Prosiding Gupres Sma PDF
Prosiding Gupres Sma PDF
ISBN : 978-602-74835-4-5
Penanggungjawab
Sri Renani Pantjastuti
Penyusun:
Kadarisman
Editor:
Romi Siswanto
Penyunting:
Wendi Kuswandi
Reviewer
Husaini Usman (Universitas Negeri Yogyakarta)
Abdul Aziz Husien (Universitas Brawijaya)
Asmar Yulastri (Universitas Negeri Padang)
Penerbit:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Redaksi:
Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jl. Pintu Satu Senayan, Gedung D Lantai 12
Komplek Kantor Kemdikbud, Jakarta Pusat 10270
Telp./Fax (021) 57974106
E-mail: kesharlindunga@gmail.com
Segala puji dan syukur kami panjatkan hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan Prosiding Diseminasi Hasil Pengalaman
Terbaik Kegiatan Pemilihan Guru SMA dan SMK Berprestasi Tingkat
Nasional Tahun 2017.
i
DAFTAR ISI
Hal.
Kata Pengantar...……………………………………………………… i
Daftar Isi ……………………………………………………………… ii-iii
1. Racikan jitu - Rustiani Widiasih 1-15
9. Poster Inkuiri Diskoveri topik nutrisi dan status gizi untuk 102-111
meningkatkan hot pada pembelajaran Biologi – Eka Ratnasari
10. Menjadikan pai menyenangkan melalui model mpa dengan media 112-122
migami di SMAN 1 Peukan Bada - Muhammad Yani, S.Pd.I, M.Ag.
12. Madu asli (materi, diskusi, tugas dan penilaian): inovasi lerning 132-143
ii
management system (LMS) menggunakan google classroom untuk
mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam
pembelajaran Matematika – Moch. Fatkoer Rohman
13. Penggunaan kartu konsep diri untuk integrasi karakter berbasis self 144-155
esteem positif dengan problem based learning (PBL) pada
pembelajaran kimia dan ekstrakurikuler kir di SMA Negeri 4
Banjarbaru Kalimantan Selatan - Risnawati, S.P, M.Pd
15. Peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Geografi melalui 170-187
model pembelajaran shopping siswa kelas XII IPS 2 SMA Negeri 3
Ambon - Drs. Muhd Jafar Joisangadji, M.Pd
16. Proyek uji kesambalit sederhana untuk menguji larutan kimia di SMA 188-196
Negeri 4 Berau - Yuli Puspasari, S.Pd, M.Pd
17. Media sentrig berbasis android untuk mengurangi Cognitive Load 197-209
siswa - Eka Sastrawati, S,Pd., M.Pd
iii
RACIKAN JITU
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan yang diharapkan setelah siswa mempelajari Bahasa Inggris di Sekolah
Menengah Atas (SMA) adalah mengembangkan potensi siswa agar memiliki kompetensi
komunikatif baik lisan maupun tulisan. Ruang lingkupnya meliputi kemampuan berwacana,
yakni kemampuan memahami dan menghasilkan teks lisan/tulis yang direalisasikan dalam
empat keterampilan berbahasa, yakni mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis
secara terpadu (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Selain itu siswa dituntut untuk
memiliki kompetensi pendukung yaitu kompetensi linguistik (menggunakan tata bahasa
dan kosa kata, tata bunyi, tata tulis). Guru memiliki peran yang sangat penting untuk
mencapai tujuan tersebut karena guru adalah pelaksana kurikulum. Selain memiliki peran
yang strategis sebagai pelaksana kurikulkum, guru juga berperan dalam Pelaksanaan
Gerakan PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) yang terdiri dari penguatan nilai religius,
nasionalisme, gotong-royong, integritas, dan kemandirian. PPK diintegrasikan kedalam
mata pelajaran sesuai topik utama dan karakteristik mata pelajaran, sehingga peserta didik
memiliki karakter sesuai dengan yang diharapkan.
Pada kenyataannya, kondisi yang terjadi di sekolah tempat penulis mengajar masih jauh
dari kondisi ideal baik dalam kemampuan berbahasa Inggris maupun nilai karakter.
Berkaitan dengan kemampuan berbahasa Inggris, kompetensi siswa masih jauh dari standar
yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian speaking, reading
dan writing bahasa Inggris kelas X SMA Negeri I Badegan tahun pelajaran 2015/2016
dengan nilai rata-rata dibawah KKM yang ditetapkan yaitu 65. Nilai yang diperoleh pada
salah satu ulangan harian speaking adalah 57,7, nilai ulangan harian writing adalah 59,9
dan reading adalah 61 (data terlampir). Melihat kondisi yang terjadi pada kelas X, penulis
sebagai guru kelas XI berupaya untuk melakukan pengkajian penyebab rendahnya nilai
siswa tersebut.
1
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui penyebab rendahnya kemampuan
berbahasa Inggris siswa dikarenakan oleh dua faktor yaitu guru dan siswa. Dalam
mengajar guru tidak menggunakan pembelajaran yang aktif dan kreatif. Hal tersebut
menyebabkan siswa menjadi malas, pasif dan tidak menyukai pelajaran bahasa Inggris.
Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris siswa, sekolah telah
menyediakan ekstrakulikuler English Conversation Club (ECC). Namun, hanya sebagian
kecil siswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Kebanyakan siswa lebih memilih pulang
setelah sekolah daripada mengikuti kegiatan ekstrakurikuler karena merasa lelah setelah
mengikuti pelajaran pada pagi hari. Sebenarnya apabila siswa telah memiliki jiwa juang
yang tinggi, mereka akan tetap mengikuti kegiatan Ekstrakurikuler bagaimanapun
keadaannya.Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanamkan jiwa juang kepada siswa.
Untuk mengetahui alasan siswa tidak mengikuti ekstrakurikuler, penulis
mengadakan wawancara dengan siswa. Dari hasil wawancara diketahui bahwa sejak SMP
sebagian besar siswa menganggap bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit, sehingga
mereka tidak memiliki rasa suka terhadap pelajaran bahasa Inggris. Menurut siswa, alasan
paling mendasar yang membuat bahasa Inggris itu sulit adalah ketidakpahaman mereka
terhadap teks atau ucapan bahasa Inggris. Hal itu disebabkan minimnya simpanan
kosakata pada memori mereka. Dengan kondisi seperti itu siswa tidak terdorong untuk
melakukan upaya yang bisa membuat diri mereka bisa berbahasa Inggris. Dalam hal inilah
nilai karakter kompetitif siswa perlu ditingkatkan.
Walau sebagian besar siswa menganggap pelajaran Bahasa Inggris adalah
pelajaran yang sulit dan tidak disukai, masih ada sekelompok kecil siswa yang menyukai
pelajaran bahasa Inggris. Beberapa anak tersebut memiliki kemampuan lebih dibandingkan
teman-temannya. Mereka juga memiliki motivasi yang tinggi dalam belajar bahasa Inggris.
Siswa tersebut mempunyai hak untuk dikembangkan potensinya. Disinilah pentingnya
upaya untuk mengembangkan potensi siswa yang memiliki kemampuan dan motivasi yang
baik dalam belajar bahasa Inggris. Namun, sebagaimana siswa yang lain, siswa tersebut
tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan bahasa Inggrisnya.
Jarangnya menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari menjadikan
siswa minim kosakata. Bahasa sehari-hari yang digunakan siswa adalah bahasa daerah
(Jawa), sedangkan bahasa kedua adalah bahasa Indonesia. Bahasa Inggris bagi siswa
2
adalah benar-benar bahasa asing (foreign language) bukan sebagai bahasa kedua (second
language). Selain itu, siswa belajar bahasa Inggris hanya di sekolah saja yang mana
dengan penerapan K13 jam pelajaran bahasa Inggris berkurang dari empat jam perminggu
menjadi dua jam saja. Para siswa juga jarang mengikuti les bahasa Inggris. Maka dari itu,
harapan untuk berbahasa Inggris hanyalah di kelas dan di sekolah saja. Apabila waktu yang
singkat itu tidak dimanfaatkan secara baik oleh guru, maka hilanglah kesempatan siswa
dalam menekuni pelajaran Bahasa Inggris. Dengan keterbatasan jam pelajaran bahasa
Inggris tersebut, sebenarnya siswa dituntut untuk belajar diluar jam pelajaran secara
mandiri. Oleh karenya perlu ada upaya menanamkan kemandirian kepada siswa.
Dengan segala kondisi yang ada, penulis tertantang untuk menemukan cara dan
terus memotivasi agar para siswa berubah dari merasa sulit menjadi merasa mudah dan
dari tidak suka menjadi suka terhadap pelajaran Bahasa Inggris, sehingga kemampuan
berbahasa Inggris siswa meningkat. Hal itu sesuai dengan pendapat Rais (2009:69) bahwa
kunci sukses pekerjaan guru adalah kemampuan dalam memotivasi siswa untuk terus
meningkatkan prestasinya. Tanpa motivasi, semudah apapun pelajaran yang dihadapi,
siswa tidak akan pernah mau untuk mempelajarinya.
Melalui pengalaman mengajar kelas XI penulis menguraikan pengalaman mengajar
dengan “Racikan Jitu” untuk meningkatkan kompetensi berbahasa Inggris dan penguatan
karakter siswa. “Racikan Jitu” merupakan akronim dari “Rasa Cinta”, “Anak Andalan”,
dan “Strategi Jitu”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan pembelajaran dengan “Racikan Jitu” untuk meningkatkan
kompetensi menulis siswa?
2. Apakah penerapan pembelajaran dengan “Racikan Jitu” dapat meningkatkan penguatan
karakter siswa?
C. Strategi Pemecahan Masalah
C.1. Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah
Strategi pemecahan masalah yang penulis lakukan adalah dengan menerapkan
pembelajaran dengan “Racikan Jitu”. “Racikan Jitu” adalah pembelajaran dengan
penumbuhan “Rasa Cinta” terhadap pelajaran bahasa Inggris, pembinaan Anak Andalan,
3
dan penggunaan Strategi dan media Jitu dalam pembelajaran. Untuk lebih jelasnya
diuraikan sebagai berikut:
C.1.1. Penumbuhan rasa Cinta
Berdasarkan latar belakang yang menyatakan bahwa siswa tidak mempunyai rasa suka
terhadap bahasa Inggris, maka strategi yang dilakukan penulis adalah dengan penumbuhan
rasa cinta. Penumbuhan rasa cinta merupakan upaya penulis supaya siswa cinta terhadap
pelajaran Bahasa Inggris. Untuk itu, penulis menciptakan kartu English Plus Point (EPP).
EPP adalah kartu prestasi atau capaian pada setiap kegiatan yang dilakukan siswa
berhubungan dengan bahasa Inggris. Unsur-unsur yang ada dalam EPP terdiri dari 24 unsur
yang memiliki skor masing-masing.
C.1.2. Pembinaan Anak Andalan
Berdasarkan latar belakang yang menyatakan bahwa terjadi kesenjangan kemampuan
berbahasa Inggris siswa dan perlunya upaya untuk mengembangkan potensi siswa yang
tinggi, maka perlu diciptakan strategi pemecahan masalah tersebut. Adapun strategi yang
diambil adalah dengan pembinaan anak andalan. Anak andalah adalah anak-anak yang
memiliki kesenangan dan kemampuan berbahasa Inggris melebihi teman-temannya. Anak
andalan mendapatkan nilai bahasa Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan siswa lainnya.
Anak tersebut memiliki kemampuan belajar lebih cepat. Pemilihan anak andalan dilakukan
dengan penilaian dan penyeleksian yang dilakukan oleh penulis dan rekomendasi dari guru
bahasa Inggris lain.
Anak Andalan dibimbing secara intensif sehingga siap untuk mewakili sekolah
dalam mengikuti berbagai kompetisi bahasa Inggris. Penulis menyadari bahwa kemampuan
dan motivasi dalam belajar Bahasa Inggris siswa berbeda-beda, ada siswa yang lamban dan
ada yang cepat dalam mempelajari bahasa Inggris. Sebagai seorang guru, penulis harus
melayani siswa secara adil dimana siswa yang lamban diberi remedial dan siswa yang cepat
diberi pengayaan. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang
Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa tugas utama pendidik adalah
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik.
4
C.1.3. Penggunaan Strategi Jitu
Berdasarkan latar belakang yang menyatakan bahwa pembelajaran di kelas yang
terjadi selama ini adalah pembelajaran yang pasif dan tidak inovatif, sehingga
menyebabkan kompetensi bahasa Inggris siswa rendah, maka perlu adanya strategi untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Strategi yang dilakukan adalah dengan penciptaan media
dan strategi jitu. Penggunaan Strategi jitu adalah upaya yang dilakukan penulis dalam
menciptakan media dan teknik dalam mengajar yang sederhana, murah dan mudah, namun
jitu dan tepat untuk membantu siswa belajar bahasa Inggris. Adapun berbagai strategi dan
media jitu yang telah dibuat dan diciptakan oleh penulis disertakan dalam lampiran.
Bagan di atas menjelaskan bahwa “Racikan Jitu” terdiri dari unsur Rasa Cinta, Anak
Andalan dan Strategi/Media Jitu. Untuk menumbuhkan Rasa cinta, upaya yang dilakukan
adalah dengan melakukan kontrak belajar, penerapan poin bahasa Inggris dan pemberian
reward atau pengharagaan. Upaya yang dilakukan dalam pembinaan Anak Andalan adalah
dengan berkumunikasi dalam bahasa Inggris melalui WhatApp, sharing juara, mengikuti
perlombaan, pembinaan rutin dan pendampingan nilai. Adapun media jitu dan strategi jitu
diciptakan oleh penulis untuk membantu pembelajaran bahasa Inggris. Pelaksanaan
pembelajaran dengan “Racikan Jitu” diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris dan juga penguatan pendidikan karakter.
5
PEMBAHASAN
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
A.1. Penumbuhan Rasa Cinta
Adanya pendapat siswa bahwa bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit,
membuat kebanyakan siswa tidak menyukai Bahasa Inggris. Akibatnya, minat mereka
terhadap bahasa Inggris rendah. Jika rasa senang terhadap bahasa Inggris saja tidak
mempunyai, apalagi kemauan untuk belajar. Padahal, menurut Yusmansyah (2008: 44)
tanpa rasa senang akan sulit bertahan dalam belajar terutama jika menghadapi bagian-
bagian yang sulit dicerna. Dua hal yaitu merasa sulit dan merasa tidak suka menjadi alasan
utama siswa enggan mempelajari bahasa Inggris. Akibatnya, kemampuan berbahasa
Inggris siswa juga rendah.
Oleh karena itu, guru harus membuat siswa senang terhadap pelajaran-pelajaran
yang diajarkan. Dalam hal ini, penulis sebagai seorang guru bahasa Inggris harus mampu
membuat siswa merasa senang terhadap pelajaran bahasa Inggris. Rasa senang bisa
menjadi motivasi instrinsik untuk belajar bahasa Inggris sehingga tujuan pembelajaran
bisa tercapai. EPP (English Plus Point) efektif untuk menumbuhkan rasa senang karena
berisi daftar kegiatan belajar bahasa Inggris yang menyenangkan seperti menyanyikan lagu
bahasa Inggris, menerjemahkan lirik lagu, menulis buku harian, dan lain-lain. Sehingga,
siswa akan belajar bahasa Inggris dengan senang dan mandiri. Pemberian EPP
dilaksanakan diluar jam pelajaran sehingga tidak mengganggu jam efektif.
6
yang mereka inginkan dimasa depannya, misalnya masuk perguruan tinggi dengan jurusan
yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa Inggris.
7
selalu menambah poin plus atau EPP dan membawa kartu EPP setiap hari. Selain itu siswa juga sepakat
untuk menambah kosakata pada Buku Tabungan Kosa Kata (BTK) dan lain sebagainya. Kontrak belajar
juga berisi sangsi apabila siswa tidak aktif dalam melakukan kegiatan serta pemberian penghargaan jika siswa
mencapai suatu prestasi.
B.1.2 English Plus Point (EPP).
Guru menghargai siswa walaupun hanya mengucapkan satu kalimat dengan cara
memberikan skor di kartu English Plus Point (EPP). Deskripsi kegiatan tertera pada bagian
depan kartu EPP, sedangkan bagian belakang berisi tempat mencatat kegiatan dan skor
yang dicapai siswa sesuai dengan petunjuk. EPP mendorong siswa untuk melakukan
pembelajaran secara mandiri. Strategi untuk menumbuhkan rasa cinta melalui EPP
dilakukan diluar jam pelajaran agar tidak mengganggu jam efektif.
B.1.3 Reward
Siswa yang mencapai skor tertinggi, diberikan penghargaan supaya siswa termotivasi
untuk mendapatkan poin. Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang mendapatkan
point tertinggi di setiap kelas setiap bulannya.Penghargaan bisa berupa pencatatan prestasi
siswa pada buku catatan guru ataupun pemberian hadiah berupa buku, kamus, majalah dan
lain-lain. Pemberian penghargaan sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk
menumbuhkan rasa cinta terhadap pelajaran bahasa Inggris. Motivasi guru ini dilakukan
untuk merangsang siswa akan pentingnya memiliki kemamuan belajar. Apabila siswa
sudah memiliki kemauan diri untuk belajar bahasa Inggris, nantinya siswa akan melakuan
kegiatan belajar secara mandiri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dimyati (2016)
bahwa motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi intrinsik jika siswa menyadari
pentingnya belajar.
B.2. Pembinaan Anak Andalan
Pelaksanaan strategi pemecahan masalah berupa Bimbingan Anak Andalan dilakukan
dengan:
B.2.1 English Communication (WhatApp)
Setelah anggota Anak Andalan terpilih, guru membentuk grup WA untuk melakukan
komunikasi menggunakan bahasa Inggris. Semua anggota pada grup tersebut dapat
menggunakan grup WA tersebut untuk berdiskusi, menyampaikan informasi lomba bahasa
Inggris, dan lain-lain.
8
B.2.2 Sharing Juara
Untuk mempercepat pencapaian prestasi siswa, penulis mengundang siswa dari sekolah
lain untuk menampilkan kemampuan berbahasa Inggris mereka, sehingga mereka bisa
menjadi pemenang. Sharing juga dilakukan oleh kakak kelas kepada adik kelas. Tidak
hanya itu, penulis juga mendatangkan pelatih bahasa Inggris untuk memberikan bimbingan
khusus kepada para siswa.
B.2.3 English Competition
Anak andalan selalu menjadi perwakilan sekolah dalam berbagai perlombaan bahasa
Inggris. Pada awalnya, penulis mengajak Anak Andalan untuk menyaksikan perlombaan
bahasa Inggris supaya mereka termotivasi dan mendapatkan gambaran akan perlombaan
bahasa Inggris. Setelah itu mereka harus mengikuti lomba bahasa Inggris seperti seperti
story telling, speech, dll. Mengituti perlombaan bahasa Inggris sangat efektif untuk
meningkatkan kemampuan bahasa Inggris dan juga penguatan karakter daya juang
(nasionalisme).
9
Berbagai media pembelajaran jitu telah dihasilkan oleh penulis untukmenunjang
pelaksanaan pembelajaran siswa di kelas supaya siswa merasa senang terhadap bahasa
Inggris.Selain untuk menumbuhkan rasa untuk memudahkan pelajaran yang tadinya sulit
menjadi mudah, yang tadinya kompleks menjadi sederhana. Berikut ini adalah media jitu
tersebut:
Media dan strategi jitu digunakan penulis dalam mengajar di kelas. Penggunaan strategi dan
media dalam kegiatan pembelajaran sangat membantu dan memudahkan siswa dalam memahami
materi, sehingga bisa meningkatkan minat dan hasil belajar siswa.
10
C. Hasil yang Dicapai
Sesuai dengan upaya yang telah dilakukan penulis, berikut ini dipaparkan hasil yang
berhasil dicapai.
C.1. Hasil Penumbuhan Rasa Cinta
Penumbuhan rasa cinta terhadap bahasa Inggris memalui program EPP menghasilkan
perubahan sebagai berikut:
C.1.1 Meningkatnya jumlah siswa yang senang terhadap bahasa
Inggris
Berdasarkan hasil angket pada kelas yang dipilih secara acak yaitu kelas XI IPA 1,
rasa senang siswa terhadap pelajaran bahasa Inggris meningkat. Di awal tahun pelajaran siswa
yang menyatakan rasa senang terhadap bahasa Inggris sejumlah 5 siswa dari 32 siswa. Setelah
menerapkan EPP, siswa yang menyukai bahasa Inggris meningkat menjadi menjadi 30 siswa.
Penerapan EPP juga meningkatkan kemandirian siswa dalam belajar. Siswa dengan senang hati
menambah poin bahasa Inggris yang tertera pada EPP. Mereka juga dengan jujur menuliskan
poin mereka pada EPP sebelum ditandatangani guru.
C.1.2 Meningkatnya keaktifan siswa
Keaktifan siswa dalam kegiatan bahasa Inggris dapat dilihat dari kegiatan siswa dalam
mendapatkan poin bahasa Inggris melalui EPP. Siswa berlomba-lomba untuk mendapatkan poin
sebagaimana tetera pada kartu EPP. Dalam hal ini siswa telah melakukan kegiatan pembelajaran
secara mandiri dan kompetitif.
C.2. Hasil Pembinaan Anak andalan
Hasil pembinaan anak andalan dapat dilihat pada tabel berikut:
11
Tabel 1. Hasil Pembinaan Anak Andalan
Hasil prestasi yang diraih para Anak Andalan tersebut menunjukkan bahwa para anak
Andalan memiliki karakter kerja keras, daya juang atau kompetitif dan kemandirian.
C.2.1 Hasil Penggunaan Strategi Jitu
Strategi jitu terdiri dari dua unsur yaitu media dan strategi itu sendiri. Siswa menjadi mudah
dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Siswa juga menikmati kegiatan
pembelajaran akibatnya adalah meningkatnya kemampuan berbahasa Inggris. .Kemajuan
berbahasa Inggris siswa dapat dilihat dari hasil ulangan bahasa Inggris siswa yang mengalami
peningkatan.Peningkatan yang dicapai bisa dilihat dari hasil ulagan harian seperti pada table
berikut:
12
Dari table di atas diketahui bahwa terjadi peningkatan yang berarti setelah menerapkan
pembelajaran dengan strategi/media. Selain itu, Penggunaan media dan strategi jitu yang
dilakukan secara berkelompok dapat meningkatkan nilai karakter gotong royong diantara siswa.
Selain itu peningkatan kompetensi siswa, penemuan media dan strategi jitu memberikan
dampak terhadap guru pula karena guru menuliskan hasil penelitian penggunaan media atau
strategi jitu. Berikut ini adalah dampak bagi guru dan murid:
13
Dari tabel di atas, diketahui bahwa penemuan media jitu selain bermanfaat bagi siswa juga
bermanfaat bagi guru. Media/ strategi jitu membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan
berbahasa Inggris.
D. Kendala-kendala yang Dihadapi
Kendala yang dihadapi adalah sumber daya manusia yang membutuhkan proses pelatihan
terus-menerus. Memerlukan kerja keras untuk melatih siswa dengan kemampuan berbahasa
Inggris yang rendah dan kosakata bahasa Inggris yang terbatas. Kendala lain yang dihadapi
adalah keterbatasan waktu yang dimiliki. Butuh perhatian full dari guru kepada “Anak
Andalan”. Pada waktu akan menghadapi perlombaan, kadang siswa harus penulis ajak ke rumah
untuk latihan. Selain itu, kendala yang dihadapi adalah terbatasnya dana untuk mengikuti
perlombaan di tingkat yang lebih tinggi misalnya Propinsi dan nasional.
E. Faktor-Faktor Pendukung
Namun demikian, kendala yang dihadapi dapat diantisipasi dengan faktor pendukung yang
dimiliki. Pertama, dukungan spiritual sekolah yang besar menjadi sumber kekuatan yang luar
14
biasa. Sekolah mendukung untuk dikembangkan prestasi dan menularkannya kepada siswa yang
lain. SMA Negeri 1 Badegan Ponorogo memberikan ruang kebebasan kepada guru untuk
berkreativitas demi meningkatkan bakat dan minat peserta didik.
Faktor pendukung lain adalah adanya motivasi yang dimiliki para “Anak Andalan”. Para siswa
tersebut telah memiliki motivasi instrinsik. Motivasi ini akan memberikan dampak yang besar
terhadap hasil belajar. Menurut pendapat Hakim (2005: 29-30), Bila seseorang siswa
melakukan aktivitas belajar karena didorong oleh motif intrinsik, siswa tersebut akan dapat
belajar dengan inisiatif sendiri tanpa harus didorong oleh orang lain seperti orang tua atau guru.
Dengan kata lain, motivasi instrinsik itu akan memungkinkan seorang siswa bersikap mandiri
dalam melaksanakan aktivitas belajar. Kemandirian siswa tersebut sangat mendukung
keberhasilan.
F. Alternatif Pengembangan
Upaya penulis berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah dengan cara mengusulkan
supaya apa yang telah dilakukan penulis menjadi program sekolah. Selain itu penulis ingin
mengembangkan pelaksanaan dengan Racikan Jitu pada setiap jenjang, sehingga dampaknya
akan menjadi lebih luas.
15
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, penulis merekomendasikan bahwa:
1. “Racikan Jitu” bisa diterapkan pada semua mata pelajaran dengan penciptaan strategi/
media sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.
2. Penumbuhan Rasa Cinta siswa terhadap pelajaran dapat dilakukan dengan memberikan
penghargaan terhadap apapun yang diucapkan dan dilakukan siswa
3. Pembuatan media jitu sangat membantu siswa dalam meningkatkan hasil pembelajaran
sehingga bisa digunakan oleh guru lain.
Pembimbingan Anak Andalan sangat perlu dipersiapkan karena bisa mengembangkan potensi
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya. 2006.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Setia.
Azhar Arsyad. (2006). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Hakim, Lukman, Drs. 2005.Panduan Menemukan Teknik Belajar, Memilih jurusan, dan
Menentukan Cita-cita, Belajar Secara Efektif. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya
Nusantara.
Rais, Sigit. 2009. Jadi Jutawan dari Hobi. Yogyakarta: Indonesia Tera.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
4. Yusmansyah, Taufik. 2008. Akidah dan Akhlak untuk kelas IX Madrasah Tsanawiyah.
Grafindo Media Pratama
16
STRATEGI IKAN TUNA SUPER DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI
KEWARGANEGARAAN PESERTA DIDIK
SMA NEGERI 1 PEMALI
Derry Nodyanto
SMAN 1 Pemali
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi khususnya dalam bidang pendidikan suatu keharusan atau tuntutan
bagi guru untuk terus belajar dan bersikap responsif terhadap perubahan abad ke-21. Guru
dituntut terus belajar lebih banyak dengan pendekatan atau cara yang berbeda karena
menghadapi zaman yang berbeda pula.
Di abad ke-21, siswa menghadapi berbagai risiko dan ketidakpastian sejalan dengan
perkembangan lingkungan yang begitu pesat, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, ekonomi
dan sosial budaya, sehingga siswa dituntut untuk belajar lebih banyak dan proaktif agar
mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan/keahlian yang memadai. Para siswa saat ini
hidup dalam dunia yang berbeda dan jauh lebih kompleks dibanding zaman sebelumnya. Guru
pendidikan di sekolah sebagai ujung tombak atau sebagai sosok terdepan (frontliner) di dalam
proses pendidikan, dituntut mampu memberikan pengetahuan, sikap, perilaku, dan
keterampilan melalui strategi dan pola pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan di abad 21 (Hosnan, 2014:2). Sejalan dengan fenomena tersebut, mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai bagian dari muatan
kurikulum satuan pendidikan memiliki visi mewujudkan suatu mata pelajaran yang berfungsi
sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan
warga negara. Intinya kompetensi kewarganegaraan yang dikembangkan dalam PPKn yaitu
civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic skills (kecakapan kewarganegaraan) ,
dan civic dispositions (watak kewarganegaraan).
Namun Komalasari (2008: 8) melihat bahwa kondisi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) selama ini ternyata masih didominasi oleh sistem konvensional,
sehingga pembelajaran yang berorientasi pada konsep “contextualized multiple intelegence”
17
masih jauh dari harapan. Adapun belajar konvensional yang dimaksud ditandai dengan ruang
kelas yang tertutup dalam sekolah juga tertutup dari lingkungannya, setting ruangan yang
statis dan penuh formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu, dan papan tulis sebagai
sarana utama dalam proses transfer of knowledge, situasi dan suasana belajar diupayakan
hening untuk mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan buku wajib yang
cenderung satu-satunya yang sah sebagai referensi di kelas, dan adanya model ujian dengan
soal-soal pilihan ganda (multiple choices) yang hasilnya menjadi kemampuan ukuran siswa.
Di SMA Negeri 1 Pemali, khususnya pada mata pelajaran PPKn umumnya guru langsung
masuk ke materi pembelajaran yang lebih menekankan pada dampak instruksional (kognitif),
sedangkan pembangunan dimensi efektif dan psikomotorik belum mendapat perhatian
sebagaimana mestinya. Oleh sebab itu, penulis tertarik melaksanakan Strategi Pembelajaran
Tugas Bermakna dalam Meningkatkan Kompetensi Kewarganegaraan Peserta Didik di kelas
XI MIPA 1.
Tugas bermakna sebagaimana dikemukakan oleh Krajcik, Czerniak, Berger,1999 dalam
Winataputra, dkk (2011) dirancang berfokus pada salah satu pencapaian kompetensi belajar.
Tugas bermakna akan menarik perhatian siswa, memotivasi siswa untuk ingin tahu,
mengeksplorasi, dan menemukan jawaban, serta memelihara konsentrasi perhatian siswa
selama pelajaran berlangsung. Tugas yang bermakna juga dirancang untuk tidak hanya dapat
diaplikasikan di ruang kelas, tetapi luas dan lebih makro sifatnya.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang terdahulu, rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah
“Bagaimana strategi pembelajaran tugas bermakna dalam Meningkatkan Kompetensi
Kewarganegaraan Peserta Didik SMA Negeri 1 Pemali?”
18
(1) Membagi peserta didik menjadi 4 kelompok, kemudian peserta didik diminta untuk
menyusun menara dengan menggunakan lidi korek api diatas botol sirup minuman dalam
waktu yang telah ditentukan (15 menit) dengan kata kunci ”menyusun menara tertinggi
dan indah”.
(2) Setelah waktu yang ditentukan berakhir, kemudian guru meminta masing-masing
kelompok untuk berdiskusi dan menulis pengalaman empirik yang dirasakan dalam
proses pembelajaran berdasarkan sumber referensi yang ada dan mengaitkan dengan dua
poin penting yang berkaitan dengan (a) pendidikan karakter dan (b) materi pembelajaran
“Menatap Tantangan Integrasi Nasional”
(3) Guru meminta perwakilan tiap kelompok untuk mengunjungi kelompok lain dalam
rangka menentukan kelompok yang sesuai dengan kata kunci “menyusun menara
tertinggi dan indah”.
(4) Masing-masing kelompok mempresentasikan/mengkomunikasikan pengalaman empirik
di hadapan kelompok lain dalam upaya membiasakan diri berbicara di depan umum.
(5) Pada akhirnya guru dan peserta didik menarik kesimpulan yang dikaitkan dengan
pendidikan karakter dan materi pembelajaran.
IMPLEMENTASI
19
maupun di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya
pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan
dan perilaku siswa/mahasiswa. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana
sosio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience” juga belum memberikan
kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek
pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum.
Berdasarkan asumsi tersebut, alasan memilih strategi pemecahan masalah dengan
tugas bermakna diantaranya ialah :
1. Saat ini sudah seharusnya adanya perubahan pada dunia pendidikan dimana pembelajaran
hendaknya berpusat pada peserta didik (student centered), bukan lagi berpusat pada guru
(teacher centered). Selama ini pembelajaran hanya terjadi dalam komunikasi satu arah,
peserta didik pasif dan hanya mendengarkan apa yang diceramahkan oleh guru.
2. Mendorong peserta didik untuk mencari tahu dari berbagai sumber dan bukan hanya diberi
tahu. Umumnya selama ini guru langsung masuk ke materi pembelajaran dengan alasan
keterbatasan waktu karena padatnya materi pada kurikulum.
3. Mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan serta
memberdayakan potensi peserta didik sehingga terhindarkan dari pembelajaran yang
mengarah pada apa yang disebut sebagai “teaching to the test” atau mengajar yang
diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian.
4. Guru dituntut mampu memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui strategi
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan di abad 21. Selama ini
kompetensi sikap dan keterampilan masih belum dikembangkan potensinya, sehingga
berdampak kepada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna.
5. Mengembangkan kompetensi kewarganegaraan (civic intelligence), tanggung jawab warga
negara (civic responsibility); serta partisipasi warga negara (civic participation) agar
terbentuknya warga negara yang cerdas dan baik yang sadar akan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara.
20
sesuai dengan materi pembelajaran yang dimaksud. Pada pertemuan sebelumnya peserta didik
dibagi menjadi 4 kelompok dan masing-masing kelompok membawa media benda nyata
sesuai instruksi berupa: (a) botol sirup minuman dan (b) korek api sebanyak tiga kotak.
Pemanfaatan media ini dikaitkan dengan strategi pembelajaran tugas bermakna dan sesuai
dengan konten materi pembelajaran, yakni “Menatap Tantangan Integrasi Nasional”.
Di awal pembelajaran tiap kelompok harus menyusun lidi korek api di atas botol sirup
minuman dalam waktu 15 menit. Kata kuncinya adalah ”menyusun menara tertinggi dan
indah”. Setelah waktu yang telah ditentukan berakhir, tiap kelompok diminta untuk
mendeskripsikan pengalaman empirik yang berkenaan dengan proses simulasi pembentukan
menara. Kemudian tiap perwakilan kelompok berkunjung melihat hasil karya kelompok lain
dengan maksud mengecek kesesuaian menara yang terbentuk dengan kata kunci yang telah
ditentukan.
Kelompok II
Menurut kelompok ini tugas yang kelihatan sederhana ternyata memiliki makna yang
luar biasa, baik dari segi pendidikan karakter maupun dikaitkan dengan materi pembelajaran.
Pada simulasi yang dilakukan, kelompok II mengakui bahwa mereka mengalami beberapa
kegagalan. Alasannya karena kecerobohan kelompok yang tergesa-gesa dan ketidaktelitian,
sehingga mengakibatkan menara menjadi roboh yang disebabkan oleh angin.
21
Kelompok I
Kelompok I berpendapat bahwa banyak pelajaran berharga yang mereka dapat petik
sebagai individu maupun sebagai warga negara. Terutama harus disiplin dengan waktu dan
menghargai waktu itu sendiri. Menyusun lidi korek api tidak semudah yang mereka
bayangkan, demikian juga menyusun atau membangun negara dengan pola pikir masyarakat
yang berbeda-beda.
Intinya menurut kelompok II ini, sebagai warga negara sekaligus generasi muda kita
harus bersyukur dan berterima kasih kepada para pendiri negara yang telah menyatukan kita
dalam keberagaman. Kelompok ini juga berpendapat bahwa kita harus bangga sebagai WNI,
harus bahu membahu, bertanggung jawab dan pantang menyerah, sebagaimana tayangan
video yang ditampilkan pada kegiatan pendahuluan yang mengajak kita semua harus bangga
sebagai WNI.
Kelompok IV
Jadi menurut kelompok IV, sebagai pemuda bangsa, kita tidak boleh lengah dan
senantiasa waspada terhadap ancaman-ancaman tersebut, dan kita harus siap bersaing secara
sehat dengan negara lain untuk menjadi negara yang lebih baik. Tidak kalah penting berkaitan
dengan tugas simulasi, maka diperlukan kesepakatan untuk menentukan strategi terbaik dalam
menyusun menara sesuai waktu yang telah ditentukan sehingga waktu tidak terbuang sia-sia
karena berdebat menentukan strategi yang harus dipilih.
Kelompok III
22
Kelompok III berpendapat bahwa simulasi yang dilakukan menggugah kesadaran dan
tanggung jawab mereka sebagai pelajar sekaligus warga negara Indonesia untuk senantiasa
menjaga keutuhan NKRI. Harus memiliki rasa peduli, cinta tanah air, dan mempertahankan
kesamaan dan kebersamaan yang merupakan kunci utama untuk mewujudkan persatuan serta
yang paling utama adalah semangat gotong royong sebagai warisan kearifan lokal bangsa
Indonesia. Dalam menyusun menara, demikian juga negara harus bergotong royong, tidak
mungkin hanya dilakukan oleh satu orang. Jadi menurut kelompok III untuk menjadi
pemimpin itu tidak mudah, kita harus membantu menjaga NKRI sebagai harga mati.
Sebagai penutup, guru memberikan kesimpulan umum atas simulasi yang telah
dilakukan. Intinya guru menggunakan dua filosofi dalam upaya menjaga keutuhan NKRI.
Pertama; memegang prinsip “negara Indonesia adalah negara yang luas, negara
Indonesia bukan negara yang terlalu luas”. Filosofi ini menandakan kebanggaan kita
sebagai bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI dengan segala kekayaan yang
dimiliki dari sabang sampai merauke.
Kedua: “belajar sejarah dan belajar dari sejarah”, ini berarti sebagai warga negara
terutama generasi muda harus mengetahui wawasan kebangsaan termasuk mempelajari
pendidikan kewarganegaraan agar melek tentang kronologis sejarah bangsa. Tak kalah penting
belajar dari sejarah bahwa bangsa ini pernah dijajah, oleh sebab itu bagaimana upaya bangsa
ini agar tidak kembali dijajah, yakni dengan mempersiapkan generasi muda yang sadar akan
hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan senantiasa waspada menghadapi ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan.
Selain itu perlu pula dikaitkan antara simulasi yang telah dilakukan dengan isu
kewarganegaraan (kontekstual), diantaranya harus bijak memanfaatkan media sosial. Sebab
jika tidak didukung dengan pemikiran yang matang, tidak jarang membuahkan tindakan
23
bersifat disharmoni atau konflik sesama. Dengan kata lain sebagai pengguna media sosial
bukan hanya mengkritik semata atas kebijakan pemerintah, namun ikut memberikan solusi
dalam menyelesaikan masalah, sebab menjadi pemimpin itu bukan perkara mudah.
24
(3) Juara 1 Lomba Cerdas Cermat Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur yang
diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangka;
(4) Juara 2 Lomba Cerdas Cermat MPR RI Tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh MPR
RI Tahun 2017;
(5) Perwakilan Duta Parlemen Remaja Tingkat SMA/SMK Se-Indonesia Tahun 2016.
2. Tugas Bermakna
Indikator-indikator hasil yang dicapai melalui strategi pembelajaran tugas bermakna
tercermin dari testimoni perwakilan peserta didik terhadap tugas yang diberikan (dapat dilihat
pada video pembelajaran), yakni :
a. Pembelajaran menjadi asyik dan menyenangkan sebab tidak hanya mendengar apa yang
diceramahkan oleh guru tetapi ikut aktif melakukan sesuatu atau terlibat dalam
pembelajaran sehingga memberikan manfaat yang positif;
b. Pembelajaran yang dilaksanakan memiliki makna yang mendalam karena menyangkut
tentang kondisi kekinian sehingga menjadi acuan dalam bersikap dan bertindak dalam
masyarakat;
c. Menumbuhkan jiwa kompetitif yang sehat antarpeserta didik, seperti kemampuan
mengemukakan pendapat dan menghargai pendapat serta melatih kebiasaan berbicara di
depan umum/orang banyak.
2. Eric Okto Fernandes (Kelas XI MIPA 1)
Pada hakekatnya pendapat yang dikemukakan Eric hampir sama dengan pendapat Asya.
Adapun inti pembelajaran dengan Strategi Ikan Tuna Super menurut Eric ialah :
25
antaranya disiplin, gotong royong, mengikuti upacara bendera dengan baik yang
dikembangkan dalam kehidupan.
Secara umum pendapat dua peserta didik tentang tugas bermakna sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Krajcik, Czerniak, Berger,1999 dalam Winataputra, dkk. (2011) yang
mengatakan ” tugas bermakna dirancang berfokus pada salah satu pencapaian kompetensi
belajar. Tugas bermakna akan menarik perhatian siswa, memotivasi siswa untuk ingin tahu,
mengeksplorasi, dan menemukan jawaban, serta memelihara konsentrasi perhatian siswa
selama pelajaran berlangsung. Tugas yang bermakna juga dirancang untuk tidak hanya dapat
diaplikasikan di ruang kelas, tetapi luas dan lebih makro sifatnya”.
Dengan demikian Strategi Ikan Tuna Super memiliki relevansi antara teori dan
testimoni yang dikemukakan oleh peserta didik. Hal tersebut antara lain dapat tercermin pada
pernyataan : (1) tugas bermakna dirancang berfokus pada salah satu pencapaian kompetensi
belajar (materi pembelajaran yang kontekstual/kekinian). (2) tugas bermakna menarik
perhatian siswa, memotivasi siswa untuk ingin tahu, mengeksplorasi, dan menemukan
jawaban (pembelajaran asyik dan menyenangkan karena tidak hanya mendengarkan ceramah
guru, menuntut penalaran, menumbuhkan jiwa kompetitif yang sehat antar siswa), dan (3)
tugas yang bermakna juga dirancang untuk tidak hanya dapat diaplikasikan di ruang kelas,
tetapi luas dan lebih makro sifatnya (pembelajaran menjadi tidak membosankan karena
dilakukan di luar kelas, seperti ruang pendopo sekolah).
26
2. terjadi kompetisi sehat antarkelompok dalam menyajikan hasil tugas atau karya terbaik
termasuk menghargai pendapat orang lain;
3. kompetensi peserta didik mengaitkan materi dengan isu kewarganegaraan/ kontekstual
sangat baik;
4. dukungan pihak sekolah yang memberikan ruang kreasi kepada guru untuk
mengembangkan potensi peserta didik termasuk peluang guru untuk berkarya;
5. sarana dan prasarana sekolah, yakni ruang pendopo yang representatif untuk menunjang
kegiatan di luar kelas.
F. Alternatif Pengembangan
Bercermin dari hasil yang dicapai, alternatif pengembangan yang dapat dilakukan
antara lain:
1. penguatan peran kelembagaan khususnya MGMP PPKn untuk berbagi informasi dalam
upaya memaksimalkan pembelajaran mendidik dan memberikan layanan kualitas terbaik
kepada peserta didik.
2. mengoptimalkan peran pengawas sekolah yang memberikan masukan dan energi positif
bagi guru dalam upaya peningkatan mutu sekolah
3. berkolaborasi dengan rekan guru PPKn dan guru Bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kompetensi peserta didik dalam hal berkomunikasi yang dapat digunakan sebagai
masukan dalam mengikuti lomba-lomba yang relevan.
27
Strategi pembelajaran tugas bermakna juga memiliki relevansi dengan pendapat
Berger dalam Winataputra (2011) dan testimoni yang dikemukakan oleh peserta didik,
yakni : tugas bermakna berfokus pada salah satu pencapaian kompetensi belajar menarik
perhatian peserta didik, memotivasi peserta didik untuk ingin tahu, mengeksplorasi, dan
menemukan jawaban (pembelajaran asyik dan menyenangkan karena tidak hanya
mendengarkan ceramah guru, menuntut penalaran, menumbuhkan jiwa kompetitif yang
sehat antarpeserta didik) dan tugas yang bermakna dirancang untuk tidak hanya dapat
diaplikasikan di ruang kelas, tetapi luas dan lebih makro sifatnya (pembelajaran menjadi
tidak membosankan karena dilakukan di luar kelas, seperti ruang pendopo sekolah).
B. Rekomendasi
Pendidikan yang baik adalah hak setiap peserta didik, maka rekomendasi berkaitan
dengan harapan tercapainya tujuan kegiatan pembelajaran, hendaknya :
1. Guru melaksanakan pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran yang membuat
peserta didik lebih banyak melakukan sesuatu daripada hanya mendengarkan ceramah;
2. Guru membiasakan peserta didik membaca, menulis, mendiskusikan dan terlibat aktif
dalam pemecahan berbagai masalah sesuai tuntutan kompetensi kewarganegaraan;
3. Guru senantiasa mempelajari berbagai sumber referensi guna memaksimalkan
pembelajaran mendidik dan memberikan layanan kualitas terbaik kepada peserta didik;
4. Peserta didik harus didorong dan tergugah untuk mencari tahu dari berbagai sumber dan
bukan hanya diberi tahu;
5. Semua warga sekolah harus memiliki komitmen tinggi dan konsisten sebagai agen
perubahan, khususnya guru dalam menanamkan pendidikan karakter kepada peserta
didik dan mengaitkan materi dengan kehidupan nyata/kontektual.
6. Dinas pendidikan/Instansi terkait dapat membantu memublikasikan proses pembelajaran
yang berlangsung (misal dalam bentuk CD Pembelajaran) dan dijadikan referensi bagi
sekolah-sekolah lain.
28
DAFTAR PUSTAKA
Budimansyah dan Suryadi. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Jakarta :
Ghalia Indonesia.
29
Yustiandi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 menegaskan bahwa usaha untuk
menciptakan warga negara dengan karakter unggul merupakan tanggung jawab sistem
pendidikan (Kemdikbud, 2013). Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pendidikan
tidak hanya membentuk generasi yang cerdas dalam pengetahuan tetapi membentuk generasi
yang memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Pada kenyataannya, pengembangan sikap dan karakter yang telah diamanatkan dalam
undang-undang tersebut belum terlaksana secara optimal. Hal lini dibuktikan dengan banyaknya
kasus dikalangan anak dan remaja yang menunjukkan perilaku negatif. Berdasarkan data yang
dirilis media, hingga April 2015 ada 6.006 kasus anak berhadapan dengan hukum (Edwardi,
2015). Sementara itu menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak, Asrorun, angka
penyalahgunaan narkoba pada anak terus mengalami peningkatan, dari 2011 hingga 2014
meningkat hampir 300 persen. Tahun 2012 ada 17, 2013 ada 31, dan di 2014 mencapai 42 anak
(KPAI, 2015). Akhlak generasi muda yang semakin brutal, tidak jujur, tidak disiplin,
kecenderungan meneyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak
sering muncul di Indonesia. Data-data di atas semakin menguatkan bahwa pembentukan sikap
dan karakter sebagai hasil pembelajaran dalam sistem pendidikan harus diperbaiki.
Sistem pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetak dan menghasilkan
generasi yang unggul dalam pengetahuan, keterampilan serta sikap dan karakter. Kurikulum
2013 menempatkan sikap spiritual pada urutan pertama dari Kompetensi Inti (KI 1) serta sikap
sosial pada urutan kedua (KI 2)P. Dengan kata lain, Kurikulum 2013 lebih difokuskan pada
pembentukan sikap dan karakter peserta didik. Pengembangan sikap spiritual dan sikap sosial
harus mendasari pengembangan pengetahuan dan keterampilan pada siswa.
Berdasarkan paparan di atas, penilaian sikap merupakan penilaian yang penting
dilaksanakan. Penilaian sikap akan menggambarkan kondisi sikap siswa satu persatu dengan
30
sangat teliti, dan pada akhirnya akan menggambarkan karakteristik siswa yang diharapkan sesuai
dengan tujuan kurikulum.
B. Permasalahan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Retno, 2015) mengenai implementasi penilaian
sikap di SMA Kabupaten Pandeglang, ditemukan bahwa penilaian sikap belum dilaksanakan
secara optimal, pendidik masih belum memahami bentuk dan teknik penilaian sikap. Guru
memiliki banyak kendala dalam melaksanakan penilaian sikap, salah satunya karena aspek-aspek
penilaian sikap memiliki banyak dimensi misalnya, jujur, disiplin, kerjasama, tanggung jawab,
santun dan menghargai pendapat orang lain. Masing-masing aspek memiliki beberapa indikator
sehingga untuk menilai satu aspek diperlukan paling tidak satu lembar kertas. Berikut disajikan
ilustrasi penilaian sikap: Dari ilustrasi di atas, kita mendapatkan bahwa untuk melaksanakan
sekali penilaian sikap, dibutuhkan 360 lembar. Selain menghabiskan banyak dana, guru akan
kesulitan untuk merekap hasil dan menganalisanya, dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk
melaksanakan satu kali penilaian.
Tugas guru akan menjadi lebih berat dan perlu ketelitian dalam menganalisis jawaban
siswa satu persatu, dan itu tidak bisa dilakukan secara klasikal. Hal ini akan mengakibatkan
penilaian sikap yang direkayasa, siswa yang baik dan siswa yang buruk saja yang menjadi
patokan perbedaan nilai, sementara nilai yang lainnya merupakan standar umum saja (Roslinda,
2013).
31
C. Strategi Pemecahan Masalah
Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memudahkan urusan setiap manusia dalam
kehidupan sehari – hari, begitupun dalam dunia pendidikan khususnya masalah penilaian sikap.
Google, yang telah lama berkecimpung dalam dunia teknologi, mencoba berkontribusi dalam
dunia pendidikan. Salah satu fitur yang bisa kita manfaatkan untuk mengatasi masalah penilaian
afektif ini adalah google formulir atau lebih dikenal dengan google forms.
Google forms dapat memudahkan guru dalam melakukan penilaian sikap tanpa
menghabiskan banyak kertas dan waktu untuk menginput data dan menganalisisnya. Selain itu,
siswa bisa mengisi kapan saja melalui komputer, laptop, handphone selama alat–alat tersebut
terkoneksi internet.
Berdasarkan pertimbangan di atas penulis tertarik untuk memberikan sumbangsih pemikiran
dan ide bagaimana melaksanakan penilaian sikap pada kurikulum 2013 dengan lebih efektif dan
efisisen dengan memanfaatkan teknologi.
32
Penilaian merupakan salah satu bagian penting dalam pembelajaran. Penilaian dapat
menentukan kualitas pembelajaran, sehingga jika kita ingin meningkatkan kualitas pembelajaran,
maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas penilaian.
Kurikulum 2013 lebih memfokuskan pada pembentukan sikap dan karakter siswa, sehingga
penilaian sikap penting untuk dilaksanakan karena penilaian sikap akan menggambarkan kondisi
sikap siswa satu persatu dengan sangat teliti, dan pada akhirnya akan menggambarkan
karakteristik siswa yang diharapkan sesuai dengan tujuan kurikulum.
Alasan pemilihan google forms untuk melaksanakan penilaian dikarenakan akan
memberikan banyak manfaat, diataranya:
1. Bagi guru,
a. Memberikan masukan bagaimana cara melaksanakan penilaian sikap dengan mudah,
efektif dan objektif.
b. Mampu menggunakan teknologi informasi untuk keperluan pembelajaran.
c. Mendapatkan hasil penilaian sikap siswa yang akurat dan objektif.
d. Menghemat biaya karena bersifat paperless serta menghemat waktu karena tidak perlu
merekap data.
2. Bagi sekolah, mendapatkan informasi/umpan balik terhadap penilaian sikap siswa yang
telah dilaksanakan berdasarkan kurikulum 2013 dengan memanfaatkan teknologi.
3. Bagi siswa, memperoleh nilai yang objektif
4. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melaksanakan
penelitian lebih lanjut serta sebagai dasar pengembangan penilaian sikap siswa
berdasarkan Kurikulum 2013.
33
a. Studi pendahuluan untuk mengetahui masalah apa saja yang terdapat disekolah terkait
dengan penilaian sikap siswa
b. Merumuskan masalah
c. Melakukan studi literatur
d. Menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian
e. Melakukan validasi instrument
Validasi yang dimaksud disini adalah validasi isi dan konstruk oleh pakar.
f. Melakukan perbaikan istrumen
g. Mengubah instrumen kedalam bentuk google form
h. Melakukan ujicoba instrumen
2) Pelaksanaan, meliputi :
Memberikan link google form yang berisi penilaian sikap kepada siswa melalui media
sosial (email, facebook, whatsapp, line dll).
3) Pengolahan Data, meliputi:
Data hasil penilaian sikap diri siswa langsung masuk berupa spreadsheet ketika siswa telah
mengisinya. Peneliti hanya tinggal menggunakan rumus sederhana untuk menghasilkan
nilai untuk siswa.
4) Tahap Akhir
Tahap akhir penelitian ini meliputi:
a. Pembahasan. Data yang telah dianalisis kemudian dibahas
b. Menarik kesimpulan. Hasil analisis data dimaknai menjadi kesimpulan untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Penyusunan Laporan ha
34
C. Hasil yang Dicapai
Penilaian diri (self assessment) siswa kelas XI IPA 1 SMAN Cahaya Madani Banten
Boarding School menggunakan enam dimensi yaitu Jujur, tanggung jawab, disiplin, toleransi,
percaya diri, dan santun, yang masing–masing dimensi terdiri dari beberapa indikator.
Hasil penilaian sikap siswa kelas XI IPA 1 di SMAN Cahaya Madani Banten Boarding
School pada google forms kemudian kita olah dengan rumus sedernaha untuk mengubah
deskripsi dari setiap indikator menjadi angka. Berikut contoh perhitungan untuk indicator Jujur :
35
Kemudian, untuk mengetahui predikat yang diperoleh anak, kita tinggal menjumlahkan dan
menyamakan dengan Permendikbud No 81A Tahun 2013 peserta didik memperoleh nilai adalah
:
36
D. Kendala-Kendala yang dihadapi
Berbagai kendala muncul ketika hendak mengenalkan dan mengapliksikan sesuatu yang
baru, termasuk penilaian ini. Awalnya siswa merasa asing dan ragu dengan penlaian ini,
sehingga butuh waktu untuk menjelaskan proses penilaian ini kepada siswa.
Kendala lain yang ditemui adalah disekolah boarding seperti CMBBS, siswa tidak
diperbolehkan membawa HP dan Laptop, sehingga untuk melaksanakan penilaian, siswa harus
melaksanakannya di laboratorium komputer atau menunggu ketika adanya perpulangan.
E. Faktor-Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam mengaplikasikan penilaian sikap menggunakan google
form diataranya:
37
1. Perkembangan teknologi begitu pesat, menjadikan siswa mudah beradaptasi dengan aplikasi
google forms.
2. Jaringan internet yang sudah tersebar memungkin siswa mengisi form dimana saja dan kapan
saja, begitupun utuk guru ketika hendak memeriksa hasilnya.
F. Alternatif Pengembangan
Penelitian ini hanya terbatas pada penilaian diri dan hanya enam aspek yang dinilai.
Alternatif pengembangan yaitu melaksanakan penilaian antar teman dan dengan
mengintegrasikan lima nilai karakter dan penguatan pendidikan karakter yang dikembangkan
oleh kemdikbud, yaitu nasionalisme, relligius, mandiri, integritas dan gotong royong.
A. Simpulan
Berdaasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penilaian sikap (self
assessment) menggunakan google form menjadi lebih mudah, efektif dan objektif.
Jika kita bandingkan hasil penilaian pada subjek yang sama dengan menggunakan media
kertas, maka dibutuhkan 380 lembar. Hal ini akan merepotkan guru ketika merekap data dan
menganalisisnya.
Respon positif dari siswa yaitu bahwasanya penilaian afektif degnan menggunakan
google forms menjadi lebih mudah dan objektif. Siswa bisa leluasa kapan saja mengisi format
penilaian dan hasilnya sangat objektif dan bisa dipertanggung jawabkan. Pengisian pun menjadi
mudah karena dapat dilakukan melalui laptop ataupun handphone
38
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ada beberapa saran yang disampaikan:
DAFTAR PUSTAKA
Edwardi, (20015). Sampai April 2015, Ada 6.006 Kasus Kekerasan Terhadap Anak. [Online].
Tersedia :http://bangka.tribunnews.com/2015/08/03/sampai-april-2015-ada-6006-kasus-
kekerasan-terhadap-anak. [05 Februari 2016]
Hestuningytyas, Retno (2015). Analisis Implementasi Penilaian Sikap Siswa Yang Dilakukan
Guru Terhadap Siswa Berdasarkan Kurikulum 2013 Pada Pembelajaran Konsep
Keanekaragaman Hayati Di SMA. Tesis. Program Studi Pendidikan IPA. SPS UPI. Tidak
Diterbitkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.(2013). Salinan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional tahun 2003. Jakarta: Kemendiknas.
KPAI: Selama 3 tahun 46 pelajar tewas akibat tawuran. (2013, Mei 2). Vivanews. Retrieved
December 14, 2014, from: www.vivanews.com
Newswire, (2015) . Penyalahgunaan Narkoba: Pada 2015 Kasus Narkoba Naik 13%. [Online].
Tersedia : http://kabar24.bisnis.com/read/20160307/367/525706/penyalahgunaan-narkoba-
pada-2015-kasus-narkoba-naik-13. [05 Februari 2016]
Roslinda, Nani (2013). Pelaksanaan Kurikulum 2013 dan Kendala. [Online]. Tersedia :
http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/30/pelaksanaan-kurikulum-2013-dan-kendala-
615487.html. [05 Februari 2016]
39
PENGALAMAN TERBAIK PEMBELAJARAN GEOGRAFI PADA MATERI
PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MENGGUNAKAN MEDIA
GOOGLE EARTH
Arif Pujianto
SMA Negeri 1 Metro
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
SMA Negeri 1 Metro terletak di wilayah Kecamatan Metro Timur Kota Metro. Untuk
mendukung proses pembelajaran, sudah disiapkan koneksi internet dilengkapi free hotspot
internet connection. Hal ini dimaksudkan agar seluruh warga sekolah dapat melakukan koneksi
internet, baik dengan menggunakan notebook, netbook, ipad, handphone, serta komputer yang
tersedia di laboratorium komputer dan di perpustakaan. Meskipun sudah dilengkapi dengan
berbagai fasilitas untuk mendukung proses pembelajaran, khusus untuk mata pelajaran geografi
belum disediakan peta dan foto udara yang memadai.
Peta dan foto udara adalah salah satu bentuk dari media yang dapat digunakan untuk
mendukung proses pembelajaran geografi di kelas. Sampai sekarang ini, SMA Negeri 1 Metro
belum mempunyai peta dan foto udara yang bisa dijadikan media untuk mendukung pelaksanaan
proses pembelajaran geografi di kelas secara memadai. Peta yang sudah ada merupakan peta
yang dibuat pada waktu yang sudah cukup lama. Sedangkan foto udara yang dapat digunakan
untuk mendukung proses pembelajaran geografi khususnya pada kompetensi inti memahami
penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografi juga belum tersedia di SMA Negeri 1 Metro.
B. Permasalahan
Pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, agar peserta didik dapat mencari bahan ajar
ataupun media lainnya melalui internet, dibiasakan menggunakan notebook, netbook, ipad, dan
handphone. Pada pelaksanaannya ada peserta didik yang memanfaatkannya dengan kurang tepat,
seperti sambil melakukan chating, faceboook, twitter, dan menonton video (youtube).
Peserta didik yang tidak membawa notebook/netbook, tetapi membawa perangkat mobile lain
seperti HP (Handphone) terutama yang online, menggunakan peralatannya untuk mencari
40
informasi yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Tetapi ada juga yang beraktifitas lain
dengan menggunakannya untuk membuka facebook, twitter, ataupun untuk mengirim ataupun
menerima SMS (Short Message Service).
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis, sampai sekarang ini pemilihan dan
pemanfaatan media pembelajaran yang tepat masih merupakan permasalahan yang belum bisa
sepenuhnya diselesaikan oleh kebanyakan guru dengan baik khususnya guru geografi di SMA
Negeri 1 Metro.
Upaya yang tepat dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan memanfaatkan media Google Earth yang didapatkan dari notebook, netbook, ipad, dan
handphone yang terkoneksi internet pada proses pembelajaran mata pelajaran geografi.
Pemanfaatan media Google Earth pada proses pembelajaran mata pelajaran geografi dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
Berdasarkan latar belakang seperti yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan
permasalahan sebagai berikut.
41
1. Pemanfaatan media pembelajaran pada proses pembelajaran mata pelajaran geografi masih
menggunakan media konvensional, seperti peta topografi yang dibuat puluhan tahun yang
lalu, karton, dan artikel media massa.
2. Aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik pada proses pembelajaran mata pelajaran
geografi belum optimal.
Pada penulisan Best Practice ini selain memantau permasalahan belajar yang dihadapi
peserta didik juga membantu guru dalam upaya memperbaiki cara mengajarnya. Pelaksanaan
kegiatan ini dilandasi prinsip kolaboratif dan kooperatif, sehingga penulis melakukan diskusi
dengan teman sejawat tentang pemanfaatan media Google Earth pada proses pembelajaran mata
pelajaran geografi, yang dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan.
Pelaksanaan
42
menunjang hasil belajar peserta didik di SMA Negeri 1 Metro. Aktivitas peserta didik yang
bermacam-macam tersebut ada yang tidak mendukung pelaksanaan proses pembelajaran (off
task) dan ada yang mendukung pelaksanaan proses pembelajaran (on task). Aktivitas peserta
didik yang diamati sebagai berikut.
Hasil belajar peserta didik dapat dilihat dari skor test ulangan harian (Lampiran 7) yang dibuat
berdasarkan kisi-kisi tes yang diujikan (Lampiran 6).
Berikut ini adalah langkah-langkah pemanfaatan media Google Earth pada pelaksanaan
proses pembelajaran mata pelajaran geografi. Pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dalam 3
pertemuan. Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama, sebagai berikut.
43
2. Penulis bersama kolaborator membagikan lembar kegiatan peserta didik (student worksheet)
kepada masing-masing kelompok (Lampiran 3).
3. Penulis bersama kolaborator membagikan hand out materi pembelajaran kepada masing-
masing kelompok (Lampiran 4).
4. Penulis bersama kolaborator membagikan panduan penggunaan media Google Earth kepada
masing-masing kelompok (Lampiran 5).
5. Penulis menjelaskan secara garis besar tentang keseluruhan isi materi pembelajaran dengan
metode ceramah dan tanya jawab.
6. Penulis menayangkan media Google Earth menggunakan netbook yang dihubungkan
dengan LCD proyektor sehingga seluruh peserta didik di dalam kelas dapat mengamati
objek yang ditayangkan.
7. Penulis meminta kepada peserta didik untuk tenang dan mengikuti proses pembelajaran
dengan serius.
Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan kedua, secara garis besar sebagai berikut.
44
7. Penulis memberikan ijin peserta didik untuk bertanya dengan cara mengacungkan tangan,
sehingga penulis bisa langsung menanggapi kesulitan yang dialami.
Pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran geografi pada pertemuan ketiga secara garis besar
sebagai berikut.
1. Menentukan materi yang akan diajarkan dengan kompetensi dasar menjelaskan pemanfaatan
citra penginderaan jauh. Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, indikator pencapaian
kompetensi adalah: 1) peserta didik mampu menemukan pengertian dan definisi
penginderaan jauh, 2) peserta didik mampu membedakan antara peta dengan citra
penginderaan jauh, 3) peserta didik mampu mencari perbedaan antara foto udara dan citra
satelit, dan 4) peserta didik mampu mencontohkan komponen penginderaan jauh.
2. Menentukan materi yang akan diajarkan dengan kompetensi dasar menjelaskan pemanfaatan
citra penginderaan jauh. Berdasarkan kompetensi dasar tersebut, indikator pencapaian
kompetensi adalah: 1) peserta didik mampu menafsirkan pola dan ciri kenampakan alam di
permukaan bumi pada foto udara maupun citra penginderaan jauh, 2) peserta didik mampu
menginterpretasikan citra penginderaan jauh dan menyajikannya dalam sebuah peta tentatif,
45
dan 3) peserta didik mampu mengidentifikasi dan mengemukakan pemanfaatan penginderaan
jauh dalam kehidupan sehari-hari.
3. Membuat rancangan pelaksanaan pembelajaran dimana penulis menggunakan media Google
Earth untuk menunjang proses pembelajaran mata pelajaran geografi berdasarkan materi
yang telah ditentukan.
4. Menyusun skenario pembelajaran dengan memanfaatkan media Google Earth pada proses
pembelajaran, yang meliputi kegiatan sebagai berikut.
a. Kegiatan awal, meliputi apersepsi dan penjelasan indikator pencapaian kompetensi.
b. Kegiatan Inti, meliputi penjelasan, tanya jawab, diskusi kelompok, dan penayangan media
Google Earth.
c. Penutup, meliputi refleksi dan evaluasi.
5. Membuat instrumen evaluasi yang diberikan kepada peserta didik pada saat akhir proses
pembelajaran.
6. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran..
7. Mempersiapkan lembar kegiatan peserta didik, hand out materi pembelajaran, dan pedoman
penggunaan Google Erath sebagai media Google Earth untuk mendukung proses
pembelajaran di kelas.
Mata pelajaran geografi adalah salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam
pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS), yang merupakan kajian dari ilmu sosial dan
humanities (antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, politik, filsafat,
psikologi, agama, dan sosiologi) untuk memperkenalkan kompetensi warga masyarakat
(Maryani, 2011).
Belajar adalah proses perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu dan
bukan karena proses pertumbuhan fisik. Menurut Slameto (2003) belajar adalah sutu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne (1988) belajar adalah perubahan dalam diri
46
manusia atau kemampuan yang berlangsung selama satu masa waktu dan yang tidak semata-
mata disebabkan oleh perubahan pertumbuhan. Jenis perubahan yang dimaksud dalam belajar
meliputi tingkah laku setelah individu mendapatkan berbagai pengalaman pada proses
pembelajaran. Sehingga belajar sering didefinisikan sebagai perubahan yang relatif menetap
dalam tingkah laku yang disebabkan oleh latihan atau pengalaman.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi
dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Menurut Gerlach dan Ely (1977) dalam Arsyad (2010) mengatakan bahwa media apabila
dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Sedangkan menurut AECT (Association of Educational and Communication Technology)
dalam Arsyad (2010) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Secara lebih khusus pengertian media
pada proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis, atau
elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Menurut Bruner (1966) dalam Arsyad (2010) ada tiga utama modus belajar yaitu
pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman
abstrak (symbolic). Pengalaman langsung dalam mata pelajaran geografi misalnya praktik
melakukan pengukuran secara langsung di lapangan. Pada tingkatan kedua yaitu pengalaman
piktorial/gambar, pada mata pelajaran geografi misalnya dapat melakukan pengukuran ataupun
analisis suatu objek tanpa harus menyentuh objek secara langsung, tetapi melalui gambar/foto
yang diambil baik secara terestrial ataupun penginderaan jauh.
Pembelajaran dengan media atau alat peraga lebih menarik minat dan kesenangan peserta
didik. Media juga membuat pembelajaran menjadi tidak membosankan sehingga memberikan
variasi pada cara belajar peserta didik. Mengingat bahwa fungsi media pada proses
pembelajaran itu selain sebagai penyaji stumulus berupa informasi, sikap dan lain-lain, juga
untuk meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi. Media juga berfungsi untuk
mengatur langkah-langkah kemajuan serta untuk memberikan umpan balik.
Media berbasis informasi teknologi, sekarang ini ditunjang dengan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi yang sudah dilengkapi dengan koneksi internet. Dengan melakukan
koneksi internet, maka kita akan dapat melakukan browsing, searching, download, upload, dan
lain-lainnya seakan-akan masuk ke dunia maya tanpa batas sehingga bisa memanfaatkan
fasilitas informasi, teknologi, dan aplikasi geospasial. Media Google Earth adalah media yang
di dalamnya terdapat informasi, teknologi, dan aplikasi geospasial atau ruang kebumian (aspek
keruangan) yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu obyek atau kejadian yang berada
di bawah, pada atau di atas permukaaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial).
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan si pebelajar sehingga dapat mendorong proses belajar yang disengaja,
bertujuan dan terkendali. Dengan menggunakan media Google Earth akan dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik, yang akhirnya akan dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik SMA Negeri 1 Metro pada pelaksanaan
proses pembelajaran mata pelajaran geografi.
Penulis memfokuskan pada mata pelajaran geografi yang diajarkan di tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA/MA). Karena itu, pengajaran konsep-konsep, materi pokok, dan sub
48
materi pokoknya disesuaikan dan diserasikan dengan tingkat pengalaman dan perkembangan
mental peserta didik pada jenjang pendidikan yang bersangkutan.
Pada pelaksanaan proses pembelajaran di kelas, secara psikologis ada peserta didik yang
merasa takut atau segan terhadap gurunya. Dengan memanfaatkan media Google Earth diharapkan
kegiatan belajar akan lebih efektif dan efisien, karena dapat mengadakan komunikasi secara bebas.
Peserta didik yang ditunjuk dapat menggunakan media Google Earth akan merasa bangga bahkan
lebih percaya diri di hadapan guru maupun teman-temannya. Dengan memanfaatkan media Google
Earth, aktifitas guru sebagai “juru cerita” menjadi berkurang, dan sebagai konsekuensinya guru
tetap aktif mengamati, menilai dan menginterpretasikan peserta didik dalam kegiatan belajar.
Aktivitas peserta didik pada proses pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2011) bahwa dalam belajar sangat diperlukan
adanya aktivitas. Tanpa aktivitas, belajar itu tidak akan mungkin berlangsung dengan baik.
Aktivitas belajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi aktivitas peserta didik dalam
mengikuti pelajaran, bertanya pada yang belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir,
membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang hasil belajar.
Pada pelaksanaan proses belajar mengajar diperlukan adanya evaluasi yang nantinya akan
dijadikan sebagai tolok ukur yang telah dicapai peserta didik setelah melakukan kegiatan
belajar selama waktu yang telah ditentukan. Menurut Hamalik (2009), evaluasi hasil belajar
49
adalah keseluruhan kegiatan pengukuran, pengolahan, penafsiran, dan pertimbangan untuk
membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik.
50
2. Terminal koneksi listrik PLN yang terbatas sehingga ada laptop/notebook peserta didik yang
kehabisan baterai yang menyebabkan kegiatan pengamatan menggunakan media Google
Earth ada yang terhenti.
E. Faktor-faktor Pendukung
1. Sekolah sudah menyediakan koneksi listrik PLN di dalam ruangan kelas sehingga peserta
didik dapat menyambungkan peralatan elektroniknya.
2. Sekolah sudah menyediakan kokesi Wifi Hotspot sehingga peserta didik dapat koneksi
internet dengan mudah.
3. Ruangan kelas sudah ada pendingin ruangan (AC) sehingga membuat peserta didik lebih
nyaman dalam belajar.
4. Peserta didik ada yang menggunakan kuota pribadi untuk koneksi internet sehingga tidak
tergantung pada wifi hotspot yang disediakan oleh sekolah.
5. Telah disediakan handout materi pelajaran, lembar kegiatan dan panduan penggunaan google
earth sehingga peserta didik dapat mengunakan media google earth dan memanfaatkannya
untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam kelompoknya masing-masing pada mata
pelajaran geografi.
F. Alternatif Pengembangan
Pada bagian paparan teori ditunjukkan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan dan panduan dari guru. Oleh karena itu
hendaknya guru banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi
dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Pada pelaksanaan proses pembelajaran, peserta didik lebih diarahkan pada experimental
learning yaitu adaptasi berdasarkan pengalaman konkrit, diskusi dengan teman sekelas, yang
51
kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Oleh karenanya
inti dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada peserta didik.
Pada pelaksanaan proses pembelajaran, banyak peserta didik yang mencoba berbagai
fitur yang disajikan oleh media Google Earth. Karena menariknya berbagai fitur tersebut,
sehingga waktu yang dilaksanakan pada pelaksanaan proses pembelajaran terasa berlalu dengan
cepat. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada peserta didik untuk mencoba dan
mengeksplorasi media Google Earth di luar jam pelajaran.
Pelaksanaan proses pembelajaran, peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok. Pada
masing-masing kelompok tersebut, telah disediakan handout materi pelajaran, lembar kegiatan
dan panduan penggunaan google earth sehingga peserta didik dapat mengunakan media google
earth dan memanfaatkannya untuk membangun pengetahuannya sendiri dalam kelompoknya
masing-masing pada mata pelajaran geografi.
Tingginya aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran geografi sehingga dapat
membangun pengetahuannya masing-masing tersebut, mendukung teori kontruktivisme, teori
media pembelajaran Bruner dan kerucut pengalaman Dale, dimana peserta didik pada tingkat
Sekolah Menengah Atas dapat lebih memahami materi pelajaran yang didukung media
pembelajaran yang berwujud gambar, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Pemanfaatan media Google Earth yang bisa didapatkan melalui koneksi internet, maka
guru dapat memanfaatkan media Google Earth pada pelaksanaan proses pembelajaran mata
pelajaran geografi, khususnya pada kompetensi inti memahami pemanfaatan penginderaan jauh
dan sistem informasi geografi (SIG). Dengan pemanfaatan media Google Earth tersebut akan
meningkatkan aktivitas peserta didik pada pelaksanaan proses pembelajaran. Aktivitas peserta
didik tersebut adalah berbagai aktivitas yang mendukung proses pembelajaran (on task) antara
lain: mendengarkan dengan seksama penjelasan guru, mencatat penjelasan guru, bertanya pada
guru tentang materi yang belum jelas, menjawab pertanyaan guru, membaca bahan ajar yang
berkaitan dengan materi pembelajaran, dan menggunakan notebook/handphone untuk menunjang
proses pembelajaran.
52
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Aktivitas belajar dan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran geografi
khususnya materi interpretasi penginderaan jauh dan pemanfaatannya dapat ditingkatkan
melalui pembelajaran dengan memanfaatkan media Google Earth, sehingga dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Pemanfaatan media Google Earth pada pelaksanaan proses pembelajaran mata pelajaran
geografi khususnya materi interpretasi penginderaan jauh dan pemanfaatannya di SMA
Negeri 1 Metro dapat dilaksanakan dengan menggunakan peralatan elektronik seperti
notebook/netbok yang terkoneksi internet sehingga peserta didik dapat mengamati media
Google Earth yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar peserta didik.
Pada pemanfaatan media Google Earth tersebut mengkondisikan tidak terjadi lagi aktivitas
peserta didik yang tidak mendukung pelaksanaan proses pembelajaran (off task), sehingga
semua peserta didik melakukan aktivitas yang mendukung proses pembelajaran (on task).
2. Terdapat peningkatan aktivitas belajar melalui pembelajaran dengan memanfaatkan media
Google Earth. Hal ini dapat dilihat pada aktivitas belajar peserta didik yang mendukung
pelaksanaan pembelajaran (on task). Pemanfatan media Google Earth pada pelaksanaan
pembelajaran, aktivitas belajar peserta didik mengalami peningkatan karena membuat
peserta didik semangat mengikuti pelaksanaan proses pembelajaran. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan memanfaatkan media Google Earth dapat
meningkatkan kegairahan dan semangat peserta didik dalam belajar, sehingga peserta didik
menjadi lebih aktif dan kreatif, belajar lebih menyenangkan, lebih bermakna, dan
pembelajaran lebih berpusat pada peserta didik (student centered) yang sangat sesuai untuk
mata pelajaran geografi di SMA Negeri 1 Metro.
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
Gagne Robert. 1988. Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran. Terjemahan Abdillah Hamid,
dkk. Usaha Nasional. Surabaya.
Hamalik Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta. Maryani Enok.
2011. Pengembangan Program Pembelajaran IPS untuk Peningkatan Keterampilan Sosial.
Penerbit Alfabeta. Bandung.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Cetakan ke-19. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
54
PENGGUNAAN JANGKAR BALOK KAYU SEDERHANA SEBAGAI MEDIA
ALTERNATIF DALAM PEMECAHAN MASALAH HUKUM NEWTON UNTUK
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
Sutran
SMA Negeri 2 Bengkulu Selatan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dan peserta didik dalam
mempelajari suatu materi pelajaran yang tersusun dalam suatu kurikulum. Dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran para pendidik di samping menguasai bahan atau materi
ajar, tentu perlu pula mengetahui bagaiman cara materi ajar itu disampaikan dan bagaimana
pula karakteristik peserta didik yang menerima materi pelajaran tersebut. Kegagalan pendidik
dalam menyampaikan materi ajar bukan selalu karena guru kurang menguasai bahan, tetapi
karena guru tersebut tidak tahu bagaimana cara menyampaikan materi pelajaran tersebut
dengan baik dan tepat sehingga peserta didik dapat belajar dengan suasana yang
menyenangkan dan juga mengasyikkan. Berdasarkan kenyataan di lapangan, metode ceramah
masih dominan digunakan guru khususnya dalam proses pembelajaran fisika. Artinya proses
pembelajaran berpusat pada guru dan siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.
Guru pun cenderung mengejar target materi pada kurikulum pembelajaran tanpa
memperhatikan daya serap siswa terhadap materi yang di ajarakan. Namun jika dilihat dari
hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa, hanya beberapa orang siswa saja yang
memperhatikan proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru.
Rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis, memformulasikan dan menerapkan rumus
dalam menjawab permasalahan fisika pada konsep aplikasi hukum Newton disebabkan siswa
kurang terlatih untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah sehingga banyak siswa yang
belum mencapai ketuntasan pembelajaran. Oleh karena itu guru perlu mengembangkan strategi
pembelajaran agar pembelajaran lebih bermakna.
Salah satu teknik yang digunakan penulis untuk meningkatkan motivasi siswa dalam
mempelajari aplikasi hukum Newton yaitu dengan menggunakan media alternatif jangkar
balok kayu sederhana. Berdasarkan pengalaman penulis, media ini dapat meningkatkan
55
motivasi belajar siswa, meningkatkan hasil belajar siswa serta menjadikan pembelajaran lebih
bermakna dan menyenagkan.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
adalah:
1. Apakah dengan menggunakan media jangkar balok kayu sederhana dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa dalam pemecahan masalah hukum Newton?
2. Apakah dengan menggunakan media jangkar balok kayu sederhana dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada materi aplikasi hukum Newton?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Dalam pembelajaran fisika ada dua hal penting yang perlu dilakukan yaitu analisis
pemecahan masalah dan praktik yang keduanya itu memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah. Khususnya dalam menyelesaikan
masalah hukum Newton, siswa merasa banyak mengalami kusulitan dalam memahami dan
menghitung besaran-besaran terkait hubungan antara gaya, massa benda dan percepatan dari
suatu sistem. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pemecahan masalah hukum Newton
penulis menggunakan media alternatif yaitu jangkar balok kayu sederhana. Jangkar balok
kayu terdiri dari papan lintasan, balok kayu yang sisinya diberi lubang tempat jangkar, setiap
jangkar berbentuk tanda panah terbuat dari kayu dan diberi nama komponen gaya. Jika sistem
lebih dari dua benda (balok kayu) maka diperlukan tali penghubung.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung, ada beberapa tahapan yang harus diharus
dilakukan yaitu:
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
2. Lembar Kerja Siswa, lembar kerja siswa disusun sebagai panduan siswa untuk bekerja dalam
kelompok untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kompetensi
yang ingin capai.
3. Membuat Jangkar Balok Kayu Sederhana.
Penulis memberikan tugas pada siswa dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang
untuk membuat jangkar balok kayu sederhana yang digunakan dalam kegiatan proses
pembelajaran.
56
4. Pelaksanaan pembelajaran, guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun.
5. Penilaian, guru menyusun perencanaan penilaian selama proses belajar berlangsung, antara
lain:
a. Penilaian Sikap, penilaian aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
berlangsung.
b. Penilaian Keterampilan, penilaian produk jangkar balok kayu yang dibuat kelompok
praktikan, kemampuan menalar, mencoba dan menyajikan data baik pada lembar kerja
maupun pada saat presentasi di depan kelas.
c. Penilaian pengetahuan, penilaian yang dilakukan pada saat akhir pembelajaran (posttest)
dan tes akhir kompetensi berupa soal-soal aplikasi hukum Newton yang menuntut siswa
menganalisis dan menghitung besaran-besaran terkait.
6. Refleksi, guru melakukan evaluasi pada setiap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan
berdasarkan hasil penilaian.
57
Dalam proses pembelajaran akan menggunakan masalah faktual yang harus dipecahkan,
sehingga siswa dapat mempoleh pengetahuan dan penekanan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. Dalam hal ini, siswa dituntut memahami suatu konsep, prinsip dan keterampilan dari
sebuah materi yang diformulasikan dalam suatu masalah. Jangkar balok kayu sederhana terbuat
dari bahan kayu yang terdiri dari papan lintasan, balok kayu yang sisinya diberi lubang tempat
memasang jangkar, setiap jangkar memiliki nama yang bertuliskan komponen gaya. Pada
pelaksanaan pembelajaran siswa bekerja berdasarkan lembar kerja siswa yang dibuat penulis dan
memasang diagram jangkar sesuai dengan permasalahan yang harus dipecahkan. Selanjutnya
siswa melukis diagram gaya yang terbentuk pada balok kayu dan memformulasikannya dalam
membuat persamaan yang akan digunakan untuk menghitung suatu besaran. Dalam hal ini
peneliti ingin merubah perilaku siswa menjadi aktif serta termotivasi dalam mengikuti
pembelajaran. Berdasarkan pengalaman penulis, media jangkar balok kayu sederhana dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa serta proses pembelajaran lebih bermakna dan
menyenagkan baik bagi siswa maupun penulis.
Ada beberapa alasan memilih media jangkar balok kayu sederhana dalam menyelesaikan
masalah aplikasi hukum Newton adalah:
1. Guru harus mengembangkan pengelolaan pengajaran karena mata pelajaran fisika sangat
sulit dirasakan siswa khususnya materi aplikasi hukum Newton
2. Siswa dituntut mengembangkan kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuannya dalam proses pembelajaran.
3. Media jangkar balok kayu sederhana mudah diperoleh dan mudah dibuat.
4. Menuntut siswa untuk terampil dan kreatif dalam membuat alat peraga/media.
5. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari.
6. Menyadarkan diri siswa adanya keterkaitan konsep yang dipelajari dengan masalah
kehidupan sehari-hari
7. Siswa dengan mudah dapat memformulasikan persamaan dan menentukan persaman dalam
menghitung besaran pada permasalahan aplikasi hukum Newton
8. Membantu proses pembelajaran sehingga Menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan
menyenangkan
9. Meningkat hasil belajar siswa.
58
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Khususnya dalam pembelajaran fisika ada dua hal penting yang terus dilakukan yaitu analisis
pemecahan masalah dan praktik yang keduanya itu memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan berpikir siswa. Penggunaan jangkar balok kayu sederhana merupakan salah satu
media alternatif dalam pemecahan masalah khususnya aplikasi hukum Newton. Media ini
mampu membuat siswa menjadi aktif dalam mengikuti pembelajaran, memahami konsep,
prinsip dan keterampilan dari sebuah materi yang diformulasikan dalam suatu masalah.
Sebelum proses pembelajaran berlangsung guru menyampaikan beberapa hal yakni; 1)
desain pembuatan jangkar balok kayu sederhana kepada siswa, 2) membagi siswa dalam
kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang, dan 3) membuat tugas tiap kelompok untuk
membuat jangkar balok kayu sederhana dan membawah perlengkapan yang harus dibawah pada
kegiatan pembelajaran fisika. Pada awal proses pembelajaran guru menampilkan simulasi sistem
diagram gaya yang dialami suatu benda pada bidang lintasan gerak benda. Setelah itu siswa
bekerja berdasarkan lembar kerja yang disusun guru, antara lain:
1. Siswa memasang jangkar balok kayu sederhana sesuai dengan permasalahan benda pada
lembar kerja
59
2. Siswa dalam kelompok melukis diagram gaya sesuai dengan letak kondisi benda dan
memprediksikan arah gerak benda.
5. Siswa dalam kelompok melukis diagram gaya sesuai dengan letak kondisi benda dan
memprediksikan arah gerak benda. Siswa dalam kelompok memformulasikan diagram
gaya dalam arah mendatar
6. Siswa dalam kelompok memformulasikan diagram gaya dalam menentukan persamaan
besaran sesuai dengan permasalahan
7. Siswa menghitung besaran-besaran terkait sesuai dengan permasalahan dalam lembar kerja
8. Siswa mempresentasikan hasil analisa kelompok dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada dalam lembar kerja. Guru memperhatikan presentasi siswa dan hasil analisis serta
berdiskusi dalam memberikan penekanan materi
9. Guru memberikan postes untuk melihat keberhasilan siswa dalam memahami materi yang
dipelajari.
10. Guru melaksanakan tes akhir, yang bertujuan untuk melihat tingkat ketercapaian siswa dalam
menguasai kompetensi yang telah dipelajari.
60
A. Hasil yang Dicapai
Berdasarkan pengalaman penulis dalam melaksanakan proses pembelajaran fisika
khususnya pengajaran aplikasi hukum Newton, penggunaan jangkar balok kayu sederhana dalam
memecahkan masalah aplikasi hukum Newton menunjukkan peningkatan pemahaman siswa
dalam memahami konsep hukum Newton baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Peningkatan keberhasilan belajar siswa ditunjukkan dari meningkatnya motivasi siswa dalam
mengikuti proses belajar pada setiap pertemuan. Dalam hal ini siswa sangat aktif, terampil,
kriatif dan disiplin serta sangat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran yang diterapkan,
siswa tidak mengalami kendala yang berarti dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi hukum
61
Newton. Hal ini dibuktikan dari hasil penilaian penulis pada tiga aspek yaitu sikap, keterampilan
dan tes pada setiap akhir pembelajaran menunjukkan hasil yang sangat baik.
Aktivitas belajar siswa yang diamati dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
jangkar balok kayu sederhana adalah penilaian penulis berdasarkan keaktifan, keterampilan,
kerjasama dan toleransi siswa dalam diskusi kelompok yang dibangun dari aktivitas individu
didalam kelompok. Berdasarkan pengalaman pengajaran dengan menggunakan jangkar balok
kayu sederhana yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan motivasi belajar siswa ke arah
yang sangat baik. Hal ini terlihat dalam tabel hasil penilaian motivasi belajar siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran sebagai berikut:
Dari tabel di atas terdapat adanya perbedaan perubahan sikap siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran antara kelas kontrol dan kelas perlakuan yang menggunakan
media jangkar balok kayu sederhana. Sikap siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
merupakan cerminan tingkatan motivasi belajar siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
yang dilakukan oleh penulis. Dalam hal ini motivasi belajar siswa pada kelas kontrol
persentase sikap kurang baik masih sangat tinggi sebesar 52,94%, sedangkan pesentase
sikap kurang baik pada kelas perlakuan dengan menggunakan jangkar balok kayu
sederhana sangat rendah sebesar 5,88%. Artinya pengajaran aplikasi hukum Newton dengan
menggunakan media jangkar balok kayu sederhana menunjukkan dampak positif dalam
menumbuhkan motivasi belajar siswa, siswa semangat dan antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Dalam pembelajaran fisika ada dua hal penting yang harus dilakukan yaitu analisis
pemecahan masalah dan praktik yang keduanya itu memiliki pengaruh besar terhadap
62
perkembangan berpikir siswa. artinya penulis melakukan penilaian keterampilan siswa
dalam menyelesaikan masalah. Keterampilan siswa yang diamati dalam proses
pembelajaran dengan menggunakan jangkar balok kayu sederhana meliputi keterampilan
siswa dalam membuat alat, menggunakan, melukis diagram gaya, memformulasikan
diagram gaya sampai menemukan rumusan pemecahan masalah, dan menyajikan data yang
didapat saat presentasi di kelas. Berdasarkan pengalaman pengajaran dengan menggunakan
jangkar balok kayu sederhana yang telah dilaksanakan terdapat peningkatan keterampilan
belajar siswa ke arah yang sangat baik. Hal ini terlihat dalam tabel berikut ini:
Dari tabel di atas terdapat adanya perbedaan keterampilan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran antara kelas kontrol dan kelas perlakuan yang menggunakan media
jangkar balok kayu sederhana. Keterampilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran
yang meliputi keterampilan siswa dalam membuat, menggunakan alat, mengolah dan
menyajikan data dalam mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan oleh penulis. Dalam
hal ini, keterampilan siswa pada kelas control dalam menyelesaikan masalah aplikasi
hukum Newton persentase capaian kurang terampil masih sangat tinggi sebesar 64,71%
sedangkan pesentase sikap kurang terampil pada kelas perlakuan sangat rendah sebesar
14,71%. Artinya pengajaran aplikasi hukum Newton dengan jangkar balok kayu sederhana
dapat menjadikan siswa terampil dalam mengolah, melukis diagram gaya, menganalisa,
memfermulasikan diagram gaya hingga menemukan rumusan dalam menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan aplikasi hukum Newton seperti menentukan rumusan
percepatan sistem dan tegangan tali untuk beberapa benda yang terletak pada beberapa
bidang.
63
Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa dan meningkatnya keterampilan siswa
dalam menganalisis diagram gaya pada materi aplikasi hukum Newton dengan
menggunakan jangkar balok kayu sederhana, menjadikan siswa mudah memahami,
menganalisis, memformulasikan rumus dan memecahkan permasalahan konsep hukum
Newton dalam menjawab soal tes yang diberikan penulis. Hal ini terlihat dari hasil tes
belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas perlakuan yang menggunakan jangkar balok
kayu sederhana sebagai berikut:
Dari tabel di atas, nilai rata-rata tes siswa pada kelas kontrol sebesar 64,41 dengan
persentase ketuntasan belajar sebesar 44,12% sedangkan nilai rata-rata kelas perlakuan
yang menggunakan jangkar balok kayu sederhana sebesar 90,15. Artinya pembelajaran yang
menggunakan jangkar balok kayu sederhana memperoleh hasil yang sangat baik dan
91,18% siswa mencapai ketuntasan belajar.
Penggunaan jangkar balok kayu sederhana memberikan kontribusi yang positif
terhadap aktivitas belajar siswa di kelas didalam memahami konsep dan strategi dalam
pemecahan masalah hukum Newton untuk berbagai benda yang terletak pada beberapa
bidang. Dengan demikian penggunaan jangkar balok kayu sederhana dapat menumbuhkan
motivasi belajar siswa dan menjadikan siswa aktif, terampil dalam memahami dan
menganalisis permasalahan hukum Newton sehingga materi menjadi lebih mudah
dipahami, lebih tertantang, tidak membosankan, meningkatkan kerja sama siswa dalam
menyelesaikan tugas kelompok, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
64
Kendala-kendala yang dihadapi pada saat proses pembelajaran penggunaan jangkar balok
kayu sederhana yaitu;
1. Kemampuan siswa membuat jangkar balok kayu sederhana
2. Kemampuan siswa dalam memasang jangkar balok kayu sederhana
3. Kampuan siswa dalam melukis diagram gaya
4. Kerjasa sama siswa dalam melaksanakan praktik
5. Kemampuan siswa dalam memformulasikan diagram gaya hingga membuat atau
menentukan peersamaan
6. Kemampuan siswa dalam berbicara dalam memperesentasikan hasil diskusi.
C. Faktor-faktor Pendukung
Pada proses pembelajaran penggunaan jangkar balok kayu sederhana didukung oleh:
1. Perpustakan sekolah yang merupakan salah satu sumber belajar
2. Adanaya fasiliatas internet sekolah yang bisa diakses kapan saja
3. Adanya ruang belajar
4. Jangkar balok kayu mudah didapat dan dibuat serta mudah dipraktikan oleh siswa
5. Biaya pengadaan alat relatif lebih murah.
6. Pembuatan alat dan penggunaannya bisa dilakukan dimana saja
7. Siswa memiliki kemauan yang tinggi untuk belajar
8. Siswa yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang ilmu-ilmu fisika
D. Alternatif Pengembangan
Proses pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah fisika. Salah
satu cara yang bisa diterapkan guru yaitu membuat media alternatif, yang mana media ini
diharapkan bisa dirasakan dan dipraktikan oleh siswa secara langsung sehingga siswa bisa
memperoleh pengetahuan dan penekanan konsep dari materi yang dipelajari. Jangkar balok
kayu sederhana adalah media alternative dalam memecahkan masalah aplikasi hukum
Newton, media ini dapat menumbuhkan motivasi belajar, menanamkan konsep pada diri
siswa, menjadikan pembelajaran menyenangkan, mudah dipahami siswa dan menjadi lebih
65
bermakna. Alternatif pengembangan media jangkar balok kayu sederhana adalah sebagai
berikut:
1. Mempelajari tuntutan kurikulum yang berkenaan dengan kompetensi inti, kompetensi
dasar dan materi pelajaran
2. Membuat desain alat yang praktis digunakan dan mudah dibawah
3. Membuat alat menarik dan mempunyai nilai seni
4. Menyempurnakan bagian komponen media yang masih ada kelemahannya
5. Melakukan evaluasi terhadap media yang telah dibuat.
6. Memberdayakan lingkungan sebagai sumber belajar
66
3. Jangkar balok kayu sederhana ini bisa modifikasi dari bahan lain seperti busa, lilin , tanah
liat dan sebagainya.
4. Tampilan dari jangkar balok kayu bisa dibuat berwarna untuk lebih mudah
mengidentifikasi komponen-komponen gaya yang bekerja pada benda/balok kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pembinaan SMA. 2013. Kumpulan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tentang Implementasi Kurikulum 2013.
Susilana, Rudi dan Riyana, Cepi. 2009. Media, Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan dan
Penilaian. Bandung: Wacana Prima
67
ALAT PERAGA GEOFRAME UNTUK MENINGKATKAN PENALARAN
VISUOSPASIAL SISWA SMA NEGERI 1 FAKFAK KELAS XII MELALUI
PEMBELAJARAN DIMENSI TIGA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penalaran visuospasial berperan penting dalam berbagai masalah dalam kehidupan sehari-
hari, seperti di bidang kedokteran, arsitektur, fisika juga matematika. (Tversky dalam Kho,
2011). Penalaran visuospasial yang dapat dapat diartikan sebagai kegiatan mental yang berkaitan
dengan penarikan simpulan terhadap informasi visuospasial objek-objek, di bidang matematika,
digunakan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah matematika yang berkaitan
dengan bangun ruang seperti pada ruang dimensi dua atau dimensi tiga yang diberikan pada
materi geometri (Kho, 2003). Salah satu tujuan pembelajaran geometri di kelas XII Matematika
Wajib (Silabus Mapel Matematika SMA, Kemdikbud, 2016) yaitu mendeskripsikan konsep jarak
antar garis/bidang, bidang/bidang dan irisan dua bidang dalam bangun ruang dimensi tiga. Secara
implisit kegiatan tersebut memerlukan penalaran visuospasial karena ia harus berpikir,
mengamati, menganalisa informasi tentang objek-objek dalam ruang dimensi tiga, hingga
menyimpulkannya.
Meski penalaran visuospasial penting sejumlah studi menunjukkan bahwa penalaran
visuospasial siswa masih lemah. Soejadi, R (2000) menemukan bahwa siswa pendidikan
menengah kesulitan dalam menentukan apakah irisan pada suatu kubus berbentuk segitiga atau
bidang segitiga Kariadinata (2010) menemukan siswa kelas X masih kesulitan dalam
68
mengkonstruksi bangun ruang meski telah diberi bantuan software pembelajaran mandiri.
Ditinjau dari hasil Ujian Nasional tahun 2015 bidang studi Matematika siswa kelas XII IPA
SMA Negeri 1 Fakfak dengan rata-rata 45,56 (Kemendikbud Provinsi Papua Barat, 2016) hal
ini mengindikasikan bahwa siswa masih mengalami kesulitan belajar matematika termasuk
geometri.
Informasi tentang objek-objek dalam ruang dimensi tiga dapat diterima siswa dalam
bentuk visual maupun non visual. Informasi visual bangun ruang dimensi tiga meski ‘berdimensi
tiga’ namun kenyataannya harus direpresentasikan dalam visual dimensi dua. Kegiatan
merepresentasikan bangun ruang berdimensi tiga dalam gambar (visual) berdimensi dua tidak
mudah bagi siswa. Menurut Ben Haim, Lappan, & Houang (dalam Risma, dkk, 2013 meskipun
kita hidup dalam dunia tiga dimensi, dalam buku pelajaran matematika, siswa selalu disajikan
dengan visualisasi dua dimensi. Kesulitan siswa dalam memvisualisasi objek-objek tiga dimensi
sebenarnya dapat diatasi antara lain melalui demonstrasi menggunakan alat peraga sebagaimana
tertuang dalam kurikulum. Hal ini diperkuat pula dengan teori Dienes dan Jerome Bruner (dalam
Suherman dkk, 2001). Bruner dengan teori enaktif, ikonik,dan simbolik menyatakan bahwa
dalam proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat
peraga). Meski Piaget (dalam Suherman, 2001) mengungkapkan bahwa anak pada taraf operasi
formal (SMA) sudah mampu melakukan penalaran tanpa menggunakan benda-benda konkret
lagi, namun hal ini dapat dipatahkan dengan teori penalaran geometri Van Hiele. Van Hiele
(http://www.math.uiuc.edu/~castelln/VanHiele.pdf) berpendapat bahwa pemilikan tingkatan
penalaran geometri tidak tergantung pada usia namun pada pengalaman seseorang terkait obyek
geometri.
Berbagai aplikasi seperti Geogebra, atau Geosketch memang dewasa ini marak
digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah-sekolah. Sayangnya, laboratorium
komputer di SMAN Negeri 1 Fakfak belum dapat melayani siswa karena masih dalam
perbaikan. Jika penalaran visuospasial demikian penting bagi siswa terutama dalam belajar
dimensi tiga, maka perlu suatu cara untuk membantu siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan penalaran visuospasial siswa adalah melalui penggunaan alat peraga
Geoframe.
B. Permasalahan
69
1. Apakah alat peraga Geoframe dapat digunakan untuk meningkatkan penalaran
visuospasial melalui pembelajaran dimensi tiga khususnya di kelas XII MIPA SMA
Negeri 1 Fakfak?
2. Apakah alat peraga Geoframe dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa?
C. Strategi Pemecahan Masalah
1. Program MGMP Matematika SMA Negeri 1 Fakfak
2. Analisa sarana penunjang proses pembelajaran
3. Penggunaan alat peraga Geoframe sebagai media pembelajaran dimensi
tiga yang dikembangkan sesuai kebutuhan.
IMPLEMENTASI
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Salah satu indikator keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah terjadinya
perubahan yang positif pada diri peserta didik. Perubahan tersebut mencakup perubahan
70
aspek pengetahuannya (cognitive), aspek sikap (afektif), dan aspek keterampilannya
(psikomotorik). Dari hasil pengamatan yang dilakukan permasalahan yang muncul adalah
metode pembelajaran yang biasanya digunakan belum memberikan pengaruh untuk
meningkatkan penguasaan kompetensi peserta didik.
Untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam meningkatkan
kompetensinya, maka dilakukanlah penerapan alat peraga dalam pembelajaran dimensi tiga.
Hal ini dikarenakan aplikasi pembelajaran geometri tidak selalu dapat digunakan oleh guru
maupun siswa di sekolah jika alat komputer tidak tersedia. Alat peraga Geoframe adalah
alat peraga hasil pengembangan dari alat peraga Bingkai Pengubah Dimensi yang telah diuji
coba di beberapa sekolah (di SMA N 1 Fakfak dan Jayapura, Ubayanti,2015).
71
Kegiatan siswa dipandu LKS. Siswa bekerja dalam kelompok, sehingga dapat secara
Bersama memecahkan masalah yang diberikan. Guru hanya sebagai fasilitator. LKS disusun
sesuai dengan tujuan studi yaitu ingin melihat apakah dengan penggunaan alat peraga
Geoframe penalaran visuospasial siswa dapat meningkat. Selain tujuan perlu
mempertimbangkan juga waktu yang tersedia. Gambar 3 petikan LKS Geoframe.
72
73
C. Hasil yang dicapai
Untuk mengetahui seberapa besar hasil yang dicapai dalam penggunan alat
peraga Geoframe, digunakan sebuah kelas lain sebagai pembanding, yaitu kelas yang tidak
menggunakan alat peraga dalam PBM materi yang sama. Ternyata terdapat antara kelas
yang menggunakan alat peraga Geoframe dengan yang tidak menggunakan alat peraga
Geoframe, Hal ini dijelaskan melalui Tabel 2 hingga Tabel 4 berikut ini.
Tabel 2. Rerata Perolehan Nilai
74
Selain itu, ditinjau dari skor tes kedua kelas diperoleh Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Skor Tes Akhir
Selanjutnya, melalui angket siswa di kelas Geoframe (30 orang siswa) diperoleh bahwa alat
peraga Geoframe dipandang oleh siswa dapat mempermudah dalam memahami materi dan
memotivasi siswa dalam belajar, yang dijelaskan dalam Tabel 4. di bawah ini.
Tabel 4.
Hasil Angket Respon Siswa Terhadap Penggunaan Alat Peraga Geoframe
75
D. Kendala kendala yang dihadapi
Adapun kendala kendala yang dihadapi saat melaksanakan program ini antara lain :
1. Dari segi waktu. Karena memerlukan waktu yang cukup banyak dalam penggunaan alat
peraga ini. Selain guru harus menyesuaikan alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan
inti dalam proses pembelajaran, guru juga harus menyiapkan bahan dan alat yang dibutuhkan
dalam jumlah yang cukup untuk digunakan dalam beberapa kelompok.
2. Dari segi Peralatan, untuk menerapkan model pembelajaran ini peralatan pendukung harus
lengkap, antara lain model bangun dimensi tiga harus disiapkan sendiri baik oleh guru
maupun siswa karena di sekolah tidak tersedia. Alat peraga Geoframe telah dibuat dalam
ukuran sedang atau pas untuk kebutuhan belajar siswa di kelas, namun jika digunakan dalam
banyak kelompok, diperlukan Geoframe yang cukup banyak.
E. Faktor pendukung
Adapun faktor- faktor pendukung dari kegiatan ini adalah;
1. dukungan moril dari Kepala Sekolah melalui kemudahan dalam pelaksanaan program
(penulis tidak diberi tugas tambahan), dan selalu memantau setiap perkembangan program.
2. Dukungan moril dan pikiran dari rekan sejawat MGMP Matematika sekolah dan MGMP
Matematika Kabupaten Fakfak. Validasi alat peraga dan instrumen yang digunakan dalam
PBM dilakukan oleh tim (MGMP).
76
F. Alternatif Pengembangan
Pengembangan dapat dilakukan oleh guru mapel matematika sekolah lainnya
dengan mengadopsi prinsip yang sama dengan Geoframe. Yang terpenting adalah
menyiapkan beragam model bangun ruang sebagai bangun asal yang akan dijiplak siswa.
Semakin beragam model bangun ruang yang tersedia, maka pengalaman belajar siswa
dalam menggambar bangun ruang (merepresentasi ke bentuk dua dimensi) dalam berbagai
sudut pandang akan semakin kaya.
DAFTAR PUSTAKA
77
Kariadinata, R. (2010). Kemampuan Visualisasi Geometri Spasial Siswa Madrasah Aliyah
Negeri Kelas X Melalui Software Pembelajaran Mandiri. Jurnal Edukasi Matematika. 1(2).
ISSN: 2087, 523.
Kemendikbud Provinsi Papua Barat. (2016). Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional SMA/MA
Kemdikbud. (2016). Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
(SMA/MA). Jakarta: Kemendikbud.
Kho, Ronald. 2011. Penjenjangan Penalaran Visuospasial Siswa Dalam Menyelesaikan
Masalah Geometri. Disertasi. Surabaya: UNESA.
Risma, D. A., indra Putri, R. I., & Hartono, Y. (2013). On developing students' spatial
visualisation ability. International Education Studies, 6(9), 1.
http://search.proquest.com/openview/4e35bca70f3e9d08764d11b56c61f351/1?pq-
origsite=gscholar
Soejadi, R. (2000). Kiat Pendidikan Matematika Indonesia: Konstatasi keaadaan masa kini
menuju harapan masa depan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional.
Suherman, E. d. (2001). Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer .
Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Ubayanti, Chandra Sri. (2015). Pengembangan Alat Peraga Bingkai Pengubah Dimensi (BPD)
untuk Meningkatkan Drawing Skill Siswa SMA kelas X dalam memecahkan masalah
geometri. Buku Program Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Sendimat) 2015.
Yogyakarta: PPPPTK Matematika.
.Levels of Mental Development in Geometry P.H. Van Hiele, 1959
http://www.math.uiuc.edu/~castelln/VanHiele.pdf, diunduh 30/8/2015
78
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK MENINGKATKAN
KETERLIBATAN AKTIF DAN MENGEMBANGKAN SIKAP KRITIS SISWA DENGAN
MENULIS ILMIAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKAPOKOK
BAHASAN STATISTIKA
H.J. Sriyanto
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan di SMA Kolese De Britto ditujukan untuk membentuk siswa yang
competence, conscience, dan compassion (cakap, berhati nurani benar dan berbela rasa).
Pembelajaran matematika di SMA Kolese De Britto tidak bisa dilepaskan dari upaya ini.
Pembelajaran matematika diharapkan dapat membekali siswa dengan berbagai pengetahuan
matematika yang diperoleh dengan menemukan sendiri maupun berkolaborasi, dan mampu
menerapkannya untuk menyelesaikan berbagai persoalan nyata di masyarakat. Oleh karena itu
dalam proses pembelajaran matematika perlu mengedepankan keterlibatan aktif siswa. Siswa
didorong dan diberi kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka sendiri
secara aktif.
Statistika merupakan salah satu materi yang dipelajari dalam Matematika di kelas XI IPA.
Terdapat banyak rumus dalam Statistika. Aktivitas pembelajaran pada materi ini cenderung
hanya menghitung dengan menggunakan rumus-rumus tersebut. Bagi sebagian besar siswa SMA
Kolese De Britto, apalagi siswa jurusan IPA aktivitas pembelajaran demikian tidak cukup
menantang. Siswa SMA Kolese De Britto cenderung bersikap pasif dan mengabaikan jika materi
pelajaran mereka anggap mudah, tidak ada hal baru, dan tidak ada relevansinya dengan
kehidupan mereka. Berdasarkan hal tersebut, proses pembelajaran Statistika harus dikemas
secara menarik. Siswa tidak hanya belajar konsep, tapi diajak untuk menerapkan Statistika secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya dengan mengajak siswa melakukan
penelitian sederhana terkait permasalahan konkrit di sekitar mereka.
Salah satu model pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat secara aktif dan
sekaligus bersentuhan langsung dengan bahan ajar adalah model pembelajaran berbasis proyek.
79
Menurut Thomas (2000: 1) proyek adalah tugas yang kompleks, berdasarkan pertanyaan yang
menantang atau masalah, dirancang oleh peserta didik, melibatkan pemecahan masalah,
pembuatan keputusan, atau aktivitas investigasi; memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bekerja secara otonom dan menghasilkan produk nyata. Sementara itu, Patton (2012: 13)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek mengacu pada kegiatan siswa dalam
merancang, merencanakan, dan melaksanakan proyek yang menghasilkan output berupa produk,
publikasi, atau presentasi. Pembelajaran berbasis proyek cocok untuk memecahkan masalah
kompleks dengan cara yang kreatif, kolaboratif, dan mandiri, peserta didik diberi stimulus untuk
menemukan solusi yang inovatif dan original, untuk membuat keputusan yang efisien dan
mencapai tujuan kelompok (Muresan, 2014: 304). Oleh karena itu, penulis meyakini bahwa
model pembelajaran berbasis proyek sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran Statistika di
Kelas XI IPA SMA Kolese De Britto dan akan dapat mendorong keterlibatan aktif siswa dalam
proses pembelajaran, serta dapat mengembangkan sikap kritis siswa.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan dalam karya tulis ini adalah “Bagaimana
model pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan keterlibatan aktif siswa dan
mengembangkan sikap kritis siswa dalam pembelajaran Matematika pokok bahasan Statistika?”
80
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Alasan penulis menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dalam pembelajaran
Statistika di kelas XI IPA SMA Kolese De Britto tidak lepas dari karakteristik model
pembelajaran berbasis proyek itu sendiri. Ada beberapa karakteristik model pembelajaran
berbasis proyek, antara lain: (1) siswa dimungkinkan untuk memilih sendiri proyek yang akan
dikerjakan, selain itu kegiatan pembelajaran diatur untuk belajar aktif dan kerja sama tim. (Boss
& Krauss, 2007: 12); (2) proyek merupakan upaya yang kompleks yang memerlukan analisis
masalah dan harus direncanakan serta dikelola (Barge, 2010: 7); (3) siswa bekerja secara nyata,
memecahkan persoalan di dunia nyata yang dapat menghasilkan solusi berupa produk atau hasil
karya secara nyata atau realistis (Kemendikbud, 2016: 12)
Beberapa karakteristik di atas menurut penulis cukup sesuai dengan konteks dan
karakteristik siswa SMA Kolese De Britto. Dalam model pembelajaran berbasis proyek siswa
dimungkinkan untuk memilih sendiri proyek yang akan dikerjakan, hal ini sejalan dengan
semangat pendidikan bebas di SMA Kolese De Britto. Model pembelajaran berbasis proyek ini
menurut penulis dapat mewadahi dan memfasilitasi sikap kritis siswa SMA Kolese De Britto.
Sikap kritis siswa difasilitasi dalam menemukan persoalan-persoalan nyata di sekolah dan turut
serta mencari solusi atas persoalan tersebut. Proyek Statistika dapat menjadi sarana untuk
mendidik siswa untuk bersikap kritis secara benar. Proyek ini juga memberi perspektif tentang
pentingnya mendasarkan keputusan pada data yang akurat, bukan pada asumsi atau persepsi.
Model pembelajaran berbasis proyek ini juga dapat menjadi sarana untuk memupuk semangat
mau peduli dan berbagi.
Model pembelajaran berbasis proyek merupakan sarana pembelajaran yang sangat kaya.
Bukan hanya terkait dengan penguasaan materi Statistika saja, tetapi siswa dapat belajar banyak
hal dari proses pembelajaran yang dilaluinya. Siswa tidak hanya terlibat secara aktif dalam
proses pembelajaran statistika, lebih dari itu siswa akan mampu bersikap kritis terhadap berbagai
persoalan yang melingkupinya dan tertantang untuk mencari alternatif solusi atas persoalan-
persoalan yang terjadi di sekitarnya. Model pembelajaran berbasis proyek ini dapat menjadi
bagian pengembangan pendidikan karakter di SMA Kolese De Britto.
81
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Merujuk pada Yusoff (2006: 22 – 25), Abidin (2014: 172), dan Suyitno dan Kristayajati
(2016: 13-14) strategi untuk mendorong keterlibatan aktif dan mengembangkan sikap kritis siswa
dalam pembelajaran Statistika dengan menerapkan model pembelajaran berbasis proyek dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1: Penentuan Proyek
Pada tahap ini dilakukan pembagian kelompok. Siswa berdiskusi dalam kelompok
menentukan tema/topik persoalan yang diangkat. Siswa secara bebas menentukan tema/topik
persoalan yang ingin digali datanya. Selanjutnya siswa mempresentasikan persoalan yang
diangkat. Siswa dari kelompok lain dan guru mengkritisi tema/topik persoalan yang diangkat
agar semakin fokus dan terarah.
Ada 10 permasalahan yang diangkat. Kelas XI IPA 1 mengangkat persoalan kebijakan
aktivitas siswa di sekolah maksimal sampai dengan pukul 20.00 WIB, dan kebijakan sekolah
terkait dengan surat ijin mengemudi (SIM). Kelas XI IPA 2 membahas tentang relasi siswa
dengan orangtua dan pemanfaatan perpustakaan sekolah. Kelas XI IPA 3 mengangkat persoalan
perilaku merokok siswa dan profesionalitas guru. Kelas XI IPA 4 mengangkat topik tentang
proses examen di sekolah, dan kendala siswa kelas XI dalam pengerjaan karya ilmiah. Kelas XI
IPA 5 membahas persoalan tentang penggunaan gadget di sekolah, dan masalah pengelolaan
sampah di kelas.
Tahap 2: Perencanaan Proyek
Pada tahap ini, guru memberikan gambaran umum tentang proyek, mulai dari persiapan,
pelaksanaan, penyusunan laporan, hingga mempresentasikan hasil proyek kepada pihak-pihak
terkait. Selanjutnya siswa berdiskusi tentang desain rencana proyek kelompok masing-masing.
Siswa mendalami kembali persoalan yang telah dipilih untuk memperjelas persoalan,
merumuskan tujuan proyek dan manfaat yang diharapkan dari pengerjaan proyek tersebut.
Siswa mendiskusikan persiapan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan penelitian.
Misalnya menentukan subyek penelitian, alasan memilih subyek penelitian, proses pengumpulan
data, menyusun instrumen pengumpulan data, proses mengolah, menyajikan dan menganalisis
data yang diperoleh. Mencari teori yang bisa menjadi dasar penelitian dan bisa membantu untuk
pembahasan hasil penelitian, sehingga penelitian didukung oleh teori yang kuat. Pada tahap ini,
siswa juga mulai melakukan pembagian tugas masing-masing anggota kelompok.
82
Tahap 3: Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Proyek
Pada tahap ini, siswa menyusun agenda pelaksanaan proyek. Siswa merencanakan tahap-
tahap kegiatan proyek mulai dari persiapan hingga presentasi produk yang dihasilkan. Agar
proyek yang dilakukan tidak mengganggu aktivitas belajar yang lain, pengerjaan proyek
disepakati dilaksanakan selama satu setengah bulan.
Secara umum kelompok mengalokasikan waktu sebagai berikut:
Minggu I : Persiapan, meliputi mencari dan mempelajari referensi untuk landasan teori,
menyusun instrumen pengumpulan data.
Minggu II : Proses pengambilan data, mulai dari penyebaran quesioner, pengambilan angket
yang sudah diisi oleh responden, dan input data.
Minggu III : Proses pengolahan data, penyajian data, dan analisis data.
Minggu IV : Pembahasan dan penulisan laporan.
Minggu V : Penyusunan materi presentasi, dan persiapan presentasi.
Minggu VI : Presentasi kepada pihak terkait. Presentasi dilakukan di luar jam sekolah sesuai
kesepakatan dengan pihak terkait.
Tahap 4: Pelaksanaan Proyek
Pada tahap ini siswa melaksanakan desain rencana proyek yang telah dibuat. Siswa mengkaji
dasar teori yang berkenaan dengan persoalan yang diangkat. Hasil kajian digunakan untuk dasar
menyusun instrumen pengumpulan data. Siswa memperbanyak dan membagikan angket kepada
responden. Selanjutnya siswa mengumpulkan angket dari responden, dan melakukan input data.
Data kemudian diolah untuk mengetahui statistik deskriptif, seperti rata-rata, nilai maksimum,
nilai maksimum, simpangan baku. Setelah itu siswa menyajikan data dalam berbagai bentuk
seperti diagram lingkaran, diagram batang, diagram garis, maupun dalam tabel. Hasil pengolahan
dan penyajian data selanjutnya dianalisis. Hasil analisis digunakan sebagai dasar untuk membuat
kesimpulan.
Tahap 5: Pemantauan Kemajuan Proyek
Pada tahap ini guru memantau kegiatan siswa dalam mengerjakan desain rencana proyek.
Guru memastikan setiap siswa mengerjakan tugas masing-masing dengan sebaik-baiknya. Guru
juga memberikan bantuan berupa bimbingan atau menyediakan sumber informasi tambahan yang
mendukung kelancaran proyek. Guru mengecek kemajuan proyek pada setiap jam tatap muka di
83
kelas. Siswa menjelaskan kemajuan yang sudah dicapai, hambatan yang dialami, dan rencana
tindak lanjut. Lewat proses pemantauan ini guru bisa mendeteksi persoalan yang dialami oleh
masing-masing kelompok, dan melakukan intervensi atau mencari solusi bersama dengan siswa
agar proyek tidak terhambat. Pada tahap inilah proses pembelajaran yang sebenarnya terjadi.
Siswa menemukan persoalan dalam proses pengerjakan proyek, dibawa dalam forum kelas,
ditanggapi, baik oleh guru atau siswa lain, dan dicarikan solusinya.
Tahap 6: Penyusunan Laporan
Pada tahap ini siswa membahas hasil pengolahan dan analisis data yang sudah dilakukan.
Pembahasan dilakukan dengan cara diskusi kelompok mengacu pada hasil yang sudah diperoleh
sebelumnya, mengkritisi temuan-temuan dalam penelitian yang dilakukan dengan
membandingkan dengan teori yang mendasari, hingga merumuskan rekomendasi berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh. Selanjutnya siswa menyusun laporan hasil penelitian secara
lengkap dengan mengacu pada format penulisan karya ilmiah di SMA Kolese De Britto
Yogyakarta.
Tahap 7: Presentasi Hasil Proyek
Pada tahap ini siswa mempresentasikan hasil proyek kepada pihak yang terkait. Siswa
terlebih dulu menghubungi pihak terkait sebelum mempresentasikan hasil proyek. Untuk
membantu memudahkan siswa menghubungi pihak terkait guru menyampaikan terlebih dahulu
tentang proyek statistika kepada pimpinan sekolah dan guru-guru yang lain.
Hasil proyek dari dua kelompok kelas XIA1 dengan tema kebijakan sekolah yaitu SIM dan
Jam Tutup Sekolah dipresentasikan di hadapan kepala sekolah dan Pamong. Kelompok yang
membahas tema pemanfaatan perpustakaan sekolah mempresentasikan hasil proyeknya kepada
kepala perpustakan dan staff perpustakaan. Kelompok dengan tema sampah mempresentasikan
hasil proyeknya kepada wakasek urusan sarana prasarana dan kepala rumah tangga. Kelompok
dengan topik examen presentasi hasil proyeknya di hadapan Tim Campus Ministry. Kelompok
yang membahas karya ilmiah mempresentasikan kepada koordinator penulisan karya ilmiah.
Sedangkan kelompok yang membahas tema tentang rokok, penggunaan gadget, dan relasi siswa
dengan orangtua mempresentasikan kepada Tim BP/BK. Kelompok yang membahas tentang
profesionalitas guru mempresentasikan makalahnya kepada wakasek urusan kurikulum.
Pihak terkait diminta untuk membuat penilaian tentang hasil proyek dengan menggunakan
rubrik penilaian presentasi yang telah disiapkan oleh guru. Banyak tanggapan positif
84
disampaikan oleh pihak terkait. Secara umum mereka menilai bahwa hasil proyek statistika yang
dilakukan siswa bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna, bahkan ada yang bisa
menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Tahap 8: Evaluasi Refleksi Proses dan Hasil Proyek
Pada akhir proses pembelajaran guru dan siswa melakukan evaluasi dan refleksi terhadap
aktivitas dan hasil proyek. Pada tahap ini dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk
yang telah dihasilkan. Guru mengapresiasi proses dan hasil proyek dari masing-masing
kelompok. Guru memberikan beberapa catatan terkait dengan laporan hasil proyek dan
presentasi yang dilakukan kepada pihak terkait.
Pada bagian akhir proyek siswa membuat laporan individu dalam bentuk tulisan deskriptif
tentang proses yang dialami. Selain mendeskripsikan ulang proses yang dialami, siswa juga
diminta untuk menuliskan manfaat dari proyek ini untuk dirinya sendiri. Siswa juga diminta
menggali nilai-nilai apa saja yang bisa dimaknai dari proses yang dialami selama mengerjakan
proyek.
C. Hasil yang Dicapai
Produk dari pembelajaran berbasis proyek pada pokok bahasan Statistika terdiri dari makalah
laporan hasil proyek, laporan individu dalam bentuk tulisan deskriptif, dan presentasi kepada
pihak terkait. Secara umum hasil atau dampak yang dicapai dapat dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu hasil akademik dan hasil non akademik.
1. Hasil Akademik
Hasil akademik tampak dari hasil penilaian makalah dan presentasi kepada pihak terkait,
serta nilai ulangan harian Statistika. Hasil penilaian makalah dan presentasi tersaji dalam tabel
berikut.
85
Secara umum makalah terorganisasi dengan baik dan lengkap. Dua makalah termasuk
dalam kategori amat baik yaitu makalah yang membahas tentang kebijakan SIM dan perilaku
merokok siswa SMA Kolese De Britto, tujuh makalah termasuk dalam kategori baik, dan satu
makalah mendapat penilaian cukup, yaitu makalah yang membahas tentang gadget.
Berdasarkan hasil penilaian presentasi hasil proyek yang dilakukan oleh para pihak terkait
menunjukkan bahwa para pihak terkait mengapresiasi positif proyek yang dilakukan oleh siswa.
Dua kelompok yang makalahnya mendapatkan penilaian amat baik, dalam penilaian presentasi
pihak terkait juga mendapatkan penilaian amat baik. Lima kelompok mendapatkan penilaian
untuk presentasi yang mereka lakukan dalam kategori baik, dua kelompok mendapatkan
penilaian cukup baik, dan satu kelompok mendapatkan penilaian kurang. Kelompok yang
mendapatkan penilaian kurang karena kurangnya penguasaan materi yang dipresentasikan dan
hasil penelitian kurang bermanfaat bagi pihak terkait meskipun dinilai memberikan informasi.
Pada akhir pembelajaran diadakan ulangan harian untuk mengetahui pemahaman dan
penguasaan siswa terhadap materi Statistika. Rata-rata hasil ulangan harian Statistika disajikan
dalam tabel 2 berikut.
86
Berdasarkan data pada tabel 2 di atas tampak bahwa rata-rata ulangan harian Statistika
adalah 79,23 dan nilai ulangan harian semua siswa di atas KKM, yaitu 75. Hal ini menunjukkan
bahwa penguasan materi Statistika siswa cukup baik.
2. Hasil Non Akademik
Hasil non akademik dapat dilihat dari laporan individu dalam bentuk tulisan deskriptif.
Berdasarkan tulisan deskriptif siswa tampak bahwa mereka terlibat secara aktif dalam
pembelajaran berbasis proyek ini. Setiap siswa memiliki peran masing-masing dalam
kelompoknya. Mereka bisa mendeskripsikan perannya dengan sangat baik. Dari refleksi yang
dituliskan juga terungkap bahwa sebagian besar siswa tidak hanya mengerjakan apa yang
menjadi tugasnya tapi juga mengambil peran lebih, seperti membantu tugas teman yang
berhalangan, secara aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok, mencari jalan keluar untuk
masalah yang dihadapi kelompok, terlibat secara aktif dalam pengumpulan, pengolahan data dan
penyusunan laporan proyek dan lain sebagainya. Semua siswa mengetahui hasil proyek statistika
kelompok masing-masing termasuk rekomendasi yang diberikan kepada pihak yang terkait
dengan persoalan yang diangkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua siswa berperan serta
dan terlibat secara aktif dalam proyek pembelajaran Statistika.
Laporan individu siswa dapat dikategorikan seperti tampak pada tabel 3.
87
Berdasarkan tabel 3 tampak bahwa kemampuan siswa menuliskan laporan individu dalam
bentuk tulisan deskriptif dalam kategori baik dan detail, yaitu 75,7%. Ini menunjukkan bahwa
siswa bisa mendeskripsikan proses yang dialami dalam proyek Statistika secara baik. 23,3% bisa
mendeskripsikan pengalamannya dengan cukup detail dan hanya 1% yang kurang detail.
Dari penelusuran laporan individu terungkap bahwa selain siswa memahami materi
Statistika, siswa juga bisa menggunakan dan memanfaatkan program microsoft excel untuk
mengolah dan menyajikan data dalam bentuk tabel dan diagram. Hal itu mungkin tidak akan
pernah dilakukan siswa, jika pembelajaran hanya dengan model pembelajaran biasa. Siswa juga
merasa terbantu dalam mengerjakan karya ilmiah yang harus mereka selesaikan di kelas XI.
Dari sisi afektif proses pembelajaran berbasis proyek ini bermanfaat untuk mengasah
kepekaan siswa terhadap situasi dan persoalan-persoalan yang tengah terjadi di sekitar mereka.
Proses pembelajaran berbasis proyek melatih siswa bersikap kritis dan membantu
mengembangkan karakter posistif siswa seperti kerjasama, pengendalian diri, teliti, tekun, tidak
mudah menyerah, bekerja keras, menghargai orang lain, bersikap terbuka dan lain sebagainya.
Salah satu temuan penting setelah siswa mengikuti proses pembelajaran berbasis proyek
ini adalah adanya perubahan cara siswa menyikapi suatu hal. Dari proyek ini siswa belajar untuk
tidak bersikap reaktif terhadap suatu persoalan, tetapi melihat persoalan itu terlebih dulu secara
mendalam dari berbagai sudut pandang baru menyikapinya. Ada perbedaan yang cukup kentara
dalam menyikapi persoalan antara sebelum dan sesudah siswa melakukan proyek Statistika.
Sebelumnya siswa cenderung reaktif, mudah menyalahkan hal di luar dirinya. Namun setelah
mengalami proses pembelajaran berbasis proyek dengan berbagai dinamikanya dari
mengumpulkan, mengolah, menyajikan data, dan membuat laporan tertulis hingga
88
mempresentasikannya serta bertemu langsung dengan pihak-pihak yang kerap mereka kritik
tampaknya siswa lebih bijak dalam melihat persoalan.
Perubahan sikap lain yang terungkap dari tulisan deskriptif adalah siswa lebih bisa
mengapresiasi dan menghargai guru. Hal ini diungkapkan oleh siswa yang mengangkat tema
tentang profesionalisme guru. Demikian juga siswa yang membahas tentang pemanfaatan
perpustakaan sekolah, muncul kesadaran baru tentang pentingnya perpustakaan dan meniatkan
diri untuk lebih sering mengunjungi perpustakaan sehingga dapat mermanfaatkan perpustakaan
secara optimal. Siswa yang membahas tentang relasi siswa dengan orangtua menemukan bahwa
masih banyak siswa yang mempunyai relasi tidak baik dengan orang tuanya. Oleh karena itu,
mereka berjanji untuk membangun relasi yang baik dengan orang tua. Siswa yang
mengumpulkan data tentang perilaku merokok siswa menemukan fakta bahwa banyak siswa
yang belum cukup umur tapi sudah merokok. Hal tersebut membangkitkan niat untuk berhenti
merokok atau setidaknya mulai mengurangi konsumsi rokok. Banyak niatan-niatan lain yang
tumbuh setelah siswa mengalami proses pembelajaran berbasis proyek Statistika ini. Siswa akan
membuang sampah pada tempatnya, akan mengurangi penggunaan hand phone saat pelajaran
atau selama di sekolah adalah beberapa contoh niat yang dibangun siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran ini.
C. Kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih
Ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pembelajaran berbasis proyek
pada pokok bahasan Statistika di kelas XI IPA SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Adapun
kendala-kendala tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persoalan Waktu
Pembelajaran berbasis proyek pada pokok bahasan Statistika dilaksanakan selama 1,5 bulan.
Sebagian besar proyek dilaksanakan di luar jam pembelajaran, karena jika hanya
mengandalkan jam tatap muka di kelas tidak akan selesai. Hal ini tidak mudah bagi siswa dan
guru, dibutuhkan komitmen yang kuat untuk melaksanakan proyek ini. Biasanya konsultasi
dan bimbingan proyek dilakukan siang hingga sore hari setelah pulang sekolah. Selain itu
bimbingan juga dilakukan melalui email atau sarana komunikasi lain.
Kendala waktu juga dialami saat akan presentasi kepada pihak-pihak terkait. Tidak
mudah menentukan waktu presentasi, mengingat kesibukan pihak-pihak terkait, sehingga
89
beberapa kelompok terpaksa mundur dari waktu presentasi yang dijadwalkan sebelumnya.
Guru menyarankan kepada kelompok yang presentasi kepada pihak terkait yang sama agar
berkoordinasi untuk mengambil waktu presentasi pada hari yang sama agar waktunya lebih
efektif.
2. Kesulitan menentukan tema atau persoalan yang diangkat. Beberapa persoalan yang diajukan
oleh kelompok ada yang tidak cukup realistis untuk dikerjakan dalam waktu satu setengah
bulan, ada persoalan yang cukup sensitif, dampak atau kebermanfaatan kurang signifikan, atau
tema serupa sudah dikerjakan oleh kelompok lain. Beberapa kelompok kemudian mengganti
tema persoalan yang diangkat atau tetap dengan tema semula tapi menyoroti dari aspek yang
berbeda.
Kesulitan mendesain instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.
3. Pada awalnya guru membatasi data yang dikumpulkan hanya data kuantitatif, agar lebih mudah
dalam pengumpulannya dan tidak membutuhkan instrumen/alat pengumpulan data yang sulit
mendesainnya. Namun ternyata banyak persoalan yang diangkat siswa terkait dengan data
kualitatif. Meskipun guru sudah mengingatkan terkait data kualitatif yang tidak mudah
mendesain instrumen pengumpulan datanya, siswa tetap bersikeras dengan persoalan yang
diangkat. Akhirnya guru harus mengajari mendesain instrumen pengumpulan data yang
bersifat kualitatif.
4. Tidak semua responden yang diharapkan mau mengisi angket untuk mengumpulkan data.
Persoalan ini terjadi karena siswa yang bertugas untuk membagikan angket hanya menitipkan
pada ketua kelas atau teman yang dia kenal, sehingga responden kurang menanggapi dengan
baik karena kurang memahami maksud dari mengisi angket tersebut. Kelompok yang
angketnya tidak kembali seperti yang diharapkan, terpaksa harus kembali menyebarkan angket
kepada responden yang belum mengisi.
D. Faktor-Faktor Pendukung
Pembelajaran berbasis proyek Statistika di Kelas XI IPA SMA Kolese De Britto dapat
berjalan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak. Dukungan dari pihak-pihak terkait
seperti direksi, guru, karyawan yang memiliki sikap terbuka sangat membantu terlaksananya
proyek ini. Di sela-sela kesibukan direksi dan pemangku kepentingan lain di sekolah masih
bersedia direpotkan dengan wawancara untuk pengumpulan data tambahan atau meluangkan
waktu untuk hadir mendengarkan paparan hasil penelitian siswa.
90
Fasilitas-fasilitas sekolah seperti perpustakaan yang lengkap, akses wifi yang cepat cukup
membantu siswa, khususnya dalam mencari referensi untuk menemukan teori-teori yang
melandasi penelitian yang dilakukan. Fasilitas yang dimiliki oleh siswa sendiri juga menjadi
salah satu faktor pendukung terlaksananya proyek ini. Hampir sebagian besar siswa memiliki
laptop yang bisa digunakan mendukung proyek ini. Siswa juga mempunyai alat-lat pendukung
untuk merekam atau mendokumentasikan proses yang dilakukan dalam proyek Statistika ini.
E. Alternatif Pengembangan
Penerapan model pembelajaran berbasis proyek pada pokok bahasan Statistika di kelas XI
IPA pada tahun ajaran 2016/2017 merupakan pengembangan model pembelajaran berbasis
proyek yang telah dilakukan penulis pada tahun ajaran sebelumnya di kelas XI Bahasa. Dan
penulis masih mempunyai beberapa gagasan sebagai alternatif pengembangan model
pembelajaran berbasis proyek pada pokok bahasan Stasistika ini.
Pertama, model pembelajaran berbasis proyek pada pokok bahasan Statistika dilakukan
dalam kelompok kecil (3 orang), tidak dilakukan dalam kelompok yang besar. Data difokuskan
pada data yang bisa dikembangkan untuk penulisan karya ilmiah. Hal ini akan dapat mendukung
program sekolah tentang penulisan karya ilmiah siswa kelas XI. Jika hal ini dilakukan maka
persoalan penulisan karya ilmiah siswa yang kerapkali melebihi tenggat waktu yang ditetapkan
dapat di atasi dan akan mengurangi jumlah siswa yang dikarantina karena belum menyelesaikan
penulisan karya ilmiah. Pembelajaran berbasis proyek dalam kelompok kecil akan lebih
mengembangkan karakter siswa terkait dengan tanggung jawab, kedisiplinan, kerja keras dan
lain sebagainya.
Kedua, pengembangan proyek pembelajaran kolaboratif antara mata pelajaran Matematika
dan Bahasa Indonesia. Pelajaran Matematika akan memfokuskan pada proses pengumpulan,
pengolahan, penyajian, dan analisis data sampai dengan menyimpulkan dan memberikan
rekomendasi berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data tersebut, sedangkan pelajaran
Bahasa Indonesia akan fokus pada penulisan laporan karya ilmiah. Dengan kolaborasi ini siswa
akan belajar secara integratif mengenai karya ilmiah. Siswa juga akan belajar tentang pentingnya
kerjasama, team work dan bersinergi satu dengan yang lain yang sangat dibutuhkan dalam era
sekarang.
Ketiga, pengembangan proyek pembelajaran kolaboratif lebih lanjut yang melibatkan
beberapa bidang studi. Selain mata pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia juga melibatkan
91
mata pelajaran lain seperti Fisika, Kimia, Biologi, Sosiologi dan lain sebagainya. Fokus mata
pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia seperti pada alternatif pengembangan kedua,
sedangkan mata pelajaran lain fokus pada tema/persoalan yang diangkat atau dicari datanya.
Orientasi hasil dari proyek kolaborasi ini adalah karya ilmiah remaja yang bisa diikutsertakan
dalam kompetisi karya ilmiah. Dari proses ini siswa akan belajar tentang berpikir utuh dan
menyeluruh serta belajar mendesain proyek yang tidak hanya berorientasi proses tapi juga mulai
berorientasi hasil yang kompetitif.
A. Simpulan
Pembelajaran berbasis proyek dengan melakukan penelitian sederhana terhadap
permasalahan nyata di sekitar siswa dan menulis ilmiah dapat meningkatkan keterlibatan aktif
siswa dan mengembangkan sikap kritis siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok
bahasan statistika. Selain itu proses pembelajaran berbasis proyek juga dapat mengembangkan
karakter siswa, seperti tanggung jawab, disiplin, kerja keras, kerjasama, peduli, menghargai
orang lain dan lain sebagainya. Siswa juga belajar untuk tidak reaktif terhadap persoalan, belajar
untuk menimbang dan melihat suatu persoalan dari berbagai sudut pandang agar dapat
menyikapi persoalan tersebut dengan baik.
B. Rekomendasi
Sebagai tindak lanjut dapat dikemukakan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1) Bagi para guru matematika yang ingin menerapkan model pembelajaran berbasis proyek pada
pokok bahasan statistika kiranya hasil studi ini bisa menjadi acuan. Studi lebih lanjut bisa
difokuskan pada aspek-aspek yang lain, sehingga semakin melengkapi hasil studi tentang
model pembelajaran berbasis proyek.
2) Guru perlu bersikap fleksibel terkait dengan jadwal penyelesaian proyek, khususnya terkait
dengan jadwal presentasi karena melibatkan pihak-pihak lain.
3) Guru harus siap dengan berbagai kemungkinan tema yang dikembangkan siswa dalam proyek
yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
92
Abidin, Y. (2014). Desain sistem pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013. Bandung: PT
Refika Aditama.
Barge, S. (2010). Principles of problem and project based learning. Aalborg, Nort of Jutland:
Aalborg University.
Boss S., & Krauss, J. (2007). Reinventing project-based learning. Washington DC: ISTE.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Guru Pembelajar Modul Matematika SMA.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Muresan, M. (2014). Project based collaborative learning for adult education. The 10th
International Scientific Conference E Learning and Software for Education, 24-25 April 2014.
Bucharest.
Patton, A. (2012). Work that matters: the teacher’s guide for project based learning. California:
The Paul Hamlyn Foundation.
Thomas, J. W. (2000). A review of research on project based learning. San Rafael: The
Autodesk Foundation.
Yusoff. (2006). Project-based learning handbook: educating the millennial learner. Kuala
Lumpur: Educational Technology Division Ministry of Education.
Wahyuni Budiasih
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
93
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu agar memiliki kompetensi berupa
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Setelah melakukan proses belajar biasanya
seseorang akan lebih respek dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap objek, makna,
dan peristiwa yang dialami. Belajar merupakan suatu proses aktif dan fungsi dari total situasi
yang mengelilingi siswa, individu yang melakukan proses belajar akan menempuh suatu
pengalaman belajar dan berusaha untuk mencari makna dari pengalaman tersebut (Pribadi,
2011:7).
Pembelajaran adalah “a set of events embedded in purposeful activities that falicitate
learning” hal ini berarti pembelajaran adalah serangkaian aktifitas yang sengaja diciptakan
dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar (Gagne, 2005). Pembelajaran
dirancang untuk menciptakan terjadinya aktivitas belajar dalam diri individu dengan rangkaian
peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan terencana, menggunakan
sebuah atau beberapa jenis media, dengan tujuan agar siswa dapat mencapai kompetensi seperti
yang diharapkan.
Melalui kegiatan belajar dalam proses pembelajaran diharapkan siswa dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perubahan perilaku melalui pengalaman yang dialami siswa.
Model pembelajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh guru untuk mengajar atau
menyajikan bahan pelajaran kepada peserta didik di dalam kelas, baik secara individual ataupun
secara kelompok dengan tujuan pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh peserta
didik dengan baik.
Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala alam dan kehidupan di muka bumi
serta interaksi antara manusia dengan lingkungan dalam kaitannya dengan aspek keruangan dan
waktu. Mata pelajaran Geografi pada Kurikulum KTSP 2006 untuk tingkat SMA, standar
kompetensi yang diharapkan tercapai oleh siswa adalah kemampuan menganalisis fenomena,
salah satunya pada materi Pelestarian Lingkungan Hidup. Kemampuan menganalisis dapat
diartikan sebagai kemampuan individu untuk menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan
menunjukkan hubungan antar bagian tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa
atau memberi argumen-argumen yang menyokong suatu pernyataan. Menurut Bloom ada tiga
jenis kemampuan menganalisis yaitu menganalisis unsur, menganalisis hubungan, dan
menganalisis prinsip-prinsip organisasi.
94
Namun, pada kenyataan dalam proses belajar mengajar, kemampuan menganalisis pada
siswa masih memiliki kendala, diantaranya siswa kesulitan memahami konsep-konsep pada
bahan ajar yang lebih banyak disampaikan dalam bentuk wacana panjang dan membosankan.
Sedangkan penjelasan dari guru yang berupa ceramah pun tidak banyak membantu kemampuan
siswa dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Hal ini terbukti dengan nilai hasil
evaluasi siswa yang berdasarkan analisis ketuntasan klasikal masih dibawah 50%. (lihat lampiran
1).
Guna mengatasi permasalahan yang terjadi di lapangan, maka penulis mencoba menerapkan
model pembelajaran dengan mempergunakan peta konsep atau mind mapping untuk menarik
minat siswa, dan membantu meningkatkan kemampuannya dalam memahami konsep-konsep
yang diajarkan. Setelah menerapkan model pembelajaran ini, ternyata diperoleh hasil yang cukup
menggembirakan.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis menyusun best practice ini dengan mengambil judul:
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka penulis merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa?
1. Cara pemecahan masalah yang digunakan yaitu penerapan model pembelajaran langsung
(direct instruction) dengan peta konsep (mind mapping).
95
2. Tahapan operasional pelaksanaan Pengajaran langsung digunakan untuk menyampaikan
pelajaran yang ditranformasikan langsung oleh guru kepada peserta didik. Secara ringkas
sintaks model pengajaran langsung (direct instruction) disajikan dalam tabel 1.1 sebagai
berikut:
Mind Mapping atau peta konsep adalah metode mempelajari konsep yang didasarkan pada cara
kerja otak dalam menyimpan informasi.
Langkah-langkah yang harus dilakukan siswa dalam proses belajar mengajardengan
mempergunakan metode peta konsep, disajikan dalam tabel 1.2:
96
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN MIND MAPPING
97
Pelaksanaan model pembelajaran peta konsep (mind mapping) dilaksanakan dalam
proses kegiatan belajar mengajar di kelas, dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Siswa berkelompok sejumlah 4 orang yang dipilih secara acak dengan sistem arisan, dan
diberi bahan ajar berupa uraian materi dalam hal ini tentang biosfer.
2. Siswa bersama-sama menentukan tema utama (Basic Ordering Ideas) yang terdapat dalam
uraian materi dengan memberi tanda mempergunakan pensil atau stabilo.
3. Apabila siswa sudah menemukan tema-tema turunan dari uraian materi, dilanjutkan dengan
menuliskannya dalam sebuah kartu serta memasukannya dalam amplop untuk mempermudah
pengelompokan.
4. Siswa secara bersama-sama menentukan data-data pendukung untuk membuat cabang-cabang
pembagian dari ide dasar.
5. Siswa menemukan kata penghubung apabila diperlukan.
6. Siswa memulai membuat mind mapping sesuai urutan kerja sebagai berikut:
a. Menyiapkan Kertasdengan orientasi horizontal (Landscape). Tema utama atau Basic
Ordering Ideas (BOIs) diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat mungkin berupa
Image dengan minimal 3 warna.
b. Membuat garis lebih tebal untuk tema utama dan tema-tema turunan, selanjutnya semakin
jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus),
panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis
harus tersambung ke pusat.
c. Menuliskan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis, menggunakan huruf
cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang
semakin jauh dari pusat.
d. Membuat sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, tabel dan irama, karena lebih
menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami, kalau memungkinkan gunakan gambar
yang 3 Dimensi.
e. Mempergunakan warna minimal 3 warna dan lebih baik 5–6 warna. Warna berbeda untuk
setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.
98
f. Menggunakan struktur radian dengan ide utama terletak di tengah-tengah kertas dan
selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2 – 7
buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1.
7. Siswa bergiliran mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya di depan kelas, dan anggota
kelompok yang lain menanggapi.
8. Siswa membandingkan bentuk mind mapping antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lainnya.
9. Guru menyajikan gambar mind mapping kosong dan siswa dapat menempatkan ide pokok,
kata penghubung dan data penghubung yang sesuai dengan materi bahasan.
1. Berdasarkan uji coba implementasi model pembelajaran mind mapping dalam kegiatan
belajar mengajar dikelas, maka hasil yang dicapai sebagai berikut: Peningkatan aktivitas
belajar
99
b. Siswa mampu menemukan dan mengelompokan tema utama, tema turunan, kata-
kata penghubung dan data-data pendukung dari materi yang diberikan
Gambar 2. Siswa mengelompokan tema utama, tema turunan, kata penghubung dan data-data
pendukung
100
Gambar 3. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya
a. Siswa mampu menempatkan tema pokok, kata penghubung dan data-data pendukung
Pada kegiatan akhir proses pembelajaran guru menyiapkan gambar mind mapping yang
kosong, dan siswa diminta untuk menempatkan ide pokok, kata penghubung dan data-data
pendukung yang sudah diidentifikasi dan dimasukan kedalam amplop-amplop ke dalam
gambar tersebut.
Berdasarkan hasil uji coba, sebagian besar siswa sudah mampu menempatkan dengan benar
dan sesuai dengan materi yang disajikan.Siswa mampu untuk menjelaskan rangkaian mind
mapping tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa siswa sudah mulai memahami konsep dari
materi bahan ajar.
Sebagai perbandingan, nilai yang dicapai oleh siswa untuk pokok bahasan yang sama dengan
penyampaian metode belajar ceramah serta soal evaluasi yang sama, berdasarkan hasil analisis
ketuntasan belajar siswa (lihat Lampiran 1), dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut:
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa sudah terjadi peningkatan ketuntasan klasikal
meskipun belum terlalu signifikan, tetapi sudah menunjukkan ke hal yang lebih baik.
101
D. Kendala - kendala
1. Siswa masih mengalami kesulitan dalam menentukan ide pokok dan sub ide pokok, serta
kata-kata kunci dalam wacana materi pelajaran
2. Masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan menentukan data-data pendukung ide pokok.
3. Siswa lebih suka menghabiskan waktu dengan menggambar peta konsep dan tidak
sepenuhnya belajar.
4. Siswa masih menggunakan banyak tulisan dalam peta konsepnya dan kurang kreatif dalam
membuat gambar, symbol, tabel, dan pewarnaan.
5. Masih terdapat siswa yang kurang antusias dengan model pembelajaran mind mapping dan
lebih menyukai model pembelajaran klasik pasif yaitu hanya terpusat kepada guru sebagai
sumber belajar dan siswa pasif mendengarkan penjelasan guru.
E. Faktor-faktor Pendukung
1. Siswa antusias untuk melakukan kegiatan belajar mengajar karena menemukan aktivitas
belajar yang lain.
2. Suasana kegiatan belajar mengajar jadi lebih menyenangkan karena siswa bebas berkreasi
dalam menggambar peta konsepnya.
3. Tersedianya buku-buku sumber referensi yang dapat membantu siswa melengkapi data
dukung peta konsepnya.
F. Alternatif Pengembangan
102
1. Melalui Gerakan Literasi Sekolah (GLS) siswa dilatih untuk rajin membaca, sehingga terbiasa
menemukan ide-ide pokok dalam sebuah wacana.
2. Melatih dan membimbing siswa untuk dapat menemukan kata-kata kunci yang terdapat dalam
setiap wacana dan member tanda baik dengan pensil atau stabilo.
3. Mengenalkan siswa dengan bentuk-bentuk mind mapping yang menarik, sehingga dapat
memancing ide-ide kreatif siswa ketika membuat mind mappingnya sendiri.
4. Sekolah dapat menyelenggarakan lomba pembuatan mind mapping untuk memacu kreatifitas
positif siswa dalam belajar.
A. Simpulan
Mind Mapping adalah satu teknik mencatat yang mengembangkan model pembelajaran
visual yang memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak kiri dan otak kanan di dalam
diri seseorang. Selain itu mind mapping memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat
segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna,
simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.
Mind mapping dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi,
karena dapat menyajikan gambaran menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih singkat.
Mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan linear yang memakan
waktu menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus langsung dapat dipahami oleh individu.
Model pembelajaran Mind mapping merupakan model pembelajaran yang menarik bagi
siswa karena merupakan strategi baru dan belum biasa dilakukan. Model ini dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa terhadap materi pelajaran dengan melihat keterkaitan antara satu sub
pokok bahasan dengan sub pokok bahasan yang lainnya. Siswa dapat membuat mind mapping
dengan bentuk yang sesuai dengan selera, kemampuan dan dipahami sendiri.
103
B. Rekomendasi
Model pembelajaran mind mapping ini dapat diajarkan dan dibiasakan kepada siswa oleh
guru mata pelajaran karena dapat membantu siswa untuk lebih teliti dalam mengamati, mencatat,
berdiskusi, terampil mengeluarkan gagasan dan kreatifitas, mengajukan pertanyaan dan
menyimpulkan materi pembelajaran. Guna meningkatkan profesionalisme, guru disarankan
untuk lebih banyak membaca literatur penunjang dan mempergunakan model pembelajaran mind
mapping ini untuk lebih mempermudah pemahaman.
Membudayakan kegiatan literasi untuk semua pihak, bukan hanya sekedar membaca,
namun sudah mulai dengan kegiatan menulis serta menghasilkan suatu karya tulis, dan model
belajar mind mapping akan mempermudah pemahaman dari konsep-konsep yang akan dituliskan.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, Benjamin S. 1982.Human Characteristics and School Learning. New York: McGraw-
Hill Book Company.
Buzan, T. 2008. Mind Map Untuk Meningkatkan Kreativitas. Terjemahan Eric Suryaputra.
Jakarta: Gramedia.
Gagne, R.M dkk. 2005. Principles of Instructional Design. New York: Wardsworth Publishing
Co.
Pribadi, Benny A. 2013. Model ASSURE untuk Mendesain Pembelajaran Sukses. Jakarta: Dian
Rakyat.
Silberman, M. 2009. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.
104
T. Kesuma, Ameliasari, 2013. Menyusun PTK itu Gampang. Jakarta: Erlangga.
105
POSTER INKUIRI DISKOVERI TOPIK NUTRISI DAN
STATUS GIZI UNTUK MENINGKATKAN HOT PADA
PEMBELAJARAN BIOLOGI
EKA RATNASARI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan sensus tentang kecukupan nutrisi (Badan Pusat Statistik Nasional, 2016), pada
tahun 1995 tercatat hanya 63.86% bayi dan 76,04% ibu hamil yang ternutrisi dengan baik dan
sensus ini telah dihentikan. Akan tetapi, survei tentang kecukupan kalori yang terakhir diambil
pada tahun 1996 menyatakan bahwa terdapat 1.849,21 kalori rata-rata harian konsumsi per kapita
tidak termasuk konsumsi makanan jadi dan 2.019,79 kalori termasuk konsumsi makanan jadi,
sensus ini juga telah dihentikan. Berdasarkan fenomena tersebut, dua dekade berikutnya,
konsumsi kalori sudah meningkat setiap tahun. Kecukupan gizi adalah tujuan nasional akan
tetapi kelebihan gizi merupakan masalah nasional, apalagi dengan adanya tren makanan siap saji
atau junk food. Amalia, Sulastri dan Semiarty (2016) meneliti bahwa terdapat hubungan yang
postitif terhadap frekuensi konsumsi junk food dan kondisi gizi lebih. Dengan melihat fakta
tersebut, sayang sekali, selama ini, pembelajaran sistem pencernaan di kelas XI-IPA hanya
melibatkan materi tentang organ dan fungsi faal pencernaan, sedangkan konsep nutrisi dan
memberikan pengetahuan tentang kecukupan gizi masing-masing siswa sangat kurang diberikan.
Hal ini penting sekali bagi siswa untuk membentuk karakter peduli terhadap kesehatan diri dan
lingkungan. Untuk itu, pembelajaran biologi dengan materi sistem pencernaan juga harus
melibatkan kegiatan pembelajaran tentang nutrisi dan status gizi siswa yang berarti.
Konsep nutrisi bukan saja meliputi kegiatan mengidentifikasi makanan yang mempunyai
vitamin, gula atau lemak saja, akan tetapi sampai pada tahap menentukan jumlah kalori harian
yang dibutuhkan oleh tubuh anak tersebut berdasarkan indeks masa tubuh dan kebutuhan kalori
minimum mereka. Selain itu, melibatkan makanan lokal sebagai bentuk perhatian terhadap
sumber daya alam dan kearifan lokal juga perlu diperhitungkan. Oleh sebab itu, dilakukanlah
pembelajaran inkuiri diskoveri dipilih karena sudah terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar
106
siswa pada materi sebelumnya. Akan tetapi tidak untuk kemampuan siswa dalam menganalisis
konsep dan menggunakan konsep tersebut, sedangkan siswa diharapkan mampu menerapkan
pola konsumsi makanan sehat setelah mempelajari topik nutrisi dan status gizi.
Inkuiri diskoveri yang telah diimplementasikan selama ini, hanya diakhiri dengan presentasi
biasa yang merupakan presentasi kelas atau presentasi kelompok kecil. Presentasi tersebut
melibatkan jumlah siswanya cukup banyak (40-45 siswa) dan tanpa menggunakan media
tambahan. Berdasarkan observasi, hanya beberapa siswa saja yang berperan dalam presentasi
tersebut terutama untuk siswa yang memiliki kemauan belajar yang lebih baik dari siswa yang
lain dan yang lain hanya hanya pasif partisipatif. Berdasarkan observasi, kurangnya refleksi dan
evaluasi yang mendalam terhadap kegiatan belajar biologi dengan inkuiri diskoveri tersebut
menyebabkan siswa dengan mudah lupa terhadap proses dan hasil kegiatan belajar mereka.
Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran inkuiri diskoveri ini tanpa presentasi yang mumpuni
membuat siswa kurang memahami konten, menggunakan dan menganalisis konsep serta
kesadaran terhadap proses pembelajarannya atau sering disebut dengan HOT (Higher Order
Thinking/Berpikir Tingkat Tinggi). Untuk itu, strategi yang lebih baik dibutuhkan dalam
mengembangkan kegiatan inkuiri diskoveri sehingga diharapkan dapat meningkatkan
keterampilan berfikirnya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa pada pembelajaran inkuiri
diskoveri yang lebih bermakna adalah dengan adanya presentasi poster. Poster
(graduate.school@imperial.ac.uk, 2008) adalah sebuah cara untuk mengomunikasikan sebuah
informasi. Poster merupakan alat atau media pendukung presentasi yang bersifat non elektronik
untuk menyampaikan fakta dan ide kepada audiensi. Poster merupakan alat terbaik yang
digunakan untuk membantu sebuah diskusi dan harus mewakili esensi dari sebuah topik. Sebuah
poster memberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil penelitian; diskusi hasil
pekerjaan; mengajukan pertanyaan dan mendapatkan umpan balik; serta menggarisbawahi
kesimpulan; dan hasil yang sesuai dan penting. The Academic Skill Center (2015) mencatat
bahwa presentasi poster merupakan sinopsis singkat dan padat yang menjelaskan secara visual
hasil sebuah penelitian. Pada presentasi poster terjadi interaksi antara presenter dan audiensi
untuk saling berkomunikasi. Poster yang baik harus memberikan pesan yang jelas, informasi
visual yang menarik dan minim teks. Hal tersebut harus informatif tetapi singkat dan terlihat
107
atraktif. Berpikir tentang penampilan dan konten sekaligus, pada poster tidak perlu diletakkan
semua informasi hanya hal-hal penting tentang penelitian saja.
Berdasarkan pentingnya keterampilan berfikir siswa untuk topik nutrisi dan status gizi maka,
harus dilakukan pengembangan pembelajaran inkuiri diskoveri yang lebih inovatif dengan
menggunakan persentasi poster. Dengan demikian, sangat perlu membahas lebih dalam tentang
aplikasi poster inkuiri diskoveri topik nutrisi dan status gizi untuk meningkatkan HOT pada
pembelajaran biologi
B. Permasalahan
Secara rinci, masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana aplikasi poster pada kegiatan inkuiri diskoveri untuk topik nutrisi dan status gizi
terhadap kemampuan berpikir siswa?
2. Bagaimana pula aplikasi poster kegiatan inkuiri diskoveri untuk topik nutrisii dan status gizi
terhadap hasil belajar siswa?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Kurangnya penguatan guru dalam memberikan refleksi dan apresiasi terhadap hasil kerja
siswa membuat siswa merasa tidak butuh untuk mempertanggungjawabkan pekerjaannya secara
berkesinambungan. Hal ini dikarenakan pembelajaran inkuiri diskoveri dengan presentasi
konvensional kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan kegiatan
pembelajaran dan mengungkapkan ide lebih baik. Sehingga dibutuhkan strategi yang lebih baik
yaitu, strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah akan kurangnya kemampuan berpikir
siswa kelas XI-IPA untuk topik nutrisi dan status gizi, yaitu dengan mengimplementasikan
pembelajaran inkuiri diskoveri yang diperkaya dengan presentasi poster.
Siswa kelas XI-IPA SMA Negeri 1 Wampu Tahun Pelajaran 2015/2016 digunakan sebagai
objek pengamatan selama satu semester kegiatan pembelajaran. Pembelajaran inkuiri diskoveri
dengan presentasi poster dapat dilihat di Youtube dengan halaman url
https://youtu.be/NcQSvjSxXg dan versi terlengkapnya sedang dalam perbaikan untuk durasi 20
menit sesuai dengan peraturan di juknis.
108
IMPLEMENTASI
109
terbaik akan diamanahkan untuk mempresentasikan hasil penelitiannya tersebut dengan
presentasi poster atau topik dipilih secara acak. Kegiatan presentasi poster ini dilakukan dengan
model two stay two stray dengan mengondisikan jumlah siswa di mana 2 (dua) orang siswa
bertugas sebagai presenter dan notulen atau stayers sedangkan anggota yang lain bertugas
sebagai audiensi yang berkunjung ke kelompok lain atau strayers (Lihat Gambar 2). Guru
bertindak sebagai observer. Setiap kelompok difasilitasi dengan berita acara presentasi poster
dan lembar asesmen untuk poster, kemampuan kelompok serta kemampuan diri. Hal ini
dilakukan untuk menjaga kondusifitas kegiatan presentasi dan memudahkan guru melakukan
pengamatan.
Poster dibuat dan diawasi oleh guru selama satu pertemuan dan jika tidak selesai makan dapat
dikerjakan di luar dari jam pembelajaran. Penyajian poster yang baik adalah penting agar pesan
dapat disampaikan dengan baik. Setelah poster
Gambar 3 Kegiatan siswa saat presentasi poster dengan model Two Stay Two Stray
yang termodifikasi dengan jumlah siswa
110
dinyatakan layak untuk disajikan maka dapat dilakukan presentasi poster. Adapun persyaratan
poster dengan mekanisme gunting dan tempel ini adalah sebagai berikut:
1. Poster harus meliputi semua materi/bahan dapat terjangkau pandangan, penggunaan huruf
harus terbaca dan tidak boleh kurang dari ukuran 14
2. Poster harus memiliki teks, gambar dan warna yang digunakan untuk mempertegas dan
memperjelas konten
3. Ilustrasi harus sederhana dan dicetak tebal atau jelas
4. Foto harus jelas dengan detail yang baik dan bahan-bahan yang ditampilkan harus dapat
menjelaskan topik dan memancing audiensi untuk bertanya, berdiskusi dan penjelasan verbal
lainnya.
5. Presenter harus berbicara yang keras dan jelas sehingga audiensi dapat mendengarkan anda.
Seperti media yang lain, pada dasarnya poster mempermudah presenter dan audiensi untuk
memahami konsep ide dan fakta yang disampaikan.
6. Setelah siswa melakukan presentasi poster, audiensi menilai poster dan presenter dalam
menyampaikan konsep selain kegiatan tanya jawab. Kemudian, siswa juga diminta untuk
mengukur kontribusinya selama menyusun poster selain menilai poster atau performa teman.
Dengan kata lain, self dan peer asessment dilakukan untuk kegiatan pembelajaran dari proses
observasi awal pembelajaran sampai dengan presentasi poster. Pembelajaran dilanjutkan
dengan tes akhir di pertemuan berikutnya dengan durasi 2 jam pelajaran.
Berikut adalah indikator penilaian pada tes akhir setelah siswa melakukan kegiatan
presentasi poster pada inkuiri diskoveri untuk konsep nutrisi dan status gizi.
111
Tabel 1 Kisi-kisi penilaian akhir pembelajaran inkuiri diskoveri dengan presentasi poster
untuk topik nutrisi dan status gizi
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kompetensi yang diukur adalah kemampuan siswa
dalam menerjemahkan konsep menjadi menggunakan konsep untuk permasalahan sehari-hari.
Sebagai contoh, menggunakan bahan makanan yang dapat ditemukan sehari-hari dan memulai
pola hidup sehat dengan sadar kalori dari diri masing-masing.
112
Gambar 4 Ketercapaian kompetensi kognitif pada konsep nutrisi dan status gizi, pembelajaran
inkuiri diskoveri dengan presentasi poster
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa siswa sebanyak 79.57% siswa mampu
mendeskripsikan cara menentukan kadar atau kualitas nutrisi pada makanan secara kualitatif,
sebanyak 73,12 % siswa mampu menilai jenis makanan dengan kualitas nutrisi yang berbeda dan
dengan kondisi tubuh yang berbeda, 72,04 % siswa dapat menganalisis kebutuhan kalori dan
nutrisi seseorang dengan kondisi yang berbeda, 69,35% bisa membuat menu makanan dengan
kategori cukup baik, dan dibawah 50% siswa paham tentang sistem pencernaan. Tingkat
ketercapaian hasil belajar dengan rerata 68 dengan 65% lulus yang sebelumnya hanya 48%.
Berdasarkan hasil tersebut, persentase tertinggi terdapat pada kemampuan C3-C6 yaitu
kemampuan HOT. Dapat dikatakan bahwa poster pada kegiatan pembelajaran biologi inkuiri
diskoveri berhasil mengatasi masalah kemampuan berfikir untuk konsep nutrisi dan status gizi.
Sedangkan pemahaman siswa tentang sistem pencernaan akan diselesaikan pada pertemuan
berikutnya (lihat RPP).
Adapun keberhasilan dari presentasi poster untuk fase akhir pembelajaran inkuiri
diskoveri ini disebabkan antara lain;
1. Sebelum menampilkan poster, hasil analisis siswa diperiksa dengan cermat sehingga siswa
melakukan remediasi untuk konsep yang harus diperbaiki. Oleh sebab itu, semakin sering
dibaca makan konsep semakin diingat.
113
2. Presentasi poster bukan saja melibatkan penilaian guru akan tetapi juga penilaian kelompok
siswa lain sehingga berdampak langsung terhadap proses pembelajarannya.
3. Kemampuan siswa juga dilihat dari keikutsertaan dalam memberikan tanggapan, pertanyaan,
umpan balik dan jawaban selama presentasi poster.
Dengan adanya poster, siswa difasilitasi untuk mengungkapkan ide, membentuk dan
menggunakan konsep, berdiskusi lebih dalam tentang konsep nutrisi dan status gizi mereka,
merefleksikan, mengevaluasi dan bertanggung jawab terhadap performa belajarnya.
E. Faktor-faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung keberhasilan implementasi kegiatan pembelajaran ini adalah
kesiapan siswa yang cukup, fasilitas sekolah, alat dan bahan yang bersifat novice atau tidak asing
atau dengan kata lain dapat diperoleh di lingkungan sekitar.
F. Alternatif Pengembangan
Untuk sekolah yang telah memiliki fasilitas internet dapat menggunakan aplikasi online
berbasis internet sebagai penganti poster konvensional. Hal ini memungkinkan untuk
mendapatkan feedback atau umpan balik lebih cepat dari peserta dan dengan jumlah peserta yang
lebih besar. Beberapa di antaranya adalah PPT, Keynote, Frezi.com, Photopeach, Google
Hangouts, Webinar.com, Edmodo.com dan masih banyak lagi. Sedangkan untuk peer atau self
asesment setelah presentasi poster dapat menggunakan Google survey yang gratis atau survey
monkey untuk yang berbayar.
SIMPULAN & REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa kegiatan presentasi poster yang terintegrasi
dengan inkuiri diskoveri pada materi sistem pencernan dapat menambah ketercapaian
kompetensi dengan meningkatnya kemampuan HOTS pada topik nutrisi dan status gizi.
114
B. Rekomendasi
Kegiatan inkuiri diskoveri dengan presentasi poster sangat memberi dampak pada siswa
dengan gaya belajar kinestesis, visual dan auditori. Kegiatan ini dapat dilakukan untuk jenjang
kelas yang berbeda dan mata pelajaran lain. Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah kesiapan
siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan menghabiskan waktu serta energi yang
lebih banyak daripada pembelajaran konvensional. Sebagai pengganti poster, media yang
memiliki fungsi yang sama baik yang berbasis IT atau tidak juga dapat digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R.N, Sulastri, D, & Semiatry, R, 2016, Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Status
Gizi Lebih pasa Siswa SD Pertiwi 2 Padang, Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(1),
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Hanaeur, D.I, Hatfull, G.G.F & Jacobs-Sera, D, 2009, Active Assessment: Assessing Scientific
Inquiry. Springer ISBN 978-0387-89648-9
King, F.J., Goodson, L., & Rohani, F., 2000, Higher Order Thinking Skill, Assessment
Evaluation Educational Service Program, The Center for Advancement of Learning and
Assessment, www.cala.fsu.edu USA
Smith, R.S., 2008, Experiencing the Process of Knowledge Creation:
The Nature and Use of
Inquiry-Based Learning in Higher Education, diakses tanggal 15 Nopember 2015.
115
MENJADIKAN PAI MENYENANGKAN MELALUI MODEL MPA DENGAN MEDIA
MIGAMI DI SMAN 1 PEUKAN BADA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran (Mapel) Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran
kelompok Wajib bagi seluruh peserta didik yang beragama muslim pada setiap jenjang sekolah,
bagitu juga halnya pada SMAN 1 Peukan Bada mulai dari kelas X, XI hingga XII, diharapkan
pembelajaran yang berlangsung dapat berjalan dengan berhasil dan lancar.
Richard L Arends dalam Muhammad Nur, (2000:27) mengatakan bahwa keberhasilan
proses pembelajaran dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu curriculum, teaching, learning,
and assesment. Khusus untuk faktor yang kedua yaitu teaching, keberhasilan sangat bergantung
pada model pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Selama ini Mapel PAI sebagai salah satu pembelajaran yang paling membosankan bagi
mereka di sekolah, hal ini sebagaimana disampaikan peserta didik baru kelas X tentang mapel
yang paling mereka sukai, dan paling membosankan bagi mereka. Asumsi mereka bahwa Mapel
PAI karena pengalaman sebelumnya yang mereka peroleh ketika di SMP, bahwa guru yang
mengajar sangat membosankan karena condong pada salah satu metode saja atau bisa jadi karena
penjelasannya yang kurang menarik, atau karena disebabkan oleh faktor-faktor lain yang
kesemuanya merupakan kesimpulan pembelajaran dengan guru kurang menyenangkan. Akibat
dari pembelajaran tidak menyenangkan dan kurangnya motivasi bagi siswa maka berpengaruh
terhadap peningkatan prestasi belajar hingga prestasi akademik lainnya.
Melihat fenomena sebagaimana dijelaskan di atas, maka penulis selaku guru PAI pada
SMAN 1 Peukan Bada secepatnya untuk memutuskan mata rantai asumsi negatif peserta didik
dan berupaya dan berusaha Menjadikan PAI Menyenangkan Melalui Model MPA dengan
Media Migami di SMAN 1 Peukan Bada.
116
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah:
1. Apakah dengan model pembelajaran MPA dengan media Migami dapat menjadikan
pembelajaran PAI yang menyenangkan bagi siswa?
2. Apakah model pembelajaran MPA dengan media Migami dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa?
C. Strategi Pemecahan Masalah
Untuk meningkatkan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, maka yang harus
dilakukan adalah memberikan motivasi kepada siswa secara kontinyudengan beragam metode
dan model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa dan tentunya keadanaan
pembelajaran yang berlangsung menyenangkan. Untuk itu penulis menerapkan model
pembelajaran Market Place Activity yang penulis singkat dengan MPA dan media Miniatur
Origami yang penulis singkat dengan Migami.
MPA dimaksud adalah model pembelajaran berupa kegiatan pasar, dimana siswa dapat
melakukan aktivitas jual beli sebagaimana pola umum artinya tempat pasar yang didalamnya ada
bangunan ruko dan masing-masing namanya sebagai tempat menjual barang dagangannya.
Sedangkan media migami adalah miniatur origami dengan memanfaatkan kertas origami sebagai
media pembelajaran dan sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diajarkan seperti pada
materi Wakaf di kelas X.
Adapun tahapan operasional atau sintak model MPA dengan media Migami
sebagaimana dimaksud adalah ke dalam kelompok kecil berjumlah paling banyak 4 orang dan
dibagi tugas, 2 orang menjadi penjual dan 2 orang menjadi pembeli; nama kelompok diistilahkan
dengan nama toko, sebagaimana lazimnya nama-nama toko yang ada dalam lingkungan di
sekitar mereka tinggal. Misalnya nama tokonya BERKAH, HIDUP SUBUR, MUTIARA dan
lain sebagainya.
Masing-masing yang bertugas baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli akan
mengikuti pedoman sebagai berikut:Pembeli =
117
a. Mendatangi toko milik kelompok lain (catat nama tokonya)
d. Pembeli dari satu toko yang sama bisa berpencar atau bersatu mengunjungi toko lain
Penjual =
a. Berdiam di toko melayani pembeli layaknya penjualan gaya kaki lima (catat nama toko
pembelinya)
b. Menjawab setiap pertanyaan dari kelompok lain
c. Bila tokonya tidak ada pembeli diperbolehkan promosi dengan cara mengacungkan
Langkah selanjutnya adalah:
a. Buatlah kata kunci dari materi yang sudah diterima
b. Katakuncitersebutuntukmembuatmigami
c. Migami yang dibuat sesuai dengan bentuk dan wujud nyata benda sebagaimana dimaksud
sesuai dengan materi.
Setelah selesai kegiatan dalam masing-masing toko maka langkah selanjutnya akan
berlangsung kegiatan jual beli dengan toko-toko lain dengan cara berputar seperti arah jarum
jam, setelah itu berlangsung, maka menuju tahapan selanjutnya:
Pembeli =
a. Kembalilah ke toko anda sendiri, jelaskan kepada teman satu kelompok hasil ‘pembelian’
anda dari kelompok lain
Penjual =
a. Perhatikan dan catatlah hasil ‘pembelian’ teman satu kelompok anda dari kelompok lain
118
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Alasan mengapa penulis memilih model pembelajaran MPA dan media MIGAMI
didasarkan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Mapel PAI pada hakikatnya merupakan kajian ilmiah yang terdiri dari kajian teori maupun
konsep-konsep yang bersifat abstrak dan dengan pemanfaatan model dan media
pembelajaran melalui MPA dan MIGAMI akan memudahkan pemahaman siswa
dalam pembelajaran.
b. Melalui MPA dan MIGAMI miningkatkan aktivitas siswa dalam kelas dengan saling
berdiskusi sesama, baik dalam satu toko maupun dengan toko yang lain sehingga
terjalinnya komunikasi efektif antara sesama mereka.
c. Pemanfaatan model MPA dan media MIGAMI lebih efektif dan efisien serta dapat
menjadikan pembelajaran yang menyenangkan serta dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
a. Guru memberikan petunjuk dan memberikan pengarahan kepada siswa tentang model dan
media pembelajaran melalui Model MPAdan media MIGAMI serta menyampaikan tujuan
pembelajaran khususnya terhadap materi Wakaf.
b. Guru menjelaskan materi wakaf melalui tayangan Microsof Power Point, selanjutnya siswa
mengumpulkan informasi, memberi komentar, berikutnya guru mengarahkan siswa untuk
membentuk kelompok dengan cara menghitung 1-5, selanjutnya akan terbentuk 5
kelompok atau toko sesuai dengan jumlah siswa, sebanyak 20 orang siswa yang ada pada
kelas X-MIA,1 di SMAN 1 Peukan Bada serta memberi nama tokonya sesuai dengan
4 119
kesepakatan masing-masing. Berikut gambaran toko yang sudah terbentuk serta sudah
adanya pembagian tugas masing-masing anggota toko.
c. Siswa diberikan tugas mencari kata kunci sesuai dengan materi wakaf berikut
penjelasannya, selanjutnya siswa membuat miniatur melalui kertas origami sesuai dengan
materi yang di dapatkan.
d. Pembagian tugas untuk masing-masing toko adalah sebagai berikut:
Toko A= Benda wakaf bergerak
Toko B= Benda wakaf bergerak selain uang
Toko C= Benda wakaf bergerak berupa uang
Toko D= Benda wakaf tidak bergerak
Toko E= Benda wakaf tidak bergerak berupa tanaman/pohon
120
e. Setelah selesai siswa berdiskusi dan mengerjakan pembuatan miniatur dari media origami
sesuai dengan yang ditugaskan, selanjutnya masing-masing pembeli bergerak ke toko yang
lain, sedangkan penjual tetap berada pada tokonya masing-masing.
Gambar 2: Keadaan toko yang sudah saling mengunjungi
f. Setelah waktu yang ditentukan habis, maka siswa yang bertugas sebagai pembeli
bergerak menuju ke toko berikutnya sesuai dengan arah perputaran jarum jam, begitu
juga seterusnya sampai semua toko terkunjungi oleh semua pembeli begitu juga
sebaliknya semua pembeli sudah dikunjungi oleh semua penjual masing-masing toko.
g. Pembeli kembali ketokonya masing-masing dan menyampaikan hasil kunjungannya
yang selanjutnya mereka melakukan diskusi bersama tentang materi yang diperoleh di
toko tersebut.
h. Presentasi hasil kunjungan dan memberikan hasil penilaian terhadap toko-toko yang
dikunjungi dan tanggapan penjual terhadap pembeli yang mendatangi.
121
Gambar 3: Keadaan toko yang sudah kembali seperti awalnya
(Penjual tetap berada di tokonya dan pembeli kembali toko sendiri)
122
bagus dan kurang rapi, untuk itu kami memberi nilai kepada toko tersebut dengan nilai
penuh sebesar 60.
Ketercapaian realisasi dari penerapan Model MPA dan media MIGAMI di SMAN1
Peukan Bada ini dapat dilihat dari perubahan yang terjadi terhadap perilaku dan cara pandang
serta prestasi siswa terhadap mapel PAImengalami perubahan. Respon yang diberikan siswa
sangat positif, ditunjukkan dengan hal-hal berikut:
123
4. Terjalinnya komunikasi antar sesama siswa, dan juga siswa dengan guru secara baik.
5. Siswa mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi dalam menyelesaikan tugas- tugas yang
diberikan.
6. Selain pembelajaran yang berlangsung menyenangkan bagi siswa, model MPA dan media
MIGAMI ini juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa serta berpengaruh positif baik bagi
sekolah dan khususnya bagi siswa dalam meraih prestasi dalam even lainnya. seperti
penghargaan yang diterima siswa menjuarai beberapa cabang dalam pentas PAI serta dalam
even lomba lainnya seperti juara PAI unggulan Nasional, Olimpiade PAI dan lain-lain.
D. Kendala-kendala yang Dihadapi
Adapun kendala- kendala yang dihadapi dengan menerapkan Model MPA dan media
MIGAMI di SMAN 1 Peukan Bada sebagai berikut:
1. Masih membutuhkan waktu untuk merubah pola pikir (mind set) siswa terhadap mapel
PAIbahwa PAI itu bukan pelajaran yang membosankan.
2. Sebagian guru mapel lain merasa terganggu, karena pada saat terjadinya jual beli suasana
kelas yang gembira menganggu konsentrasi kelas sebelahnya.
3. Karena senang siswa dengan Model MPA dan media MIGAMI, waktu pembelajaran
sepertinya cepat sekali berlalu.
E. Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung Model MPA dan media MIGAMI di SMAN 1 Peukan Bada
ini adalah:
1. Sarana dan prasarana serta media pembelajaran mudah didapatkan, serta sekolah
memfasilitasinya dengan baik segala kebutuhan yang dibutuhkan guru untuk pembelajaran.
2. Respon siswa sangat mendukung dalam mengikuti Model MPA dan media MIGAMI di
SMAN 1 Peukan Bada.
3. Lingkungan sekolah yang asri dan nyaman, sehingga dapat di gunakan sebagai tempat
belajar di luar kelas
124
F. Alternatif Pengembangan
a. Menjadi kewajiban bagi guru PAI untuk selalu merubah pola pikir (mind set) siswa terhadap
mapel PAI bahwa PAI itu mapel yang menyenangkan.
b. Menyikapi kendala dari sebagian guru mapel lain merasa terganggu, maka kegiatan
pembelajaran dapat dipindahkan dalam ruangan aula atau di lingkungan halaman sekolah.
c. Perlu mensiati waktu dengan baik, karena bagi siswa dengan menggunakan Model MPA dan
media MIGAMI mereka ingin berlama-lama dengan pembelajaran mapel PAI.
A. Simpulan
Berdasarkan dari hasil data dan fakta yang ada, penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan berikut ini:
1. Bahwa setelah menerapkan cara belajar melalui Model MPA dan media MIGAMI
pembelajaran mapel PAI menjadi pembelajaran yang sangat menyenangkan bagi semua
siswa.
2. Terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa, karena dengan terjalinya komunikasi yang
baik dan harmonis antara sesama siswa dan juga dengan guru .
B. Rekomendasi
Model MPA dengan media MIGAMI di SMAN 1 Peukan Badaini telah memberikan
hasil dan dampak positif terhadap siswa karena terjadinya pembelajaran aktif. Dengan terjadinya
pembelajaran menyenangkan maka dapat meningkatkan prestasi siswa, untuk itu dapat
direkomendasikan kepada :
125
1. Guru; guru dapat menerapkan Model MPA dengan media MIGAMI di tempat tugasnya
masing-masing, tidak hanya pada mapel PAI tetapi juga pada kegiataan mapel lainnya
maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.
2. Siswa; agar siswa selalu mengikuti dengan baik pembelajaran dengan Model MPA dengan
media atau dengan mengunakan media-media lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Nur, Pembelajaran Langsung, Surabaya : Pusat Sains dan Matematika Sekolah
Universitas Negeri Surabaya University Press., 2000.
126
Penggunaan Senapan Klinometer Dalam Pembelajaran Materi Perbandingan
Trigonometri di Kelas X SMAN 1 Dimembe
PENDAHULUAN
127
Dari sejumlah faktor - faktor penyebab sulitnya penguasaan matematika penulis menggaris
bawahi salah satunya, adalah anggapan bahwa matematika itu sulit dan “menakutkan”. Menurut
pengalaman dari beberapa pengajar, pengalaman pribadi dan pernyataan dari beberapa siswa,
sejumlah topik yang seringkali dirasakan sulit oleh siswa untuk dipelajari dan oleh guru untuk
disampaikan salah satunya adalah trigonometri. Berdasarkan pengalaman penulis bahwa ketika
siswa diberikan permasalahan nyata yang berhubungan dengan materi trigonometri khususnya
perbandingan trigonometri banyak jawaban siswa yang tidak tepat. Ini terjadi karena mereka
hanya menghafal saja tanpa memahami apa yang mereka coba hafal itu.
Sebagai satu – satunya guru matematika yang ada di SMAN 1 Dimembe, penulis selalu
berharap agar proses pembelajaran dapat berkualitas. Untuk itu penulis sudah menerapkan
berbagai strategi untuk meningkatkan kemampuan dan daya analisis siswa, khususnya ketika
harus berhadapan masalah – masalah dengan konteks yang lain yang berhubungan dengan
perbandingan trigonometri, maka siswa akan kesulitan dalam menyelesaikannya, akibatnya siswa
tidak mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Sebagai seorang guru,
penulis bertekad terus-menerus mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Hingga akhirnya penulis menemukan salah satu solusi yang tepat yaitu menggunakan senapan
klinometer sederhana dalam pembelajaran materi perbandingan trigonometri. Dengan
menggunakan alat ini maka siswa tidak hanya menghafal konsep tentang perbandingan
trigonometri tetapi mereka juga dapat mengaplikasikannya pada permasalahan – permasalahan
nyata yang ada dikehidupan sehari-hari. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka judul
best practice ini adalah : “Penggunaan Senapan Klinometer Dalam Pembelajaran Materi
Perbandingan Trigonometri di Kelas X SMAN 1 Dimembe”.
B. Permasalahan
Adapun permasalah yang akan dipaparkan dalam tulisan ini adalah : apakah penggunaan
senapan klinometer dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan materi
perbandingan trigonometri dalam kehidupan sehari-hari di kelas X SMAN 1 Dimembe.
128
Mengacu pada permasalahan yang muncul dalam pembelajaran siswa yang telah diuraikan
pada latar belakang di atas, penulis memilih suatu alternatif pemecahan masalah yang dianggap
dapat mengatasi permasalahan dengan hasil yang baik yaitu dengan penggunaan senapan
klinometer sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan materi
perbandingan trigonometri dalam kehidupan sehari-hari di kelas X SMAN 1 Dimembe. Adapun
tahapan dalam menggunakan senapan klinometer dalam pembelajaran perbandingan trigonometri
adalah sebagai berikut :
d. Guru memperkenalkan alat klinometer dan menjelaskan tentang tata cara penggunaannya.
e. Siswa diperbolehkan keluar kelas untuk mengukur menggunakana alat yang telah disediakan
dan di beri waktu sekitar 30 menit.
f. Setelah selesai mengamati siswa diperkenankan untuk menulis hasil penelitiannya dalam
lembaran dan dikumpulkan kepada guru.
g. Guru bersama – sama dengan siswa menyimpulkan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan.
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE
129
menggunakan klinometer. Dengan alat peraga yang akseptebel siswa dapat menerima materi
pelajaran secara optimal.
Dengan strategi belajar mengajar yang diterapkan, diharapkan dapat membantu guru dan siswa
dalam menyampaikan dan menerima pelajaran. Sehingga tujuan yang diharapkan guru dan siswa
dapat tercapai secara optimal.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, penulis yakin bahwa dengan diterapkannya penggunaan
senapan klinometer dalam pembelajaran perbandingan trigonometri, siswa yang tadinya
kesulitan dapat lebih termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Sehingga, kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan permasalah dalam materi
perbandingan trigonometri dapat mengalami peningkatan dari pembelajaran sebelumnya.
130
Penerapan strategi yang dipilih, yaitu penggunaan senapan klinometer dilakukan dalam
pembelajaran materi perbandingan trigonometri Pembelajaran tersebut dilaksanakan pada hari
Jumat tanggal 3 Maret 2017. Selama proses pembelajaran berlangsung, dilakukan pengamatan
pada aktifitas siswa yang lebih difokuskan pada kemampuan siswa untuk mengaplikasikan
penggunaan senapan klinometer untuk menyelesaikan masalah dalam materi perbandingan
trigonometri khususnya untuk mencari ketinggian suatu benda. Untuk lebih jelas, berikut ini
akan dipaparkan secara rinci proses pembelajaran yang dilaksanakan beserta hasilnya.
Dalam pelaksanaannya diawali dengan kegiatan Apersepsi dengan cara guru mengingatkan
kembali tentang materi yang telah dipelajari minggu lalu yaitu : sin, cos, tan, cosec, sec, dan
cotan, kemudian dilanjutkan Guru memberikan gambaran untuk mendorong rasa ingin tahu dan
berpikir kritis tentang pohon tertinggi di dunia dan gedung tertinggi di dunia, selanjutnya siswa
diajak mengamati bangunan atau objek di sekitar sekolah yang mencerminkan atau menunjukkan
penggunaan perbandingan trigonometri Setelah itu dilanjutkan guru memperlihatkan media
(klinometer) kepada siswa dan menjelaskan fungsi klinometer jika dikaitkan dengan tinggi
benda.
Selanjutnya, memasuki kegiatan inti, siswa dikondisikan dalam tiap kelompok terdiri dari 4 - 5
siswa yang heterogen untuk mengerjakan tugas sesuai prosedur yang sudah direncanakan.
Setelah guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, maka siswa pada tiap
kelompok diperkenalkan alat klinometer dan menjelaskan tentang tata cara penggunaannya.
Kemudian Siswa diperbolehkan keluar kelas untuk mengukur menggunakan alat senapan
klinometer yang telah disediakan dan di beri waktu sekitar 30 menit dengan dituntun oleh lembar
kegiatan siswa yang sudah disediakan oleh guru. Setelah selesai mengamati siswa diperkenankan
untuk menulis hasil penelitiannya dalam lembar kegiatan siswa dan mempresentasikannya di
depan kelas.. Bersama dengan semua siswa dalam kelompok yang sudah dibentuk guru
menyimpulkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan.
Dari apa yang sudah dilakukan dalam pembelajaran materi perbandingan trigonometri
menggunakan senapan klinometer, terlihat bahwa ada peningkatan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan permasalahan – permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari, dengan tidak
131
lagi hanya sekedar menghafalkan konsep perbandingan trigonometri tetapi dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Perubahan yang terjadi dalam kemampuan dan aktifitas siswa tersebut sudah dapat membuktikan
bahwa dengan memberikan media atau alat pembelajaran yang tepat, dapat meningkatkan
kemampuan siswa.
1. Ketika siswa melakukan pengukuran tinggi benda menggunakan klinometer, angin yang
bertiup kencang cukup mempengaruhi hasil yang diperoleh. Sehingga dapat dikatakan faktor
angin sangat mempengaruhi dalam pengukuran menggunakan klinometer khususnya diluar
ruangan.
Keberhasilan penerapan strategi yang dipilih dalam mengatasi permasalahan yang muncul,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran perbandingan
132
trigonometri tentunya tidak lepas dari beberapa faktor pendukung. Faktor – faktor tersebut yaitu
sebagai berikut :
a. Antusiasme siswa yang besar terhadap pembelajaran yang dilaksanakan melalui kegiatan di
luar kelas khususnya yang menggunakan senapan klinometer untuk mengukur ketinggian
suatu benda.
b. Pemberian reward terhadap keberhasilan siswa, baik secara verbal maupun non-verbal dapat
memacu kreatifitas siswa itu sendiri ketika mereka diperhadapkan dengan masalah nyata
yang memerlukan analisis yang lebih lanjut.
c. Pengemasan pembelajaran yang dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa merasa enjoy dan
tidak terbebani seperti ketika pembelajaran dilakukan secara konvensional.
d. Kerja sama dan respon yang baik dari kepala sekolah dan dari guru-guru lain.
F. Alternatif Pengembangan
Berdasarkan pengalaman dari pembelajaran yang telah dilaksanakan, agar hasil yang dicapai
lebih optimal dan kendala yang dihadapi dapat lebih diminimalisir, untuk ke depannya dapat
dilakukan pengembangan terhadap strategi yang telah diterapkan dengan alternatif sebagai
berikut.
1. Memodifikasi tugas yang diberikan kepada siswa menjadi sedikit lebih kompleks agar
kemampuan berpikir siswa semakin berkembang. Seperti memberikan tugas secara individu
bagi siswa untuk menggunakan senapan klinometer untuk menentukan tinggi suatu benda di
sekitar rumahnya, dengan menggunakan senapan klinometer buatan sendiri.
2. Menggunakan senapan klinometer ini dalam pembelajaran yang lain, misalnya dalam
kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler pramuka.
A. Simpulan
133
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang penggunaan senapan klinometer dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan materi perbandingan trigonometri
dalam kehidupan sehari-hari di kelas X SMAN 1 Dimembe. Dapat ditarik simpulan sebagai
berikut :
2. Dengan langsung mempraktekan pembelajaran yang diperoleh di kelas maka dapat membuat
suasana lingkungan belajar menjadi lebih menyenangkan, segar, hidup, bahagia, dan santai
namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif. Hal itu menyebabkan siswa yang
kemampunannya kurang menjadi lebih mudah menyerap dan memahami materi
pembelajaran yang disampaikan.
3. Melalui pemberian tugas secara perorangan maka siswa dapat lebih mengetahui dan mahir
untuk mengaplikasikan penggunaan materi pembelajaran perbandingan trigonometri
khususnya dengan menggunakan senapan klinometer.
5. Dengan menggunakan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif
anak didik. Dalam hal ini, media pendidikan berguna untuk memungkinkan interaksi yang
lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan
6. Siswa akan lebih termotivasi untuk belajar matematika, terutama untuk belajar materi-materi
yang selama ini cukup sulit untuk dipahami.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari diterapkannya penggunaan senapan klinometer dalam
pembelajaran materi perbandingan terigonometri, ternyata hal tersebut telah memberikan
134
kontribusi yang cukup berarti terhadap peningkatan kemampuan belajar siswa terutama untuk
memahami materi dan konsep matematika yang abstrak. Dengan demikian, penggunaan senapan
trigonometri tersebut seyogyanya dapat memotivasi rekan guru-guru yang lain, untuk dapat
memaksimalkan kemampuan siswa agar mereka tidak hanya terpaku menerima pembelajaran
yang berbentuk klasikal di kelas dalam model pembelajaran hafalan atau penanaman konsep saja
tapi dapat menggunakan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari yang lebih nyata, hal ini
juga berarti sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari
pembelajaran dengan menggunakan senapan klinometer dalam pembelajaran matematika
khususnya pada materi perbandingan trigonometri untuk perbaikan pembelajaran pada waktu
yang akan datang adalah sebagai berikut :
2. Nilai-nilai karakter kebersamaan dan kerjasama harus senantiasa ditanamkan pada semua
siswa dalam setiap pelaksanaan pembelajaran di kelas agar selalu ada kerjasama yang baik.
3. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman
yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap
siswa, maka guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi
sendiri. Apalagi bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini
dapat diatasi dengan penggunaan media pendidikan,yang tepat, sehingga diperlukan daya
kreatifitas dari guru untuk mulai memikirkan penggunaan media yang tepat dalam setiap
proses pembelajarannya.
DAFTAR PUSTAKA
135
Teknologisurvey.com, 2017. Clinometer. http://www.teknologisurvey.com/alat-survey/alat-
geologi/clinometer-klinometer. Diakses tanggal 18 April 2017.
Madu Asli (Materi, Diskusi, Tugas Dan Penilaian): Inovasi Lerning Management System
(Lms) Menggunakan Google Classroom Untuk Mengintegrasikan Teknologi Informasi
Dan Komunikasi (Tik) Ke Dalam Pembelajaran Matematika
PENDAHULUAN
136
lihat di sekolah tempat penulis mengajar, yaitu SMAN 1 Tanjung, sebagian besar guru belum
mampu memanfaatkan TIK untuk pembelajaran.
Untuk memecahkan permasalahan di atas, penulis mengembangkan pembelajaran dalam
jaringan (elearning). Untuk mengembangkan pembelajaran dalam jaringan diperlukan kelas
digital. Dengan kelas digital ini penulis berharap siswa akan terbiasa menggunakan TIK dan siap
menghadapi UNBK. Untuk mengembangkan kelas digital maka diperlukan aplikasi yang disebut
dengan LMS (Learning Management System). Penulis memilih LMS Google Classroom untuk
mengembangkan kelas digital..
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
137
mengembangkan pembelajaran dalam jaringan (elearning). Pembelajaran dalam jaringan
memerlukan 2 hal, yaitu perangkat dan koneksi internet.
Setelah perangkat dan koneksi internet siap, selanjutnya adalah membuat kelas. Untuk
memasukkan siswa, maka cukup siswa diberikan kode. Berikutnya pembelajaran dalam
jaringan dapat dilaksanakan. Tahapan pembelajaran lebih rinci dijelaskan di bab II,
Implementasi Best Practice.
BAB II
1. Google Classroom berbasis media sosial, sehingga sangat sesuai dengan karakter siswa.
2. Google Classroom dapat dipasang di Smart Phone, hingga memudahkan dalam
penggunaan.
3. Google Classroom dapat diakses dengan cepet. Hal karena didukung oleh server Google
yang Andal.
4. Google Classroom mempunyai tampilan sederhana. Hal ini mengakibatkan mudah
digunakan oleh guru dan siswa.
5. Terintegrasi dengan semua layanan Google. Hal ini memudahkan siswa dalam pembuatan
akun.
138
Gmail biasa itu seperti fatkoer@gmail.com, sedangkan gmail khusus itu seperti
fatkoer@sman1tanjung.sch.id.
Email yang kedua ini disebut email dengan domain sekolah, yaitu
sman1tanjung.sch.id. Untuk mendapatkan email sperti itu kita harus mengajukan layanan ke
Google. Layanan itu disebut G Suite for Education. Sebenarnya layanan ini berbayar bila
digunakan oleh perusahaan. Namun untuk pendidikan Google memberikan gratis.
Untuk mendapatkan layanan G Suite for Education ada beberapa prosedur yang
harus kita tempuh, yaitu:
1. Menu yang terletak di header, sebut saja menu utama, yang terdiri dari ALIRAN, SISWA
dan TENTANG. Menu ini tidak dapat kita modifikasi. Jadi sudah fix.
2. Menu yang terletak di samping kiri, sebut saja menu tambahan, yaitu menu TOPIK. Topik
ini dibuat dan dimodifikasi sendiri oleh guru sebagai pengguna.
1. Buat Pengumuman
139
2. Buat
Tugas
3. Buat
Pertanyaan
4. Kembali
gunakan
postingan.
Menu
topik dibuat oleh
guru, pada kelas
di bawah ini topik
yang telah dibuat
adalah: Diskusi,
Pekerjaan Rumah, Pengumuman, dan lain-lain.
140
Gambar 1: Tampilan Kelas Digital Google Classroom
Untuk membangun kelas digital ini, penulis menggunakan konsep MADU ASLI yang
merupakan singkatan dari Materi, Diskusi, Tugas dan Penilaian. Google Classroom sudah
menyediakan sistem yang siap pakai. Google Classroom tidak akan bermanfaat bila kita sebagai
guru tidak mempunyai inovasi untuk mengembangkan MADU ASLI (Materi, Diskusi, Tugas dan
Penilaian).
Berikut ini akan penulis paparkan cara mengunggah materi, membuat topik diskusi,
memberikan tugas dan memeberikan penilaian.
1. Mengunggah Materi
Materi dapat diunggah di menu TENTANG. Berikut ini tampilan materi yang sudah
diunggah
Materi dapat berupa video yang tersedia di Youtube, pdf atau format yang lain.
2. Memberikan Topik Diskusi
141
Siswa dapat melakukan diskusi di Google Classroom. Untuk diskusi kita bias memberikan
pertanyaan yang di posting pada menu ALIRAN.
142
1. Memberikan Tugas
Tugas yang diberikan dapat dijawab dengan berbagai cara, yaitu dengan mengunggah file,
menggungah gambar, dan mengerjakan langsung secara daring. Format file yang dikerjakan
secara daring dapat berupa doc, xls, ataupun pdf.
Contoh Tugas
143
Gambar 6: Penilaian Harian
Berikut adalah jawaban siswa yang sudah direkap otomatis oleh Google Classroom
144
Ada dampak yang signifikan terhadap kemampuan TIK siswa. Penilaian untuk mengukur
kemampuan itu dengan cara pengamatan, tidak menggunakan tes khusus berupa tes tertulis,
karena yang penulis ajarkan adalah matematika, bukan pelajaran TIK.
Gambar di atas adalah pekerjaan siswa dengan mengejakan secara daring (online) langsung
dengan format xls, yang tentu tidak sekedar mengetik namun juga menerapkan rumus. Jadi
mengintegrasikan TIK dengan matematika
Berikut ini adalah contoh hasil pekerjaan siswa yang lain dalam format doc. Siswa sudah
mampu untuk membuat symbol matematika dengan baik.
145
Gambar 9: Hasil Pekerjaan Siswa Dalam Format DOC
1. Hasil Belajar Matematika
Berikut ini adalah hasil belajar kelas XII MIPA 1 Tahun Pelajaran 2016/2017, materi
pertumbuhan dan peluruhan
146
Dari data tersebut, banyak siswa yang tidak tuntas hanya 3 orang, ketuntasan klasikal sebesar
84%. Dengan rata-rata 84,4%. Jadi nilai ketuntasan sangat tinggi dan rata-rata juga sangat tinggi.
E. Faktor-faktor Pendukung
F. Alternatif Pengembangan
Google Classroom adalah LMS untuk mengembangkan kelas digital yang berbasis media
sosial. Dengan demikian bila siswa sudah mengenal media sosial seperti facebook maka
Google Classroom akan mudah dapat diterapkan. Smart Phone akan dapat digunakan lebih
positif.
Google Classroom dapat diterapkan pada semua mata pelajaran. Untuk itu semua guru
bisa menggunakannya bila ingin mengitegrasikan TIK ke dalam pembelajaran. Di SMAN 1
Tanjung, Google Classoom sudah saya kenalkan ke guru-guru dan sudah banyak yang
menerapkan. Di samping itu Google Classroom juga sudah saya kenalkan kepada guru-guru di
Indonesia melalui media sosial.
A. Simpulan
1. Google Classroom membawa dampak positif terhadap peningkatan kemampuan TIK
siswa.
2. Google Classroom membawa dampak positif terhadap hasil belajar siswa.
147
A. Rekomendasi
Karena terbukti bahwa Google Classroom bisa meningkatkan kompetensi TIK siswa dan
hasil belajar maka guru-guru lain bisa menggunakan Google Classroom untuk mengintegrasikan
TIK ke dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Google Classroom. (2017). Diambil dari http://classroom.google.com
Kemdikbud. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 22 tahun 2016
tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud.
Kemdikbud. (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 59 tahun 2014
tentang Kurikulum SMA/MA. Jakarta: Kemdikbud.
Kemdikbud. (2014). Permendikbud No 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemdikbud.
148
PENGGUNAAN KARTU KONSEP DIRI UNTUK INTEGRASI KARAKTER BERBASIS
SELF ESTEEM POSITIF DENGAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA
PEMBELAJARAN KIMIA DAN EKSTRAKURIKULER KIR
DI SMA NEGERI 4 BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
149
Penerapan pendidikan karakter sudah dilakukan untuk semua warga sekolah dalam
implementasi budaya sekolah. Kegiatan OSIS dan pengembangan diri juga membentuk karakter
kerja keras dan disiplin seperti dalam pramuka, Paskib,PMR, seni, olahraga dan lain-lain
sehingga banyak membuahkan prestasi siswa. Penanaman karakter peduli sosial pada kegiatan
bakti sosial setiap minggu dilaksanakan oleh petugas OSIS yang mengumpulkan sumbangan
sukarela dari seluruh siswa untuk panti asuhan dengan program bernama peduli asuh. Hanya saja
belum mengitegrasikan karakter dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi
belajar dan prestasi dalam bidang penulisan karya ilmiah. Di sisi lain belum ada inovasi yang
diimplementasikan untuk mengukur seberapa besar peningkatan karakter siswa dengan berbagai
kegiatan yang sudah dilaksanakan, juga belum optimal pengintegrasian karakter dalam proses
pembelajaran.
Dalam kegiatan ekstrakurikuler karya ilmiah, beberapa tahun terakhir juga kurang
berkembang, siswa tidak aktif melakukan penelitian dan menghasilkan karya, juga kurang
terlibat dalam kompetisi ilmiah untuk siswa SMA didaerah maupun nasional, sehingga tidak
mencatat prestasi.
150
IMPLEMENTASI
Peserta didik adalah manusia yang mempunyai harga diri (self esteem), mereka
ingin harga dirinya diakui dan dibutuhkan orang lain. Menurut Maslow, harga diri merupakan
suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia. Kebutuhan dalam diri siswa ada yang
dinamakan Sense of Identity, yaitu kesadaran akan rasa harga diri, ini oleh Maslow dibagi
menjadi dua bagian yaitu : 1) penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri yang mencakup
hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kemandirian dan
kebebasan Individu ingin mengetahui atau yakin bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi
segala tantangan dalan hidupnya, 2) penghargaan dari orang lain, antara lain prestasi. Dalam hal
ini individu butuh penghargaan atas apa-apa yang dilakukannya, tentang sejauh mana potensi,
kemampuan dan keberartian tentang dirinya. Dalam diri manusia juga ada sense of purpose, yaitu
keyakinan individu bahwa dirinya akan berhasil mencapai tujuan yang diinginkannya, merasa
memiliki motivasi (Ridha Oktaviani, dkk,2008).
Konsep diri siswa yang sudah terbangun positif akan memunculkan sikap ilmiah yang
mendukung berkembangnya karakter dan skill siswa. Sikap ingin tahu, sikap respek terhadap
data, sikap berpikir kritis, sikap ketekunan, sikap kreatif dan penemuan, sikap berpikir terbuka,
sikap bekerja sama dengan orang lain, serta sikap peka terhadap lingkungan adalah sikap
ilmiah yang dikembangkan dalam pembelajaran sains (Patta Bundu, 2006).
Problem Based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang dirancang agar peserta
didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah,
dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistemik untuk memecahkan masalah atau
menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
151
Pembelajaran kimia dengan menerapkan model PBL dan mengintegrasikan karakter dengan
bentuk kartu konsep diri pada siswa diharapkan dapat membentuk konsep diri positif siswa,
menguatkan karakter yang diinginkan sehingga berkorelasi terhadap perubahan perilaku siswa di
kelas, lingkungan sekolah maupun dirumah serta meningkatkan prestasi siswa dalam bidang
karya ilmiah.
152
Langkah operasionalnya, sebelum pembelajaran siswa diberi kartu konsep diri yang terdiri
dari 4 warna, yaitu biru untuk karakter rasa ingin tahu, ungu untuk karakter komunikatif, hijau
untuk karakter peduli sosial dan pink untuk karakter kemandirian. Kartu dipegang siswa selama
pembelajaran dan dikembalikan selesai pembelajaran dan sebagian dibawa pulang. Pada
pertemuan berikutnya guru menerima kembali kartu yang diserahkan siswa (setelah mereka
meyakini mereka sudah memiliki karakter pada kartu tersebut), dan hanya kartu karakter yang
belum dimiliki yang mereka kembalikan.
Observasi diluar kelas yaitu pada perkembangan kegiatan ekstra kurikuler KIR berupa
deskriftif kualitatif terhadap peningkatan kemampuan berkompetisi serta catatan prestasi siswa.
2. Angket
Teknik angket digunakan untuk menjaring data tentang peningkatan karakter siswa pada
pembelajaran yang diterapkan. Instrumen yang digunakan berupa angket berisi 10 pernyataan
karakter rasa ingin tahu, dan 5 pernyataan karakter komunikatif, 5 pernyataan karakter
kemandirian dan 5 pernyataan untuk karakter peduli social. Skor maksimum angket masing-
masing untuk karakter adalah sebagai berikut : rasa Ingin tahu dengan skor maksimum 50,
komunikatif, kemandirian dan peduli sosial masing-masing mempunyai skor maksimum 25.
Pengukuran sikap diungkap dengan angket sikap menggunakan skala Likert dengan lima
alternatife jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S) ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS) dan
sangat tidak setuju (STS). Bobot penskoran sebagai berikut SS=5, S=4, RR= 3, TS= 2, dan
STS =1.
153
3. Wawancara
Teknik ini menggunakan wawancara lepas tentang perubahan karakter siswa dan
peningkatan prestasi. Subjek wawancara adalah kepala sekolah, guru BK, wali kelas dan guru
kimia dan orangtua siswa.
Hasil yang terintegrasi dalam kelas terdiri beberapa data, yaitu data penghitungan kartu
konsep diri, data hasil angket siswa dan deskriftif hasil wawancara. Data penerapan kartu
konsep diri didapat sebagai berikut :
Dari tabel diatas hasil perhitungan kartu konsep diri dapat dilihat bahwa untuk kelas X
MIPA 1 dan kelas X MIPA 4 memiliki karakter rasa ingin tahu yang paling tinggi yaitu 100%,
dan karakter komunikatif paling tinggi pada X MIPA 3. Secara keseluruhan kedua karakter
rata-rata mencapai 80 % lebih.
Adapun dari angket yang diisi siswa dapat dilihat pada tabel berikut :
154
Prosentase semua Karakter
95%
90%
85%
80%
75%
X MIPA 1 X MIPA 2 X MIPA 3 X MIPA 4 X MIPA 5 X IPS 3
Dari tabel diatas dapat dibaca bahwa karakter rasa ingin tahu paling tinggi kelas X MIPA
1 (88%),, karakter peduli sosial paling tinggi kelas X MIPA 4 (100%), karakter kemandirian
paling tinggi kelas X MIPA 3 (80%), dan karakter komunikatif paling tinggi juga kelas X MIPA
3 (82 %), Rerata setiap karakter semua kelas mencapai lebih 75 %.
155
semua karakter, dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari tabel diatas dapat dibaca bahwa secara keseluruhan semua karakter dari seluruh kelas
mengalami peningkatan yaitu kelas X MIPA 1, X MIPA 2, X MIPA 3 dan X MIPA 4 (Total
131 siswa) diatas 90 %, sedangkan kelas X MIPA 5 dan X IPS 3 (Total 65 siswa) mengalami
peningkatan karakter lebih dari 80 %. Hasil secara keseluruhan ditampilkan dalam grafik pada
gambar 1.
Hasil yang dicapai dari penggunaan kartu konsep diri dengan penerapan pembelajaran
problem based learning (PBL) diantaranya : 1) siswa aktif bertanya dan mencari referensi untuk
memecahkan soal atau masalah dari materi pelajaran kimia, siswa lebih percaya diri, suka
berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok, lebih baik kemampuannya dalam
mengkomunikasikan hasil diskusi mereka ketika presentasi di kelas, 2). siswa menyukai
pelajaran kimia dan ingin selalu bereksperimen di laboratorium (dari wawancara), 3). Orangtua
siswa menilai perilaku anaknya banyak berubah dari aspek motivasi belajar dan kemandirian
dalam mengurus diri (dari wawancara), 4). Rekan guru kimia dan guru mata pelajaran lain
termotivasi untuk melakukan inovasi yang baru dalam menguatkan karakter siswa.
156
Dalam kegiatan ekstra kurikuler karya ilmiah remaja (KIR) siswa yang mengikuti
menjadi lebih termotivasi berkarya dan menghasilkan prestasi yang membanggakan dalam 6
(enam) bulan terakhir pada tingkat kota maupun nasional yaitu :
2. Juara 2 Lomba daur ulang sampah “save nature” untuk siswa SMA se kota Banjarbaru yang
dilaksanakan oleh Fakultas pertanian ULM Banjarbaru pada bulan April 2017
3. Juara harapan 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah Fisika (LKTI) Fisika yang dilaksanakan oleh
FKIP Fisika ULM Banjarmasin pada bulan Maret 2017.
4. Lolos seleksi proposal terbaik dan peserta terbimbing dalam Lomba Karya Ilmiah remaja
(LKIR) LIPI ke 49 tahun 2017 (Mei), akan dibimbing langsung oleh ahli-ahli LIPI pada
bulan Juli-September 2017.
Integrasi pendidkan karakter tidak bisa hanya sekali dua kali perlakuan, harus terus menerus
dan konsisten sampai menjadi habit (kebiasaan), serta berada dalam lingkungan sekolah yang
kondusif untuk penguatan. Faktor eksternal yang berperan penting dalam penguatan karakter
adalah kepala sekolah selaku top manager dan seluruh guru dalam sekolah serta tenaga
kependidikan
Guru memegang peran sentral, siswa akan menjadikan guru sebagai sosok yang paling dekat
untuk dicontoh dan ditiru. Karenanya guru harus menunjukkan integritas dirinya. Guru harus
157
menampilkan dirinya sebagai sosok yang berkualitas secara intelektual, spiritual dan emosional
(Amka Abdul Aziz, 2012). Pada kenyataan di lapangan masih banyak guru yang belum
memahami pentingnya mengintegrasikan karakter dan penguatan karakter. Jika hanya satu atau
dua orang saja guru yang konsisten dalam menguatkan karakter siswa, atau hanya terbatas dalam
kelas, serta tidak didukung dengan kebijakan yang berlaku untuk semua, penguatan karakter
belum akan berhasil dan menjadi pembiasaan yang muncul dari kesadaran siswa sendiri.
Siswa adalah pribadi yang punya karakter yang baik dalam diri masing- masing (self
esteem positif), hanya saja faktor internal dan eksternal yang sering menghambat dan
memunculkan perilaku negatif. Penguatan terhadap perilaku positif mereka dengan selalu
menstimulus konsep diri positif, jika dilakukan terus menerus akan membentuk konsep diri yang
positif dan terealisir dalam perilaku yang tampak.
Konsep diri seseorang tergantung bagaimana dia menilai dirinya yang mana hal ini
akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Penilaian individu ini akan
diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif dan negatif. Konsep diri seseorang
menentukan bagaimana dia akan menampilkan dirinya di lingkungannya. Konsep diri juga akan
mempengaruhi bagaimana dia akan menampilkan potensi yang dimilikinya, sehingga konsep
diri ini akan memliki peran yang besar dalam prestasi yang dicapai seseorang.
Secara keseluruhan penggunaan kartu konsep diri berhasil meningkatkan karakter yang
dibangun pada diri siswa melalui implementasi dalam pembelajaran. Kekurangannya adalah
belum mengukur perubahan karakter siswa dirumah, meskipun ada komunikasi dengan sebagian
orangtua siswa namun tidak bisa memberikan data yang akurat sesuai dengan yang diharapkan
jika tidak diukur dengan alat evaluasi. Dari hasil wawancara dengan guru BK dan guru kimia,
secara deskriftif siswa menunjukkan peningkatan applikasi karakter rasa ingin tau dan
komunikatif dalam pembelajaran maupun diluar kelas, hanya masih kurang dalam
kemandirian,.Kekurangan ini akan ditindaklanjuti dalam implementasi selanjutnya, karena
penanaman karakter sifatnya berkesinambungan, dan fluktuatif sampai menjadi kebiasaan
(habit), sehingga penulis akan terus mengimplementasikan konsep diri positif ini dalam bentuk
kartu konsep diri maupun inovasi yang lainnya pada waktu akan datang. Juga akan
158
ditindaklanjuti untuk meningkatkan karakter bangsa yang lain, seperti religius, kedisiplinan,
literasi, dan lain-lain dengan bentuk inovasi yang akan dikembangkan lagi.
E. Faktor-faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung sebagai penguat integrasi pendidikan karakter dengan kartu
konsep diri dan model PBL ini diantaranya : (1).kepala sekolah memiliki dedikasi yang sangat
tinggi untuk meningkatkan pendidikan yang berkualitas, kinerja dan profesinalime guru serta
prestasi sekolah (siswa dan guru), (2) siswa dalam kelas maupun dalam kegiatan ekstra KIR
antusias dengan metode yang diberikan, dan memiliki motivasi untuk meningkatkan prestasi, (3).
Motivasi dan dedikasi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan menguatkan karakter
warga sekolah, (4) Sarana Informasi teknologi (IT) dan internet Wifi sekolah sudah tersedia dan
dapat diakses siswa dan guru setiap hari.
F. Alternatif Pengembangan
Program pembelajaran di sekolah kedepan harus diarahkan pada penguatan karakter yang
terintegrasi dalam pembelajaran maupun dalam pembinaan ekstrakurikuler,dengan pembelajaran
berbasis komputer dan pemberdayaan guru dalam pengembangan berkeprofesian berkelanjutan
(PKB) melalui kegiatan workshop dan In House Training (IHT) untuk pengembangan diri,
publikasi ilmiah dan karya inovatif. Internalisasi program diharapkan akan memberikan
kontribusi positif pengelolaan pembelajaran yang bermakna.
Penguatan karakter juga perlu disosialisasikan kepada siswa dengan membuat papan-
papan nama karakter dan indikatornya yang direkomendasikan kemdikbud untuk dibudayakan
disekolah, papan–papan nama tersebut dipasang di sudut-sudut lorong sekolah atau di kelas-
kelas, agar pemaknaan karakter tersebut lebih menguat
A. Simpulan
1. Integrasi pendidikan karakter berbasis self esteem(konsep diri) positif menggunakan kartu
konsep diri dengan model Problem Based learning yang terintegrasi dalam pembelajaran
kimia berhasil meningkatkan karakter siswa kelas X SMAN 4 Banjarbaru.
159
2. Siswa mengalami perubahan perilaku lebih baik dalam pembelajaran dikelas maupun diluar
kelas, aktif dan antusias mengikuti pembelajaran.
3. Integrasi karakter dalam kegiatan ekstrakurikuler KIR juga berhasil meningkatkan kualitas
karya dan prestasi siswa.
B. Rekomendasi
1. Integrasi karakter yang berkolaborasi dengan pembelajaran dan pembinaan dalam ekstra
kurikuler ini dapat ditindaklanjuti oleh guru-guru SMAN 4 maupun guru sekoah lain untuk
semua mata pelajaran dengan metode pembelajaran sama atau berbeda, atau dengan
pengembangan inovasi baru.
3. Penguatan Karakter akan berhasil jika terus menerus diintegrasikan dan melibatkan seluruh
warga sekolah hingga menjadi habit atau budaya sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Amka Abdul Aziz (2012). Guru Profesional Berkarakter. Penerbit Cempaka Putih. Klaten
Kementerian Pendidikan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum dan
Perbukuan. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Patta Bundu (2006). Penilaian Ketrampilan Proses dan sikap ilmiah dalam pembelajaran
sains .Jakarta. Depdikdas
Ridha Oktaviani, dkk. (2008). Self Esteem Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
160
PEMBELAJARAN BERMUTU DENGAN STRATEGI ”CAROQET”
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran di kelas yang kondusif dan aktif merupakan idaman semua guru, termasuk
menciptakan pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Kondisi siswa yang beranekaragam
menuntut seorang guru dalam menciptakan situasi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan
kebutuhan, termasuk ketika membelajarkan siswa IPS, IPA, ataupun siswa yang memiliki
kecerdasan yang lebih dibanding dengan yang lain. Di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi terdapat
siswa yang memiliki kategori siswa Cerdas Istimewa (CI) yang tentunya memiliki gaya belajar
dan pembelajaran yang berbeda dengan kelas IPA ataupun IPS.
Pembelajaran Biolog yang berlangsung di SMA Neger 3 Kota Sukabumi pada umumnya
berjalan lancar, walaupun ada beberapa kelas yang memiliki karakteristik berbeda dalam
pembelajaran biologi yang tidak optimal. Bahkan beberapa siswa terlihat memiliki karakter yang
tidak khas dan membumi sesuai dengan tuntutan belajar biologi dan kurang sesuai dengan slogan
di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yaitu berakhlak mulia dan berprestasi prima serta 5 karakter
unggul di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yaitu karakater bersih, disiplin/tepat waktu, jujur, antri
dan prestatif.
Siswa dan guru bisa berkolaborasi dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif dan
kreatif, dimana beberapa masalah siswa dapat diselesaikan oleh guru, karena sesuai dengan
tuntutan guru harus aktif, kreatif dan inovatif dalam mengembangkan pembelajaran melalui
pengembangan dan penerapan model pembelajaran sederhana agar siswa dapat belajar optimal di
kelas. Apabila guru dapat mengembangkan pembelajaran dengan optimal, maka siswa dan guru
diuntungkan dalam pengalaman belajar biologi yang optimal pula. Kegiatan pembelajaran
dilakukan oleh dua orang pelaku, yaitu guru dan siswa. Perilaku guru adalah mengajar dan
perilaku siswa adalah belajar. Pencapaian keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran terdapat
beberapa komponen yang dapat menunjang, yaitu komponen tujuan, komponen materi,
161
komponen strategi belajar mengajar, dan komponen evaluasi yang saling mempengaruhi satu
sama lain.
Profesi guru harus bisa dijunjung tinggi, sejalan dengan lahirnya Undang-undang (UU)
No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan bentuk nyata pengakuan atas profesi
guru dengan segala dimensinya. Di dalam UU No.14 Tahun 2005 ini disebutkan bahwa guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan 2015: 1). Hal ini sesuai dengan pendapat Asrori, M. (2008: 1) bahwa salah satu
dari empat butir kompetensi guru yang berkaitan langsung dengan proses inovasi pembelajaran
adalah kompetensi profesional yaitu kemampuan guru melakukan penelitian sederhana.
Pembelajaran yang diciptakan oleh guru dengan pengembangan serta penerapan beberapa
model pembelajaran yang melibatkan siswa, maka siswa distimulasi oleh lingkungan belajar
siswa. Hal ini sesuai dengan teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang
tradisional. Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian
besar prinsip teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek
isyarat pada perilaku dan proses mental internal. Jadi, dalam teori belajar sosial kita akan
menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif internal untuk
memahami bagaimana kita belajar dari orang lain.
Proses pembelajaran sosial yang sesuai dengan pendapat Bandura (1977:11-12) dalam
Dahar, R.W (2011: 22) yang menyebutkan bahwa dalam pandangan belajar sosial, “manusia itu
tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak “dipukul” oleh stimulus-
stimulus lingkungan, tetapi fungsi psikolog diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan
timbal balik dari determinan pribadi dan determinan lingkungan”.
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ernest Cassirer (1987) dalam Syaripudin (2006:14) bahwa
hidup dengan sesama manusia akan dapat mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini
Aristoteles menyebut manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.
Siswa belajar senantiasa melibatkan lingkungan sosial, termasuk dalam mendapatkan
pengetahuan yang utuh. Pernyataan tersebut senada dengan teori Jogiyanto (2006: hlm. 4) bahwa
pengetahuan (knowledge) pada prinsipnya mudah untuk ditransfer (can be transferred). Proses
162
pembelajaran konvensional secara tutorial adalah proses pembelajaran transfer of knowledge.
Alasannya adalah pengetahuan adalah sesuatu yang mahal dan sulit diperoleh di luar kelas
Pembelajaran Biologi di kelas senantiasa memberikan nuansa yang berwarna dengan adanya
interaksi yang hangat antara siswa dan guru, mulai dari pembelajaran yang diawali dengan
malas-malasan, datang terlambat dan kurang siap belajar. Seorang guru harus bisa
mengakomodir keingininan belajar siswa dengan berbagai karakteristik unik tersebut. Maka
kondisi inilah yang membuat guru dituntut kreatif dalam mengembangkan kemampuan siswa
baik sisi akademik ataupun pendidikan karakter. Itu sebabnya penulis berinisiatif
mengembangkan alternatif model pembelajaran Caroqet (Carousel dan Question Market) yang
akan terus diaplikasikan dalam pembelajaran yang sesuai. Adapun Best Practice ini berjudul
Pembelajaran Bermutu dengan Strategi “Caroqet”.
B. Permasalahan
Berdasarkan pengamatan pada beberapa pembelajaran, dan kuesioner yang diedarkan kepada
siswa, ada beberapa permasalahan yang ditemukan di kelas IPA, IPS ataupun CI, diantaranya:
1. Rendahnya motivasi belajar biologi karena dianggap mudah dan membosankan sekitar
55%
2. Menganggap mata pelajaran biologi sebagai mata pelajaran hafalan sebanyak 69.7%
3. Kurangnya kemampuan berkomunikasi lisan dalam pembelajaran yaitu dalam rentang
cukup sekitar 58.7
4. Rendahnya proses kerjasama dalam menuangkan ide dalam bentuk mind map atau poster
berdasarkan observasi sekitar 64.7 walaupun dalam rentang baik
5. Masih rendahnya kemampuan untuk bertanya dalam pembelajaran yaitu sekitar 32.7%
6. Kurangnya jiwa kompetisi, melakukan strategi dalam belajar yaitu dalam rentang baik tapi
batas bawah yaitu sekitar 66
7. Masih rendahnya jiwa kompetisi dalam pembelajaran di kelas sekitar 64%
8. Masih ditemukan siswa yang belum berbudaya antri, walaupun dalam rentang baik tapi
masih rendah yaitu sekitar 63.3
9. Masih adanya siswa yang tidak jujur dalam pelaksanaan tes akhir belajar berdasarkan
observasi yaitu sekitar 63.7, dan berdasarkan angket masih ada sekitar 9.3% siswa yang
belum jujur
163
C. Strategi Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang dipilih untuk menghadapi pembelajaran yang kurang aktif di
dalam kelas serta peningkatan dan penguatan pendidikan karakter, maka penulis berperan
sebagai fasilitator dalam pembelajaran di kelas dan menjadi sutradara yang unggul dalam
merancang pembelajaran yang aktif dan tetap mengembangkan karakter unggul siswa di SMA
Negeri 3 Kota Sukabumi.
Strategi pemecahan masalah pembelajaran ini mengkolaborasikan kondisi siswa dalam
belajar dengan mengembangkan proses pembelajaran aktif dan pengembangan penguatan
pendidikan karakter yang sesuai dengan langkah-langkah dalam model pembelajaran yang akan
di kembangkan yaitu model pembelajaran Carousel dan diteruskan dengan model pembelajaran
Question Market, dan apabila digabung akan muncul model pembelajaran Caroqet.
Penjelasan tahapan operasional Caroqet adalah sebagai berikut.
Model Pembelajaran Carousel
1. Membuat kelompok siswa dalam pembuatan mind map atau poster.
2. Siswa membuat mind map atau poster secara berkelompok.
3. Siswa dibagi tugas sebagai presenter dan visitor lalu berkeliling seperti korsel, masing-masing
kelompok 2 menit sampai kelompok yang dikelilingi habis dan diperbolehkan untuk bertanya
serta menambahkan materi yang kurang lengkap.
4. Siswa kembali ke kelompok awal, lalu melakukan diskusi kelompok dan diskusi kelas.
5. Guru memfasilitasi diskusi dan menyimpulkan materi bersama siswa di akhir pembelajaran.
164
4. Seluruh siswa kembali memilih soal sukar, sedang dan mudah lalu menjawabnya sampai soal
habis atau waktu pengerjaan soal habis.
5. Akumulasi perolehan uang setelah menjawab soal dan diberi skor, siswa yang mendapat uang
terbanyak otomatis memperoleh skor nilai proses yang paling tinggi.
6. Guru memfasilitasi akumulasi nilai Question Market sebagai nilai proses pembelajaran dan
mengakhiri pembelajaran.
Prinsip dari Question Market adalah prinsip asesmen pada model pembelajaran dengan
cara jual beli soal. Adapun soal yag diberikan kepada siswa ada beberapa yang termasuk kisaran
soal Lower Order Thinking Skills (LOTS), soal yang sedang ada yang termasuk kisaran Middle
Order Thinking Skills (MOTS), sedangkan yang soal sukar terdapat beberapa soal yang bertipe
Higher Order Thinking Skills (HOTS). Selain itu model pembelajaran ini juga tetap
mengembangkan penguatan pendidikan karakter di setiap tahapan asesmen atau
pembelajarannya.
165
secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi belajar,
memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu
persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Zaini (2008)
bahwa dengan belajar aktif ini, peserta didik di ajak untuk turut serta dalam semua proses
pembelajaran, tidak hanya mental akan tetap juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya
peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat
dimaksimalkan.
3. Kondisi siswa yang menganggap belajar biologi monoton dan cukup membosankan terlontar
dari siswa, maka dari itu guru harus mampu mengembangkan alternatif pembelajaran. Model
pembelajaran Caroqet merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Dari sekian
banyak model pembelajaran, pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran
yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses`pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Hal ini senada dengan pendapat Rusman (2010:
206-207) bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tidak hanya kemampuan
akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja
sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas
dari cooperative learning.
Pembelajaran kooperatif dilihat dari perspektif motivasi artinya penghargaan yang
diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompok. Perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap
siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota
kelompok memperoleh keberhasilan dan perspektf perkembangan kognitif artinya dengan
adanya interaksi antara anggota kelompok dapat megembangkan prestasi siswa untuk
berpikir mengolah berbagai informasi.
4. Siswa SMA Negeri 3 memiliki kemampuan lebih yang belum dioptimalkan dan karakteristik
unik, oleh sebab itu dibantu oleh guru dalam mengembangkan kemampuan dalam membuat
mind map atau poster yang akan menjadi sarana belajar yang efektif dan menyenangkan.
Kolaborasi yang positif terjadi antara guru dan siswa dalam mengembangkan pembelajaran.
5. Siswa dalam belajar memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sukmadinata (2003:14-16) bahwa terdapat tiga gaya belajar pada siswa dalam
pembelajaran. Dengan memahami gaya belajar, maka guru akan dapat menentukan langkah-
166
langkah untuk belajar dengan lebih cepat dan mudah. Guru dalam pembelajaran harus
memperhatikan gaya belajar siswa yang termasuk visual, auditori atau kinestetik.
