PRS 5 BPH
PRS 5 BPH
KELAS B2 / KELOMPOK 3
Dosen pengampu:
Dr. Wiwin Herdwiani,M.Sc.,Apt.
Disusun Oleh:
Mufaricha Nur’ariroh 1820353922
Muh. Faris Hidayat 1820353923
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Benign prostatic hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu
kondisi yang menyebabkan kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun tidak bersifat
kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk memproduksi air mani dan terletak pada
rongga pinggul antara kandung kemih dan penis.
BPH (Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum
pada pria.
Prostat terletak mengelilingi urethra posterior, pembesaran dari prostat
mengakibatkan urethra pars prostatika menyempit dan menekan dasar dari kandung kemih.
Penyempitan ini dapat menghambat keluarnya urine.Keadaan ini menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika.Untuk dapat mengeluarkan urin, kandung kemih harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu.Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomi kandung kemih, dimana perubahan struktur ini oleh penderita dirasakan sebagai
keluhan/gejala LUTS.
LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms) adalah istilah umum untuk menjelaskan
berbagai gejala berkemih yang dikaitkan dengan BPH.Keluhan pasien BPH berupa LUTS
terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms).
C. Patofisiologi
Hiperplasiprostatadalahpertumbuhannodul-nodulfibroadenomatosa majemuk dalam
prostat, pertumbuhan tersebut dimulaidari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas
dan tumbuhdengan menekan kelenjar normal yang tersisa.Jaringan hiperplastikterutama
terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yangjumlahnya berbeda-beda.
Proses pembesaran prostat terjadi secaraperlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadisecara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaranprostat,
resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat,serta otot destrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasiatau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase
kompensasi,keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalamidekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadidekompensasi
sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisamengosongkan vesika urinaria dengan
sempurna, maka akan terjadi statisurin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang
baik untukpertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).
Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapatmengakibatkan aliran urin
tidak deras dan sesudah berkemih masih adaurin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanyaobstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih(hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesikaurinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan didalamnyasehingga pasien merasa bahwa vesika
urinarianya tidak menjadi kosongsetelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap
berkemih lebihpendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi
pasienmengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyerisaat berkemih
/disuria ( Purnomo, 2011).
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter danobstruksi, akan terjadi
nkontinensia paradoks. Retensi kronikmenyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagalginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktumiksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkanhernia atau
hemoroid.Karena selalu terdapat sisa urin, dapatmenyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih.Batuini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria.Batutersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk
akanmengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
D. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang terkena BPH adalah :
1. Kurangnya olahraga
2. Obesitas
3. Menderita penyakit jantung
4. Menderita DM
5. Faktor penuaan
6. Efek samping obat-obatan penghambat beta
7. Keturunan
E. Manifestasi klinik
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemihmaupun keluhan
diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tandadan gejala dari BPH yaitu : keluhan
pada saluran kemih bagian bawah,gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahandikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi(sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, Intermiten(kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelahmiksi).
b) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagianatas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang,benjolan dipinggang (merupakan
tanda dari hidronefrosis), ataudemam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi
prostat.Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat,
2004).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai
gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
• Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
• Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Gejala BPH dibagi menjadi 2 yaitu gejala Iritatif dan gejala Obstruktif.
Gejala Iritatif Gejala obstruktif
G. Tujuan Terapi
Tujuan terapi adalah untuk mengontrol gejala, mencegah perkembangan komplikasi,
dan menunda kebutuhan untuk intervensi operasi. Terapi BPH diarahkan pada penghilangan
manifestasi penyakit yang mengganggu pasien dan pencegahan terjadinya komplikasi serius.
H. Terapi
1. Terapi farmakologi
Pilihan manajemen untuk BPH mencakup pemeriksaan rutin (watchful waiting),
terapi obat, atau intervensi pembedahan (surgical intervention).
4) Anticholinergic Agents
a) Penambahanoxybutynindantolterodinuntukantagonis a-adrenergik mengurangigejala
gangguanberkemihtermasukfrekuensi kencing, urgensi, dannokturia. Mulailah
dengandosisefektif terendahuntuk menentukantoleransiefek sampingCNSdanmulut
kering. Mengukurvolume urinPVRsebelummemulai pengobatan(harus kurang dari
250ml).
b) Jikaefek
sampingantikolinergiksistemikkurangditoleransi,pertimbangkantransdermalatauexten
ded – releaseformulasiatau agenuroselective(misalnya, darifenacindansolifenacin).
2. Terapi kombiasi
Pertanyaan
Laukan analisa problem penggobatan menggunakan metode SOAP, FARM, atau
PAM
Kasus data RM
Nama pasien : Tn Ij BB/TB : 72/162
Umur : 68 thn
Alamat : jalan sadewa raya 753 solo
Sex : laki-laki
Pendidikan : s1
Pekerjaan : swasta
Status perkawinan : menikah
Tgl MRS : 11-12-2016
Tgl KRS : 15-12-2016
Progress note
keluhan Tanggal
11-12-2016 13-12-2016
Nyeri √ √
Demam √ √
Pemeriksaan
Pemeriksaan Satuan Tanggal
11/12 13/12
TD mmHg 140/90 140/90
nadi x/ menit 118 120
RR x/menit 98 100
o
T C 40 40
Data labortorium
Parameter Nilai normal Tanggal pemeriksaan Ket
11/12 13/12
leukocyte 3500-10000 8850 9550 Normal
Hb 11.0-16,5% 11 12 Normal
Hematocrite 35,0-50,0% 35 40 Normal
Thombocytes 150000-390000 201.000 211.000 Normal
Glucose 60-110 mg/dl 90 100 Normal
Random
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 60 72 Tinggi
Creatinine 0.7-1.5 mg/dl 4,91 5,21 Tinggi
SGOT 11-41 U/I 78 88 Tinggi
SGPT 10-41 U/I 76 87 Tinggi
Albumin 3.5-5.0 g/dl 2,8 2,8 Rendah
Na 135-145 138 140 Normal
mmol/l
Potassium/K 3.5-5.0 4.o0 4.1 Normal
Chlorida/Cl 98-106 mmol/l 100 98 Normal
p.H 7.35-7.45 7.38 7,38 normal
p.CO2 35-45 37.0 42.0 Normal
p.O2 80-100 87 88 Normal
HCO3 21-28 23 24 Normal
O2 saturate >95% 98,9 90 Normal
Base excess (-)3-(+)3 (-)1 (-)1 Normal
Pengobatan
No Nama obat Dosis Rute Tanggal
11/12
1 Prazosin 500 mg Oral √
2 Cetriaxone 500 mg Oral √
3 Paracetamol 500 mg Oral √
4 Infus RL IV √
5 Simetidin IV √
B. FORM DATA BASE PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. IJ No RekMedik :-
Umur : 68 tahun Dokter yg merawat :-
Sex : laki-laki Pendidikan : S1
Alamat : Jl. Sadewa raya753 Solo Riwayat masuk RS :-
Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Swasta
Riwayat penyakit terdahulu :-
RIWAYAT SOSIAL
Kegiatan Keterangan
Pola makan/diet
- Vegetarian
Tidak
Merokok
Tidak
Meminum Alkohol
Tidak
Meminum Obat herbal
Tidak
Riwayat Alergi : -
Diagnosa : BPH
SUBYEKTIF
dirawat dirumah sakit karena menderita gagguan ginjal, setiap berkemih
pasien merasa sangat kesakitan.
OBYEKTIF
Tanggal
Tanda vital Nilai normal Keterangan
11/12 13/12
TD 120/80 mmHg 140/90 140/90 Tinggi
nadi 80 x/ menit 118 120 Tinggi
RR < 30% x/menit 98 100 Tinggi
T 37,25oC 40 40 Tinggi
Data Laboratorium :
Tanggal pemeriksaan
Parameter Nilai normal Ket
11/12 13/12
leukocyte 3500-10000 8850 9550 Normal
Hb 11.0-16,5% 11 12 Normal
Hematocrite 35,0-50,0% 35 40 Normal
Thombocytes 150000-390000 201.000 211.000 Normal
Glucose Normal
60-110 mg/dl 90 100
Random
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 60 72 Tinggi
Mual di sini
kemungkinan
disebabkan karena nilai
Gangguan
kreatinin dan BUN yang
asam Mual - simetidin -
tinggi sehingga
lambung
pemberian Ranitidin
tetap dilanjutkan untuk
mengurangi mualnya.
