Anda di halaman 1dari 7

Tugas Mata Kuliah

Bionomika Peternakan

Pengaruh Bobot dan Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Fertilitas, Daya Tetas
dan Bobot Tetas Itik Lokal
Program Studi Peternakan

Disusun oleh:

Hutama Puranto Aji NIM: S661908004


Muhammad Rifki NIM: S661908007

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBALAS MARET
SURAKARTA
2019
I. Pendahuluan
Menteri pertanian menyatakan bahwa lebih dari 41 juta angkatan kerja (= 39%
total angkatan kerja pada tahun 2005) bekerja dan hidup dari pertanian yang dikenal
sebagai petani. Kontribusi keterlibatan 41 juta angkatan kerja pertanian tersebut pada
tahun 2005 terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebanyak 15,40% (Ditjennak,
2005). Tercatat PDB peternakan pada tahun yang sama sebanyak 2,13% PDB
pertanian. Riady (2006) mrnyatakan bahwa sektor peternakan berperan penting
terhadap ketahanan pangan serta upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di
Indonesia. Salah satunya adalah ternak itik yang tercatat berkontribusi sebanyak
38.700 ton daging, 180.300 ton serta 269,4 ton bulu (Ditjennak, 2005). Namun,
seiringi berjalannya waktu kualitas produksi dari ternak itik mengalami penurunan, hal
ini salah satunya disebabkan dengan penyediaan bibit pada faktor pemeliharaan.
Manajemen pemliharaan ternak itik di Indonesia masih berbasis pada
pemiliharaan secara tradisional sehingga berakibat pada produksi yang rendah.
Pemeliharaan itik secara insentif harus ditunjang dengan penyediaan bibit secara
berkelanjutan dalam jumlah besar. Namun, Ismoyowati dkk (2006) melaporkan bahwa
seleksi bibit itik yang dilakukan oleh peternak hingga saat ini masih berdasarkan pada
karakteristik bentuk atau morfologi tubuh dan produksi telur. Selain itu, kurangnya
pasokan day old ducks (DOD) yang seragam dan dalam jumlah besar menyebabkan
kebutuhan bibit itik belum bisa terpenuhi dikarenakan belum ada breeding modern
dalam skala besar untuk itik. Sehingga dilakukan upaya penetasan dalam skala besar
dengan menggunakan mesin tetas.
Konsep dasar mesin tetas adalah melakukan rekayasa terhadap mesin tetas yang
sedapat mungkin menyerupai perlakuan dan suhu yang diberikan oleh induknya saat
penetasan alami. Namun, biasanya peternak hanya memasukkan telur tetas ke dalam
mesin tetas tanpa memperhatikan bobot telur dan frekuensi pemutaran telur selama
proses penetasan. Shanaway (1994) mengemukakan bahwa bobot telur yang terlalu
besar atau terlalu kecil menyebabkan menurunnya daya tetas. Selain itu, Daulay et al
(2008) berpendapat bahwa proses pemutaran telur yang tidak teratur dapat
menyebabkan panas yang mengenai telur menjadi tidak merata sehingga embrio akan
lengket pada kerabang dan akhirnya menyebabkan kematian embrio. Oleh karenanya
diperlukan penelitian mengenai pengaruh bobot dan frekuensi pemutaran telur
terhadap bobot tetas, fertilitas dan daya tetas itik lokal.

II. Materi dan Metode


Materi
Telur itik lokal sebanyak 351 butir yang berasal dari Desa Ngarum, Kecamatan
Ngarum Kabupaten Sragen yang digunakan dalam penelitian ini dengan rasio induk
jantan:betina adalah 1:10 dan umur induk ± 56 Minggu. Bahan lain yang digunakan
adalah alkohol 70% dan formalin sebagai pembersih telur dan mesin tetas. Mesin tetas
manual dengan pengaturan suhu 37oC dan kelembaban 85%, timbangan, sprayer,
jangka sorong, thermohigrometer, candler dan nampan plastik.

Metode
Persiapan telur tetas, yaitu melakukan seleksi telur dengan cara menimbang dan
mengelompokkan telur sesuai dengan berat telur yang ingin diteliti serta mengukur
panjang dan lebar telur untuk mendapatkan nilai indeks telur. Selanjutnya, telur
dibersihkan dan diberi tanda tiap perlakuan pada kedua sisi yang berlawanan, lalu
dimasukkan ke dalam rak penetasan yang telah disterilkan dengan posisi telur bagian
tumpul diatas kemudian rak penetasan dimasukkan ke dalam mesin tetas.
Penelitian ini terdiri dari sembilan perlakuan, setiap perlakuan diulang sebanyak
tiga kali dan setiap ulangan terdiri dari 13 butir telur. Faktor pertama bobot telur (B),
perbedaan bobot telur dengan tiga level: B1 (53-60 g), B2 (61-68 g) dan B3 (69-76 g).
Faktor kedua frekuensi pemutaran (F) yaitu: F1 (empat kali/hari), F2 (enam kali/hari)
dan F3 (delapan kali/hari). Pemutaran telur dimulai hari keempat setelah telur masuk
mesin tetas. Perlakuan frekuensi pemutaran telur empat kali/hari (F1) pukul: 06.00,
12.00, 18.00, 24.00 WIB, enam kali/hari (F2): 06.00, 10.00, 14.00, 18.00, 22.00, 02.00
WIB dan delapan kali/hari (F3): 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, 18.00, 21.00, 24.00, 03.00
WIB dengan desain rincia yang tertera pada tabel 1. Itik yang baru menetas diberi
tanda, dibiarkan hingga bulu kering dan kemudian ditimbang. Peubah yang diamati
adalah fertilitas, daya tetas dan bobot tetas.
Jumlah telur infertil
Fertilitas = x 100%
Jumlah telur masuk

Jumlah telur menetas


Daya tetas = x 100%
Jumlah telur fertil

Bobot tetas dihitung dengan cara menimbang DOD setelah bulu kering.
Tabel 1. Desain Penelitian
Bobot Telur Frekuensi Pemutaran Jumlah Telur
B1 = 53-60 gr F1 = 4 kali sehari (06.00;
39 butir
12.00; 24.00 WIB)
F2 = 6 kali sehari (06.00;
10.00; 14.00; 18.00; 22.00; 39 butir
02.00 WIB)
F3 = 8 kali sehari (06.00;
09.00; 12.00; 15.00; 18.00; 39 butir
21.00; 24.00; 03.00 WIB)
Jumlah 117 butir
B2 = 61-68 g F1 = 4 kali sehari (06.00;
39 butir
12.00; 24.00 WIB)
F2 = 6 kali sehari (06.00;
10.00; 14.00; 18.00; 22.00; 39 butir
02.00 WIB)
F3 = 8 kali sehari (06.00;
09.00; 12.00; 15.00; 18.00; 39 butir
21.00; 24.00; 03.00 WIB)
Jumlah 117 butir
B2 = 61-68 g F1 = 4 kali sehari (06.00;
39 butir
12.00; 24.00 WIB)
F2 = 6 kali sehari (06.00;
10.00; 14.00; 18.00; 22.00; 39 butir
02.00 WIB)
F3 = 8 kali sehari (06.00;
09.00; 12.00; 15.00; 18.00; 39 butir
21.00; 24.00; 03.00 WIB)
Jumlah 117 butir
Total Jumlah Telur 351 butir

Analisis Data
Data yang diperoleh dianlisis menggunakan analisis variansi Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial 3 x 3 untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap
peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut.
Yijk = µ + αi + βj+ (αβ)ij + (αγ)ik +εijk

Keterangan:
Yijk : nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ : rerata perlakuan
αi : pengaruh perlakuan ke-i dari faktor A
βj : pengaruh perlakuan ke-j dari faktor B
(αβ)ij : interaksi dari faktor A dan B
εij : galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Data dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila
hasil analisis terdapat hasil yang berpengaruh terhadap perlakuan, maka dilakukan uji
lanjut secara Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) (Steel and Torrie, 1989).
III. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2. Rerata analisis variansi fertilitas, daya tetas dan bobot tetas pada telur itik.
Frekuensi pemutaran
Variabel Bobot telur Rerata
F1 = 4 F2 = 6 F3 = 8
B1 = 53-60 76,90 84,60 89,70 83,73
Fertilitas B2 = 61-68 89,70 84,60 89,70 88,00
(%) B3 = 69-76 92,30 89,70 87,10 89,70
Rerata 86,30 86,30 88,83
B1 = 53-60 73,60 70,30 77,03 73,64
Daya tetas B2 = 61-68 88,40 73,06 88,40 82,28
(%) B3 = 69-76 79,73 62,10 93,93 78,58
Rerata 80,57 68,48 86,45
B1 = 53-60 38,40 38,15 39,26 38,60C
Bobot B2 = 61-68 41,92 41,21 41,82 41,65B
tetas (g) B3 = 69-76 47,30 45,45 46,57 46,44A
ab b a
Rerata 42,54 41,60 42,55
a,b
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh nyata
(P<0,05)
A,B,C
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata
(P<0,01)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara bobot telur
dan frekuensi pemutaran terhadap variabel fertilitas, daya tetas dan bobot tetas. King’
ori (2011) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi telur gagal fertil menetas
adalah nutrient di dalam turun, motilitas sperma dan persentase sperma normal dan
abnormal. Motilitas sperma yang lincah dan dapat membuahi akan menunjukkan
menunjukkan nilai fertilitas yang tinggi sedangkan kondisi sperma yang tidak normal
berdampak pada fertilitas yang buruk (Brammel et al, 1996)
Fertilitas
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa bobot telur berpengaruh tidak nyata
terhadap fertilitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Petek et al (2003) yang
melaporkan bahwa bobot telur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
fertilitas. Alabi et al (2012) juga menambahkan dalam pernyataannya bahwa bobot
telur tidak mempengaruhi fertilitas telur. Selanjutnya hasil analisis variansi frekuensi
pemutaran telur juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap fertilitas
telur. Hal ini diduga karena jarak pemutaran telur terlalu dekat sehingga tidak
menunjukkan pengaruh terhadap fertilitas.
Daya tetas
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa bobot telur dan frekuensi pemutaran
telur tidak berpengaruh nyata terhadap daya tetas. Hal ini diduga karena bobot telur
yang ditetaskan sudah bobot ideal, yaitu pada kisaran 53-76 g/butir. Selain itu juga
jarak frekuensi pemutaran yang dilakukan terlalu dekat sehingga tidak menunjukkan
adanya perbedaan terhadap daya tetas telur. Hassan et al (2005) menyatakan bahwa
telur yang baik untuk ditetaskan telur yang tidak terlalu besar atau kecil.
Bobot Tetas
Hasil analisis variansi menunjukkan bobot telur berpengaruh sangat nyata
terhadap bobot tetas DOD (P<0,01) (Tabel 2). Hal ini menandakan bahwa semakin
besar bobot telur, maka bobot DOD yang dihasilkan juga semakin besar sehingga
nutrient yang terkandung dalam telur besar tentunya lebih banyak dibandingkan telur
kecil. Hasil ini sesuai dengan penelitian Gunawan (2001) yang menunjukkan bahwa
bobot tetas itik dipengaruhi oleh bobot telurnya, semakin besar bobot telur maka
semakin besar pula bobot DOD yang menetas. Sedangkan pada frekuensi pemutaran
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap bobot tetas DOD (P<0,05). Hal ini
diduga karena semakin sering telur diputar maka embrio tidak akan lengket di sisi
kerabang dan akan bersentuhan dengan nutrien baru yang segar pada bagian sisi telur
yang lain.
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara bobot telur
dan frekuensi pemutaran terhadap fertilitas, daya tetas dan bobot tetas. Selain itu,
bobot telur dan frekuensi pemutaran tidak berpengaruh nyata terhadap fertilitas dan
daya tetas, namun berpengaruh nyata terhadap bobot tetas.
Daftar Pustaka
Alabi, O. J., J. W. Ngambi, D. Norris and M. Mabelebele. 2012. Effect of egg weight
on hatchability and subsequent performance of potchefsroom koekoek chicks.
Asian Journal of Animal Veterinary Advances. 7: 718-725.
Brammel, R. K., C. D. M. C. Daniel, J. L. Wilson and B. Howarth. 1996. Age effect
of male and female broiler breeder on sperm penetration of perveithelline
layer overlying the germinal disc. Poultry Science. 75: 755-762.
Daulay, A. H., S. Aris dan A. Salim. 2008. Pengaruh umur dan frekuensi pemutaran
terhadap daya tetas dan mortalitas telur ayam Arab (Gallus turtuicus). Jurnal
Agribisnis Peternakan. 1: 6-10.
Ditjennak. 2005. Statistik Peternakan 2005. Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Gunawan, H. 2001. Pengaruh bobot telur terhadap daya tetas serta hubungan antara
bobot telur dan bobot tetas itik Mojosari. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi
Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hassan, S. M., A. A. Siam, M. E. Mady and A. L. Cartwright. 2005. Egg storage
period and weight effect on hatchability of Ostrich (Struthio camelus) eggs.
Poultry Science. 84: 1908-1912
Ismoyowati, T. Yuwanta, J. P. H. Sidadolog dan S. Keman. 2006. Hubungan antara
karakteristik morfologi dan performans reproduksi itik Tegal sebagai dasar
seleksi. Journal of the Indonesian Animal Agriculture. 31(3): 152-156.
King’ori, A. M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and
hatchability in Poultry. International Journal of Poultry Science. 10: 483-492.
Petek, M., H. Baspinar and M. Ogan. 2003. Effect of eggs weight and length of
storage on hatchability and subsequent growth performance of Quail. South
African Journal Animal Science. 33: 242-247.
Riady, M. 2006. Kebijakan program swasembada daging. 2010. Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
Shanaway. 1994. Quail Production System. FAP of the United Nations. Rome.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan prosedur statistika suatu
pendekatan Biometrik. PT. Gramedia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai