Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn. S dengan Gangguan
Termoregulasi di Ruang Bougenvile RSUD WATES”. Laporan ini kami susun
untuk memenuhi tugas asuhan keperawatan individu PKK KDM tahun ajaran
2018/2019. Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, namun kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing dari PKK


KDM diantaranya Bapak Rudi Haryono ,S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku pembimbing
akademik dan Bapak Winarto ,AMK selaku pembimbing lahan kami yang telah
membimbing kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut mendukung dalam pembuatan
makalah ini.

Namun kami menyadari Makalah Asuhan Keperawatan individu ini masih


jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritikan dan
saran yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat sebagai pembelajaran ilmu keperawatan dan
pendidikan pada umumnya.

Wates , 7 November 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 3
B. Tujuan............................................................................................... 4

BAB II : KONSEP DASAR

A. Definisi Termoregulasi..................................................................... 5
B. Etiologi Termoregulasi...................................................................... 6
C. Manifestasi Klinis Termoregulasi..................................................... 7
D. Patofisiologi Termoregulasi............................................................... 7
E. Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 10
F. Komplikasi Termoregulasi.................................................................11
G. Penatalaksanaan Termoregulasi.........................................................11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Temperatur normal tubuh temperatur tubuh bervariasi setiap saat pada


suatu rentang normal yang dikontrol oleh pusat termoregulasi yang berlokasi di
hipotalamus. Tubuh secara normal mampu mempertahankan temperatur karena
pusat termoregulasi hipotalamus menyeimbangkan produksi panas berlebih
yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme di otot dan hepar dengan kehilangan
panas dari kulit dan paru. Individu normal, rata-rata temperatur oral untuk usia
18-40 tahun adalah 36,8 ± 0,4 oC (98,2 ± 0,7 o F) dengan level terendah pada
pukul 6 pagi dan level tertinggi pada pukul 4 (37,7 oC / 99,9 o F) - 6 (37,2 oC /
98,9 o F) sore. oleh karena itu, suhu pagi hari > 37,2 oC (98,9 o F) atau suhu
sore hari > 37,7 oC (99,9 o F) harus dipertimbangkan sebagai demam (Susanti ,
2012).

Temperatur rektal secara umum lebih tinggi dari pada oral yaitu sekitar
0,6 oC (1,0 o F). Hal ini disebabkan karena adanya pernafasan dari mulut.
Temperatur membran timpani lebih mendekati temperatur inti tubuh, tetapi
pemeriksaannya lebih sulit. Tubuh senantiasa berupaya untuk mempertahankan
set poin suhu pada kisaran 37oC, dengan variasi sirkadian < 1 oC (36,3-37,2oC)
pada pengukuran suhu aksila (Susanti , 2012).

Termoregulasi masih belum berkembang dengan baik pada bayi baru


lahir dan khususnya pada bayi prematur. Pada suhu lingkungan yang selalu
bervariasi, suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit
yaitu berfluktuasi 0,5° C dibawah normal pada pagi hari dan 0,5 ° C diatas
normal pada malam hari. Produksi panas dipengaruhi oleh aktivitas metabolik
dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi melalui radiasi, evaporasi, konduksi
dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur
pada set point ± 37° C, setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus

3
selanjutnya ditentukan pembentukan dan pengeluaran panas sesuai dengan
perubahan set poin (Susanti , 2012).

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan pada pasien “Tn.S”
dengan gangguan termoregulasi dengan diagnosa medis Febris
b. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi asuhan keperawatan yang tepat bagi klien penderita
febris
b. Melakukan pengkajian pada klien dengan masalah keperawatan
gangguan termoregulasi
c. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan masalah keperawatan
gangguan termoregulasi
d. Menentukan rencana keperawatan dengan masalah keperawatan
gangguan termoregulasi
e. Melakukan implementasi sesuai dengan rencana asuhan keperawatan
kepada klien dengan masalah keperawatan gangguan termoregulasi
f. Melakukan evaluasi dan tindakan keperawatan yang telah dilakukan
dengan masalah keperawatan gangguan termoregulasi

4
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi Termoregulasi
Demam diartikan sebagai respon fisiologis tubuh terhadap penyakit
yang di perantarai oleh sitokin dan ditandai dengan peningkatan suhu pusat
tubuh dan aktivitas kompleks imun. Demam merupakan gejala yang
menyertai beberapa penyakit infeksi maupun penyakit radang non infeksi.
Pada penyakit infeksi, demam dapat diakibatkan oleh infeksi virus yang
bersifat self limited maupun infeksi bakteri, parasit, dan jamur. Demam
dapat juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating),
dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun karena gangguan sistem
imun (Susanti, 2012)
Demam bisa merupakan suatu gejala penyakit atau infeksi dimana
ketika kondisi otak membatasi suhu di atas pengaturan normal yaitu di atas
380C. Suhu tubuh yang normal adalah antara 36ºC sampai 37ºC. Jika anak
Anda demam dengan temperatur yang diukur melalui mulut atau telinga
37,8ºC atau melalui rektum 38ºC dan 37,2ºC melalui ketiak,
kemungkinannya anak Anda terserang demam. Anak-anak biasanya
terserang demam lebih tinggi dari pada orang dewasa. Akibat tuntutan
peningkatan pengaturan tersebut maka tubuh akan memproduksi panas.
(Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. 2008).
Termoregulasi tubuh memiliki mekanisme untuk mempertahankan
suhu pada kondisi normal. Temperatur tubuh dikontrol oleh pusat
termoregulasi dalam hipotalamus yang menerima input dari 2 set
termoreseptor yaitu reseptor di hipotalamus sendiri yang memonitor
temperatur darah yang melewati otak (temperature inti), dan reseptor di kulit
(khususnya di tubuh) yang memonitor temperatur eksternal. Kedua set
informasi ini dibutuhkan agar tubuh dapat membuat penyesuaian yang tepat.
Pusat termoregulasi mengirim impuls ke beberapa efektor yang berbeda
untuk menyesuaikan temperatur tubuh (Susanti , 2012).

5
B. Etiologi
Penyebab demam Menurut (Purwanti, S., & Ambarwati, W. N. 2008).
Hipertermi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Adanya proses infeksi.
Infeksi tersebut seperti saluran nafas atas, infeksi saluran kemih,
otitis media (infeksi pada telinga), sinusitis (peradangan di sekitar
rongga hidung), pneumonia (radang paruparu), dan gastroenteritis.
Infeksi tersebut karena adanya mikroorganisme yang hidup dalam
tubuh. Akibatnya akan mengalami beberapa perubahan.
Mikroorganisme tersebut memperbanyak diri dengan caranya
masing-masing dan menyebabkan cedera jaringan dengan berbagai
mekanisme yang mereka punya, salah satunya adalah mengeluarkan
toksin (zat beracun).
b. Lingkungan
Terpajan pada lingkungan yang panas dalam waktu yang lama atau
paparan panas yang berlebihan (overhating) bisa mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.. Karena dengan
kehilangan cairan dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran
panas.
c. Menurunnya kemampuan untuk berkeringat karena kehilangan
elektrolit.
d. Aktivitas
Olah raga atau aktivitas yang berlebihan akan meningkatkan suhu
meningkat. Dengan kondisi tersebut akan mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
e. Penyakit
Penyakit atau trauma dapat mengganggu fungsi pengaturan suhu
tubuh.
f. Reaksi imun
Reaksi imun atau respon imun merupakan sistem kekebalan tubuh.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi
tubuh juga berkurang, termasuk virus yang menyebabkan penyakit,

6
akibatnya akan menyebabkan munculnya infeksi atau penyakit
defisiensi imun (aneka penyakit yang memiliki satu atau lebih dari
ketidaknormalan sistem imun).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala demam Tanda dan gejala yang sering muncul pada
penderita hipertermia menurut Suriadi & Y. Rita. (2012) meliputi:
a. takikardi
b. sakit kepala dan pusing
c. kulit bisa kemerahan
d. teraba hangat
e. menggigil dan berkeringat
f. peningkatan suhu tubuh
g. kehilangan nafsu makan dehidrasi
h. diare dan muntah-muntah
i. batuk-batuk, badan lemah dan nyeri otot

Jika demam yang sangat tinggi antara 39,4ºc – 41,1ºc dapat


menyebabkan halusinasi, kebingungan, mudah marah, bahkan kejang-
kejang.

