Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue melalui gigitan nyamuk aedes spp (Kemenkes RI 2018). Penyebaran
penyakit ini cukup cepat di dunia dan telah menginfeksi sekitar 390 juta orang setiap
tahunnya (Maula, 2018). Untuk data WHO tahun 2015, di dunia jumlah kasus demam
berdarah dengue sebanyak 3,2 juta kasus. Wilayah Asia tenggara merupakan wilayah
yang endemik kasus demam berdarah (maula, 2018). Tercatat pada tahun 2015,
hampir 451.422 kasus demam berdarah atau 14% dari kasus di dunia terjadi di wilayah
tersebut. Indonesia menjadi Negara peringkat kedua setelah brazil pada periode 2004 –
2015. Di tahun 2015, kasus demam berdarah dengue di Indonesia mencapai hampir
129.650 kasus (maula, 2018). Sedangkan di tahun 2017 kasus demam berdarah
dengue di Indonesia menurun yaitu 68.407 kasus (Kemenkes RI, 2018). Meskipun
terdapat penurunan jumlah kasus, untuk kasus kematian demam berdarah dengue di
tahun 2017 masih tetap tinggi yaitu 493 kasus kematian (Kemenkes RI, 2018).
Demam berdarah dengue menjadi salah satu permasalahan kesehatan
masyarakat yang ada di Indonesia dengan jumlah penderitanya semakin meningkat dan
penyebarannya semakin luas (Kemenkes RI, 2018).
Demam berdarah dengue memiliki gejala klasik yaitu panas mendadak selama
2-7 hari, sakit kepala, nyeri sendi dan tulang, mual muntah dan biasanya ditemukan
nyeri perut di epigastrium. Terdapat juga tanda perdarahan yaitu Rumple leede tes
positif, kulit mudah memar, petechie halus di anggota gerak, epiktasis dan perdarahan
saluran cerna (Arsin, 2013).
Virus dengue penyebab penyakit demam berdarah dapat ditemukan di daerah
tropis dan sub tropis, kebanyakan di wilayah perkotaaan dan pinggiran kota di dunia
(Kemenkes RI, 2018). Penyebaran virus dengue dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
meliputi curah hujan, suhu dan kelembaban (Suryani, 2018). Virus dengue (DENV)
merupakan RNA virus dengan sense/ polaritas positif, termasuk dalam flaviviridae
family (avirutnan, 2011). Mekanisme infeksi virus dengue melibatkan aktivasi sistem

1
komplemen, sistem komplemen juga berfungsi sebagai penetralisir/ pelindung dari
infeksi virus (shresta, 2012).
Dari pernyataan di atas, penulis ingin menjelaskan mengenai respon imunitas
pada jalur sistem komplemen dalam melindungi dari infeksi virus dengue (DENV).

Rumusan Masalah
Apakah ada respon imunitas pada jalur sistem komplemen yang dapat melindungi
tubuh dari infeksi virus dengue (DENV) ?

Tujuan dan Manfaat


1. Untuk menjelaskan respon imunitas pada jalur sistem komplemen dalam
melindungi dari infeksi virus dengue (DENV)
2. Sebagai salah satu bahan penilaian dari mata kuliah imunologi dengan dosen
pengajar dr. Rebekah J. Setiabudi, M.Si

2
BAB II
PEMBAHASAN

Virus dengue (DENV) merupakan RNA Virus dengan polaritas/ sense positif,
family dari flaviviridae. Infeksi DENV menyebar secara luas ke seluruh dunia dan
diperkirakan 70-100 juta manusia terinfeksi (avirutnan, 2011). Virus dengue
menyebabkan penyakit dengan keadaan klinis yang bervariasi, mulai demam akut atau
dengue fever sampai keadaan klinis yang berat yaitu demam berdarah dengue (DHF)
sampai dengue shock syndrome (DSS). Keadaan klinis yang berat ini dihubungkan
dengan infeksi kedua dengan serotype yang berbeda dan infeksi pertama pada bayi
yang memiliki kekebalan/ imunitas DENV dari ibunya (shresta, 2012).
Untuk menjelaskan proses epidemiologi ini, terdapat beberapa hipotesis yang
diusulkan yaitu antibody dependent enhancement of infection (ADE), reaksi silang
serotype dengan sel T memori dan virulensi virus. Ketiga proses ini, menyebabkan
peningkatan viral load dan memicu cytokine strom dan mengaktivasi sistem komplemen
sehingga menghasilkan DHF/DSS (shresta, 2012). Selain itu faktor genetik dari sel
inang/pejamu juga dapat mempengaruhi seperti adanya gen polymorphisms pada
respon imunitas (shresta, 2012). Pada penelitian avirutnan 2011, menjelaskan peran
ganda sistem komplemen sebagai pathogenesis terjadinya DHF/DSS serta sebagai
mekanisme perlindungan terhadap DENV atau sebagai anti-DENV (shresta, 2012).
Genom RNA DENV berukuran 10,7-kb yang mengandung gen untuk mengkode
tiga struktur protein meliputi kapsid(C), membrane(M)/ prekursor membrane(prM) dan
envelope(E)/ pembungkus luar. Gen juga mengkode protein non struktural yaitu NS1,
NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5. Virus dengue dewasa berukuran sekitar 50
nm yang terdiri dari nukleokapsid terdapat genom RNA, nukleokapsid diselimuti oleh
lapisan lipid bilayer yang terbagi menjadi prM/M dan protein E. Di protein E memiliki dua
situs N-linked glycosilation yaitu domain 1 dan domain 2. Domain 1 meliputi Asn-153
dan domain 2 meliputi Asn- 67 yang merupakan komplek unik dari DENV. DENV
menggunakan N-linked glycan pada ASN- 67 untuk berikatan pada permukaan lektin
sebagai cara untuk masuk kedalam sel inang/ pejamu. DENV masuk ke dalam sel
melalu endositosis yang dimediasi clathrin dan bergabung dengan asam endosom

3
kemudian genom virus akan menembus ke dalam sitoplasma sel target. Genom virus
akan terlibat dalam translasi protein dan replikasi RNA, virus yang imatur akan
berkumpul di retikulum endoplasma dan masuk ke dalam apparatus golgi dan trans-
Golgi untuk mengalami pematangan dan pemecahan prekursor membrane (prM)
menjadi membrane protein (M) yang di fasilitasi oleh furin-like protease (Avirutnan,
2011).

Gambar 1. Aktivitas sistem komplemen, dimana terdapat 3 jalur yaitu alur klasik, jalur lektin dan
jalur alternatif

Aktivtas sistem komplemen terjadi melalui tiga jalur yaitu jalur klasik, jalur
alternative dan jalur lektin. Pada jalur klasik dipicu oleh ikatan C1q dengan komplek
antigen- antibody pada permukaan patogen. Jalur lektin dipicu oleh mannose-binding
lectin (MBL) atau interaksi ficolin pada struktur karbohidrat di permukaan mikroba atau

4
sel apoptotik. Ikatan dengan MBL(atau ficolin) mengaktivasi MBL-associated serine
protease (MASPs). Untuk MASPs telah teridentifikasi yaitu MASP-1, MASP-2, MASP-3,
dimana MASP-2 bertanggung jawab atas pemecahan C4 dan C2 untuk membentuk C3
konvertase (C4bC2a). MBL telah terbukti menginduksi aktivitas C3 melalui jalur C4 dan
C2. Jalur alternative menghidrolisis C3 secara spontan dan berfungsi untuk
memperkuat aktivitas jalur klasik dan jalur lektin. C3b yang didapatkan dari hidrolisis
oleh C3 convertase pada jalur klasik dan jalur alternative menghasilkan C5 convertase,
enzim ini kemudian memecah C5 menghasilkan C5a anaphylatoxin dan C5b yang
kemudian mempromosikan pembentukan C5b-9 / membrane attack complex (MAC)
(avirutnan, 2011).
Sebagian besar penelitian menjelaskan interaksi DENV dengan sistem
komplemen berfokus pada peran sistem komplemen pada pathogenesis DHF/DSS.
Dimana pada penelitian sebelumnya menunjukkan aktivitas protein sistem komplemen
yang berlebihan yang berhubungan dengan DHF/DSS serta pada penelitian in vitro
menunjukkan bahwa sistem komplemen dapat meningkatkan infeksi DENV pada sel
myeloid dengan mempermudah masuknya virus melalui CR3. Protein Non structural 1
(NS1) DENV berhubungan dengan beberapa protein komplemen sehingga kadar NS1
berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit. Pada penelitian lainnya menunjukkan
faktor komplemen D dan H ( protein regulator pada jalur alternative) dan protein MBL
memiliki kadar yang tinggi pada pasien DF.Berdasarkan hal-hal tersebut, menunjukkan
bahwa aktivitas komplemen di hubungkan dengan peristiwa pathogenik (avirutnan,
2011).
MBL merupakan calcium-dependent (C-type) lectin yang mengenali grup gugus
hidroxil monosakarida yaitu mannose, N-acetylgucosamine (GlcNAc) dan fucose pada
berbagai mikroorganisme. MBL pada manusia di sandi oleh gen MBL2 dan
polimorfisme menghasilkan berbagai variasi aktivitas MBL pada serum manusia.
Terdapat 3 SNP 9 (single nucleotide polymorphism) yaitu allel B (codon 54), allel C
(codon 57) dan allel D (codon 52) yang berletak di exon 1 dan dapat menimbulkan efek
pada struktur dan fungsi suatu protein. SNP pada gen MBL2 di promoter dan region 5’
untranslated (P/Q variants pada posisi +4) akan berpengaruh pada level MBL pada
serum. Kadar serum MBL yang rendah dan variasi allel MBL berhubungan dengan

5
resiko meningkatnya kerentananan terhadap infeksi pada anak kecil atau pada pasien
immunocompromised (avirutnan, 2011).

Gambar 2. Model netralisasi DENV dengan komplemen. Pengikatan MBL ke permukaan virus
memulai aktivasi jalur lektin yang menghasilkan deposisi C4b dan C3b. MBL yang
berikatan juga mengaktifkan MASP yang secara langsung sehingga membelah C3
tanpa aktivasi C4 dan C2 (jalur bypass C4 dan C2). jalur loop amplifikasi alternatif
berfungsi untuk menghasilkan lebih banyak deposisi C3b pada virus.

MBL memiliki peranan sebagai protein plasma pengenal dari sistem komplemen,
sebagai penghambat infeksi patogen dengan beberapa mekanisme meliputi opsonisasi,
aktivasi jalur lektin komplemen, meregulasi produksi sitokin dan amplkasi imunitas
adaptif. MBL mengendalikan infeksi pada tikus dengan berikatan dengan N-linked
glican pada struktur protein virus dan mengaktivasi jalur lektin komplemen. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa MBL juga dapat menghambat infeksi DENV. MBL
manusia menghambat infeksi DENV pada semua jenis serotipenya melalui mekanisme
complement-dependent dan complement-independent. MBL pada manusia bervariasi
karena polimorfisme pada gen MBL2 sehingga mempengaruhi mekanisme neralisasi
(shresta, 2012).
Netralisasi pada infeksi DENV oleh MBL dipengaruhi oleh MASP2 serta C3,C4,
faktor D dan faktor B namun tidak dipengaruhi oleh C1q dan C5. MBL menetralisir
DENV melalui jalur lektin dan bypass jalur C2-C4 yaitu MBL memicu secara langsung
C3 menghasilkan pengendapan C4 dan C3 pada permukaan virus (shresta, 2012).

6
Penelitian terbaru menunjukkan peran sistem komplemen dalam memberikan
kekebalan tubuh/ imunitas. Secara khusus, penelitian tentang antibody dependent
enhancement of infection (ADE) menunjukkan bahwa sistem komplemen mengurangi
infeksi DENV, dalam hal ini komplemen memainkan peranan dalam pembatasan/
limitasi penyakit yang berhubungan dengan ADE. Penelitian avirutnan menjelaskan
bahwa sistem komplemen memiliki peranan dalam memberikan perlindungan terhadap
infeksi DENV atau berperan dalam mengendalikan infeksi DENV dan berpotensi
mempengaruhi tingkat keparahan penyakit (shresta, 2012).
Secara khusus, pada penelitian avirutnan, melakukan percobaan menggunakan
tikus untuk menentukan jalur komplemen mana yang berhubungan dalam menetralisir
DENV. Percobaan dengan cara melihat protein komplemen mana yang kehilangan
fungsi pada tikus coba, dan hasilnya jalur MBL sangat penting dalam menetralisir
DENV. Dalam penelitian ini, DENV dari derivate sel serangga lebih efektif dinetralisir
daripada DENV serotype 2 dari derivate sel mamalia. MBL melakukan netralisasi lebih
efektif pada suhu tinggi yaitu 37o-40o dari pada suhu ruangan. Pada penelitian ini juga
menggunakan MBL manusia dan menunjukkan hasil yang sama yaitu lebih efektif
menetralisir DENV dari derivate sel serangga daripada DENV serotype 2 dari derivate
sel mamalia. Pada individu akan memiliki respon MBL yang berbeda dalam menetralisir
DENV dikarenakan terdapat polimorfisme pada gen MBL. Untuk serotype DENV, pada
penelitian baik menggunakan serum tikus ataupun pada manusia menunjukkan
mekanisme netralisir pada semua serotype DENV (DENV1,3,4) kecuali serotype
DENV2 (shresta, 2012).
Berdasarkan penelitian ini, kadar aktivitas MBL mempengaruhi risiko terjadinya
morbiditas dan mortalitas pada individu yang terinfeksi DENV. Defisiensi MBL sering
terjadi manusia dan berhubungan dengan meningkatnya resiko infeksi termasuk infeksi
virus serta polimorfisme MBL2 berhubungan dengan patogenesisi penyakit. Penelitian
Acioli tahun 2008 menjelaskan bahwa pasien yang terinfeksi DENV di Negara brasil
menunjukkan kadar MBL serum yang rendah dan dihubungkan dengan efek
perlindungan terhadap trombositopenia (shresta, 2012).

7
Dari sejumlah penelitian menjelaskan bahwa DHF/DSS merupakan penyakit
yang kompleks karena di pengaruhi oleh berbagai faktor imunitas dan genetik dari virus
dan inang/host.

8
BAB III
PENUTUP

Demam berdarah dengue masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat


pada daerah tropis khususnya di Indonesia. Demam berdarah dengue disebabkan oleh
infeksi virus dengue (DENV). Infeksi DENV pada tubuh host/inang akan menimbulkan
respon imunitas yang salah satunya aktivasi sistem komplemen. Sistem komplemen
bisa bertindak sebagai bagian dari patogenik penyakit infeksi DENV dan bisa bertindak
sebagai penghambat/ pelindung dari infeksi tersebut. Mannose-binding lectin (MBL)
terbukti memiliki peranan dalam perlindungan dari infeksi DENV.

9
DAFTAR PUSTAKA

Avirutnan P, et al. 2011. Complement-mediated neutralization of dengue virus requires


mannose-binding lectin. mBio vol 2(6):e00276-11

Shresta S. 2012. Role of complement in dengue virus infection: protection or


pathogenesis?. mBio vol 3(1):e00003-12

Maula Ahmad Watsiq, et al. 2018. Ten-years trend of dengue research in Indonesia and
South-east Asian countries: a bibliometric analysis. Global Health Action vol
11:1504398

Arsin A Arsunan. 2013. Epidemiologi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Makasar:


Masagena Press

Endah Tri Suryani. 2018. Gambaran Kasus Demam Berdarah Dengue Di Kota Blitar
Tahun 2015-2017. Jurnal Berkala Epidemiologi vol 6(3):260-267

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia


Tahun 2017. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI

10

Anda mungkin juga menyukai