Kelompok ASMA 1D
Kelompok ASMA 1D
Disusun oleh:
Kelas 1D
D. Patofisiologi Asma
Tidak ada mekanisme tunggal yang menjelaskan bagaimana terjadinya
asma pada setiap orang, karena penyebab dan gejalanya berbeda-beda.
Tetapi, ada kejadian-kejadian yang umum terjadi yang menandai proses
patologis yang menyebabkan asma.
Proses dini yang terjadi pada respon saluran nafas pasien asma adalah
pengaktifan sel-sel radang lokal, terutama sel mast dan eosinofil. Hal ini dapat
terjadi melalui mekanisme spesifik yang dependen-IgE atau secara tak
langsung melalui proses lain (mis, rangsang omotik atau pajanan oleh bahan
kimia iritan).
Mediator-mediator yang bekerja akut, termasuk leukotrien, prostaglandin,
histamin dan bradikanin, secara cepat memicu kontraksi otot polos,
hipersekresi mukus, dan vasodilatasi dengan kebocoran endotel dan
pembentukan edema lokal. Sel-sel epitel juga terlibat dalam proses ini, yang
membebaskan leokotrien dan prostaglandinserta sitokin-sitokin peradangan
jika diaktifkan. Sebagian mediator jadi (performed) dan bekerja cepat ini
memiliki aktifitas kemotaktik, yang merekrut sel-sel radang lain seperti eosinofil
dan neutrofil ke mukosa saluran nafas.
Proses-proses selular lokal di saluran nafas berpengaruh penting pada
fungsi paru. Akibat peradangan aluran nafas, hiperresponsivitas otot polos,
dan penyempitan saluran nafas, resistensi saluran nafas meningkta secara
bermakna. Karena itu, jika dalam keadaan normal saluran nafas perifer
berkapiler kecil tidk berperan penting dalam resistensi sluran udara, saluran
udara halus ini menjadi tempat peningkatan resistensi. Hal ini diperparah oleh
hipersekresi mukus dan oleh rangsang bronkokonstriktor lain. Fungsi saraf
brokus juga berperan dalam evolusi asma, meskipun makna klinisnya mungkin
bersifat sekunder. Stimulasi reseptor iritan bronkus menimbulkan batuk dan
bronkonstriksi refleks yang diperantarai oleh eferon vangus.
Obstruksi saluran nafas terjadi secara difus, meskipun tidak secara
homogen, di seluruh paru. Akibatnya, ventilasi unit-unit respiratorik menjadi
tidak seragam dan penyesuaian ventilasi dengan perfusi menjadi terganggu.
Terdapat dalam daerah-daerah dengan rasio V/Q yang terlalu rendah atau
tinggi, dan regio dengan rasio V/Q yang rendah yang menyebabkan
hipoksemia. Pirau sejati jarang terjadi pada asma berat yang fatal. Tekanan
CO2 biasanya normal atau rendah, karena meningkatnya ventilasi pada
eksaserbassi asma. Hiperkapnia timbul belakangan daan merupakan tanda
buruk, yang menunjukkan obstruksi progresif saluran nafas, kelelahan otot,
dan penurunan ventilassi alveolus.
DAFTAR PUSTAKA
Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
https://www.google.co.id/search?q=patofisiologi+asma&client=ms-android-
oppo&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiDzYLepoPcAhUPSX0KHd1rA
uYQ_AUIBigB&biw=360&bih=566#imgrc=tVY6IIlgndmazM%3A. Diakses pada
tanggal 29 Mei 2018 pukul 14.00 WIB.
LAMPIRAN