Anda di halaman 1dari 11

Lex Crimen Vol. II/No.

6/Oktober/2013

PEMBUKTIAN DALAM PENEGAKAN perbuatan yang dilakukan dalam


HUKUM TINDAK PIDANA TEKNOLOGI cyberspace sebagai suatu tindak pidana.
INFORMASI1 Peraturan mengenai cyberlaw harus dapat
Oleh : F. Yerusalem R. Taidi 2 mencakup perbuatan yang dilakukan di
luar wilayah Indonesia tapi merugikan
ABSTRAK kepentingan orang atau negara dalam
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah wilayah Indonesia. Undang-Undang No.11
untuk mengetahui aspek-aspek apa yang tahun 2008 tentang Informasi dan
berhubungan dengan tindak pidana Transaksi Elektronik (UU ITE) telah
teknologi informasi dan bagaimana mengatur masalah yurisdiksi yang di
pembuktian dalam penegakan hukum dalamnya sudah menerapkan asas
tindak pidana teknologi informasi. Metode universal.
penelitian dalam penulisan skripsi ini Kata kunci: Pembuktian, tehnologi
menggunakan metode penelitian juridis informasi.
normatif dan dapat disimpulkan: 1. Dalam
menjamin keamanan, keadilan dan PENDAHULUAN
kepastian hukum dalam penegakan hukum A. LATAR BELAKANG MASALAH
di dunia cyber dapat terlaksana dengan Sehubungan dengan tindak pidana di
baik maka harus dipenuhi 4 (empat) syarat dunia maya yang terus berkembang,
yaitu: (1) Adanya aturan perundang- pemerintah telah melakukan kebijakan
undangan khusus yang mengatur dunia dengan terbitnya Undang-Undang No. 11
cyber. (2) Adanya lembaga yang akan tahun 2008 tentang Informasi dan
menjalankan peraturan yaitu polisi, jaksa Transaksi Elektronik (UU ITE) yang
dan hakim khusus menangani cybercrime . diundangkan pada tanggal 21 Apri 2008.3
(3) Adanya fasilitas atau sarana untuk Undang-undang ITE merupakan payung
mendukung pelaksanaan peraturan itu. (4) hukum pertama yang mengatur khusus
Kesadaran hukum dari masyarakat yang terhadap dunia maya (cyber law) di
terkena peraturan. Selain ke 4 (empat) Indonesia.
syarat tersebut penegakan hukum di dunia Substansi/materi yang diatur dalam UU
maya juga sangat tergantung dari ITE ialah menyangkut masalah yurisdiksi,
pembuktian dan yuridiksi yang ditentukan perlindungan hak pribadi, azas
oleh undang-undang. 2. Kebijakan perdagangan secara e-comerce, azas
pemerintah Indonesia dengan persaingan usaha-usaha tidak sehat dan
diundangkannya Undang-Undang No. 11 perlindungan konsumen, azas-azas hak atas
tahun 2008 tentang Informasi dan kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum
Transaksi Elektroriik (UU ITE) merupakan Internasional serta azas Cybercrime.
payung hukum pertama yang mengatur Undang-undang tersebut mengkaji cyber
dunia siber (cyberlaw), sebab muatan case dalam beberapa sudut pandang secara
dan cakupannya yang luas dalam komprehensif dan spesifik, fokusnya adalah
membahas pengaturan di dunia maya semua aktivitas yang dilakukan dalam
seperti perluasan alat bukti elektronik cyberspace seperti perjudian, pornografi,
sama dengan alat bukti yang sudah pengancaman, penghinaan dan
dikenal selama ini, diakuinya tanda tangan pencemaran nama baik melalui media
elektronik sebagai alat verifikasi, dan internet serta akses komputer tanpa ijin
autentikasi yang sah suatu dokumen
elektronik, serta pengaturan perbuatan-
3
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang
1
Artikel Skripsi Informasi dan Transaksi Elektronik, Diundangakan
2
NIM 090711092 tanggal 28 April 2008, Lembaran Negara No.58.

18
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

oleh pihak lain (cracking) dan menjadikan 2. Bagaimanakah pembuktian dalam


seolah dokumen otentik (phising) . penegakan hukum tindak pidana
Kebijakan penanggulangan cybercrime teknologi informasi ?
secara teknologi, diungkapkan dalam IIIC
(Internatonal Information Industry C. METODE PENELITIAN
4
Congress) yang rnenyatakan : Penelitian ini merupakan penelitian
The IIIC recognizes that goverment hukum normatif yang merupakan salah
action and international traties to satu jenis penelitian yang dikenal umum
harmonize laws and coordinate legal dalam kajian ilmu hukum. Pendekatan
procedures are key in the fight against hukum normatif dipergunakan dalam usaha
cybercrime, but warns that these should menganalisis bahan hukum dengan
not be relied upon as the only mengacu kepada norma-norma hukum
instuments. Cybercrime is enabled by yang dituangkan dalam peraturan
technology and requires a healty reliance perundang-undangan dan putusan
on technology for its solution. pengadilan.
Bertolak dari pengertian di atas maka
upaya atau kebijakan untuk melakukan D. PEMBAHASAN
penanggulangan tindak pidana di bidang A. ASPEK-ASPEK YANG BERHUBUNGAN
teknologi informasi yang dilakukan dengan DENGAN TINDAK PIDANA TEKNOLOGI
menggunakan sarana "penal" (hukum INFORMASI
pidana) maka dibutuhkan kajian terhadap 1. Aspek Perundang-undangan yang
materi/substansi (legal subtance reform) Berhubungan dengan Tindak Pidana
tindak pidana teknologi informasi saat ini. Teknologi Informasi
Dalam penanggulangan melalui hukum Saat ini Indonesia telah memiliki cyber
pidana (penal policy) perlu diperhatikan law untuk mengatur dunia maya berikut
bagaimana memformulasikan (kebijakan sanksi bila terjadi cybercrime baik di
legislatif) suatu peraturan perundang- wilayah Indonesia maupun di luar wilayah
undangan yang tepat untuk menanggulangi hukum Indonesia yang akibatnya dirasakan
tindak pidana di bidang teknologi informasi di Indonesia. Cybercrime terus berkembang
pada masa yang akan datang, serta seiring dengan revolusi teknologi informasi
bagaimana mengaplikasikan kebijakan yang membalikkan paradigma lama
legislatif (kebijakan yudikatif/yudisial atau terhadap kejahatan konvensional ke arah
penegakan hukum pidana in conereto) kejahatan virtual dengan memanfaatkan
tersebut oleh aparat penegak hukum atau instrumen elektronik tetapi akibatnya
pengadilan. dapat dirasakan secara nyata.
Penanggulangan cybercrime oleh aparat
B. PERUMUSAN MASALAH penegak hukum sangat dipengaruhi oleh
1. Aspek-Aspek apakah yang berhubungan adanya peraturan perundang-undangan.
dengan tindak pidana teknologi Penegakkan hukum cybercrime dilakukan
informasi ? dengan menafsirkan cybercrime ke dalam
perundang-undangan KUHP dan khususnya
undang-undang yang terkait dengan
4
ITAC, "IIIC Common Views Paper On: Cybercrime ", perkembangan teknologi informasi seperti :
IIIC 2000 Millenium Congress, September 19th, 2000, 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
ha1.5. Lihat dalam Barda Nawawi Arief, Masalah tentang Telekomunikasi.
Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana 2. Undang-Undang No.19 tahun 2002
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana tentang Hak cipta.
Prenada Media Group, Jakarta, 2007, ha1.240.

19
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

3. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 Pidana dan ketentuan dalam UU ITE. Pasal


tentang Perubahan atas Undang-Undang 43 UU ITE menjabarkan bahwa selain
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Pidana Pencucian Uang. Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
4. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tertentu di lingkungan Pemerintahan yang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana lingkup tugas dan tanggungjawabnya di
Terorisme. bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
2. Aspek Aparatur Penegak Hukum Elektronik diberi wewenang khusus sebagai
Penegak hukum di Indonesia mengalami penyidik.
kesulitan dalam menghadapi merebaknya
cybercrime. Hal ini dilatarbelakangi masih 3. Sarana dan Fasilitas dalam
sedikitnya aparat penegak hukum yang Penanggulangan Cybercrime
memahami seluk-beluk teknologi informasi Tanpa adanya sarana atau fasilitas
(internet), di samping itu aparat penegak tertentu, maka tidak mungkin penegakan
hukum di daerah pun belum siap dalam hukum akan berlangsung dengan lancar.
mengantisipasi maraknya kejahatan ini Sarana atau fasilitas tersebut antara lain,
karena masih banyak aparat penegak mencakup tenaga manusia yang
hukum yang gagap teknologi "gaptek" hal berpendidikan dan trampil, organism' yang
ini disebabkan oleh masih banyaknya baik, peralatan yang memadai, keuangan
institusi-institusi penegak hukum di daerah yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal-hal
yang belum didukung dengan jaringan itu tidak terpenuhi, maka mustahil
Internet. penegakan hukum akan mencapai
Agar suatu perkara pidana dapat sampai tujuannya.
pada tingkat penuntutan dan pemeriksaan Untuk meningkatkan upaya
di sidang pengadilan, maka sebelumnya penanggulangan kejahatan cyber yang
harus melewati beberapa tindakan- semakin meningkat Polri dalam hal ini
tindakan pada tingkat penyidik. Apabila ada Bareskrim Mabes Polri telah berupaya
unsur-unsur pidana (bukti awal telah melakukan sosialisasi mengenai kejahatan
terjadinya tindak pidana) maka barulah dari cyber dan cara penanganannya kepada
proses tersebut dilakukan penyelidikan, satuan di kewilayahan (Polda). Sosialisasi
dalam Pasal 1 sub-13 Undang-Undang tersebut dilalatkan dengan cara melakukan
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian pelatihan (pendidikan kejuruan) dan
Negara Republik Indonesia penyelidikan peningkatan kemampuan penyidikan
didefinisikan sebagai:" anggota Polri dengan mengirimkan
“serangkaian tindakan penyidik dalam personel-nya ke berbagai macam kursus
hal dan menurut cara yang diatur dalam yang berkaitan dengan cybercrime.
undang-undang ini untuk mencari serta Pelatihan, kursus dan ceramah kepada
mengumpulkan bukti yang dengan bukti aparat penegak hukum lain (jaksa dan
itu membuat terang tentang tindak hakim) mengenai cybercrirne juga
pidana yang terjadi dan guna hendaknya dilaksanakan, dikarenakan jaksa
menemukan tersangkanya”.5 dan hakim belum memiliki satuan unit
khusus yang menangani kejahatan dunia
Penyidikan terhadap tindak pidana maya sehingga diperlukan sosialisasi
teknologi informasi sebagaimana dimaksud terutama setelah disyahkannya UU ITE agar
dalam UU ITE Pasal 42, dilakukan memiliki kesamaan persepsi daft
berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara pengertian yang sama dalam melakukan
penanganan terhadap kejahatan cyber.
5
Pasal 1 Sub 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

20
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

Jaksa dan Hakim cyber sangat Sampai saat ini, kesadaran hukum
dibutuhkan seiring dengan perkembangan masyarakat untuk melakukan pengamanan
tindak pidana teknologi yang semakin dan merespon aktivitas cybererime masih
banyak terjadi di masyarakat yang dirasakan kurang. Hal ini disebabkan antara
akibatnya dapat dirasakan di satu daerah, lain oleh kurangnya pemahaman dan
di luar daerah perbuatan yang dilakukan pengetahuan masyarakat terhadap jenis
bahkan di luar negeri. Sarana atau fasilitas kejahatan cybercrime yang menyebabkan
komputer hampir dimiliki oleh semua upaya penanggulangan cybercrime
kesatuan aparat penegak hukum, namun mengalami kendala, dalam hal ini kendala
masih sebatas untuk keperluan mengetik. yang berkenaan dengan penataan hukum
Alat ini akan sangat membantu manakala dan proses pengawasan masyarakat
dilengkapi dengan akses internet. terhadap setiap aktivitas yang diduga
Kurangnya sarana dan prasarana dalam berkaitan dengan cybercrime.
penegakan hukum cybercrime sangat Melalui pemahaman yang komprehensif
berpengaruh terhadap kinerja aparat mengenai cybercrime, peran masyarakat
penegak hukum dalam menghadapi high- menjadi sangat penting dalam upaya
tech crimes. Aparat penegak hukum perlu pengawasan.
informasi yang dapat diakses melalui
jaringan internet. B. PEMBUKTIAN DALAM PENEGAKAN
HUKUM TINDAK PIDANA TEKNOLOGI
4. Kesadaran Hukum Masyarakat INFORMASI DAN YURISDIKSI HUKUM
Dalam konsep keamanan masyarakat PIDANA DALAM PENANGGULANGANNYA
modern, sistem keamanan bukan lagi 1. Pembuktian Dalam Penegakan Hukum
tanggung jawab penegak hukum semata, Tindak Pidana Teknologi Informasi
namun menjadi tanggung jawab bersama Hukum acara pidana (KUHAP) secara
seluruh elemen masyarakat. Dalam tegas disebutkan beberapa alat-alat bukti
pandangan konsep in masyarakat di yang dapat diajukan oleh para pihak yang
samping sebagai objek juga sebagai subjek. berperkara di muka persidangan.
Sebagai subjek, masyarakat adalah pelaku Berdasarkan Pasal 184 KUHAP,7 alat-alat
aktivitas komunikasi antara yang satu bukti ialah: Keterangan saksi, keterangan
dengan yang lain, serta pengguna jasa ahli, surat, petunjuk, dan keterangan
kegiatan internet dan media lainnya. terdakwa. Dalam perkembangannya,
Sebagai objek, masyarakat dijadikan keberadaan informasi dan data elektronik
sasaran dan korban kejahatan bagi segenap diakui sebagai "alat bukti lain" selain yang
aktivitas kriminalisasi Internet. diatur dalam Pasal 184 KUHAP, Pasal 164
Dilibatkannya masyarakat dalam strategi Herzien Inlancls Reglements (HIR) dart 1903
pencegahan kejahatan mempunyai 2 (dua) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tujuan pokok, menurut Mohammad Kemal (bukti tulisan, bukti dengan saksi,
Dertuawan, adalah untuk:6 persangkaan-persangkaan, pengakuan dan
1. Mengeliminir faktor-faktor kriminogen sumpah).
yang ada dalam masyarakat.
2. Menggerakkan potensi masyarakat a. Alat Bukti Informasi dan Data Elektronik
dalam hal mencegah dan mengurangi Undang-Undang No.8 Tahun 1997
kejahatan. Tentang Dokumen Perusahaan telah mulai
mengatur ke arah pembuktian data
6
Mohammed Kemal Dermawan, Strategi
Pencegahan Kejahatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung
7 Ibid
1994,hal.10. , hal.107.

21
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

elektronik. 8 Melalui undang-undang ini UU No.11 tahun


2008 ttg Informasi Informasi Elektronik dan/atau
Dan Tran saksi Dokumen Elektronik dan/atau
pemerintah berusaha mengatur pengakuan Elektronik hasil cetaknya merupakan alat
bukti hukum sah. Serta
atas microfilm dan media lainnya seperti 5 Pasal 5
merupakan perluasan dari alat
yang bukti yang sah sesuai
alat penyimpan informasi yang bukan dengan Hukum Acara yang
berlaku di Indonesia.
kertas dan mempunyai tingkat
pengamanan yang dapat menjamin keaslian
dokumen yang dialihkan atau Penerapan alat bukti informasi dan data
ditransformasikan, misalnya Compact Disk- elektronik dalam perundang-undangan
Read Only Memory (CD-ROM) dan Write- sering mengakibatkan multitatsir diantara
One-Read-Many (WORM) sebagai alat bukti aparat penegak hukum terutama path saat
yang sah, diatur dalam Pasal 12 Undang- pemeriksaan pengadilan. Hal tersebut
Undang Dokumen Perusahaan. dikarenakan belum adanya rambu yang
Pengaturan informasi dan data jelas terhadap pengakuan alat bukti
elektronik tercantum di dalam beberapa tersebut.
undang-undang khusus yang lain yaitu Pasal Meningkatnya aktivitas elektronik, maka
38 UU No. 15/2002 tentang Tindak Pidana alat pembuktian yang dapat digunakan
Pencucian Uang, Pasal 27 UU No. 16/2003 secara hukum harus juga meliputi informasi
jo UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan atau dokumen elektronik untuk
Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 26 (a) memudahkan pelaksanaan hukumnya.
UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas Selain itu hasil cetak dari dokumen atau
UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Informasi tersebut juga harus dapat
Tindak Pidana Korupsi. Pengaturan dijadikan bukti yang sah secara hukum.
terhadap alat bukti dalam perundang- Untuk memudahkan pelaksanaan
undangan di Indonesia dapat dilihat dalam penggunaan bukti elektronik (baik dalam
tabel di bawah. Tabel 1 Alat Bukti Informasi bentuk elektronik atau hasil cetak), maka
dan Data Elektronik dalam Undang-Undang bukti elektronik dapat disebut sebagai
perluasan alat bukti yang sah, sesuai
No Undang-Undang Pasal
Keterangan dengan hukum acara yang berlaku di
1 UU No.8 tahun 1997 Pengakuan atas Mikro film dan Indonesia, sebagaimana tertulis dalam
ttg Dokumen media penyimpan yang lain
Perusahaan seperti Compact Disk-Read Only Pasal 5 UU ITE:
Pasa112 Memory (CD-ROM), dan
Write-Once-Read-Many 1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
(WORM),
2 UU No. 20/2001 Pengakuan bukti petunjuk
Elektronik dan/atau hasil cetaknya
tentang Perubahan
atas UU No. 31/1999
sebagai alat bukti yang sah. Bukti
petunjuk juga dapat diperoleh
merupakan alat bukti hukum yang sah.
ttg Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
Pasal 26 dari alat bukti lain yang berupa
informasi yang diucapkan,
2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
huruf (a)
dikirim, diterima, atau disimpan
secara elektronik
Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
3 UU No. 15/2002 alat bukti elektronik atau digital
tentang Tindak Pidana evidence adalah alat bukti lain merupakan perluasan dari alat bukti
Pencucian Uang berupa informasi yang
Pasal 38 diucapkan, dikirimkan, diterima, yang sah sesuai dengan Hukum Acara
(huruf b) atau disimpan secara elelctronik
dengan alat optik atau yang yang berlaku di Indonesia.
serupa dengan itu.
3. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
4 UU No. 16/2003 jo UU Alat bukti berupa informasi
No. 15/2003 ttg
Pasal 27
yang disimpan secara elektronik Elektronik dinyatakan sah apabila
Pemberantasan dengan alat optik. Data, rekaman
Tindak Pidana huruf (b)
dan (c)
atau informasi yang terekam menggunakan Sistem Elektronik sesuai
Terorisme, secara elektronik
dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang ini.9
8
Isis Ikhwansyah, Prinsip-Prinsip Universal Bagi
9
Kontak Melalui E-Commerce dan Sistem Hukum Pasal 5 ayat (1),(2) dan (3) Undang-Undang No.11
Pembuktian Perdata dalam Teknologi Informasi, tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
dalam Cyberlaw: Suatu Pengantar, ELIPS, Bandung, Elektronik, diundangkan pada 28 April 2008,
2002, hal.36. Lembaran Negara No.58.

22
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

Namun bukti elektronik tidak dapat b. alat bukti lain berupa Informasi
digunakan dalam hal-hal spesifik Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 5 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (4) UU ITE menyatakan Ketentuan angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat
mengenai Informasi Elektronik dan/atau (1), ayat (2), dan ayat (3).
Dokumen Elektronik sebagaimana Sesungguhnya pandangan yang
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: mengatakan alat bukti elektronik tidak
a. surat yang menurut Undang-Undang dapat menjadi alat bukti tertulis tidaklah
harus dibuat &lam bentuk tertulis; dan mutlak, karena sangat tidak relevan di
b. surat beserta dokumennya yang jaman teknologi tetap memandang alat
menurut Undang-Undang harus dibuat bukti tertulis hanya yang berbentuk
dalam bentuk akta notaris atau akta konvensional. Disinilah Hakim dituntut
yang dibuat oleh pejabat pembuat untuk berani melakukan tembosan hukum
akta.10 karena dia yang paling berkuasa dalam
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU ITE, memutuskan suatu perkara dan karena dia
informasi elektronik memiliki kekuatan juga yang dapat memberi suatu vonnis van
hukum sebagai alat bukti yang sah, bila de rechter (keputusan hakim) yang tidak
informasi elektronik ini dibuat dengan langsung dapat didasarkan atas suatu
menggunakan sistem elektronik yang dapat peraturan hukum tertulis atau tidak
dipertanggungjawabkan sesuai dengan tertulis. Dalam hal ini, Hakim harus
perkembangan teknologi informasi. Bahkan membuat suatu peraturan sendiri (eigen
secara tegas, Pasal 6 UU ITE menentukan regeling).12 Tindakan seperti ini, menurut
bahwa "Terhadap semua ketentuan hukum Pasal 14 Undang-Undang Nomor 14 Tahun
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi 1970 tentang kekuasaan kehakiman,
harus berbentuk tertulis atau asli selain dibenarkan karena seorang Hakim tidak
yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4), boleh menolak untuk memeriksa, mengadili
persyaratan tersebut telah terpenuhi dan memutuskan suatu perkara dengan
berdasarkan undang-undang ini jika alasan peraturan perundang-undangan
informasi elektronik tersebut terjamin yang tidak menyebutkan, tidak jelas, atau
keutuhannya dan dapat tidak lengkap (asas ius curia novit). Bila
dipertanggungjawabkan, dapat diakses, keputusan Hakim yang memuat eigen
dapat ditampilkan sehingga menerangkan regeling ini dianggap tepat dan dipakai
suatu keadaan". berulang-ulang oleh Hakim-hakim lainnya,
Penegasan terhadap informasi maka keputusan ini akan menjadi sebuah
elektronik dan dokumen elektronik dapat sumber hukum bagi peradilan
13
dijadikan menjadi alat bukti penyidikan, (rechtspraak).
penuntutan dan pemeriksaan di sidang Di Indonesia sendiri terdapat putusan
pengadilan tertulis di dalam Pasal 44 UU ITE pengadilan yaitu putusan
yang isinya sebagai berikut :11 MARI.Nomor.9/KN/1999, yang dalam
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam putusannya hakim meneritna hasil print
ketentuan Perundang-undangan; dan Out sebagai alat bukti surat. Kemudian
kasus pidana yang diputus di Pengadilan
10 ayat
Pasal 5 (4) Undang-Undang No.11 tahun 2008 Negeri Jakarta Timur mengetengahkan
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
12 dan
No.58. E. Utrecht Moh. Saleh Djindang, Pengantar
11 ayat
Pasal 44 (4) Undang-Undang No. 11 tahun Dalam Hukum Indonesia, cetakan kesebelas,
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, penerbit P.T. Ichtiar Baru dan Penerbit Sinar
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara Harapan, Jakarta, 1989, hal.121.
13
No.58. Ibid.

23
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

bukti e-mail (electronic mail) sebagai salah f. Terdapat cara tertentu untuk
satu alat bukti. Setelah mendengar menunjukkan bahwa penandatangan
keterangan ahli bahwa dalam transfer data telah memberikan persetujuan terhadap
melalui e-mail tersebut tidak terjadi informasi elektronik yang
tindakan manipulatif, hakim memvonis ditandatangani.
terdakwa dengan hukuman satu tahun Orang yang menggunakan tanda tangan
penjara karena terbukti telah melakukan elektronik atau terlibat dalamnya
tindakan cabul berupa penyebaran tulisan mempunyai kewajiban untuk
dan gambar.14 mengamankan tanda tangan agar tanda
tersebut tidak dapat dapat disalahgunakan
2. Tanda Tangan Elektronik oleh orang yang tidak berhak. Pengamanan
Salah satu alat yang dapat digunakan tanda tangan elektronik sesuai Pasal 12 (2)
untuk menentukan keaslian atau UU ITE meliputi syarat :16
keabsahan suatu bukti elektronik adalah a. Sistem tidak dapat diakses oleh orang
tanda tangan elektronik. Tanda tangan lain yang tidak berhak;
elektronik harus dapat diakui secara hukum b. Penandatangan harus waspada terhadap
karena penggunaan tanda tangan penggunaan tidak sah dari data
elektronik lebih cocok untuk suatu pembuatan tanda tangan oleh orang
dokumen elektronik. lain;
Agar suatu tanda tangan elektronik c. Penandatangan harus menggunakan
dapat diakui kekuatan hukumnya, maka cara atau instruksi yang dianjurkan oleh
syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai penyelenggara tanda tangan elektronik.
Pasal 11 ayat (1) UU 11 E adalah:15 Penandatangan harus memberitahukan
a. Data pembuatan tanda tangan kepada orang yang mempercayai tanda
elektronik hanya terkait kepada penanda tangan tersebut atau kepada pihak
tangan saja; pendukung layanan tanda tangan
b. Data pembuatan tanda tangan elektronik apabila ia percaya bahwa:
elektronik hanya berada dalam kuasa 1. Data pembuatan tanda tangan telah
penandatangan pada saat dibobol; atau
penandatanganan; 2. Tanda tangan dapat menitnbulkan
c. Perubahan terhadap tanda tangan risiko, sehingga ada kemungkinan
elektronik yang terjadi setelah waktu bobolnya data pembuatan tanda
penandatanganan dapat diketahui; tangan elektronik tersebut.
d. Perubahan terhadap informasi d. Dalam hal sertifikat Elektronik digunakan
elektronik yang berhubungan dengan untuk mendukung tanda tangan
tanda tangan elektronik dapat diketahui elektronik, penanda tangan harus
setelah waktu penandatanganan; memastikan kebenaran dan keutuhan
e. Terdapat cara tertentu yang dipakai semua informasi yang terkait dengan
untuk mengidentifikasi siapa sertifikat elektronik tersebut.
penandatangannya; Menurut Penulis, penggunaan kata "data
pembuatan tanda tangan elektronik"
hendaklah disederhanakan menjadi "tanda
14
Di akses dari tangan elektronik", agar lebih jelas dan
http://www.hukumonline.comiartikel_detail dengan
judul "Data Elektronik sebagai Alat Bukti Masih
Dipertanyakan" pada tanggal 30 Agustus 2008.
15 11 16
Pasal Undang-Undang No.11 tahun 2008 Pasal 12 Undang-Undang No.11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
No.58. No.58 .

24
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

mudah dimengerti karena tidak ada tanda elektronik dapat diringankan oleh saksi ahli
tangan elektronik tanpa data. karena penyelenggara sertifikasi tanda
Ketentuan-ketentuan Pasal 11 tangan elektroniklah yang mempunyai
merupakan syarat-syarat minimal (yang kemampuan teknis dan peralatan teknik
harus diintegrasikan dengan pasal 12) untuk membuktikan kehandalan dan
untuk dipenuhi agar sebuah tanda tangan keamanan prosedur yang mereka gunakan.
elektronik menikmati "asas praduga Pengaturan data elektronik sebagai alat
kehandalan" (presomption de fiabilite) yang bukti walau bagaimanapun telah
memberikan kekuatan hukum dan akibat melakukan pembaharuan mengenai
hukum yang sama dengan tanda tangan substansi hukum, yang ada dalam hukum
manuskrip. Tanda tangan elektronik acara pidana (KUHAP) Indonesia, HIR dan
securisee (diamankan/terkualifikasi) KUH Perdata. Tetapi perluasan alat bukti
seharusnya yang diatur dalam Peraturan tersebut akan terasa sia-sia jika aparat
Pemerintah nantinya dan berhak untuk penegak hukumnya belum siap atau belum
menikmati presomption de fiabilite. Kecuali mampu untuk itu dibutuhkan pengetahuan
dibuktikan lain, keuntungan dari asas ini dari kemampuan aparat penegak hukum
adalah jaminan praduga kehandalan dalam teknologi informasi serta keyakinan
identitas dari pengguna dan integritasnya dan pandangan yang luas hakim dalam
dengan akta yang dilekatinya. menafsirkan hukum sebagai upaya
Ketidakmampuan pengguna untuk penegakan hukum dunia mayantara di
menikmati asas ini, menciptakan kesulitan Indonesia.
kepada mereka dalam membuktikan 2. Yurisdiksi Hukum Pidana Dalam
kehandalan prosedur yang digunakannya. Penanggulangan Cybercrime
Dari sudut kekuatan hukum dan akibat Pengaturan teknologi informasi yang
hukum, jelaslah tipe securisie yang akan diterapkan oleh suatu negara berlaku untuk
mendapatkan nilai pembuktian lebih unggul setiap orang yang melakukan perbuatannya
daripada tanda tangan elektronik baik yang berada di wilayah negara
sederhana. tersebut maupun di luar negara apabila
Selain itu, menurut Penulis, butir (f) perbuatan tersebut memiliki akibat di
pada Pasal 11 ayat (1) sebaiknya dihapus Indonesia. Butuhnya pengaturan yurisdiksi
karena dari sudut pandang teknis, butir (e) ekstrateritorial dikarenakan suatu tindakan
sudah cukup untuk membuktikan bahwa yang merugikan kepentingan orang atau
Penandatangan telah memberikan negara dapat dilakukan di wilayah negara
persetujuamiya dengan menandatangani lain. Oleh karena itu, peraturan mengenai
akta elektronik tersebut dengan tanda cyberlaw harus dapat mencakup perbuatan
tangan elektronik miliknya. Munn, tintuk yang dilakukan di luar wilayah Indonesia
membuktikan apakah persetjjuan tapi merugikan kepentingan orang atau
Penandatangan tersebut datang tanpa negara dalam wilayah Indonesia.
unsur paksaan, digunakanlah fakta-fakta Undang-Undang No.11 tahun 2008
hukum dalam proses peradilanlah, bukan tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
piranti lunak yang digunakan. (UU 11E) telah mengatur masalah yurisdiksi
Sistem beban pembuktian terhadap yang di dalamnya sudah menerapkan asas
tanda tangan elektronik hendaknya universal. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 2
diserahkan kepada penyelenggara UU ITE:
sertifikasi tanda tangan elektronik. Dengan Undang-Undang ini berlaku untuk setiap
demikian, kesulitan hakim dalam hal Orang yang melakukan perbuatan
membuktikan unsur-unsur tersebut hukum sebagaimana diatur dalam
terutama dengan menggunakan alat bukti undang-undang ini, baik yang berada di

25
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

wilayah hukum Indonesia maupun di ketentuan khusus terhadap tindak


luar wilayah hukum Indonesia, yang pidana teknologi informasi.
memiliki akibat hukum di wilayah hukum - Subjek hukum tidak hanya terhadap
Indonesia dan/atau di luar wilayah perorangan baik warga negara Indonesia
hukum Indonesia dan merugikan ataupun warga negara asing yang
kepentingan Indonesia. 17 memiliki akibat hukum di Indonesia
tetapi juga 'terhadap badan hukum asing
Undang-Undang ini memiliki jangkauan (koorporasi)
yurisdiksi tidak semata-mata untuk Berlakunya asas-asas ruang hukum
perbuatan hukum yang berlaku di pidana dalam KUHP sebenarnya tidak perlu
Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga lagi diatur di dalam UU ITE, maka lebih
negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk aman dan lebih luas jangkauannya apabila
perbuatan hukum yang dilakukan di luar UU ITE menegaskan berlakunya asas-asas
wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik ruang berlakunya hukum pidana menurut
oleh warga negara Indonesia maupun KUHP dengan menambah/memperluas hal-
warga negara asing atau badan hukum hal yang belum ditegaskan dalam KUHP.
Indonesia maupun badan hukum asing yang Problema dalam penerapan pengaturan
memiliki akibat hukum di Indonesia, yurisdiksi ekstrateritorial adalah dalam hal
mengingat pemanfaatan Teknologi penegakan hukumnya. Beberapa komplain
Informasi untuk Informasi Elektronik dan sering dilakukan oleh beberapa kedutaan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas besar, yang disalurkan melalui interpol ke
teritorial atau universal. Yang dimaksud Mabes Polri atau yang disalurkan ke
dengan "merugikan kepentingan Indonesia" Kepolisian Daerah mengalami jalan buntu.
adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada Penyelidikan dan penyidikan atas
menigikan kepentingan ekonomi nasional, komplain yang tidak tuntas tersebut
perlindungan data strategis, harkat dan dikarenakan berbagai faktor seperti faktor
martabat bangsa, pertahanan dan keterbatasan sumber daya manusia yang
keamanan negara, kedaulatan negara, dimiliki aparat penegak hukum, faktor
warga negara, serta badan hukum biaya, sarana atau fasilitas, sulitnya
Indonesia.18 menghadirkan korban juga dikarenakan
Berdasarkan Pasal 2 dan penjelasan faktor prinsip kedaulatan wilayah dan
UUITE path dasarnya tetap dianut asas-asas kedaulatan hukum masing-masing Negara.
ruang berlakunya hukum pidana dalam Menurut Masaki Hamano sebagaimana
KUHP yaitu didasarkan path asas teritorial dikutip oleh Barda Nawawi Arief Ada tiga
(pasal 2-5 KUHP), asas personal/nasional lingkup yurisdiksi di ruang maya
aktif (pasal 7 KUHP), dan asas universal (cyberspace), yang dimiliki suatu negara
(pasal 8 KUHP), hanya ada perubahan dan berkenaan dengan penetapan dan
perkembangan formulasinya yaitu: pelaksariaan pengawasan terhadap setiap
- Memuat ketentuan tentang lingkup peristiwa, setiap orang dan setiap benda.
yurisdiksi yang bersifat transnasional Ketiga katagori yurisdiksi tersebut, yaitu:19
dan internasional serta memuat 1. Yurisdiksi Legislatif (legislatif jurisdiction
atau jurisdiction to prescribe);
17
Pasal 2 Undang-Undang No.11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara
19
No.58. Masaki Hamano,"Comparative Study in the
18
Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No.11 tahun Approach to Jurisdiction in Cyberspace" Chapter:
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, The Principle of Jurisdiction,,hal.l. lihat dalam
diundangkan pada 28 April 2008, Lembaran Negara Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara,
No.58. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.,ha1.27-28.

26
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

2. Yurisdiksi Yudisial (judicial jurisdiction tergantung dari pembuktian dan


atau jurisdiction to adjudicate); dan yuridiksi yang ditentukan oleh undang-
3. Yurisdiksi Eksekutif (executive jurisdiction undang.
atau jurisdiction to enforce). 2. Kebijakan pemerintah Indonesia
Berdasarkan ketiga katagori yurisdiksi dengan diundangkannya Undang-
menurut Masakl Hamano di atas perbuatan Undang No. 11 tahun 2008 tentang
yang dapat menimbulkan masalah dalarn Informasi dan Transaksi Elektroriik (UU
UU ITE ketika warga negara Indonesia ITE) merupakan payung hukum
melakukan tindak pidana di luar Indonesia pertama yang mengatur dunia siber
(asas persona/nasionalitas aktif) tanpa (cyberlaw), sebab muatan dan
akibatnya dirasakan di Indonesia. Hal cakupannya yang luas dalam
tersebut sangat terkait dengan masalah membahas pengaturan di dunia maya
yurisdiksi judisial (kewenangan mengadili seperti perluasan alat bukti elektronik
atau menerapkan hukum) dan yuriisdiksi sama dengan alat bukti yang sudah
eksekutif (kewenangan melaksanakan dikenal selama ini, diakuinya tanda
putusan) karena masalah yurisdiksi tangan elektronik sebagai alat
judisial/adjudikasi dan yurisdiksi eksekutif verifikasi, dan autentikasi yang sah
sangat terkait dengan kedaulatan wilayah suatu dokumen elektronik, serta
dan kedaulatan hukum masing-masing pengaturan perbuatan-perbuatan yang
Negara, karena konstitusi suatu negara dilakukan dalam cyberspace sebagai
tidak dapat dipaksakan kepada negara lain suatu tindak pidana. Peraturan
karena dapat bertentangan dengan mengenai cyberlaw harus dapat
kedaulatan dan konstitusi negara lain, oleh mencakup perbuatan yang dilakukan di
karena itu hanya berlaku di negara yang luar wilayah Indonesia tapi merugikan
bersangkutan saja, sehingga dibutuhkan kepentingan orang atau negara dalam
kesepakatan Internasional dan kerjasama wilayah Indonesia. Undang-Undang
dengan negara-negara lain dalam No.11 tahun 2008 tentang Informasi
menanggulangi tindak pidana teknologi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) telah
informasi. mengatur masalah yurisdiksi yang di
dalamnya sudah menerapkan asas
PENUTUP universal.
A. KESIMPULAN
1. Dalam menjamin keamanan, keadilan B. SARAN
dan kepastian hukum dalam penegakan 1. Diaturnya alat pembuktian inforinasi,
hukum di dunia cyber dapat terlaksana dokumen elektronik dan tanda tangan.
dengan baik maka harus dipenuhi 4 elektronik yang dapat digunakan
(empat) syarat yaitu: (1) Adanya aturan secara hukum diharapkan dapat
perundang-undangan khusus yang memudahkan pelaksanaan penegakan
mengatur dunia cyber. (2) Adanya hukum terhadap tindak pidana
lembaga yang akan menjalankan teknologi informasi di Indonesia, tetapi
peraturan yaitu polisi, jaksa dan hakim hal tersebut haras didukung dengan
khusus menangani cybercrime . (3) pengetahuan dan keterampilan, serta
Adanya fasilitas atau sarana untuk kerja sama antara aparat penegak
mendukung pelaksanaan peraturan itu. hukum balk lingkup regional maupun
(4) Kesadaran hukum dari masyarakat internasional mengingat tindak pidana
yang terkena peraturan. Selain ke 4 cybercrime yang borderless.
(empat) syarat tersebut penegakan 2. Yurisdiksi cyberspace sangat
hukum di dunia maya juga sangat berpengaruh dalam penegakan hukum

27
Lex Crimen Vol. II/No. 6/Oktober/2013

mengingat jarak, biaya dan ------------., dan Mardjono Reksodiputro,


kedaulatan masing-masing negara. Paradoks Dalam Kriminologi, Rajawali
Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama Press, Jakarta, 1989.
Internasional baik mutual assistance, Sapardjaja. Komariah Emong., Ajaran Sifat
perjanjian ekstradisi dan kesepakatan Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum
atau kerjasama dengan negara-negara Pidana Indonesia. Bandung: Alumni,
lain terkait kejahatan cybercrime 2002.
dalam upaya penegakan hukum dalam Silalahi, Darwin. “Banyak Negara Bersiap
menanggulangi tindak pidana teknologi dengan Ekononmi Berbasis Internet,“
informasi. Harian Kompas,. Tanggal 10 April 2000.
Soemadipradja. R Achmad S., Hukum
DAFTAR PUSTAKA Pidana dalam Yurisprudensi. Bandung:
lbrahim. Johannes., Kartu Kredit Dilematis Armico, 1990.
Antara Kontrak dan Kejahatan. Bandung:
Refika Aditama, 2004. Lain-Lain:
Meliala. Adrianus., Menyingkap Kejahatan Abidin M Asyek www.groups.
Krah Putih. Jakarta: Pustaka Sinar google.mm/group/imssumatra
Harapan,1993. Majalah CyberTECH , dengan judul “Steven
Moeljatno. Perbuatan Pidana dan Haryanto” ,6 November 2002.
Pertanggungjawaban Dalam Hukum Majalah Gatra No.23 Tahun XIV17-23 April
Pidana. Yogyakarta: 1969. 2008.
-------------., Asas-Asas Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Jakarta, Bina Aksara, 1983 Tentang Informasi dan Transaksi
Nitibaskara, Tubagus Ronny Rahman., Elektronik
Ketika Kejahatan Berdaulat: Sebuah Undang-Undang Nomor 7 Tahnn 1992
Pendekatan Kriminologi, Hukum dan tentang Perbanbankan junto Undang-
Sosiologi,Peradaban, Jakarta, 2001. Undaag Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Pattiradjawane, Rene L., “Globalisasi dan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
Teknologi Menuju Keseimbangan Baru,” 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Harian Kompas, Tanggal 28 April 2000. www.bankgaransi blogspot.com. Modus
Pontier, J.A. (Penerjemah: B. Arief Kejahatan Kartu ATM dan Kartu Kredit.
Sidharta). Penemuan Hukum. Bandung: www.idsirtii.or.id. Mewaspadai Kejahatan
Jendela Mas Pustaka, 2008. Layanan Perbankan Elektronik. 2010
Rahardjo. Agus., Cybercrime. Pemahaman
dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi. Bandung: Citta Aditya
Bakti, 2002.
Reksodiputro, Mardjono., Sistem Peradilan
Pidana Indonesia (Melihat Pada
Kejahatan dan Penegakan Hukum Dalam
Batas-Batas Toleransi), Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam
bidang Ilmu Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
30 Oktober 1993.
Sahetapy, J.E., Teori Kriminologi Suatu
Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1992.

28

Anda mungkin juga menyukai