Anda di halaman 1dari 13

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Keragaman Vegetasi Gulma

Tabel 1. Pengamatan analisis vegetasi gulma pada lahan penelitian

Kerapatan Kerapatan FR INP


No Spesies Jumlah F
ind/m² relatif (%) (%)
1 Ottochloa nodusa 3369 3369 71.286 1 28.571 99.857
2 Setaria barbata 116 116 2.454 0.4 11.428 13.882
3 Ageratum conyzoides 1044 1044 22.090 0.9 25.714 47.804
Melastoma
4 46 46 0.973
malabathricum 0.3 8.571 9.544
5 Mimosa pudica 54 54 1.142 0.2 5.714 6.856
Paspalum
6 1 1 0.021
scrobiculatum 0.1 2.857 2.878
7 Pteredium aquilium 29 29 0.613 0.2 5.714 6.327
8 Micania micranta 11 11 0.232 0.1 2.857 3.089
9 Dipalazium asperum 11 11 0.232 0.1 2.857 3.089
Mucuna
10 42 42 0.888
cochinchinensis 0.1 2.857 3.745
11 Lamtana Camara 3 3 0.063 0.1 2.857 2.920
Total 4726 4726 100 3.5 100 200
Keterangan : KR = Kerapatan relatif
F = Frekuensi
FR = Frekuensi Relatif
INP = Indeks Nilai Penting

Data yang telah didapatkan dari lapangan kemudian dilakukan pengolahan

data dengan menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif,

indeks nilai penting, dan indeks keanekaragaman. Cara menghitungnya dapat di

lihat pada lampiran.

Pada tabel 1 menunjukkan bahwa gulma yang ditemukan di lapangan

terdapat 11 jenis spesies gulma yang terdiri dari Ottochloa nodusa, Setaria

barbara, Ageratum conyzoides, Melastoma malabathricum, Mimosa pudica,

Paspalum scrobiculatum, Pteridium aquilinum (pakis), Micania micranta,

Dipalazium asperum, Mucuna cochinchinensis, Lamtana camara .

Kerapatan merupakan menggambarkan bahwa jumlah atau banyaknya

individu suatu jenis yang menjadi anggota suatu komunitas tumbuhan dalam suatu
luasan tertentu, kerapatan ini ditentukan berdasarkan jumlah individu rata-rata

dibagi luasan area pangamatan. Berdasarkan hasil analisis vegatasi yang telah

dilakukan pada kebun kelapa sawit ditemukan nilai kerapatan spesies gulma dari

yang paling tinggi sampai terendah. Ottochloa nodusa memiliki nilai kerapatan

tertinggi 3369 ind/m (33.690.000 ind/Ha) dan kerapatan relatifnya 71.286 %.

Sedangkan Paspalum scrobiculatum memiliki nilai kerapatan terendah yaitu 1

ind/m² (10.000 ind/Ha) dengan kerapatan relatif 0,021 %.

Nilai kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies

bersangkutan pada satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan

gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi penelitian. Nilai

kerapatan belum dapat memberikan gambaran tentang bagaimana distribusi dan

pola penyebarannya (Sukman dan Yakub, 2002).

Frekuensi menggambarkan distribusi atau peyebaran serta kehidupan suatu

jenis tumbuhan terhadap suatu daerah. Frekuensi dapat dihitung dari pemunculan

tiap jenis tumbuhan dalam tiap areal pengamatan. Berdasarkan hasil analisis

vegetasi yang telah dilakukan pada kebun kelapa sawit ditemukan nilai frekuensi

spesies gulma dari yang paling tinggi sampai terendah. Ottochloa nodusa dan

Ageratum conyzoides merupakan jenis gulma yang mempunyai nilai frekuensi

mutlak dan nisbi tertinggi, yaitu sebesar 1 artinya dari total 5 plot yang diamati di

lokasi penelitian sekitar 28,571 % terdapat gulma tersebut. Paspalum

scrobiculatum, Micania micranta, Dipalazium asperum, Mucuna cochinchinensis,

dan Lamtana camara dengan nilai frekuensi terendah 0,1 dengan nilai frekuensi

relatif 2,857 %.
Nilai F (frekuensi) suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh idensitas

dan pola distribusinya. Nilai distribusi hanya dapat memberikan informasi tentang

kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum memberikan gambaran

tentang jumlah individu pada masing-masing plot.

