Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi
Gastroentritis atau Diare Akut merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan
volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/ hari
dan pada neonatus lebih dari 4 kali/ hari. (A. Aziz Hidayat, 2008).
Gastroenteritis atau diare adalah buang air besar (defikasi) dengan tinja berbentuk
cair/setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari pada biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. (Sudoyo, Aru, 2009)
Gastroenteritis atau Diare akut adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
(biasanya 3 kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa Gastroentritis atau diare akut merupakan inflamasi lambung
dan usus yang disebabkan oleh bakteri, usus, dan pathogen, yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/sehari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair).

B. Etiologi

Menurut Ngastiyah (2009) penyebab terjadinya gastroenteritis ada 5 faktor, yaitu :


1. Faktor Infeksi adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
gastroentritis pada infeksi internal, meliputi :
a. Infeksi bakteri
Vibrio, E Coli, Samonela, Shigella, Campylobachter, yersinia, aeromonas dan
sebagainya.
b. Infeksi virus
Ento (virus echo), coxsackie, poliomytis, adenovirus, rotavirus, astovirus, dan lain-lain.
c. Infeksi parasit
Cacing, protozoo, dan jamur

2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat meliputi air di sakarida (intoleransi lactora, maltose, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, friktosa, dan gluktosa), pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering intoleransi laktosa. Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu
(susu sapi mengandung 50 mg laktosa perliter). Maka pada bayi dam balita diare intoleransi
laktosa mendaat perhatian khusus. Penyababnya karena pada bayi pembentukan enzim
lipase yang berfungsi memecah laktosa belum sempurna, sehingga menyababkan bayi diare,
dan lipase akan berfungsi optimal saat berusia 4-6 bulan. Kondisi ini biasanya terjadi pada
usia bayi 1-2 bulan dan tidak menyababkan berat badannya turun. Selain itu malabsorbsi
lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor Kebersihan
Penggunaan botol susu, air minum tercemar dengan bakteri tinja, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor Psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan gastoentritis karena dapat merangsang
peningkatan peristaltic usus.

C. Klasifikasi
Menurut Sunato gastroentritis dapat diklasifikasikan mejadi tiga, yaitu : (Sunato,2009)
1. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan :
a. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik : diare dietetis.
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
a. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan oleh bakteri,
virus dan parasit.
b. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya: diare karena
bronkhitis.
3. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak, berlangsung
cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari. Hanya 25% sampai 30% pasien yang
berakhir melebihi waktu 1 minggu dan hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14
hari.
b. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak
Indonesia (PIB – BK GAI) ke 1× di Palembang, disetujui bahwa definisi diare kronik
ádalah diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih. (sunato,2009).

D. Patofisiologi
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi
karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan
elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel,
penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan
maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya
virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada Gastroenteritis akut. Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu
penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan
sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
terjadi diare. Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi)
yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.(Sudoyo
Aru,2009).
Pathway
E. Gejala Klinis
Menurut Kliegman tanda gejala gastroenteritis, yaitu : (Kliegman,2010)
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Terdapat tanda gejala dehidrasi : turgor kuit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-ubun
dan mata cekung, membrane mukosa kering.
3. Demam
4. Nafsu makan berkurang
5. Mual dan muntah
6. Anoreksia
7. Lemah
8. Pucat
9. Nyeri abdomen
10. Perih di ulu hati
11. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat Menurun atau tidak adanya
pengeluaran urine.

Bila penderita telah banyak kehilangan banyak cairan elektrolit, maka gejala dehidrasi
tampak. Menurut Nelson (2009), ada 3 tingkatan dehidrasi, yaitu:
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit kurang
elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok, ubun-ubun dan mata
cekung, minum normal, kencing normal.
2. Dehidrasi sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit jelek,
suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam. gelisah, sangat haus,
pernafasan agak cepat, ubun-ubun dan mata cekung, kencing sedikit dan minum normal.
3. Dehidrasi berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-tanda
dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-otot
kaku sampai sianosis, denyut jantung cepat, nadi lemah, tekanan darah turun, warna urine
pucat, pernafasan cepat dan dalam, turgor sangat jelek, ubun-ubun dan mata cekung
sekali, dan tidak mau minum. Atau yang dikatakan dehidrasi bila:
a. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% atau rata-rata 25ml/kgBB.
b. Dehidrasi sedang: kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB.
c. Dehidrasi berat: kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB.

F. Pemeriksaan Penunjang/Diangnostik
1. Pemeriksaan Tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis.
b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga
terdapat intoleransi gula.
c. Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

2. Pemeriksaan Darah

a. pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit (Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor)
dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.

b. Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.

3. Intubasi Duodenum (Doudenal Intubation).


Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama
dilakukan pada penderita diare kronik.

G. Terapi/Tindakan Penanganan
1. Terapi Famakologi
a. Obat-obatan Antiemetik
Untuk mengatasi muntah
b. Obat-obatan anti diare
Pengeluaran feces yang berlebihan dapat diberikan obat-obat anti diare serta dapat
diberikan oralit.
c. Pemberian air minum
Pemberian air minum yang mengandung natrium cukup memadai untuk mengatasi
ketidakseimbangan yang terjadi.
d. Pemberian cairan intravena
Pada kekurangan cairan yang berat, maka diperlukan pemberian cairan intravena.
Larutan garam isotonik (0,9%) merupakan cairan infus terpilih untuk kasus-kasus
dengan kadar natrium mendekati normal, karena akan menambah volume plasma.
Segera setelah pasien mencapai normotensi, separuh dari larutan garam normal
(0,45%) diberikan untuk menyediakan air bagi sel-sel dan membantu pembuangan
produk-produk sisa metabolisme.
e. Pemberian bolus cairan IV
Pemberian bolus cairan IV awal dalam suatu uji beban cairan, untuk mengetahui
apakah aliran kemih akan meningkat, yang menunjukkan fungsi ginjal normal.
2. Terapi Non Farmakalogi
Penanganan penderita gastroenteritis secara non farmakologi antara lain:
a. Pemberian Makanan.
b. Makanan yang diberikan pada penderita gastroenteritis adalah makanan yang mudah
dicerna seperti makanan setengah padat (bubur). Pada bayi dapat diberikan susu (ASI
atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh). Air
susu ibu (ASI) mempunyai khasiat preventif secara imunologi dengan adanya
antibodi dari zat-zat lain yang dikandungnya.
c. Menjaga kebersihan lingkungan disekitar tempat penderita.
d. Selalu membiasakan untuk mencuci tangan dengan bersih.

H. Komplikasi
Menurut Kliegman ada 8 komplikasi gastroenteritis, yaitu : (kliegman,2010)
1. Demam
2. Dehidrasi
3. Hipokalemia
4. Hipokalsemia
5. Ilues peristaltic
6. Hiponatremi
7. Syok hipovalemik
8. Asidosis

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
RUANG RAWAT :
TANGGAL RAWAT :
NO MEDREC :
TANGGAL PENGKAJIAN :
I. PENGUMPULAN DATA
a. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Agama :
Pekerjaan :
Status marital :
Diagnosa medis :
Alamat :
b. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan Utama
b. Kronologis keluhan
2. Riwayat Penyakit Masa Lalu
3. Riwayat Psikososial dan Spiritual
4. Pola kebiasaan sehari-hari
c. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital :
Kesadaran
Kesadaran umum
d. Data Penunjang
e. Terapi

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit berhubungan dengan kehilangan natrium
dan klorida
5. Anoreksia berhubungan dengan metabolism oleh bakteri.(Nanda,2011)

C. Intervensi

No Dx . Tujuan/Kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1 Defisit volume NOC : NIC :
cairan 1. Fluid balance Fluid Monitoring
berhubungan 2. Hydration 1. Pertahankan catatan
3. Nutritional Status : Food
dengan intake dan output yang
and Fluid Intake
output cairan kriteria hasil: akurat
yang 1. Mempertahankan urine
berlebihan. output sesuai dengan 2. Monitor status hidrasi
usia dan BB, BJ urine ( kelembaban membran
normal, mukosa, nadi adekuat,
2. Tekanan darah, nadi, tekanan darah
suhu tubuh dalam batas ortostatik ), jika
normal diperlukan
3. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas 3. Monitor hasil lab yang
turgor kulit baik,
membran mukosa sesuai dengan retensi

lembab, tidak ada rasa cairan (BUN , Hmt ,

haus yang berlebihan osmolalitas urin,


4. Orientasi terhadap albumin, total protein )
waktu dan tempat baik.
5. Jumlah dan irama 4. Monitor vital sign setiap
pernapasan dalam 15menit – 1 jam
batas normal
6. Elektrolit, Hb, Hmt 5. Kolaborasi pemberian
dalam batas normal cairan IV
7. pH urin dalam batas
normal 6. Monitor status nutrisi
8. Intake oral dan
intravena adekuat
7. Berikan cairan ora

8. Berikan penggantian
nasogatrik sesuai output
(50 – 100cc/jam)

9. Dorong keluarga untuk


membantu pasien
makan

10. Kolaborasi dokter jika


tanda cairan berlebih
muncul meburuk

11. Atur kemungkinan


tranfusi

12. Persiapan untuk


tranfusi

13. Pasang kateter jika


perlu

14. Monitor intake dan urin


output setiap 8 jam
2 Gangguan NOC : NIC :
1. Nutritional status: Adequacy of
kebutuhan Nutrition Management
nutrient.
nutrisi kurang 1. Kaji adanya alergi
dari 2. Nutritional Status : food and makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
kebutuhan Fluid Intake.
3. Weight Control gizi untuk menentukan
tubuh
Kreteria hasil :
jumlah kalori dan nutrisi
berhubungan 1. Mual, muntah berkurang/tidak
yang dibutuhkan pasien
dengan mual ada 3. Yakinkan diet yang
dan muntah 2. Nafsu makan meningkat
3. Diet dihabiskan dimakan mengandung
4. Turgor kulit elastis tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5. Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
6. Monitor lingkungan
selama makan
7. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan
seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan
yang adekuat dapat
dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler
atau fowler tinggi selama
makan
16. Anjurkan banyak minum
17. Pertahankan terapi IV line
3 Gangguan NOC : NIC :
Pain Management
rasa nyaman 1. Pain Level
1. Lakukan pengkajian
2. pain control
nyeri
3. comfort level nyeri secara
berhubungan
komprehensif termasuk
dengan
lokasi, karakteristik,
distensi
Kriteria hasil: durasi, frekuensi,
abdomen.
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor
(tahu penyebab nyeri, presipitasi
2. Observasi reaksi
mampu menggunakan
nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi
ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri,
3. Bantu pasien dan
mencari bantuan)
keluarga untuk mencari
2. Melaporkan bahwa nyeri
dan menemukan
berkurang dengan
dukungan
menggunakan manajemen
4. Kontrol lingkungan yang
nyeri
dapat mempengaruhi
2. Mampu mengenali nyeri
nyeri seperti suhu
(skala, intensitas, frekuensi
ruangan, pencahayaan
dan tanda nyeri)
3. Menyatakan rasa nyaman dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi
setelah nyeri berkurang
4. Tanda vital dalam rentang nyeri
6. Kaji tipe dan sumber
normal
5. Tidak mengalami nyeri untuk menentukan
gangguan tidur intervensi
7. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali

Daftar Pustaka

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Ngastiyah. 2009. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: EGC.

Behrman., Kliegman. & Arvin. 2010. Nelson Ilmu Kesehatan Anak( edisi: 15, vol
2). Jakarta : EGC. 854 – 856.

Nelson WE, ed. Ilmu kesehatan anak. 15th ed. Alih bahasa. Samik Wahab.
Jakarta: EGC, 2009 : (1): 561-3.

Hudak & Gallo, 2007. Keperawatan Kritis, edisi VI. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai