dan tanyakan pada pasien apakah ada bagian telinga yang
lebih kuat mendengar bunyi. Pada tuli sensorineural maka suara yang lebih terdengar keras adalah pada
bagian yang sehat. Sedangkan pada tuli konduksi maka pasien akan mendengar suara yang lebih keras di
telinga yang sakit

Pemeriksaan vestibular dapat dilakukan dengan melakukan manuver Halpike (Halpike’s maneuver) untuk
melihat apakah ada nistagmus atau tidak

Pemeriksaan Nervus Kranialis IX (Glossofaringeal)

Nervus kranialis IX (glossofaringeal) merupakan saraf motorik, sensorik dan parasimpatis. Nervus
glossofaringeal menghantarkan rangsangan sensorik di bagian 1/3 posterior lidah untuk indera perasa.
Nervus glossofaringeal mensarafi otot stilofaringeus dan memiliki inervasi parasimpatik untuk kelenjar
parotis. Bersama dengan nervus kranialis X (vagus), nervus glossofaringeal berperan terhadap refleks
muntah (gag reflex).[7]

Prosedur pemeriksaan:

Pemeriksaan klinis untuk nervus glossofaringeal biasanya dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
nervus vagus. Pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan reflek muntah (gag reflex).
Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan karena tidak nyaman bagi pasien. Sebelum melakukan pemeriksaan
pemeriksa harus menjelaskan prosedur pemeriksaan. Bagian dinding faring posterior disentuh dengan
menggunakan depressor lidah, normalnya pasien akan mengeluarkan reflek muntah

Pemeriksaan Nervus Kranialis X (Vagus)


Nervus kranialis X (vagus) merupakan nervus kranialis yang terpanjang dan memiliki distribusi inervasi
yang luas. Nervus vagus memiliki saraf aferen dan eferen. Nervus vagus menginervasi hampir semua otot
di faring (kecuali otot stilofaringeus yang disarafi nervus glossofaringeal). Nervus vagus memiliki efek
parasimpatis terhadap hampir semua organ di rongga thoraks dan abdomen. Nervus vagus bekerja sama
dengan nervus glossofaringeal untuk menghasilkan reflek muntah. Nervus vagus bertanggung jawab
terhadap denyut jantung, reflek menelan, gerakan peristaltik usus, mengontrol otot untuk bersuara.

Prosedur pemeriksaan:

Tanyakan apakah pasien memiliki kesulitan untuk menelan (disfagia)

Pemeriksa dapat memperhatikan apakah pasien memiliki suara serak atau sengau

Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan mengatakan “aaa”. Bila terjadi kelumpuhan (palsy) maka
uvula akan berdeviasi ke arah yang sakit

Pemeriksaan Nervus Kranialis XI (Asesoris)

Nervus kranialis XI (asesoris) mensarafi sebagian atas dari otot trapezius dan otot
sternokleidomastoideus.

Prosedur pemeriksaan:

Minta pasien duduk dengan tegak dan lakukan inspeksi pada bahu pasien

Lakukan palpasi pada bahu pasien untuk mengetahui apakah ada atrofi atau tidak

Minta pasien untuk menolehkan kepala dengan melawan tahanan dari pemeriksa, sambil pemeriksa
melakukan palpasi pada otot sternokleidomastoideus. Misalnya, untuk memeriksa otot
sternokleidomastoideus kiri maka pasien diminta untuk menoleh ke kanan dengan tangan pemeriksa di
dagu bagian kanan untuk memberikan tahanan

Pemeriksaan Nervus Kranialis XII (Hipoglossus)


Nervus kranialis XII (hipoglossus) mensarafi semua otot lidah kecuali otot palatoglosus yang disarafi oleh
nervus vagus.

Prosedur pemeriksaan:

Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Perhatikan apakah ada deviasi dan
fasikulasi

Minta pasien untuk menggerakkan lidah

Follow up

Pemeriksa harus mencatat semua hasil pemeriksaan di rekam medik. Follow up yang dilakukan
tergantung dari hasil pemeriksaan yang didapat. Pemeriksa dapat melanjutkan pemeriksaan dengan
melakukan serangkaian pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan darah lengkap, EKG, foto thorax, CT
scan atau MRI.

Anda mungkin juga menyukai