INP (Indeks nilai penting) ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu

jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan

kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting dihitung

berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR)

dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan ellenberg, 1974;

Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Indeks nilai penting gulma perkebunan kelapa sawit ditemukan nilai

tertinggi adalah spesies Ottochloa nodusa dengan nilai 99,857 %. Ini berarti jenis

gulma ini memiliki peranan penting dibanding jenis lain, dengan kemampuan

gulma ini bertahan hidup dan berkembang baik dapat dilihat dari jumlah nilai

pentingnya.

4.2 Presentase Kematian Gulma

Hasil analisa sidik ragam 1 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) sampai 6

Minggu Setelah Aplikasi (MSA) tertera pada Lampiran. Diketahui bahwa

perlakuan penggunaan ekstrak kulit jengkol berpengaruh nyata terhadap

persentase kematian gulma pada 1 Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Dan

perlakuan penggunaan herbisida glyphosate berpengaruh sangat nayata pada 1

Minggu stelah Aplikasi (MSA). persentase kematian gulma pada 1 Minggu


Setelah Aplikasi (MSA) pada perlakuan penggunaan ekstrak kulit jengkol dan

herbisida glyphosate tertera pada Tabel 2,3 dan 4.

Tabel 2. Daftar sidik ragam presentse kematian gulma 1 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA) Anova RAK Faktorial

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket


Blok 2,00 1299,1250
J 3,00 1768,063 589,354 3,65 2,92 4,51 *
G 3,00 22196,396 7398,7986 45,81 2,92 4,51 **
JxG 9,00 5491,688 610,1875 3,78 2,21 3,07 **
Galat 30,00 4845,54 161,5181
Total 47,00 35600,81
FK= 285054,19 Ket: *=nyata
KK= 16,49% **=sangat nyata
tn=tidak nyata

Tabel 3. Daftar tabel Duncan's Multiple Range Test ekstrak kulit jengkol

SD rp RP Perlakuan Rataan Rataan-Rp Notasi


3,66877 2,89 10,59539385 J2 81,918 71,323 a
3,66877 3,04 11,13470233 J1 80,915 69,780 a
3,66877 3,13 11,48690379 J3 78,668 67,181 a
3,66877 3,20 11,73637982 JO 66,750 55,014 b

Rataan persentase kematian gulma paling tinggi pada ekstrak kulit jengkol

diperoleh pada perlakuan J2 yaitu dengan dosis 3,75 ml sebesar 81,918% dengan

rataan-Rp nya 71,323. Hasil penelitian ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan

J1 dengan dosis 2,5 ml dan perlakuan J3 dengan dosis 5 ml. Dengan hasil Rataan

nya masing-masing J2 80,915 % dan Rataan-Rp nya 69,780, sementara hasil

rataan J3 mencapai 78,668% dengan Rataan-Rp nya mencapai 67,181. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa cara mengesktrak dan jenis gulma sangat

berpengaruh terhadap herbisida nabati ekstrak kulit jengkol. Dari hasil penelitian,
ekstrak kulit buah jengkol sangat efektif pada gulma berdaun sempit seperti

Ottochloa nodusa. Dari penelitian Donny R.R Lumbanraja, bahwa terdapat

pengaruh pelakuan dan hari terhadap jumlah gulma yang terbakar dan kering.

Dalam penelitian ini Donny R.R Lumbanraja mengesktrak kulit jengkol dengan

cara manual, yaitu dengan langkah Kulit buah jengkol disiapkan sebanyak 3 kg

dan air sebanyak 300 ml lalu Kulit buah jengkol dicuci bersih dipotong kecil-kecil

dan ditimbang sesuai perlakuan, 1 kg kulit buah jengkol diblender dengan

campuran air sebanyak 100 ml serta disaring untuk memisahkan ampasnya.

Tabel 4. Daftar tabel Duncan's Multiple Range Test herbisida glyphosate

DMRT G
SD rp RP Perlakuan Rataan Rataan-Rp Notasi
3,66877 2,89 10,59539385 G2 90,420 79,825 a
3,66877 3,04 11,13470233 G3 89,420 78,285 a
3,66877 3,13 11,48690379 G1 88,590 77,103 a
3,66877 3,20 11,73637982 GO 39,830 28,094 b

Rerataan persentase kematian gulma paling tinggi pada herbisida

glyphosate diperoleh pada perlakuan G2 yaitu dengan dosis 3 cc sebesar 90,420%

dengan rataan-Rp nya 79,825 . Hasil penelitian ini tidak berbeda nyata dengan

perlakuan G3 dengan dosis 4 cc dan perlakuan G1 dengan dosis 2 cc. Dengan

hasil Rataan nya masing-masing G3 89,420% dan Rataan-Rp nya 78,285,

sementara hasil rataan G1 mencapai 88,590 dengan Rataan-Rp nya mencapai

77,103. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu, cara yang tepat, dan dosis

sangat berpengaruh terhadap hasil. Hal ini didukung pernyataan Rakian dan

Muhidin (2008), bahwa salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam

penggunaan herbisida untuk mendapatkan hasil pengendalian yang diinginkan


yaitu pengendalian gulma yang efektif dalam jumlah sedikit, selektif dan sistemik

ialah penggunaan dosis yang tepat tingginya. Glifosat merupakan herbisida

sistemik yang mampu mengendalikan gulma dengan cara menghambat proses

metabolisme protein, glifosat aktif ditranslokasikan dari bagian vegetatif ke

bagian akar, gejala keracunan akibat glifosat akan terlihat 7-10 hari setelah

aplikasi (Varshney dan Shondia, 2004).

4.3 Presentase interaksi ekstrak kulit jengkol dan herbisida ghlyphosate

terhadap kematian gulma

Dari hasil penelitian antara interaksi ektrak kulit jengkol dan herbisida

glyphosate selama 6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA), perlakuan J1G1

mendapatkan hasil yang tertinggi. Dengan rataan J1G1 sebesar 100% dan rataan-

Rp nya mencapai 91,577. Presentase interaksi keduanya dapat di lihat pada tabel

5.

Tabel 5. Daftar tabel Duncan's Multiple Range Test interaksi ekstrak kulit jengkol
dab herbisida glyphosate.

DMRT JxG
SD rp RP Perlakuan Rataan Rataan-Rp Notasi
7,33753 2,89 21,19078769 J2G2 94,67 73,479 a
7,33753 3,04 22,26940466 J3G3 94,67 72,401 a
7,33753 3,13 22,97380757 J3G2 93,33 70,356 a
7,33753 3,20 23,47275964 J0G1 93 69,527 a
7,33753 3,25 23,84697369 J2G1 91,67 67,823 a
7,33753 3,39 24,87422794 J1G3 90,33 65,456 a
7,33753 3,322 24,37527587 J0G2 88,67 64,295 a
7,33753 3,349 24,57338919 J1G1 88 63,427 a
7,33753 3,371 24,73481486 J2G3 87,33 62,595 a
7,33753 3,389 24,86689041 J0G3 85,33 60,463 a
7,33753 3,405 24,98429089 J1G2 85 60,016 a
7,33753 3,418 25,07967879 J3G1 81,67 56,590 a
7,33753 3,429 25,16039162 J1G0 60 34,840 b
7,33753 3,439 25,23376692 J2G0 54 28,766 b
7,33753 3,447 25,29246717 J3G0 45 19,708 b
7,33753 3,454 25,34382988 J0G0 0 -25,344 c

Rataan presentase paling tiggi tingkat kematian antara interaksi ekstrak

kulit jengkol dan herbisida glyphosate terdapat pada perlakuan J2G2 dengan

rataan mencapai 94,67% dan rataan-Rp nya mencapai 73,479. Sementara rataan

presentase paling rendah tingkat kematian antara ekstrak kulit jengkol dan

herbisida glyphosate terdapat pada perlakuan J3G1 dengan rataan mencapai

81,67% dan rataan-Rp nya mencapai 56,590. Hal ini menunjukan bahwa interaksi

ekstrak kulit jengkol dan herbisida glifosat berpengaruh sangat nyata dengan

tingkat kematian mencapai 94,67%.

Dari penelitian sebelumnya yang di lakukan Donny R.R Lumbanraja

(2012), yaitu dengan cara mengekstrak kulit jengkol dengan cara manual

mendapatkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kematian

gulma. Nurjannah (2013), kulit buah jengkol segar mengandung senyawa fenolat,

flavonoid, dan asam galat. Kandungan senyawa tersebut, ujarnya, merupakan hasil

eskstrak kulit buah jengkol formulasi cair atau bubuk apabila digunakan saat

musim tanam maka akan menghambat pertumbuhan rumput tuton. “Alelokimia

kulit buah jengkol segar menurunkan serapan hara, laju fotosintesis dan

transportasi rumput tuton asal biji,” kata Nurjannah.

Sastroutomo (1992) menyebutkan glifosat merupakan herbisida yang

mempunyai spektum pengendali yang luas, bersifat tidak selektif, dan sangat

efektif (Duke dan Powles, 2008). Cara kerjanya mempengaruhi asam nukleat dan

sintesis protein, dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat

sintase yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik seperti triptofan,

tirosin dan fenilalanin (Wardoyo, 2010). Herbisida glifosat bersifat sistemik,


mengendalikan gulma dengan cara menghambat proses sintesis asam amino

(Taufiq 2003).

4.2. Persentase Pertumbuhan Gulma


Data hasil analisa sidik ragam terhadap pertumbuhan gulma terhadap

perlakuan ekstrak kulit jengkol dan herbisida glifosat pada 1 - 6 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA) tertera pada lampiran 4, 6, 8 dan 10. Diketahuai bahwa perlakuan

penggunaan ekstrak kulit jengkol berpengaruh tidak nyata, dan perlakuan

herbisida glifosat berpengaruh sangat nyata pada pertumbuhan gulma. Sementara

interaksi keduanya menunjukan bahwa ekstrak kulit jengkol dan herbisida glifosat

berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan gulma. Rataan

persentase pertumbuhan gulma pada perlakuan penggunaan ekstrak kulit jengkol

dan herbisida glifosat tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar sidik ragam presentse pertumbuhan gulma 6 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA)

SK db JK KT Fhit F.05 F.01 Ket


Blok 2,00 144,7917
J 3,00 39,583 13,194 1,02 2,92 4,51 tn
G 3,00 1577,083 525,6944 40,59 2,92 4,51 **
JxG 9,00 247,917 27,5463 2,13 2,21 3,07 tn
Galat 30,00 388,54 12,9514
Total 47,00 2397,92
FK= 4602,08 Ket: *=nyata
KK= 36,75% **=sangat nyata
tn=tidak nyata

4.3 Presensate pertumbuhan gulma pada perlakuan ekstrak kulit jengkol

pada 3-6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA)


Perlakuan %
3 MSA 4 MSA 5 MSA 6 MSA
J0 (Kontrol) 0,833 c 3,083 b 5,417 b 9,853 b
J1 (2,5 ml) 1,585 b 2,668 c 4,583 c 8,750 c
J2 ( 3,75) 1,583 b 3,333 b 4,998 c 9,583 b
J3 (5ml) 2,418 a 4,583 a 7,085 a 11,250 a

Presentase hasil pengamatan visual pertumbuhan gulma setelah perlakuan

pada Tabel 4.3 secara umum memperlihatkan bahwa pertumbuhan gulma mulai

tampak pada minggu ke 3. Perlakuan J0 dengan dosis 0 ml mempunyai tingkat

persentase pertumbuhan gulma yang sangat rendah yaitu sebesar 0,833 % pada 3

Minggu Setelah Aplikasi (MSA) dan mulai nampak pada 6 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA) yaitu sebesar 9,853 %. Data perlakuan J0 terdapat pertumbuhan

gulma dikarenakan pada perlakuan J0G1,J0G2, dan J0G3 terdapat perlakuan

kandungan larutan glifosat dengan dosis yang berbeda-beda.


Gambar 1. Grafik persentase pertumbuhan gulma

Hasil pengamatan visual memeperoleh data dari hasil rataan pengamatan

keseluruhan pada minggu ke 3 hingga minggu ke 6 menunjukkan bahwa pada

minggu ke 3 mulai tampak pertumbuhan gulma. Pada perlakuan ekstrak kulit

jengkol dengan taraf yang berbeda memperoleh hasil pertumbuhan gulma

meningkat setiap minggunya. Hasil tertingi di dapatkan pada minggu ke 6 dengan

perlakuan J3 dengan dosis 5 ml sebesar 11,250%.


4.4 Presensate pertumbuhan gulma pada perlakuan herbisida glifosat pada

3-6 Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

Perlakuan %
3 MSA 4 MSA 5 MSA 6 MSA
G0 (Kontrol) 0,000 b 0,000 b 0,000 b 0,000 b
G1 (2 ml) 1,000 a 2,670 a 5,420 a 12,080 a
G2 (3 ml) 2,330 a 4,170 a 6,250 a 12,500 a
G3 (4 ml) 3,080 a 6,830 a 10,420 a 14,580 a

Presentase hasil pengamatan visual pertumbuhan gulma setelah perlakuan

pada Tabel 4.4 secara umum memperlihatkan bahwa pertumbuhan gulma mulai

tampak pada minggu ke 3. Perlakuan G1 dengan dosis 2 ml mempunyai tingkat

persentase pertumbuhan gulma yang sangat rendah yaitu sebesar 1,000 % pada 3

Minggu Setelah Aplikasi (MSA) dan mulai nampak pada 6 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA) yaitu sebesar 12.080 %. Data perlakuan G0 tidak terdapat

pertumbuhan gulma dikarenakan pada perlakuan J1G0,J2G0,J3G0 terdapat

perlakuan kandungan larutan ekstrak kulit jengkol dengan dosis yang berbeda-

beda. Hal ini sejalan dengan pernyataan Nurjannah (2013), bahwa kulit buah

jengkol segar mengandung senyawa fenolat, flavonoid, dan asam galat.

Kandungan senyawa tersebut, ujarnya, merupakan hasil eskstrak kulit buah

jengkol formulasi cair atau bubuk apabila digunakan saat musim tanam maka akan

menghambat pertumbuhan rumput tuton. “Alelokimia kulit buah jengkol segar

menurunkan serapan hara, laju fotosintesis dan transportasi rumput tuton asal

biji,” kata Nurjannah.


Gambar 2. Grafik persentase pertumbuhan gulma

Hasil pengamatan visual memeperoleh data dari hasil rataan pengamatan

keseluruhan pada minggu ke 3 hingga minggu ke 6 menunjukkan bahwa pada

minggu ke 3 mulai tampak pertumbuhan gulma. Pada perlakuan herbisida glifosat

dengan taraf yang berbeda memperoleh hasil pertumbuhan gulma meningkat

setiap minggunya. Hasil tertingi di dapatkan pada minggu ke 6 dengan perlakuan

G3 dengan dosis 4 ml sebesar 14,580%.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, dapat di simpulkan bahwa :

1. Ada pengaruh herbisida glifosat terhapad pengendalian gulma kelapa sawit.

Hasil yang paling baik dari penelitian ini yang di peroleh 1 Minggu Setelah

Aplikasi (MSA) yaitu di perlakuan G2 dengan dosis 3 ml, memperoleh hasil

kematian gulma sebesar 90,420%.


2. Ada pengaruh herbisida nabati ekstrak kulit jengkol terhadap penngendalian

gulma kelapa sawit. Hasil yang paling baik dari penelitian ini di peroleh 1

Minggu Setelah Aplikasi (MSA) yaitu di perlakuan J2 yaitu dengan dosis 3,75

ml sebesar 81,918%. Ekstrak kulit buah jengkol sangat efektif pada gulma

berdaun sempit seperti Ottochloa nodusa.


3. Ada pengaruh interaksi ekstrak kulit jengkol dan herbisida glifosat pada

perlakuan J2G2 dengan rataan mencapai 94,67%.

5.2. Saran

1. Perlu penelitian lebih lanjut terhadap ekstrak kulit buah jengkol untuk

pengendalian gulma yang spesifik.


2. Di saran kan kepada peneliti selanjutnya untuk peneletian lebih lanjut terhadap

peningkatan dosis ekstrak kulit jengkol dan herbisida glifosat.

Anda mungkin juga menyukai