Merupakan salah satu
BUN dan komplikasi dari BPH
Creatinin ditandai dengan nilai
Gangguan
- meningkat, - kreatinin dan BUN Untreted Indication
fungsi ginjal
albumin pasien yang meningkat
menurun serta nilai albumin yang
menurun.
Nilai SGOT dan SGPT
SGOT dan pasien mengalami
Gangguan
- SGPT - penurunan Untrested Indication
fungsi hati
menurun kemungkinan adanya
gangguan fungsi hati.
C. CARE PLAN
1. Terapi Farmakologi
a) Berdasarkan keadaan pasien yang menggunakan kateter untuk BAK (BPH severe)
direkomendasikanuntuk Prostatektomi yang merupakan gold standar pada pasien
BPH sedang-berat dan untuk semua pasien yang mengalami komplikasi.
b) Untuk ngatasi pendarahan diberikan asam traneksamat 25 mg/kg 2-3 kali sehari
c) Untuk mengatasi demam dan nyeri yang nilai SGOT, SGPT pasien tinggi,
disarankan menggunakan sistenol yang berisi parasetamol kombinasi asetisestein
untuk sebagai antidot parasetamol.
d) Antibiotik Ceftriaxon digunakan untuk profilaksis infeksi dimana akan
menyebabkan BPH bertambah parah oleh kemungkinan disebabkan oleh adanya
penumpukan bakteri di dalam saluran kencing sehingga perlu pemberian antibiotik.
Antibiotik Ceftriaxon tetap diberikan untuk terapi. Rute pemberian antibiotik
ceftriaxone peroral sebaiknya diganti dengan rute secara intravena (IV) karena
ceftriaxone hanya dapat diberikan secara injeksi atau infus. Pemberian ceftriaxone
menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT,
e) Pemberian simetidin tetap dilanjutkan untuk mengatasi mual pada pasien. Mual
pada pasien ini kemungkinan disebabkan karena kadar ureum dan kreatinin yang
tinggi.Apabila sudah tidak mual maka dapat dihentikan
f) Dari data lab albumin pasien mengalami penurunan serta BUN dan kreatinin pasien
mengalami peningkatan yang kemungkinan adanya kerusakan atau gangguan organ
ginjal pasien. Untuk itu perlu diterapi dengan infus albumin 20% agar kadar
albumin pasien kembali normal.
g) Dari data lab terbaca SGOT dan SGPT pasien mengalami penurunan. Artinya
terjadi gangguan pada organ hati pasien. Untuk mengobati dan melindungi organ
hati diberikan HP pro 3x sehari 1 kapsul.
2. MONITORING
a) Evaluasi kadar BUN dan kreatinin pasien secara rutin karena dapat berpengaruh pada fungsi
ginjal.
b) Monitoring laju aliran urin dan volume urin dari pasien
c) Monitoring kadar hemoglobin pasien.
d) Monitoring adanya infeksi pasca operasi
e) Monitoring kadar SGOT, SGPT dan albumin pasien, karena penggunaan ceftriaxone dapat
meningkatkan kadar SGOT dan SGPT.
f) Monitoring tekanan darah dan denyut nadi pasien karena penggunaan Prazosin dapat
menyebabkan efek samping hipotensi ortotastik.
g) Monitoring laju pernapasan dan suhu tubuh pasien
h) Monitoring urinalisis untuk mengetahui adanya leukosituria dan hematuria, jika ada maka
terjadi komplikasi seperti ISK.
4. KIE
a) Memberikan informasi tentang obat yang digunakan, aturan pakai, dan cara penggunaannya
dengan baik.
b) Memberikan informasi tentang interaksi obat dan efek samping obat yang mungkin terjadi
pada saat pengobatan.
c) Memberikan edukasi kepada pasien atau keluarga pasien mengenai faktor resiko BPH.
DAFTAR PUSTAKA