D. Patofisiologi Demam
Demam sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak
terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada
infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan
tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam,
ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh
(pirogen eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau
merupakan reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi).
Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain,
terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik yang
dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh menyebabkan demam selama
keadaan sakit. Pada fase menggigil, temperatur inti tubuh naik menjangkau
set poin suhu baru dengan vasokonstriksi perifer untuk mengurangi

7
pengeluaran panas dan peningkatan aktivitas otot (shivering) untuk
meningkatkan produksi panas. Pada fase febris terjadi keseimbangan antara
produksi dan kehilangan panas pada set poin yang meningkat. Kulit teraba
hangat, kemerahan, dan kering. Ketika set poin kembali normal, tubuh
mempersepsikan dirinya menjadi terlalu panas, sehingga mekanisme
mengurangi panas dimulai melalui vasodilatasi perifer dan berkeringat
(diaphoresis).
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap
pirogen. Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan
difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh
bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan
bakteri ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit.
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui alat penerima
(reseptor) yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur
panas di hipotalamus. Dalam hipotalamus pirogen ini akan dirangsang
pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi
prostaglandin (PGEZ). Ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh
dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi
kelenjar keringat. Pengeluaran panas menurun, terjadilah
ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran panas. Inilah yang
menimbulkan demam pada anak.
Suhu yang tinggi ini akan merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel
makrofag dan sel limfosit T) untuk memerangi zat asing tersebut dengan
meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang berperan
dalam pembentukan antibodi atau sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003).

8
9
E. Pemeriksaan penunjang
Sebelum meningkat ke pemeriksaan-pemeriksaan yang mutakhir, yang siap
tersedia untuk digunakan seperti :
a. Ultrasonografi
b. Endoskopi atau scanning
c. Uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau
sinar tembus rutin
d. Biopsy pada tempat- tempat yang dicurigai
e. Pemeriksaan seperti angiografi, aortografi, atau limfangiografi

F. Komplikasi
a. Dehidrasi : demam tinggi penguapan cairan tubuh
b. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang demam
ini juga tidak membahayakan

G. Penatalaksanaan Demam
Demam dihubungkan dengan konsekuensi metabolik potensial
meliputi dehidrasi, peningkatan konsumsi oksigen, dan laju metabolisme.
Untuk setiap peningkatan satu derajat diatas 37OC terjadi peningkatan
konsumsi oksigen sebanyak 13%. Hal ini dapat memperburuk insufisiensi
paru dan jantung yang telah ada sebelumnya. Demam yang berkepanjangan
dihubungkan dengan peningkatan kebutuhan nutrisi yang mungkin
bermasalah jika pasien mengalami penurunan nutrisi. Demam
berkepanjangan juga menyebabkan kelemahan. Demam pada umumnya
dihubungkan dengan infeksi virus yang bersifat self limited. Penggunaan
obat penurun demam (antipiretik) dalam hal ini dapat mengurangi gejala
sakit kepala, mialgia, dan arthralgia. Meskipun demam kemungkinan
bermanfaat dalam meningkatkan pertahanan tubuh, tetapi perlu
dipertimbangkan aspek kenyamanan pasien. Penurunan demam membantu

