Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas sedangkan Imobilisasi adalah ketidak mampuan untuk
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment
(gangguan pada alat/ organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental.
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri
Mobilisasi tubuh merupakan aktivitas yang memegang peranan
penting dalam kesehatan tubuh. Mobilisasi mempunyai banyak tujuan,
seperti mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal, pertahanan
diri, pemenuhan kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan
kegiatan rekreasi.
B. ETIOLOGI
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai
contoh:
1. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran
tulang atau patah tulang tentu akan menghambat pergerakan
(mobilisasi)
2. Penyakit saraf. Adanya strok, penyakit Parkinson, dan gangguan
saraf tepi juga menimbulkan gangguan pergerakan dan
mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung dan/atau
pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika
beraktivitas. Akibatnya, pasien dengan gangguan pada organ-organ
tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia cenderung lebih banyak
duduk atau berbaring.
4. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan
terganggu bila ada gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran
terpeleset, terbentur, atau tersandung.
5. Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani
operasi atau penyakit berat tentu memerlukan bantuan untuk
berjalan.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan metabolisme didapatkan adanya penurunan kecepatan
metabolisme dalam tubuh (BMR), Kekurangan energi untuk
perbaikan sel, mempengaruhi gangguan oksigenasi sel.
2. Ketidakseimbangan cairan elektrolit dengan ditandai persediaan
protein menurun dan konsentrasi prosein serum berkurang,
berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial
menyebabkan udema,
3. Gangguan perubahan zat gizi yang disebabkan input protein dan
kalori menurun, pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun.
4. Gangguan fungsi gastrointestinal. Imobilitas dapat menurunkan
hasil makanan yang dicerna sehingga timbul keluhan kembung,
mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan
eliminasi.
5. Perubahan sistem pernapasan dengan kadar Hb menurun
menyebabkan penurunan aliran oksigen ke alveoli jaringan
menurun, sehinga mengakibatkan anemia. Ekspansi paru menurun,
terjadi kelemahan otot yang dapat menyebabkan proses
metabolisme terganggu :
a. Perubahan Kardiovaskuler. Terjadinya hipotensi ortostatik,
kemampuan syaraf otonom yang menurun. Pada posisi tetap dan
lama reflek neovaskuler akan menurun menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian
bawah sehingga darah ke sistem sirkulasi pusat terhambat,
sehingga jantung akan meningkatkan kerjanya.
b. Perubahan sistem muskuloskeletal dengan ditandai adanya
gangguan muskuler dan skeletal. Massa otot menurun, kekuatan
otot menurun, atropi massa otot, mudah terjadinya kontraktur
sendi danosteoporosis.
c. Perubahan sistem integument dengan terjadainya penurunan
elastisitas kulit karena penurunan sirkulasi darah, terjadi iskemia
serta nekrosis pada jaringan superficial dengan adanya luka
dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi
menurun ke jaringan.
d. Perubahan eliminasi, penurunan jumlah urine yang mungkin
disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
e. Perubahan Perilaku, timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur,
menurunnya koping mekanisme, penurunan motifasi belajar.
D. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi


sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit.
Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot,
misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama
jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.Ketegangan
dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang.
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILITAS
1. Gaya Hidup. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi
kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak
pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit/cedera. Proses penyakit dapat mempengaruhi
kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian
bawah.
3. Kebudayaan. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga
dipengaruhi kebudayaan.contoh, orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh, memiliki kemampuan mobilitas yang kuat
dibandingkan dengan orang yang karena adat budaya tertentu
dibatasi aktifitasnya.
4. Tingkat Energi. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.
Agar seseorang dapat melakukan mobilitas yang baik dibutuhkan
energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan. Terdapatperbedaan kemampuan
mobilitas pada tingkat usia yang berbeda
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan


perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan
khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet,
gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll.
4. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada
kerusakan otot.
G. KOMPLIKASI

Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:

1. infeksi saluran kemih

2. atrofi otot karena disused

3. konstipasi,

4. infeksi paru

5. gangguan aliran darah

6. dekibitus

H. PENATALAKSANAN

1. Terapi
a. Penatalaksana Umum
1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi
pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
2) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah
baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi
dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri,
semampu pasien.
3) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup
pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai
target terapi.
4) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada
kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara
lainnya.
5) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-
obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan
harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila
memungkinkan.
6) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan
yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan
mineral.
7) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat
tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan
bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan
ambulasi terbatas.
8) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan
alat-alat bantu berdiri dan ambulasi.
9) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan
komod atau toilet.
b. Tatalaksana Khusus
1) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi
medik kepada dokter spesialis yang kompeten.
4) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–
pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit
dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia
lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
2. Penatalaksanaan lain yaitu:
a. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan
otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisilitotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak kekursi roda, dan lain-lain.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar
mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan isotonic dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat bebanringan, lalu
beban yang berat. Latihan isotonic (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentan ggerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan denga
nmeningkatkan curah jantung dan denyu tnadi.
e. Latihan ROM Pasif danAktif
Latihan inibaik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan
kelemahan otot.
Latihan-latihanitu, yaitu :
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dane kstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 29 oktober
2018http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/
Herdman, T. Heather. 2015. PanduanDiagnosaKeperawatan NANDA 20015-
2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai