Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


PADA SISTEM KARDIOVASKULER (ARITMIA)

Dosen Pengajar :
Abdul Qodir.,S.Kep.,Ners.,M.Kep
Nurma Afiani, S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok II

Azaria Rianda Rawang (1608.14201.523)


Arling Tamar Daworis (1608.14201.498)
Umi Kulsum (1608.14201.515)
Melvianus Maru (1608.14201.498)
Marzella I. C. Milla (1608.14201.498)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik,
dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga tugas makalahini dapat
terselesaikan. Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Sistem
Kardiovaskuler (Aritmia)”ini dengan tujuan untuk mengetahui teori tentang
Asuhan Keperawatan Kritis Pada Sistem Kardiovaskuler (Penyakit Jantung
Koroner.
Mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan makalah ini
terdapat banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penulis,

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 4
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN KONSEP


2.1 Definisi Aritmia................................................................................................. 6
2.2 Gambarana peralatan pemantauan EKG ......................................................... 6
2.3 Etiologi Aritmia................................................................................................. 9
2.4 Visual Mapping Penanganan Disrytmia pada Kondisi Klinis ........................... 10
2.5 Klasifikasi Aritmia yang Perli Dimonitor Etiologi, Manifestasi Klinis,
Serta penatalaksanaan Emergency ............................................................... 12
2.6 Penatalaksanaan tambahan pada disritmia ................................................... 18
2.7 Patofisiologi Aritmia ....................................................................................... 20
2.8 Pathway......................................................................................................... 23
2.9 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 24

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Study Kasus .................................................................................................. 33
3.2 Pembahasan ................................................................................................ 33

BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 35
4.2 Saran ............................................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA 25

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah aritmia merujuk kepada setiap gangguan
frekwensi,regulasi,tempat asal suatu konduksi impuls listrik jantung.Tidak
semua aritmia merupakan kelainan,misalnya:frekwensi 35_45/mnt,sering
ditemui dan sangat normal pada atlet yang terlatih.Namun sebagian besar
aritmia dapat membahayakan dan memerlukan penanganan yang segera
untuk mencegah kematian yang mendadak.Kita sering kali tidak mengenal
penyebab pasti aritmia,tetapi harus mencari faktor-faktor pencetus yang
dapat diobati,seperti: hipoksia,iskemia dan iritabilitas,stimulasi simpatis,obat-
obatan,gangguan elektrolit dan bradikardi.
Gagal jantung dapat memicu adanya aritmia atau sebaliknya aritmia
dapat menyebabkan gagal jantung.Dari data Euro Heart Surveys didapatkan
42% aritmia dengan gagal jantung yang menyebabkan aritmia. Aritmia
ventrikel seperti ventrikel takikardi adalah jenis aritmia yang sering
menyebabkan gagal jantung. Jenis aritmia ventrikel berkaitan dengan
kematian jantung mendadak(sudden cardiac death) pada gagal jantung yaitu
sekitar 40% pada gagal jantung berkaitan dengan aritmia ventrikel.
Sebagian besar aritmia tidak dirasa oleh pasien dan ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan rutin atau EKG. Namun aritmia kadangkala
menampakan salah satu dari beberapa gejala khas, seperti: palpitasi, yaitu
suatu kesadaran seseorang terhadap dan mungkin saja teratur denyut
jantugnya sendiri bahwa denyut jantungnya sesekali bertambah cepat atau
lamban atau denyut jantung selalu cepat dan mungkin saja teratur atau tidak
teratur. Gejala yang lebih berat adalah penurunan curah jantung yang terjadi
ketika aritmia mengganggu fungsi jantung, gejala-gejala tersebut antara lain:
berupa kepala yang terasa ringan dan sinkop.
Aritmia yang cepat dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dan
menyebabkan angina (nyeri dada).Aritmia yang timbul mendadak pada
pasien dengan riwayat penyakit jantung dapat mencetuskan gagal jantung
kongestif.Kadang-kadang manifestasi aritmia pertama kali adalah kematian
mendadak. Pasien yang sedang menderita infark miokardium sangat
beresiko mengalami kematian mendadak akibat artimia. Karena itulah

4
mereka dirawat di unit perawatan jantung agar frekwensi dan irama jantung
dapat dipantau terus-menerus.
Dalam perawatan pasien yang kritis dengan aritmia perlu dilakukan
monitoring tekanan darah. Sejak tahun 1962 ketika NIBP monitor digunakan
untuk memonitoring tekanan darah dari pasien dirumah sakit. Sebagian
besar perangkat ini menggunakan metode oscillometri untuk menentukan
tekanan darah arteri, tekanan darah sistol dan tekanan darah diastole.
Penentuan tekanan darah diperoleh dengan cara otomatis menggunakan
alat ini. Pengukuran noninvasive merupakan pengukuran tekanan arteri yang
akurat. Pengukuran ini bisa dilakukan dipergelangan kaki, lengan atau paha
untuk mendeteksi tekanan darah pasien dan mengevaluasi
terapi.Oscillometric merupakan perangkat tekanan darah dengan
menggunakan manset khusus yang dapat mendeteksi osilasi atau gerakan
di dinding arteri yang diciptakan oleh kontraksi jantung. Osilasi ini
dihantarkan oleh selang manset mokropresor dalam monitor dan amplitude
osilasi untuk menetukan tekanan darah. Perangkat pengukuran oscillometric
menggunakan sensor tekanan elektronik dengan pembacaan numerik
tekanan darah. Tekanan darah adalah daya yang diberikan oleh darah pada
dinding pembuluh darah. Auskultasi tekanan darah untuk mendengar
komponen sistolik dan diastolic. Sistolik pressure adalah tekanan darah
maksimal dari ventrikel kiri saat systole (Karen,2006).

1.2 Tujuan Masalah


1.2.1 Tujuan umum.
Menjelaskan asuhan perawatan pasien dengan aritmia yang mengancam
jiwa serta monitoring non invasive blood pressure.
1.2.2 Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian aritmia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang etiologi dari aritmia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manifestasi klinis dari aritmia
yang mengancam jiwa
4. Mahasiswa mampu menyebutkan penatalaksanaan medis dari aritmia
yang mengancam jiwa

5
5. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan kepada
klien dengan aritmia yang mengancam jiwa mulai dari pengkajian,
diagnose keperawatan dan menentukan intervensi keperawatan.