10
mengurangi rasa tidak nyaman dan gejala penyerta seperti kelemahan,
myalgia, diaphoresis dan menggigil.
Terapi simptomatis demam tidak berbahaya dan tidak
memperlambat penyembuhan infeksi bakteri maupun virus. Akan tetapi,
ada situasi klinis dimana observasi terhadap demam memberi keuntungan
diagnostik. Lama demam dan karakteristik naik turunnya dapat
mengarahkan kecurigaan infeksi beberapa penyakit, seperti demam
berdarah, demam thipoid, dll. Secara umum demam terjadi akibat
peningkatan produksi panas yang tidak diimbangi oleh pengeluaran panas
tubuh. Oleh karena itu penatalaksanaan demam ditujukan untuk mengurangi
produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas tubuh. Peningkatan
pengeluaran panas tubuh dapat dilakukan dengan meningkatkan radiasi,
konduksi, konveksi, dan evaporasi, diantaranya membuka pakaian atau
selimut yang tebal dan ganti dengan pakaian tipis agar terjadi radiasi dan
evaporasi.
Meningkatkan aliran udara dengan meningkatkan ventilasi ke dalam
rumah akan menyebabkan terjadinya mekanisme konveksi. Selain itu, dapat
dilakukan upaya melebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka
kulit dengan air hangat (tepidsponging) atau kompres hangat.
Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang bermanfaat karena
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga panas sulit
disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Selain itu,
pengompresan dengan alkohol dapat terserap oleh kulit dan terhirup
pernafasan yang dapat menyebabkan keracunan alkohol dengan gejala
hipoglikemia, koma sampai kematian. Agar kadar elektrolit tidak meningkat
saat terjadi evaporasi, maka seseorang yang mengalami demam harus
mengkonsumsi cairan yang cukup.
Penurunan produksi panas diantaranya dapat dilakukan dengan
istirahat yang cukup agar laju metabolisme tubuh menurun. Pemberian
terapi simptomatik demam dengan antipiretik seperti asetaminofen, aspirin
atau abat anti inflamasi non steroid (NSAID) bekerja dengan menurunkan
peningkatan set poin suhu di otak dengan menghambat enzim

11
siklooksigenase (COX). Sintesis PGE2 bergantung pada enzim
siklooksigenase. Penghambat COX, seperti NSAID, adalah antipiretik yang
poten karena mengganggu perubahan asam arakhidonat menjadi
prostaglandin. Asetaminofen, penghambat COX yang lemah di jaringan
perifer, dioksidasi di otak oleh sitokrom P-450 dan menghambat aktivitas
COX. PGE2 tidak berperan pada termoregulasi normal, berdasarkan
pengamatan bahwa penggunaan aspirin atau NSAID secara kronis tidak
menurunkan temperatur inti tubuh normal. Kortikosteroid juga merupakan
antipiretik yang efektif yang menurunkan sintesis PGE2 dengan
menghambat aktivitas fosfolipase A2, yang dibutuhkan untuk melepaskan
asam arakhidonat dari membran.
Kortikosteroid juga bekerja dengan menghambat transkripsi mRNA
untuk sitokin pirogenik. Intervensi spesifik dalam penanganan demam
adalah mengidentifikasi etilogi yang mendasari terjadinya demam pada
seorang pasien. Misalnya demam akibat infeksi bakteri, maka terapi kausatif
adalah dengan memberikan antibiotik. Sebelum didapatkan hasil kultur,
pemberian terapi awal dengan antibiotik spektrum luas dianjurkan. Karena
sekitar 70% penyebab demam tidak dapat diidentifikasi, maka pemakaian
antibiotik awal berdasarkan pengetahuan mengenai spektrum anti mikroba
dan resistensi antibiotik yang dimiliki instansi pelayanan kesehatan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bajhatia, Neeraj, et all. 2009. Metabolic Benefits of Surface Counter


Warming during Therapeutic Temperature Modulation. Critical Care
Medicine. Volume 37, Number 6 : 1893-1897.
Barone, James E. 2009. Fever : Fact and Fiction. The Journal of
Trauma. Volume 67, Number 2 : 406-409.
Doenges, M.E, Marry F. MandAlice, C.G, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Lynda juall, Carpenito, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan /
Lynda juall Carpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi
8), Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Medika Aesculapius.
Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child nursing care 2nd
edition. Santa Luis: Mosby Inc.

13

Anda mungkin juga menyukai