6
BAB 2
TINJAUAN KONSEP

2.1 Pengertian Aritmia


Aritmia adalah kelainan denyut jantung yang meliputi gangguan frekuensi
atau irama atau keduanya (Smeltzer, 2001). Aritmia / Disritmia adalah
Ganguan irama jantung akibat perubahan elektrofisiologi sel – sel miokard
yang pada akhirnya mengakibatkan gangguan irama, frekuensi, dan konduksi
(Udjianti, 2011). Aritmia dapat diidentifikasi dengan menganalisa gelombang
EKG. EKG adalah rekaman perbedaan potensial yang dibangkitkan oleh
eksitasi didalam jantung (Silbernagl, 2006). Pemantauan jantung untuk
pasien perlu dilakukan secara terus menerus untuk memantau frekuensi dan
irama jantung pasien atau efek terapi.
Aritmia adalah denyut jantung abnormal, bisa cepat (takiaritmia) atau
lambat (bradiaritmia). Aritmia ringan sering terjadi. Aritmia menetap yang
sering, fibrilasi atrium, terjadi pada 1% populasi berusia 50 tahun ke atas, dan
10% pada usia diatas 80 tahun. Kematian jantung mendadak sering
disebabkan oleh aritmia dan menyebabkan 15-40% kematian pada penyakit
jantung koroner (PJK) atau gagal jantung ( Davey, 2005)
Aritmia adalah irama yang bukan berasal dari nodus SA atau irama yang
tidak teratur sekalipun berasal dari nodus SA atau frekuensi kurang dari 60
kali/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100 kali/menit (sinus takikardi),
serta terdapat hambatan impuls supra/intraventrikular.

2.2 Gambaran Peralatan Pemantauan EKG


Dua tipe peralatan pemantau jantung yang digunakan terus menerus
adalah system pemantauan hard wire dan system pemantauan telemetri :
1. System pemantauan hard wire
Pemantauan hard wire merupakantipe standar pemantau yang
digunakan dimana pasien dihubungkan langsung ke pemantau jantung
melalui kabel EKG. Informasi diperlihatkan dan direkam ditempat tidur
dengan displasi dan perekaman simultan distasiun pusat. Meskipun tipe
pemantau jantung ini membatasi gerakan pasien , pasien yang
menggunakan system ini biasanya dibatasi untuk tirah baring atau
dijinkan untuk berdiri hanya disamping tempat tidur. Pemantauan ini

7
bekerja pada arus listrik tapi diisolasi dengan baik sehingga air, darah
dan cairan lain bukan merupakan bahaya listrik selama mesin dapat
dipertahankan secara adekuat (Hudak & Gallo,1997).
2. System pemantauan telemetri
Pada pemantauan telemetri tidak ada hubungan kawat langsung yang
dibutuhkan antara pasien dan alat display EKG. Elektroda dihubungkan
oleh kabel pemantau yang pendek ketransmiter batrei kecil dimana
pasien membawanya dalam kantong selkali pakai yang diikatkan
ketubuhnya. EKG kemudian dikirim melalui sinya radiofrekuensi
kepenerima yang menangkap dan memperlihatkan sinyal pada sebuah
oksiloskop. System telemetri digunakan terutama untuk memantau
aritmia pada area dimana pasien sedikit bergerak karena jika pasien
bergerak maka gambaran EKG stabil sulit untuk diperoleh. Dalam
melakukan pemantauan EKG diperlukan lead yang optimal untuk
menunjukan gelombang P dan kompleks QRS. Lead II digunakan
secara umum karena ini merekam dengan baik bentuk kompleks tegak
yang dengan mudah diidentifikasi dan diukur. MCL1 membantu dalam
mengenali adanya RBBB dan LBBB dan dalam membedakan ektopi dari
irama supraventikular dengan aberans ; MCL6 juga dapat digunakan
untuk tujuan ini. Selain itu pada Lead II,lead III dan AVF begitu juga
MCL1 menunujukan dengan baik gelombang P dan membantu dalam
mengidentifikasi disritmia atrial. Lead Lewis juga dapat digunakan juga
untuk merekam aktivitas atrium dan diperoleh dengan menempatkan
elektroda positif pada posisi V1 dan elektroda negative pada ruang
intercostal kedua pada bagian kanan sternum (Hudak & Gallo,1997).

Lead Rasional penggunaan


II  Menghasilkan bentuk gelombang P dan kompleks
QRS yang baik untuk interpretasi strip
 Menghasilkan sinyal EKG besar untuk pemantauan
yang mudah
MCL1  Menghasilkan karakteristik konfigurasi BBB untuk
membedakan RBBB dari LBBB, VEA dari aberans
dan ektopi VKa dari VKi.
 Menghasilkan bentuk gelombang P untuk

8
menganalisis disritmia atrial
III,AVF, lead Lewis  Menghasilkan bentuk gelombang P yang baik
(& II,MCL1) membantu dan mengidentifikasi disritmia atrial
I  Digunakan pada pasien dengan distress
pernapasan untuk menurunkan artifak
gerakan,sedikit dipengaruhi oleh gerakan dada
daripada gerakan lain.
Table 1. Pemilihan Lead pemantauan yang dianjurkan

2.3 Etiologi
Penyebab dari irama abnormal adalah:
1) Gangguan pada automaticity.
Gangguan ini melibatkan akselerasi dan dekselerasi dari SA Node
misalnya pada sinus tachicardi (HR >100bpm) atau sinus bradicardi (HR
<60bpm). Denyut premature atau compensasi irama jantung yang
berlebihan dapat timbul dari junction atrium atau ventrikel jika SA node
tidak berfungsi atau arrest. Irama yang abnormal seperti atrial atau
ventikel takikardi dapat juga merupakan hasil dari stimulasi saraf
simpatis atau ketidak seimbangan elektrolit.
2) Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran rangsang yang disebut blokade. Hambatan tersebut
mengakibatkan tidak adanya aliran rangsang yang sampai kebagian
miokard yang seharusnya menerima rangsang untuk dimulai kontraksi.
Blokade ini dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang
(conduction system), mulai darinodus SA atrium, nodus AV, jaras his dan
cabang-cabang jaras kanan dan kiri samapi pada perkembangan
purkinje dalam miokard.
3) Kombinasi dari gangguan automaticity dan konduksi
Beberapa dysritmia dapat terjadi secara bersama karena gangguan
konduksi dan gangguan automaticity. Contohnya AV blok karena
gangguan konduksi dan premature atrial complexes (PACs) karena
gangguan automaticity (Baird Marianne,2005)

9
2.4 Visual Mapping Penanganan Disrytmia Pada Kondisi Kritis

Dysritmia complex Luas. Ya. Maka berikan:


 amiodaron
 synchronized cardioversion
Dysritmia cepat
(>100bpm) jika pasien jika penurunan nadi:
symptomatic  defibrilasi
 CPR
 Epineprin/vasopressin
 Jika torsades de pointes berikan
magnesium
Pasien dengan
kompleks QRS
yang
luas,dysritmia
Tidak:
 Lihat penyebab
Dysritmia lambat (<  Observasi
60 bpm) jika pasien Jika dysritmia
symptomatic menjadi maslah
atau pasien
dengan
perkembangan
Yes. Maka berikan:
symptoms.
 Atropine
 Dopamine
 Transcutaneous
pacing
Jika penurunan nadi :
 CPR
 Epineprin/vasopresin

10
Dysritmia kompleks sempit.

Dysritmia Ya. Diberikan :


(>100bpm)
 Maneuver vagal
Pasien
simptomatik  Adenosine

 Bloker calcium

 Beta blocker

 Cardioversi sinkron
Pasien dysritmia
dengan kompleks
QRS sempit

Jika dysritmia
Tidak: menjadi
 Lihat penyebab berkembang
atau terdapat
Dysritmia tanda yang
(<60bpm) berkembang
Pasien simptomatik

Ya. Coba diberikan:


 Atropine

 Epineprin

 Dopamine

 Trancutaneus pacing

11
Sumber: Kathleen,P.2009. Understanding the Essentials of Critical Care
Nursing.

2.5 Klasifikasi Aritmia Yang Perlu Dimonitor Etiologi, Manifestasi Klinis,


serta Penatalaksanaan Emergensi
2.5.1 Sinus bradikardi
a) Definisi
Sinus bradikardi adalah irama dengan impuls yang berasal dari nodus
sinus dengan frekuensi kurang dari 60 kali/menit. Ini terjadi karena
Nodus Sinoatrial memproduksi listrik lebih lambat dari normal
(Kathleen,2009)
b) Etiologi
Sinus bradikardi dapat terjadi selama tidur dan pada atlit dengan
latihan tinggi, juga pada nyeri berat,infark miokard inferior,cedera akut
pada medulla spinalis,dan obat-obatan tertentu seperti
digitalis,verapamil dan diltiazem. Sinus bradicardi juga terjadi karena
respon dari stimulasi parasimpatis (Kathleen,2009).
c) Manifestasi klinis
Frekuensi lambat mengakibatkan perubahan hemodinamik yang
bermakna sehingga menimbulkan sinkop (pingsan), angina atau
disritmia ektopik. Pada situasi ini sinus bradikardi akan menyebabkan
curah jantung rendah (Hudak & Gallo,1997).
d) Penatalaksanaan
Jika denyut sangat lambat dan ada gejala diberikan oksigen,dan
monitoring. Pemberian Atropin sebagai antikolinergik yang memblok
stimulasicolinergik dan parasimpatetik dan menghasilkan
peningkatan heart rate. Efek obatnya akan terjadi 1-2 menit setelah
pemberian secara bolus. Perawat perlu memperhatikan dosis obat
dan efek samping obat. Dosis atropine biasanya 0,5mg IV bolus
diulangi setiap 3-5 menit sampai total dosis 3mg (AHA,2005). Atropine
dapat juga diberikan melalui endotracheal tube atau kanule
intraosseosus jika tidak akses IV. Pemberian atropine tidak boleh
terlambat pada pasien dengan perfusi yang jelek. Kaji irama jantung
dan peningkatan heart rate. Efek samping dari atropine adalah mulut

12
kering, blurred vision retensi urin,peningkatan tekanan intraocular
(Kathleen,2009)
2.5.2 Sinus Takikardi
a) Definisi
Pada sinus takikardi nodus sinus mempercepat dan menimbulkan
impuls pada frekuensi 100 kali/menit atau lebih. Batas tertinggi dari
sinus takikardi 160-180 kali/menit.
b) Etiologi
Sinus takikardi biasanya disebabkan karena factor-faktor yang
berhubungan dengan peningkatan tonus simpatetik. Stress,latihan
dan stimulant seperti kafein dan nikotin dapat menyebabkan sinus
takikardi. Sinus takikardi juga dihubungkan dengan masalah-masalah
klinis seperti demam, anemia, hipertiroidisme,hipoksemia, gagal
jantung kongestif, obat-obatan dan syok.
c) Manifestasi klinis
Frekuensi heart rate pada sinus takikardi meningkatkan kebutuhan
oksigen pada otot-otot jantung dan menurunkan waktu pengisian
ventrikel. Jika frekuensi jantung meningkat maka pengisian diastolic
menurun mengakibatkan penurunan curah jantung dan kemudian
timbul gejala sinkop dan tekanan darah rendah. Bila frekuensi tetap
tinggi dan jantung tidak mampu mengkompensasi dengan
menurunkan pengisian ventrikel pasien dapat mengalami edema
paru.
d) Penatalaksanaan
Tindakan biasanya ditujukan untuk menghasilkan penyebab dasar.
Tindakan-tindakan khusus termasuk sedasi,pemberian
oksigen,digitalis jika ada gagal jantung atau propranolol jika takikardi
karena tirotoksikosis (Hudak & Gallo,1997). Dosis pemberian
Propanolol adalah IV injeksi 1-3mg dengan rata 1 mg/mnt. Peroral 10-
20 mg 3 atau 4 jam/hari. Efek toksik yang perlu diwaspadai adalah
bradicardi,broncospasm,gagal jantung, dan hipotensi. Jika terjadi efek
diatas maka penanganannya adalah pemberian 1-3mg IV atropine
untuk bradicardi, Beta adrenergic atau teofilin untuk broncospasme,
digitalis untuk gagal jantung dan vasopressor untuk hipotensi
(Schrefer,1999).

13
2.5.3 Flutter Atrial
a) Definisi
Atrial fibrilasi adalah irama ektopik atrium yang cepat yang terjadi
dengan frekuensi atrium 250-350 kali/mnt. Karakter penting dari
dysritmia ini adalah terjadinya penyekat terapi terhadap nodus AV
yang mencegah penghantaran beberapa impuls. Gambaran yang
muncul saat suatu tempat diatrium memulai banyak impuls listrik
dengan frekuensi yang cepat sehingga gelombang P normal tidak
terjadi. Sebagai ganti dari P munculah gelombang geletar seperti
gergaji (Hudak & Gallo,1997)
b) Etiologi
Atrial flutter sering terlihat pada pasien dengan penyakit jantung
termasuk penyakit arteri coroner, cor pulmonalis, cardiac valvular
disease, penyakit jantung rematik, termasuk bedah jantung
(Kathleen,2009)
c) Manifestasi klinis
Jika flutter atrial terjadi dengan ferkuensi ventrikel yang cepat maka
ruang ventrikel tidak dapat mengisi secara adekuat mengakibatkan
gangguan hemodinamik. Terjadi penurunan curah jantung dan dikuti
dengan gagal jantung. Terdapat perbedaan antara denyut apeks dan
denyut nadi (Smeltzer,2001).
d) Penatalaksanaan
Jika frekuensi ventrikel cepat tindakan segera untuk mengontrol
frekuensi atau mengembalikan irama kemekanisme sinus yang
normal. Obat-obat pilihan meliputi Quinidine, diltiazem dan verapamil.
Atrial flutter tidak diinginkan dalam jangka panjang karena respon
ventrikel seringkali sulit dikontrol, sinkronisasi kardioversi diperlukan
untuk mengubah irama ke irama sinus atau keirama fibrilasi atrial
yang lebih stabil.
2.5.4 Fibrilasi Atrial
a) Definisi
Atrial fibrilasi adalah irama ektopik atrium yang cepat yang terjadi
dengan frekuensi atrium 400-650 kali/mnt. Gambaran yang muncul
saat iritabilitas sel-sel jantung dalam atrium meningkat sehingga
mencoba banyak bagian yang mencoba mengeluarkan impuls.

14
Namun karena tidak kuat dan tidak dihantarkan sempurna maka yang
muncul adalah gambaran getaran (Kathleen,2009)
b) Etiologi
Atrial fibrilasi biasanya dijumpai pada pasien dengan penyakit jantung,
hipertensi, penyakit katup, gagal jantung, miokard infark, elektrolit
imbalans, penyakit jantung kongenital (Hudak & Gall0,1997).
c) Manifestasi klinis
Fibrilasi atrial menyebabkan curah jantung berkurang karena
frekuensi cepat yang mengakibatkan berkurangnya waktu bagi
ventrikel untuk mengisi dan hilangnya efektifitas kontraksi atrium
(atrial kick). Dapat ditemukan tanda dan gejala gangguan
hemodinamik seperti penurunan tekanan darah dan penurunan
cardiac out put. Terjadi deficit nadi dimana nadi radial lebih lambat
dari nadi apical karena beberapa kontraksi sistolik lemah dan tidak
terpalpasi pada aretri perifer. Selain itu pasien dengan atrial fibrilasi
yang kronis berisiko tiinggi terjadi emboli termasuk stroke (Hudak &
Gall0,1997).
d) Penatalaksanaan
Pemberian digitalis seperti digoxin bermanfaat untuk meningkatkan
blok AV dan memungkinkan lebih banyak waktu untuk pengisian
diastolic ventrikel. Dosis pemberian digoxin biasanya 0,25-0,5 mg
diikuti oleh 0,25-0,5 mg setiap 4-6 jam sampai pasien menunjukan
level terapeutik. Dosis maintenance digoxin biasanya 0,125-0,5 mg
kebutuhan. Perawat perlu memantau EKG,HR, dan tekanan darah
serta monitor elektrolit karena efek toksik dari digitalis adalah
hypokalemia,hiperkalsemia dan hipomagnesemia (Kathleen,2009).
Pemberian obat Ibutalide yang temasuk obat antiaritmia class III yang
berfungsi untuk melakukan konversi cepat menjadi normal sinus
rythim. Dosis yang diberikan adalah IV: 1 mg infus selama 10 menit.
Efek toksik yang perlu dimonitoring oleh perawat adalah hipertensi.
Jika terjadi efek samping ini maka diberikan Nitropruside
(Schrefer,1999).

15
2.5.5 Takikardi Ventrikel
a) Definisi
Ventrikel takikardia adalah takikardi yang terjadi pada irama vebtrikel
dengan frekuensi 41-250 kali/mnt. Ini dikenali dengan kompleks QRS
yang lebar dan aneh terjadi pada irama yang hamper teratur pada
frekuensi lebih besar (Smeltzer,2001)
b) Etiologi
Penyebab dari ventrikel takikardi adalah karena pacemaker ventrikel
menghasilkan impuls secara cepat. Pengaruhnya terhadap jantung
adalah ventrikel menjadi berdenyut cepat tanpa sempat
mengosongkan dan mengisi darah secara sempurna. Ventrikel
takikardi biasanya dijumpai pada pasien dengan MI, penyakit jantung
coroner, kardiomiopati dan gagal jantung serta penyakit katup jantung
(Kathleen,2009).
c) Manifestasi klinis
Biasanya muncul tanda dan gejal dari gangguan hemodinamik seperti
nyeri dada, hipotensi, edema pulmonalis, dan tidak sadar.
d) Penatalaksanaan
Menurut American Nursing Association hasil penelitian yang dipublish
dalam Jurnal tentang penatalaksanaan dari ventrikel takikardia
adalah:
 Amiodarone merupakan alfa dab beta adrenergic bloking dan
affects sodium, potassium, and calcium channels. Prinsip kerjanya
adalah memperlambat repolarisasi dengan durasi potensial aksi
yang lama dan periode refraksi efektif. Administer an initial dose of
300 mg (dilute in 20 to 30 mL D5W) I.V. or IO. This can be
followed, after 3 to 5 minutes, by one dose of 150 mg I.V. or IO
 Lidocaine controls ventricular dysrhythmias by suppressing
automaticity in the His-Purkinje system and by suppressing
spontaneous depolarization of the ventricles during diastole. The
AHA guidelines for VF and pulseless VT, administer an initial dose
of 1 to 1.5 mg/kg I.V. or IO; subsequent I.V. or IO doses of 0.5 to
0.75 mg/kg may be given at 5- to 10-minute intervals, to a
maximum dose of 3 mg/kg. Lidocaine also can be administered via
ET tube

16
 Magnesium sulfate to treat VF or pulseless VT associated with
torsades de pointes, you may give an I.V. or IO loading dose of 1
to 2 grams of magnesium sulfate diluted in 10 mL of D5W and
administered over 5 to 20 minutes. Avoid rapid administration,
which can precipitate asystol(Kathy Dittrich,2013)
2.5.6 Fibrilasi Ventrikel
a) Definisi
Fibrilasi ventrikel didefinisikan sebagai depolarisasi ventrikel yang
tidak efektif, cepat dan tidak teratur. Tidak ada jarak kompleks yang
terlihat. Hanya ada oksilasi tidak teratur dari garis dasar, ini mungkin
ditampilkan kasar atau halus.
b) Etiologi
Ventrikel fibrilasi disebabkan oleh iskemia, infark miokard, manipulasi
kateter ventrikel, gangguan karena kontak dengan listrik,
pemanjangan interval QT atau sebagai irama akhir pada pasien
dengan kegagalan sirkulasi.
c) Makna Klinis
Seperti pada asistol, kehilanagan kesadaran terjadi beberapa detik
pada kondis VF. Pasien mengalami kelemahan denyut dan tidak ada
curah jantung. VF adalah paling umum menyebabkan kematian tiba-
tiba dan fatal bila resusitasi tidak dilaksanakan dengan segera.
d) Tindakan
Jika VF terjadi, defibrilasi cepat harus segera dilakukan. Jika arrest
terlihat, pukulan (thump) prekoridal diberikan sebelum pasien di
defibrilasi. Pasien harus didukung dengan resusitasi jantung paru dan
obat-obatan jika tidak ada respon dari defibrilasi. AICD d apat
diberikan untuk penanganan jangka panjang.
Penatalaksanaan
1. Segera pastikan tidak ada gangguan jalan napas
2. Berikan O2
Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob yntuk
menghasilkan energi. Pada keadaan kegawatan kardiopulmonal
mengakibatkan hipoksemia dan hipoksia jaringan perlu diperbaiki
dengan peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2)
dan peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi (PO2).

17
Indikasi:
- Pada kasus suspek kegawatan kardiopulmonal
- ACS: berikan O2 pada 6 jam pertama, diberikan terus menerus
jika oksimetri < 90%.
- Pasien suspek stroke dan hipoksemia atau saturasi O2 yang
tidak diketahui.
Alat Kecepatan Aliran O2 (%)
Kanul nasal 1-6 L/menit 21-44
Masker venturi 4-12 L/menit 24-50
Masker rebrething 6-10 L/menit 35-60
Makser 6-15 L/ menit 60-100
nonrebreathing
dengan reservoir
Bag-mask dengan 15 L/menit 95-100
nonrebrething

Nilai Oksimetri Arti Klinis Pilihan Alat


Denyut
95-100% Dalam batas normal O2 4 L/menit kanul
90%-<95% Hipoksemia ringan nasal
sampai sedang Sungkup muka
85-<90% Hipoksemia berat sederhana

Sungkup muka dengan

<85% Hipoksemia berat yang reservoir O2, ventilasi


mengancam nyawa dibantu.
Ventilasi dibantu.

2.6 Penatalaksanaan Tambahan Pada Disritmia


2.6.1 Kardioversi
Kardioversi merupakan pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks QRS biasanya merupakan prosedur
elektif. Digoxin biasanya dihentikan 48 jam sebelum dilakukan kardioversi
untuk mencegah terjadinya disritmia pasca kardioversi. Pasien biasanya
diberi penenang intravena sebelum kardioversi dilakukan untuk

18
membantu anastesi dan jarang sekali diintubasi setelah anestesi.
Besarnya voltase yang digunakan bervariasi mulai dari 25-400 watt detik.
Synkronaiser dihidupkan. Defibrilasi disinkronkan dengan monitor jantung
sehingga impuls listrik akan keluar selama depolarisasi ventrikel. Jika
tidak disinkronkaan maka defibrillator dapat mengeluarkan impuls listrik
selama periode peka (gelombang T), menghasilkan takikardi ventrikel
atau fibrilasi. Tidak ada QRS yang akan terbaca pada fibrilasi ventrikel
sinkroniser diprogram untuk mendeteksi QRS. Bila sinkroniser tetap
dihidupkan mesin tidak akan menyala karena menunggu respon QRS.
Petunjuk keberhasilan ditandai dengan konversi ke irama sinus, denyut
nadi perifer kuat dan tekanan darah yang adekuat. Tanda vital harus
dipantau dan dicatat sampai pasien stabil. Pemantauan EKG sangat
diperlukan selama dan setelah kardioversi (Smeltzer,2001).
2.6.2 Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat. Biasanya terbatas bagi penatalaksanaan ventrikel fibrilasi.
Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard
sekaligus sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali
fungsinya sebagai pacemaker. Bila defibrilasi tidak berhasil harus segera
dilakukan resusitasi jantung paru. Epineprin mungkin perlu digunakan bila
pola fibrilasi ventrikelnya halus artinya tidak ada undulasi gelombang
terbaca. Epineprin dapat membuat fibrilasi lebih kasar sehingga
memudahkan untuk mengkonversi defibrilasi.
2.6.3 Defibrillator Kardioverter Implantabel
Defibrillator kardioverter implantable adalah suatu alat untuk mendeteksi
dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau
pada pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel.
System mekanis dari pembangkit pulsa listrik dua lead pengindar
frekuensi dan dua lead untuk memasukan syok listrik langsung ke otot
jantung. Alat ini dipasang melalui torakotomi dengan pembedahan. Bila
terjadi disritmia sensor frekuensi memerlukan waktu 5 sampai 7 detik
untuk menyalakan kapasitor guna menyalurkan syok listrik dan merubah
irama. Alat ini bila diperlukan dapat membuat 6 kejutan listrik.

19
2.6.4 Pace maker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang keotot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung. Pace maker
biasnya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau
loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah
jantung. Pace maker bisa bersifat permanen yang digunakan pada
penyekat jantung komplit ireversibel sedangkan pace maker temporer
digunakan sebagai terapi tmbahan untuk menyokong pasien yang
mengalami penyekat jantung akibat infark miokard atau setelah
pembedahan jantung (Smeltzer,2001).

2.7 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya aritmia meliputi salah satu atau lebih mekanisme di
bawah ini:
1) Pengaruh persarafan autonom yang mempengaruhi laju jantung
2) Nodus SA mengalami depresi sehingga fokus irama jantung diambil alih
oleh fokus pacu jantung yang lain
3) Fokus pacu jantung lain memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada
nodus SA, sehingga irama jantung mengikuti fokus tersebut, bukan
mengikuti nodus SA (Enhanced Automaticity).
4) Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA gagal disalurkan ke sel-sel otot
jantung yang lain karena adanya hambatan (SA Block) atau tidak dapat
keluar dari nodus SA (Sinus Arrest)
5) Terjadi hambatan setelah keluar dari nodus SA, yang berupa AV block
atau Bundle Branch Block. Hambatan ini dapat bersifat unidireksional
ataupun bidireksional.
6) Mekanisme Reentrant, yang terjadi karena adanya jalur aksesori disertai
dengan periode refrakter yang berbeda antara jalur aksesori dengan jalur
konduksi utama jantung (Crawford, 2006). Mekanisme ini adalah salah
satu mekanisme yang paling sering menyebabkan terjadinya aritmia pada
kebanyakan pasien (Crawford, 2006).
7) Mekanisme aritmogenik dapat dibagi menjadi 2 yaitu : ganguan
pembentukan impuls dan gangguan konduksi
1. Gangguan pembentukan impuls
Gangguan ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

20
a. Kelainan automatisasi
Pada keadaan normal, automatisasi (depolarisasi spontan)
hanya terjadi pada nodus SA. Hal ini disebabkan karena impuls-
impuls yang dicetuskan di nodus SA sedemikian cepatnya
sehingga menekan proses automatisasi di sel lain. Apabila terjadi
perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu
penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia.
b. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan
delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul
sesudah sebuah potensial aksi, apabila suatu ketika terjadi
peningkatan tonus simpatis, misalnya pada gagal jantung atau
terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase,
misalnya pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau
hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard yang
iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-
keadaan tersebut akan mengubah voltase kecil ini mencapai nilai
ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi
prematur yang dinamakan “trigger impuls”. Trigger impuls yang
pertama dapat mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua
kemudian yang ketiga dan seterusnya sampai terjadi suatu irama
takikardai.
8) Gangguan konduksi
a. Re-entry
Bilamana konduksi disalah satu jalur tergaggu sebagai akibat
iskemia atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang
berjalan pada jalur tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang
pada jalur B tetap berjalan seperti semula bahkan dapat berjalan
secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila beberapa
saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter
sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari jalur B akan menemus
rintangan jalur A dan kembali mengaktifkan jalur B sehingga terbentuk
sebuah gerakan sirkuler atau reentri loop. Gelombang depolarisasi
yang berjalan melingkar ini bertindak seagi generator yang secara
terus-menerus mencetuskan impuls. Reentry loop ini dapat berupa

21
lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut macroentrant
atau microentrant.
b. Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada jantung kadang-kadang dapat
menghambat dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini
disebut concealed conduction. Contoh concealed conduction ini ialah
pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi
secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung ini tidak
memiliki arti klinis yang penting.
9) Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi
sehingga dapat dibagi blok SA (apabila hambatan konduksi pada
perinodal zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di
jalur antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle
branch block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau
left bundle branch block.

22
2.9 Pathway

23
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang:
2.10.1 EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
2.10.2 Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
2.10.3 Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
2.10.4 Scan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
2.10.5 Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
2.10.6 Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
2.10.7 Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
2.10.8 Laju sedimentasi : Peninggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
2.10.9 GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

2.11 Komplikasi Aritmia


2.11.1 Stroke Ketika jantung tidak dapat memompa darah secara efektif,
menyebabkan darah melambat. Hal ini dapat menyebabkan gumpalan
darah terjadi Karen berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
Berkurangnya airan darah dan oksigen ini bida dikarenakan adanya
sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah yang dapay
menyebabkan stroke. Hal ini dapat merusak sebagian otak dan
menyebabkan kematian.
2.11.2 Gagal jantung, hal ini dapat terjadi jika jantung memompa secara tidak
efektif dalam waktu yang lama karena bradiakrdia atau takikardia. Seperti

24
atrial fibrilasi, terkadang mengontrol laju aritmia yang menyebabkan gagal
jantung
2.11.3 Tanpa perawatan medis yang segera dan baik takikardia ventrikel
berkelanjutan seringkali dapat memmburuk menjadi fibrilasi ventrikel.
2.11.4 Tekanann darah menurun secara drastic, dapat merusak organ vital,
termasuk otak yang sangat membutuhkan suplai darah.
2.11.5 Syncope. Jantung yang tidak berdenyut normal tentunya idak mampu
memompa darah secara efisien. Pada takikardia dan bradikardia dapat
terjadi kekurangan darah ke otak, arteri coroner dan bagian tubuh lainnya.
Jika suoai darah ke otak tidak tercukupi, dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran. Ketika otak tidak memperoleh darah sela 6-8 detik maka
pingsan dapat terjadi baik tiba-tiba atau didahului dngan pusing,
menurunnya kesadaran, atau menurunnya pandangan.

2.12 Asuhan Keperawatan Kritis Penyakit Aritmia


2.12.1 Pengkajian
1) Biodata:
a) Nama
b) Umur
Gagal jantung biasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun. 9,3%
pria dan4,8% wanita di Amerika dalam kelompok usia 60-79 tahun
mengalami gagal jantung (Erb, 2017).
c) Jenis kelamin Resiko mengalami gagal jantung pada laki-laki dan
perempuan adalah 5:1(Erb, 2017).
2) Keluhan utama Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien
untuk meminta pertolongan kesehatan, meliputi: dispnea, kelemahan
fisik, dan edema sistemik.
a) Dispnea Keluhan dispnea atau sesak napas merupakan
manifestasi kongestipulmonalis sekunder dari kegagalan ventrikel
kiri dalam melakukan kontraktilitas sehingga akan mengurangi
curah sekuncup. Denganmeningkatnya LVDEP, maka terjadi pula
peningkatan tekanan atrium kiri (LAP), karena atrium dan ventrikel
berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang masuk ke dalam anyaman vaskular paru-

25
paru, meningkatkan tekanan kapiler, dan vena paru-paru
(Muttaqin, 2012).
b) Kelemahan fisik Manifestasi utama dari penurunan curah jantung
adalah kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktivitas
(Muttaqin, 2012).
c) Edema sistemik
Tekanan arteri paru dapat meningkatkan sebagai respons
terhadappeningkatan kronis terhadap tekanan vena paru.
Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan terhadap ejeksi
ventrikel kanan. Mekanisme kejadianseperti yang terjadi pada
jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana
akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik
(Muttaqin, 2012).
3) Riwayat penyakit sekarang Pengkajian yang didapat dengan adanya
gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dispnea (dikarakteristikan oleh pernapasan cepat,
dangkal, dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup dan
menekan pasien) yang mengganggu aktivitas lainnya seperti keluhan
tentang insomnia, gelisah, atau kelemahan yang disebabkan oleh
dispnea (Muttaqin, 2012).
4) Riwayat penyakit dahulu Pengkajian RPD mendukung dengan
mengkaji apakah sebelumnya pasienpernah menderita nyeri dada
khas infark miokardium, hipertensi, DM, dan hiperlipidemia. Obat-obat
meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat beta, serta obat-obat
antihipertensi (Muttaqin, 2012).
5) Riwayat keluarga Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang
timbulnya pada usia mudamerupakan faktor resiko utama untuk
penyakit jantung iskemik pada keturunannya (Muttaqin, 2012).
6) Psikososial Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan,stres akibat kesakitan bernapas, dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia atau
kebingungan.

26
Terdapat perubahan integritas ego didapatkan pasien menyangkal,
takut
mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit yang tak perlu,
khawatir dengan keluarga, kerja, dan keuangan. Tanda: menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial: stres karena
keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping
dengan stresor yang ada (Muttaqin, 2012).
2.12.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari atas keadaan umum dan pengkajian B1-B6
menurut Muttaqin (2012), yaitu:
1) Keadaan umum Pada pemeriksaan keadaan umum pasien gagal
jantung biasanyadidapatkan kesadaran yang baik atau compos
mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2012)
2) B1 (Breathing) Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda
kongesti vaskular pulmonaladalah dispnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Crakles atau
ronki basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior paru.
Hal ini dikenali sebagai bukti gagal ventrikel kiri. Sebelum crackles
dianggap sebagai kegagalan pompa, pasien harus diinstruksikan
untuk batuk dalam guna membuka alveoli basilaris yang mungkin
dikompresi dari bawah diafragma (Muttaqin, 2012).
3) B2 (Blood) Berikut ini akan dijelaskan mengenai pengkajian apa saja
yang dilakukan pada pemeriksaan jantung dan pembuluh darah
(Muttaqin, 2012).
a) Inspeksi Pasien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis,
letargi, kesulitan,berkonsentrasi, defisit memori, dan penurunan
toleransi latihan. Gejala lain yaitu Distensi vena jugularis, edema
ekstremitas, asites (Muttaqin, 2012).
b) Palpasi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau
takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang

27
lebih berat (Muttaqin, 2012). Selain itu, pada gagal jantung kiri
yang berat dapat timbul pulsusalternans (suatu perubahan
kekuatan denyut arteri). Pulsus alternans menunjukkan gangguan
fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut ke
denyut pada curah sekuncup (Muttaqin, 2012).
c) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi
sekuncup. Tandafisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel
kiri dapat dikenali dengan mudah di bagian yang meliputi: bunyi
jantung ketiga dan keempat (S3, S4) serta crackles pada paru-
paru. S4 atau gallop atrium, mengikuti atrium kontraksi dan
terdengar paling baik dengan bel stetoskop yang ditempelkan
dengan tepat pada apeks jantung (Muttaqin, 2012).
d) Perkusi Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali) (Muttaqin, 2012).
4) B3 (Brain) Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis
perifer apabilagangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif
pasien: wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat (Muttaqin, 2012).
5) B4 (Bladder) Pengukuran volume keluaran urine berhubungan
dengan asupan cairan,karena itu perawat perlu memantau adanya
oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya
edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang parah
(Muttaqin, 2012).
6) B5 (Bowel) Pasien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan
nafsu makanakibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga
abdomen, serta penurunan berat badan. Selain itu terjadi
hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar merupakan manifestasi dari
kegagalan jantung (Muttaqin, 2012).
7) B6 (Bone) Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada
pengkajian B6 menurut Muttaqin (2012) adalah sebagai berikut:
a) Kulit dingin Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan oleh
vasokonstriksi perifer,vasokonstriksi kulit menghambat
kemampuan tubuh untuk melepaskan panas. Oleh karena itu,
demam ringan dan keringat yang berlebihan dapat ditemukan.

28
b) Mudah lelah Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang,
sehinggamenghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnyapembuangan sisa hasil katabolisme.
2.12.3 Diagnosa Keperawatan kritis
1) Penurunan cardiac out put berhubungan dengan inefektif dari
konduksi jantung
2) Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan efek hipotensi dari
obat
3) Kurang pengetahuan terhadap manajemen farmakologi dan non
farmakologi berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
4) Kecemasan berhubungan dengan potensial penyakit yang serius,
pemasangan alat monitor sekunder terhadap tidak efektif mekanisme
koping.
2.12.4 Intervensi Keperawatan
1. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan inefektif dari
konduksi jantung
NOC: Circulation status
Kiteria Evaluasi: dalam waktu 15 menit pasien akan menunjukan CO
yang adekuat ditandai dengan:
 BP 90/60 mmHg,
 HR 60-100x/mnt
 EKG ; Normal sinus rhythm
 CVP: <7 mmHg
 CO 4-7 liter/mnt
NIC: Hemodynamic regulation, managemen medicasi, Oxygen
therapy, vital sign monitoring.
Cardiac Care:
1. Monitor irama jantung, catat tekanan darah dan tanda dari
dysritmia
R/ sebagai data dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2. Catat PAP,PAWP, dan RAP, monitor respon dari penurunan CO
pada dysritmia
R/ penurunan CO dan perubahan PAP mengindikasikan terjadinya
kegawatan

29
3. Catat rhythm setiap strip. Gunakan EKG 12 lead untuk
mengidentifikasi dysritmia
R/ mengevaluasi keberhasilan tindakan
4. Monitor laboratorium, termasuk K, Mg, Glukose dan level digoxin.
R/ pada disritmia biasanya terjadi perubahan elektrolit
5. Berikan antidisrytmia sesuai dengan jenis aritmia; catat respon
pasien terhadap obat
R/untuk mengobati disritmia. Respon pasien adalah penting untuk
mengetahui respon obat
6. Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ oksigen bertujuan untuk membantu oksigenasi
Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan obat nyeri R/
karena keduanya bisa meningkatkan kerja saraf simpatik
7. Lakukan protocol pengobatan untuk dyritmia yang mengacu pada
ACLS algoritm dan CPR.
8. Jika terjadi dysritmia tetaplah dengan pasien berikan support dan
jelaskan kepada pasien tentang pengobatan yang diberikan
R/untuk memberikan rasa aman pada pasien dan mengurangi
stress
9. Berikan agen inotropic.
R/agen inotropic membantu mensuport tekanan darah dan cardiac
output.
2. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan efek hipotensi obat,
penurunan cardiac output
Tujuan: Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
kriteria hasil:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang meningkatkan
sirkulasi perifer
2. Klien dapat mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang perlu
3. Klien dapat mengidentifikasi pengobatan, aktivitas yang
meningkatkan vasodilatasi
Intervensi:
1. Selidiki nyeri dada,dispnea tiba-tiba yang disertai dengan
takipnea, nyeri pleuritik,sianosis pucat

30
R/ Emboli arteri. Mempengaruhi jantung dapat terjadi sebagai
akibat penyakit katup dan disritmia kronis.
2. Observasi ekstremitas terhadap edema, eroitema
R/ Ketidakaktifan/tirah baring lama mencetuskan stasis vena,
meningkatkan resiko pembentukan trombosis vena
3. Observasi hematuri
R/ Menandakan emboli ginjal
4. Perhatikan nyeri abdomen kiri atas
R/ menandakan emboli splenik
3. Kurang pengetahuan terhadap manajemen farmakologi dan non
farmakologi,proses penyakit berhubungan dengan kurang terpapar
informasi
Tujuan: pengetahuan: proses penyakit, promosi kesehatan dan
medikasi
Kriteria hasil: dalam 24 jam sebelum masa kritis pasien dapat
meningkatkan pengetahuan penyebab aritmia, pengobatan
farmakologi dan non farmakologi.
Intervensi :
1. Diskusikan mekanisme penyebab disritmia termasuk tanda dan
gejala. Jika diperlukan gunakan model diagram jantung
R/ untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga
2. Ajarkan pasien dan orang dekat untuk mengecek nadi penuh
selama 1 menit
R/untuk mengetahui HR. pada disritmia biasanya nadi ireguler
3. Ajarkan pasien untuk dosis obat,nama obat, cara minum dan
tujuan pemberian serta melaporkan efek obat yang terjadi setelah
minum obat
R/untuk meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penggunaan obat dan efek yang ditimbulkan.
4. Ajarkan pasien untuk pentingnya follow up dan menjaga diet
dirumah (kolesterol diet, kurangi cafein termasuk kopi,the dan
coklat)
R/ untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah kekambuhan.

31
4. Kecemasan berhubungan dengan potensial penyakit serius,
pemasangan alat monitor sekunder terhadap tidak efektif mekanisme
koping.

Tujuan: dapat terpenuhi informasi tentang proses penyakit


Kriteris hasil:
1. Klien dapat menyatakan ansietas dan pola kopingnya
2. Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam
menangani ansietas
Intervensi :
1. Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi eliktrikal
R/ memberikan dasar pengetahuan untuk memahami variasi
individual dan memahami alasan intervensi terapeutik
2. Jelaskan/tekankan masalah disritmia khusus dan tindakan
terapeutik serta manfaat pemasangan alat monitor pada
pasien/orang terdekat
R/ informasi terus-menerus/baru dapat menurunkan cemas
sehubungan dnegan ketidaktahuan dan menyiapkan pasien/orang
terdekat. Pendidikan pada orang terdekat mungkin penting bila
pasien lansia, mengalami gangguan penglihatan atau
pendengaran, atau tak mampu atau tak minat belajar/mengikuti
instruksi. Penjelasan berulang mungkin diperlukan, karena
kecemasan dan/atau hambatan informasi baru dapat
menghambat/membatasi belajar.
3. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung
R/ pacu sementara mungkin perlu untuk neningkatkan
pembentukan impuls atau menghambat takidisritmia dan aktivitas
ektopik supaya mempertahankan fungsi kardiovaskuler sampai
pacu spontan diperbaiki atau pacuan permanent dikakukan.
4. Motivasi pengembangan latihan rutin, menghindari latihan
berlebihan. Identifikasi tanda/gejala yang memerlukan aktivitas
cepat, contoh pusing, silau, dispnea, nyeri dada.
R/ bila disritmia ditangani dengan tepat, aktivitas normal harus
dilakukan. Program latihan berguna dalam memperbaiki
kesehatan kardiovaskuler.

32
BAB 3
STUDY KASUS

3.1 Kasus:
Tn. P berusia 47 tahun, TB 164 cm dan BB 73 Kg, sedang dirawat Di
ruang ICCU (Intensive Care Unit) dengan: gangguan irama jantung dan
tiba-tiba pasien tersebut mengatakan sesak nafas bahkan tidak bias
bernafas. Hasil monitor sebelumnya: Denyut nadi lemah, TD: 100/60
MmHg, sianosis. Beberapa menit selanjutnya pasien kehilang kesadaran,
pasien mengalami kelemahan denyut nadi, tidak ada curah jantung, dan
terjadi perubahan pada monitor EKG:

3.2 Pembahasan:
a. Tindakan
Jika VF terjadi, defibrilasi cepat harus segera dilakukan. Jika
arrest terlihat, pukulan (thump) prekoridal diberikan sebelum
pasien di defibrilasi. Pasien harus didukung dengan resusitasi
jantung paru dan obat-obatan jika tidak ada respon dari defibrilasi.
AICD d apat diberikan untuk penanganan jangka panjang.
3.3 Penatalaksanaan
a. Segera pastikan tidak ada gangguan jalan napas
b. Berikan O2
Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme aerob untuk menghasilkan
energi. Pada keadaan kegawatan kardiopulmonal mengakibatkan
hipoksemia dan hipoksia jaringan perlu diperbaiki dengan
peningkatan fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FiO2) dan
peningkatan tekanan oksigen dalam udara inspirasi (PO2).
Indikasi:
- Pada kasus suspek kegawatan kardiopulmonal

33
- ACS: berikan O2 pada 6 jam pertama, diberikan terus menerus
jika oksimetri < 90%.
- Pasien suspek stroke dan hipoksemia atau saturasi O2 yang tidak
diketahui.

Alat Kecepatan Aliran O2 (%)


Kanul nasal 1-6 L/menit 21-44
Masker venturi 4-12 L/menit 24-50
Masker rebrething 6-10 L/menit 35-60
Makser 6-15 L/ menit 60-100
nonrebreathing
dengan reservoir
Bag-mask dengan 15 L/menit 95-100
nonrebrething

Nilai Oksimetri Arti Klinis Pilihan Alat


Denyut
95-100% Dalam batas normal O2 4 L/menit kanul
90%-<95% Hipoksemia ringan nasal
sampai sedang Sungkup muka
85-<90% Hipoksemia berat sederhana

Sungkup muka dengan

<85% Hipoksemia berat yang reservoir O2, ventilasi


mengancam nyawa dibantu.
Ventilasi dibantu.

34
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Aritmia merupakan kelainan irama jantung. Penyebab tersering
aritmia non kardia adalah akibat pemberian digitalis dan penyebab
tersering kardiak adalah IMA inferior. Jenis aritmia mengancam adalah
takiaritmia, bradiaritmia, supraventrikular takikardia, PVC, VT dan VF
dengan klinis gangguan hemodinamik (hipotensi, takikardia,
bradikardia), penurunan curah jantung (nyeri dada, dada berdebar,
sinkop dan sesak).

4.2 saran
Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan aritmia
mengancam jiwa, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat
sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat
dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat
sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu
masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.

35
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Assosiation. 2006. Handbook Of Emergency Cardiovascular


Care. America: AHA.
Ahmad,A.2009 . Pocket EKG. Yogyakarta : Intan Cendikia

Basham,K. 1998. Critical care Interdisciplinary Outcome Pathways. W.B


Saunders Company.
Collins,A. 1998. Clinical drug Therapy: Rationale for Nursing Practice. Lippincot
Publisher.
Hudak,C & Gallo,B.1997. Keperawatan Kritis:Pendekatan Holistik. Jakarta :
EGC.
Jackson,L.2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : Erlangga
Kathy Dittrich RN, CCRN, BSN. December 2007 Volume 37 Number 12.
Kathleen,P. 2009. Understanding The Essentials of Critical Care Nursing. New
Jersey: Pearson Education.
Smeltzer,S & Bare,B.2001. Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC
Taylor,C.2010. Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan. Jakarta ;
EGC.

36

Anda mungkin juga menyukai