6. Pembelajaran di kelas memerlukan pemikiran lebih jauh bagaimana memposisikan siswa
supaya bisa belajar lebih efektif dan efisien. Hal ini senada dengan pendapat Sagala (2005:
58) bahwa proses pembelajaran tidak selalu efektif dan efisien dan hasil proses belajar
mengajar tidak selalu optimal, karena ada sejumlah hambatan, maka dari itu belajar seperti
ini akan lebih mengutamakan penguasaan ilmu, dan diyakini akan memberi peluang untuk
siswa lebih kreatif dan guru lebih professional, dengan demikian pembelajaran akan lebih
bermakna dimana guru mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat membangun
kreatifitas siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan.
7. Pembelajaran biologi tidak hanya dilaksanakan di kelas yang memiliki IQ yang rata-rata, tapi
juga siswa yang memiliki IQ di atas rata-rata atau siswa berprestasi seperti siswa olimpiade
biologi, senada dengan pendapat Supriyanto (2012: 17) bahwa layanan pembelajaran yang
kurang sesuai akan dapat menyebabkan siswa berprestasi di bawah kinerjanya. Siswa CI
yang membutuhkan layanan kurikulum diferensiiasi apabila dibiarkan layanan regular dapat
menyebabkan siswa CI berprestasi rendah. Untuk merespon kebutuhan siswa CI tersebut
diperlukan layanan berwujud grade skipping yang mengharuskan adanya diferensiasi isi
dengan bobot tingkatannya sejajar dengan satu tingkat kelas di atasnya.
8. Pembelajaran biologi tidak hanya menekankan materi saja, tetapi dibarengi dengan
melakukan penguatan pendidikan karakter yang baik dalam pembelajaran. Hal ini senada
dengan paparan Saptono (2011: 23) bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan
dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan
kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif baik bagi individu.
9. Pembelajaran model Caroqet ini memerlukan interaksi antar individu yang cukup tinggi agar
pembelajaran optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson & Johnson dalam Saptono
(2011: 74-75) bahwa ada lima karakteristik atau komponen esensial dalam pembelajaran
kooperatif. Lima komponen itu adalah: (a) kesalingtergantungan positif antar individu
(positive interdependence), (b) interaksi tatap muka secara langsung (face to face
interaction), (c) tanggungjawab perseorangan (individual accountability), (d) keterampilan
antarpribadi dan kelompok kecil (social skill), (e) evaluasi proses kelompok (group
processing).
167
10. Proses pembelajaran memerlukan media yang menarik untuk siswa, begitupun dalam
pengembangan model pembelajaran yang menggunakan media. Hal senada dipaparkan oleh
Rudi, S (2008: 6-7) bahwa media diperlukan bisa disesuaikan dengan fungsinya yaitu: (a)
media pembelajaran merupakan wadah dari pesan, (b) materi yang ingin disampaikan adalah
pesan pembelajaran, (c) tujuan yang ingin dicapai ialah proses pembelajaran. Selanjutnya
penggunaan media secara kreatif akan memperbesar kemungkinan bagi siswa untuk belajar
lebih banyak, mencamkan apa yang dipelajarinnya lebih baik, dan meningkatkan penampilan
dalam melakukan keterampilan sesuai dengan yang menjadi tujuan pembelajaran.
11. Penggunaan Question Market dalam pembelajaran merupakan penerapan asesmen. Istilah
asesmen (assessment) diartikan oleh Stiggins (1994) dalam Wulan, A.R (tth: 2) yaitu sebagai
penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes). Sementara itu asesmen
diartikan oleh Kumano (2001) dalam Wulan, A.R (tth: 2) sebagai “The process of collecting
data which show the development of learning”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
asesmen merupakan isitilah yang tapat untuk penilaian proses belajar siswa. Namun
meskipun proses belajar siswa merupakan hal penting yang dinilai dalam asesmen, faktor
hasil belajar juga tidak dapat dikesampingkan.
168
3. Peer Teaching diadakan antar sesame guru biologi ketika menggunakan model
pembelajaran Caroqet dan saling memberikan masukan serta refleksi objektif.
4. Kesepakatan program pengembangan model yang dilakukan penulis dengan sepengetahuan
bagian Kurikulum dan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Sukabumi, Pengawas Mata Pelajaran
dan Pejabat Dinas Pendidikan.
5. Pelaksanaan Peer Teaching dilaksanakan sesuai dengan jadwal mengajar guru biologi yang
tidak bentrok, dan sekaligus guru yang mengobservasi tersebut menjadi observer dalam
keberlangsungan dan kelancaran model pembelajaran Caroqet, dimana yang diamati adalah
aktifitas siswa dan guru dalam mengelola pembelajaran.
6. Peer Teaching yang telah dilakukan beberapa kali antar guru, disepakati adanya rapat
pertemuan atau diskusi lanjutan untuk merumuskan tahapan model pembelajaran mana
yang kurang efektif untuk senantiasa menuju kesempurnaan model pembelajaran Caroqet.
7. Akhir pembelajaran untuk beberapa pertemuan, guru meminta testimoni, saran dan kritik
serta respon terhadap pembelajaran yang telah dilakukan baik lisan maupun tulisan, dan
dijadikan bahan pertimbangan dalam perbaikan dan kesempurnaan model pembelajaran
selanjutnya.
8. Perumusan model pembelajaran Caroqet yang lebih sempurna dan senantiasa digunakan
dalam pembelajaran sesuai karakteristik materi. Berdasarkan masukan materi yang cocok
yang memiliki cakupan banyak, banyak hafalan dan gambar lebih cocok digunakan dalam
model pembelajaran Caroqet.
9. Mengadakan sosialisasi di sekolah dengan mengenalkan model pembelajaran Caroqet ke
seluruh guru, beberapa mata pelajaran yang cocok dan sesuai bisa menggunakan model
pembelajaran Caroqet. Serta meminta respon kepada seluruh guru baik positif dan
negatifnya dalam pelakasanaan dan pengembangan model pembelajaran.
10. Mengadakan diskusi di forum ilmiah tentang pengembangan model pembelajaran Caroqet
yang bisa dilaksanakan di sekolah yang berbeda dan dapat menginspirasi bapak ibu guru
yang ada di forum ilmiah guru Biologi SMA Kota Sukabumi.
11. Berkonsultasi dengan praktisi pendidikan di UPI dan UMMI dalam pengembangan model
pembelajaran dilihat dari prinsip pembelajaran dan penilaian atau assessment yang bisa
dilakukan untuk anak usia SMA.
169
12. Penggunaan model pembelajaran Caroqet secara berkelanjutan sampai sekarang, untuk
meningkatkan aktifitas pembelajaran, peningkatan kemampuan akademik segi pengetahuan,
sikap dan keterampilan serta menjadikan pembelajaran yang mendukung penguatan
pendidikan karakter, terutama SMA Negeri 3 Sukabumi memiliki slogan “Berkarakter
Mulia dan Berprestasi Prima”.
C. Hasil yang Dicapai
Setelah melakukan penerapan model pembelajaran Caroqet selama tiga tahun, maka
diperoleh hasil yang cukup menggembirakan, yaitu:
1. Pembelajaran tidak monoton, bisa dilaksanakan di luar kelas seperti pameran di luar kelas
agar suasana belajar lebih bermakna dan berbeda dengan 88.3% siswa menyatakan hal
positif.
2. Antusiasme siswa dalam belajar terutama menuangkan ide dalam membuat poster dan
mind map tinggi dengan kisaran nilai 94.7 rentang sangat baik
3. Peningkatan nilai ulangan biologi yang cukup signifikan setelah melaksanakan model
pembelajaran Caroqet, dengan perolehan siswa yang lulus di atas KKM mencapai >90%.
4. Tingkat kecurangan dalam tes menurun drastis atau tingkat kejujuran lebih terjamin dan
setiap siswa asyik mengerjakan soal secara individu dan terkendali, sehingga tingkat
kejujuran dalam rentang sangat baik 91.
5. Siswa menjadi berani dalam membuat strategi dan kompetitior ulung dalam mengambil
suatu keputusan pengerjaan soal dengan nilai rentang 92 dalam kisaran sangat baik.
6. Munculnya jiwa yang senang dan termotivasi dalam memperoleh rupiah yang
dikumpulkan siswa menjadi pemicu pengumpulan nilai tertinggi dengan rentang sangat
baik di kisaran 94.7.
7. Perolehan prestasi siswa yang berkompetensi mengikuti OSN Biologi dan menjadi juara
umum di Kota Sukabumi, serta menjadi juara umum LCTB tingkat Kota/Kabupaten dan
Nasional, serta Finalis Olimpiade Kedokteran.
170
1. Penggunaan waktu yang banyak dalam membuat mind map atau poster
2. Pembuatan mind map atau poster harus lebih lengkap dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran agar materi dapat tersampaikan dengan optimal
3. Perlunya persedian soal yang mudah, sedang dan sukar lebih banyak agar soal lebih
variatif dan tetap dapat mengukur kemampuan siswa.
4. Pengarsipan hasil siswa poster dan mind map yang kurang terfasilitasi.
5. Masih minimnya keinginan guru dalam mengembangkan model pembelajaran ketika
diajak untuk menerapkan dan untuk berdiskusi serta diminta masukan dalam
mengembangkan model lebih lanjut.
6. Kurangnya tenaga ahli yang diperlukan untuk memvalidasi dan memberi masukan
terhadap keberlangsungan pengembangan model pembelajaran.
E. Faktor-faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung dalam strategi pemecahan masalah dapat terus diterapkan antara
lain:
1. Alat, bahan serta media pembelajaran selalu mendukung dalam melaksanakan model
pembelajaran Caroqet.
2. Siswa memiliki banyak energi dan mendukung kelancaran dan kesuksesan dalam
pengembangan model pembelajaran Caroqet.
3. Siswa dapat diajak kerjasama dalam berdiskusi untuk mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru.
4. Pihak manajemen, MGMP dan Dinas Pendidikan selalu mendukung dan mengapresiasi
kepada guru yang melakukan inovasi.
5. Teman-teman guru biologi dan laboran di SMA 3 Kota Sukabumi yang senantiasa siap
sedia membantu persiapan pengembangan model pembelajaran dan diajak berdiskusi
berkelanjutan.
F. Alternatif Pengembangan
Pengembangan strategi yang diterapkan sebagai upaya meningkatkan pembelajaran yang aktif
dengan penguatan nilai karakter serta menggali potensi siswa dalam pembelajaran biologi
atau yang lain dapat dilakukan dengan cara:
171
1. Pihak sekolah harus memfasilitasi guru yang akan mengambangkan model pembelajaran
secara mandiri dengan melakukan desiminasi tingkat sekolah. Hal ini akan muncul banyak
masukan yang positif untuk pengembangan ilmiah model pembelajaran.
2. Adanya forum ilmiah untuk melakukan presentasi dan diskusi tentang model pembelajaran
yang dilanjutkan dengan masukan dari rekan-rekan, sehingga akan muncul ide baru untuk
pengembangan model pembelajaran atau pun perbaikan beberapa bagian yang menjadi
kekurangan pada tahapan model pembelajaran yang sudah ada.
3. Meminta testimoni kepada siswa secara berkelanjutan dan pada beberapa kelas tentang
pelaksanaan model pembelajaran di kelas, serta meminta masukan dari siswa secara
obyektif untuk perbaikan dan pengembangan model pembelajaran selanjutnya.
4. Konsultasi akademis dengan para ahli pendidikan tentang kelebihan dan kekurangan
pelaksanaan model pembelajaran serta meminta masukan yang praktis dan obyektif untuk
kesempurnaan serta validitas dari model pembelajaran atau sistem penilaian yang akan
dikembangkan.
172
Question Market secara terpadu dalam mengembangkan kemampuan akademis dan karakter
siswa secara utuh dan seimbang. Hal ini sesuai dengan hasil observasi semuanya dalam
kriteria sangat baik dengan nilai yang tinggi.
Pembelajaran menjadi meningkat kualitasnya setelah menggunakan model pembelajaran
Caroqet secara konsisten, baik itu kemampuan akademik dengan ditunjukkan peningkatan
rata-rata perolehan nilai ulangan di atas 90% yang di atas KKM, apadahal sebelumnya
dibawah 75%. Terjadi peningkatan juga pada perilaku belajar di kelas berdasarkan angket
respon siswa 95% siswa senang dalam belajar, dan berdasarkan pengamatan guru bidang
studi terjadi perubahan dan peningkatan karakter belajar siswa mulai dari kerjasama,
kemampuan berkomunikasi, menghargai pendapat orang lain, disiplin waktu, semangat
belajar, jujur, mandiri, tekun, daya saing tinggi (kompetitif),
B. Rekomendasi
Rumusan rekomendasi yang dapat diterapkan sebagai implementasi temuan sekaligus
menjadi syarat keberhasilan strategi pemecahan masalah adalah:
1. Model Pembelajaran Caroqet dapat digunakan oleh setiap guru dalam pembelajaran
dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran dan siswa. Bagi guru yang akan
menerapkan strategi Caroqet agar melengkapi media yang sesuai, disiplin waktu
pembelajaran terutama dalam tahapan Caroqet, dan persiapan soal dan kunci jawaban
yang banyak dalam Question Market.
2. Pembentukan tim pengembang kurikulum yang praktis mulai dari level sekolah, MGMP,
Dinas Pendidikan atau BP3 yang senantiasa mengakomodir guru dalam mengembangkan
pembelajaran yang efektif yang datangnya dari sudut kelas atau lapangan pembelajaran
yang real.
3. Dinas Pendidikan harus memberikan dukungan moril dan materiil yang memadai bagi
pelaksanaan pengembangan model pembelajaran. Dinas Pendidikan mengadakan
kompetisi pengembangan model pembelajaran antar guru agar terwujud banyak model
pembelajaran yang efektif untuk karakteristik mata pelajaran dan siswa yang berbeda
satu sama lain.
173
DAFTAR PUSTAKA
174
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SHOPPING SISWA KELAS XII IPS 2 SMA
NEGERI 3 AMBON
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam keseharian tugas guru adalah menciptakan suasana belajar mengajar ( PBM ) agar
terjadi interaksi belajar mengajar dengan baik dan sungguh-sungguh. Untuk itu, guru seyogyanya
memiliki kemampuan untuk melakukan interaksi belajar mengajar, dimana ada proses
interaksi antara siswa dengan guru yang memberikan pelajaran dengan harapan apa
yang diajarkan dapat diterima dan dimengerti dengan baik. Demikian pula halnya
dengan kegiatan belajar mengajar, siswa diharapkan mampu menyerap materi yang
diajarkan oleh guru dan kemudian dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari -hari.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan berhasil tidaknya suatu
proses belajar mengajar, yaitu pengelolaan PBM dan pengajaran itu sendiri. Kedua hal ini saling
bergantung. Keberhasilan pengajar, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran, sangat
bergantung pada kemampuan pengelola PBM, PBM yang baik dapat menciptakan situasi yang
memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran ( Conny
Semiawan,1985:63 ). Sementara Pemerintah menginginkan proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi,
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
175
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psykologis peserta didik (Permendikbud No. 22, Bab.I,2016), Selain itu juga sesuai dengan
Standar Isi dimana dijelaskan bahwa kegiatan belajar dan pembelajaran harus mencakup 3 ranah
yaitu : sikap, pengetahuan dan ketrampilan dimana ketiga ranah ini memiliki lintasan perolehan
(proses psikologis) yang berbeda.
Hal ini juga dialami oleh rekan-rekan guru yang mengajar pada kelas-kelas IPS,
ini sesuai data yang penulis peroleh melalui angket terhadap beberapa masalah antara
lain : a. Keaktifan dalam belajar (interaksi) ± 40 %, b. Membuat tugas (PR) ± 50 %, c.
Motivasi belajar ± 60 %, d. Nilai ulangan harian ± 60 %.(data terlampir)
Melihat pada paparan diatas dan berdasarkan kenyataan yang penulis alami dilapangan (
SMA Neg. 3 Ambon ) adanya kelemahan-kelemahan yang sering dijumpai pada siswa dalam
interaksi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, hal ini dapat
176
menyebabkan kurang optimalnya proses pembelajaran mata pelajaran geografi yang penulis
ajarkan .
Hal ini tercermin dari rendahnya nilai siswa untuk mata pelajaran geografi.
Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran geografi, guru sebagai pe ngajar
harus jeli dalam memilih strategi dan model pembelajaran yang efektif yang dapat
menghasilkan keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung serta meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal ini dapat diperkuat oleh Goldin (dalam Widada, 2002:6) yang
menyarankan agar guru harus menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, dan
mendorong siswa untuk mendiskusikan perbedaan-perbedaan pendapat dengan
mengurangi tekanan terhadap respons siswa.
Berdasarkan apa yang penulis kemukakan diatas, maka penulis menggunakan
model pembelajaran shopping sebagai Best Practice penulis dalam bentuk PTK sebanyak
2 siklus dengan judul: "Peningkatan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Geografi
Melalui Model Pembelajaran Shopping Siswa Kelas XII IPS 2 SMA Negeri 3 Ambon”..
B. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Siswa kurang berinteraksi dalam proses belajar mengajar.
2. Motivasi belajar siswa rendah
3. Kurang adanya kreatifitas siswa.
4. Kurang adanya rasa tanggung jawab.
5. Hasil penilaian harian rendah.
177
1. Tahap perencanaan (Planing)
Pada tahap ini, peneliti dan guru menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan untuk
memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran.
178
Untuk mencapai tujuan yang penulis kemukakan ini maka penulis melakukan penelitian
pada : SMA Negeri 3 Ambon kelas XII IPS 2 Tahun Pelajaran 2016/2017.
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus 1 dilaksanakan oleh penulis dengan menyusun :
179
untuk kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, sedangkan kelompok lain
memberikan tanggapan jika jawaban yang diberikan kurang tepat atau salah. Kegiatan
selanjutnya adalah guru mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan dan melakukan refleksi
terhadap proses pembeljaran hari ini, dan pada akhir pembelajaran dilakukan tes.
c. Pengamatan (observasi)
Pada tahap ini guru melakukan observasi selama kegiatan pembelajaran menggunakan
lembaran observasi untuk guru dan siswa. Hal yang diobservasi, seperti tergambar pada tabel
berikut
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang. Dengan demikian hasil pengamatan terhadap penulis dalam
melaksanakan proses belajar mengajar adalah : 19/24 X 100% = 79,16 % (katagori baik) Selain
itu, dilihat dari aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas seperti rubrik
penilain sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada tabel-tabel berikut:
180
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang.
181
Dari data hasil tes pada siklus 1 masih ada 9 siswa 28,12 % yang belum tuntas
182
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang.
183
184
Tabel 7. Hasil Konversi Nilai Ketrampilan
78 – 89 B (Baik)
65 – 77 C (Cukup)
≤ 64 D (Kurang)
Hal yang sama juga dilakukan pengamatan terhadap ketrampilan pada siklus I adalah : 72,85 %
(katagori cukup)
d. Refleksi
Tindakan Siklus II
a. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan guru kembali melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan
tindakan pada siklus II. Pada tahap pelaksanaan, guru diminta untuk mengaitkan materi yang
dipelajari sesuai dengan kehidupan yang terjadi di sekitar siswa. Siswa langsung duduk pada
kelompok masing-masing. Selanjutnya guru membagikan LKS untuk dipelajari pada setiap
kelompok dan mengarahkan siswa untuk berdiskusi memecahkan masalah yang terdapat pada
LKS. Guru berkeliling mengamati kerja kelompok dan memberikan bantuan kepada masing-
masing kelompok jika mengalami kesulitan. Pada tahap ini kerjasama siswa dalam kelompok
meningkat, dimana siswa yang lain sudah membantu teman yang belum mengerti. Selanjutnya,
beberapa kelompok diarahkan untuk mempresentasikan hasil kerja di depan kelas. Pada saat
beberapa kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, terlihat bahwa suasana dalam
kelas sudah lebih terkontrol dengan baik. Selanjutnya, guru mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan tentang materi yang diajarkan, dan membuat refleksi terhadap proses pembelajaran,
kemudian guru memberikan PR. Setelah itu guru mengadakan tes akhir secara individu.
185
b. Pengamatan (Observasi)
Secara umum, pelaksanaan tindakan untuk siklus II sudah mengalami peningkatan dari
siklus I. Hasil observasi terhadap guru dapat terlihat pada tabel berikut :
186
No Aspek Pengamatan Skor
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang.
Dengan demikian hasil pengamatan terhadap penulis dalam melaksanakan proses belajar
mengajar adalah : 23/24 X 100% = 95,83 % (katagori sangat baik)
Selain itu, dilihat dari aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus II, di
kelas seperti rubrik penilain sikap,pengetahuan, dan ketrampilan pada tabel-tabel berikut :
187
TOTAL SKOR
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang.
76 - 90 B (Baik)
60 - 75 C (Cukup)
≤ 59 D (Kurang)
188
Dari data hasil tes pada siklus II masih ada 4 siswa 12,50 % yang belum tuntas
Tabel 14. Pengamatan Ketrampilan
Berilah skor 1 sampai dengan 4 di tiap aspek, 4 bila Anda mengamati sikapnya sangat baik, 3
bila Anda mengamati sikapnya baik, 2 bila Anda mengamati sikapnya Cukup, dan 1 bila Anda
mengamati sikapnya kurang.
189
Tabel 15. Hasil Konversi Nilai Ketrampilan
76 - 90 B (Baik)
60 - 75 C (Cukup)
≤ 59 D (Kurang)
Hal yang sama juga dilakukan pengamatan terhadap ketrampilan pada siklus II adalah : 86,13
% (katagori baik)
c. Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan hasil tes akhir tindakan siklus II, maka hal-hal penting yang
ditemui adalah :
190
1. Guru sudah melaksanakan model pembelajaran shopping dengan baik,
2. Penggunaan model pembelajaran Shopping ternyata dapat membantu siswa memahami
materi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga siswa tidak merasa
asing dengan apa yang dipelajari.
3. Guru sudah memberikan motivasi dari awal sampai akhir.
4. Guru sudah lebih memperhatikan jalannya diskusi di setiap kelompok, sehingga siswa tidak
lagi bekerja secara individu tetapi secara kelompok dan dapat membantu temannya yang
kurang memahami materi pembelajaran.
5. Pengelolaan waktu sudah mulai maksimal.
6. Sebagian besar siswa mampu mengemukakan pendapat/idenya.
7. Mulai terciptanya suasana belajar yang menyenangkan, dan aktivitas bertanya (intersksi)
lebih banyak baik itu dikolompok maupun antara kelompok siswa .
8. Dari hasil tes akhir menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang
memuaskan dan mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan.
9. Dengan mempertimbangkan hasil yang diperoleh, maka diputuskan bahwa pembelajaran
tidak dilanjutkan pada siklus selanjutnya.
C. Hasil Yang Dicapai
TINDAKAN
SIKLUS II
TINDAKAN 85,50 %
SIKLUS I
72,85 %
191
c. Aspek Penilaian Pengetahuan
Batas ketuntasan ( KKM ) dalam pembelajaran adalah 65. Pencapian rata-rata nilai
pengetahuan adalah 71,88% kategori (B). Pada siklus II, pencapian rata-rata nilai pengetahuan
adalah 87,50% kategori (B). Artinya bahwa pencapaian pengetahuan peserta didik sebanyak 32
orang secara keseluruhan telah melebihi 75%. Walaupun masih ada 1 siswa yang belum
mencapai batas ketuntasan 65.
A. Simpulan
Setelah peneliti cermati dalam kegiatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan
model pembelajaran shopping dari proses sampai hasil, maka peneliti menyimpulkan sebagai
berikut.
1. Dengan menggunakan model pembelajaran shopping, maka hasil belajar siswa kelas
XII IPS2 SMA Negeri 3 Ambon dapat ditingkatkan. Hal ini terlihat dari hasil tes
akhir tindakan siklus I mencapai 71,88%, dan pada siklus II meningkat menjadi
87,50%.
2. Dari hasil refleksi siswa terhadap model pembelajaran shopping yang diterapkan
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa sangat setuju dengan penerapan model
pembelajaran ini.
192
B. Rekomendasi
1. Guru harus dapat memilih atau menentukan model pembelajaran yang paling tepat pada
suatu materi pokok tertentu, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana secara
efektif dan efisien.
2. Kepada guru-guru mata pelajran IPS dan Pengetahuan Umum utuk dapat menggunakan
model pembelajaran shopping karena disini siswa terlibat secara langsung dalam setiap
aktifitas pembelajaran
3. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa untuk terlibat
secara aktif dan bersikap kritis.
4. Bagi siswa harus aktif dan kreatif dalam mengemukakan pendapat, mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri serta belajar untuk memiliki rasa tanggung
jawab dan membantu teman yang kurang memahami materi yang dipelajari.
193
PROYEK UJI KESAMBALIT SEDERHANA UNTUK MENGUJI
LARUTAN KIMIA DI SMA NEGERI 4 BERAU.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kimia merupakan salah satu mata pelajaran pada jurusan IPA yang diajarkan pada tingkat
SMA. Proses pembelajaran di SMA Negeri 4 Berau seorang siswa dikatakan mencapai
ketuntasan apabila telah mencapai nilai terendah (KKM) sebesar 75, untuk mencapai nilai
tersebut siswa seharusnya menguasai konsep dasar Kimia, yang salah satunya dapat dilakukan
melalui kegiatan praktikum, karena melalui praktikum kemampuan siswa dalam memahami
suatu materi yang bersifat abstrak akan menjadi kongkrit.
Praktikum memegang peranan sentral dalam kegiatan teknik, kegiatan praktikum memberikan
kesempatan bagi siswa untuk belajar menggunakan alat-alat di laboratorium, selain itu dengan
kegiatan praktikum karakter siswa lebih dinamis seperti rasa percaya diri, kerjasama, dan
kemampuan dalam memecahkan masalah siswa pasti bertambah yang diikuti dengan
bertambahnya hasil belajar siswa.Kenyataan beberapa sekolah mengalami kesulitan untuk
melakukan kegiatan praktikum, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan alat kerja
dilaboratorium, umumnya kegiatan praktikum dilakukan dengan menggunakan alat yang standar
yang dibuat oleh pabrik, hanya saja jumlahnya sangat terbatas karena harganya yang relatif
mahal sehingga guru kurang berani mengambil resiko apabila terjadi kecelakaan kerja berupa
rusaknya alat-alat di laboratorium tersebut padahal dalam proses belajar mengajar keterampilan
siswa dalam menggunakan alat praktikum dituntut khususnya pada penilaian keterampilan.
Terkait dengan pembelajaran kimia yang bersifat ilmiah khususnya pada materi
kesetimbangan, asam dan basa serta uji elektrolit biasanya dilakukan kegiatan praktikum, oleh
sebab itu untuk memudahkan proses pembelajaran maka siswa diminta membuat alat uji materi
kesetimbangan, asam dan basa, serta uji elektrolit secara sederhana yang disebut dengan nama
alat uji “KESAMBALIT” (kesetimbangan, asam dan basa, larutan elektrolit) dengan
menggunakan pembelajaran berbasis proyek.
194
A. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas fokus permasalah adalah proses pembuatan alat uji
“KESAMBALIT” sederhana untuk menguji larutan kimia di SMA Negeri 4 Berau” dapat
terlaksana sesuai prosedur yang benar.
195
Sulit diperbaiki jika rusak Mudah diperbaiki
Untuk tahap pelaksanaan, karena pembuatan alat “KESAMBALIT” ini berbasis proyek maka
langkah-langkah atau sintak-sintak pelaksanaannya adalah dengan tahap sebagai berikut:
196
Alat uji “KESAMBALIT” sangat berguna dalam proses pembelajaran dan melalui
pembelajaran berbasis proyek siswa sangat antusias dan termotivasi dalam memecahkan masalah
yang dihadapi, selain itu alat peraga ini diharapkan memiliki nilai lebih dalam melakukan proses
belajar mengajar yang selanjutnya.
197
Gambar 2.2 Siswa mendesain alat
198
Gambar 2.4 Siswa mulai membuat alat
5) Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Mengevaluasi kemajuan tahap pembuatan alat uji “KESAMBALIT”, memberi umpan
balik terhadap hasil kerja, karena melihat beberapa kejadian dan keluhan saat
pelaksanaan proyek, guru bersama peserta didik memikirkan jalan keluar terhadap
permasalahan yang terjadi.
199
Gambar 2.6 Siswa dan guru mengevaluasi alat uji
Guru dan peserta didik kemudian melakukan uji coba terhadap kualitas kerja alat peraga
apakah dapat digunakan sesuai tujuan pembelajaran atau tidak.
200
dibuat dengan menggunakan cara dan bahan yang sederhana, hanya saja dalam membuat alat
tersebut siswa kesulitan menggunakan alat tukang seperti bor dan memasang penguncinya.
E. Faktor-faktor Pendukung
Dalam membuat alat uji “KESAMBALIT” ini memiliki beberapa faktor pendukung
antar lain :
1. Alat ini sederhana
Alat uji elektrolit ini sangat sederhana karena bahan atau alat yang digunakan untuk
membuat alat uji “KESAMBALIT” ini sangat mudah diperolehnya bahkan bisa
diperoleh melalui sisa – sisa penggunaan rumah tangga (sampah).
2. Siswa memiliki kreatifitas tinggi
Pada pembelajaran berbasis proyek ini siswa hanya diberi arahan atau bimbingan
kepada siswa ternyata siswa memiliki kreatifitas yang tinggi mereka
menyumbangkan segala pemikirannya sehingga terbentuklah alat uji kesambelit
yang baik.
3. Siswa memiliki kemampuan untuk saling bekerjasama
Dalam membuat alat uji “KESAMBALIT”, karakter anak khususnya kemampuan
bekerjasamanya sangat baik ini terlihat bagaimana anak-anak dapat menyelesaikan
tugasnya dengan tepat waktu.
F. Alternatif Pengembangan
Alternatif agar alat uji “KESAMBALIT” ini dapat dikembangkan maka alat uji
“KESAMBALIT” ini dikenalkan atau dipublikasikan kepada sekolah-sekolah lain melalui media
sosial agar sekolah lain dapat menggunakan alat uji “KESAMBALIT” ini, karena alat ini sifat
dan cara penggunaannya lebih sederhana, selain itu diharapkan sekolah dapat memberikan
masukkan yang positif terhadap alat uji “KESAMBALIT” ini agar lebih baik lagi.
201
Pembelajaran yang bersifat praktikum sebenarnya dapat dilakukakan dengan menggunakan alat-
alat sederhana, dimana alat tersebut dapat diperoleh melalui hasil kerja siswa dengan
pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis proyek dapat menumbuhkan kreativitas
siswa selain itu pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran berkelompok yang dapat
menimbulkan karakter siswa kita yaitu karakter kerjasama, kreatif, dan inovatif.
Dengan pembuatan alat praktikum sendiri, siswa menjadi bisa karena terbiasa, ketika
melakukan pembuatan alat tersebut siswa terus mencoba berkali-kali konsep yang sudah
dipelajari sehingga anak menjadi paham akan materi pelajaran tersebut. Pembelajaran berbasis
proyek membuat siswa telah melakukan yang namanya learning doing, di mana proses
pembelajaran ini membuat siswa lebih lama merekam ilmu pengetahuan yang telah
diperolehnya.
Alat peraga atau alat praktikum membantu guru dalam proses pembelajaran karena dengan
alat peraga tersebut pembelajaran yang dianggap sulit menjadi lebih mudah tersampaikan selain
itu motivasi belajar siswa lebih tinggi karena proses pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Alat uji “KESAMBALIT” yang dibuat melalui proyek ini hanya dapat digunakan untuk uji
kesetimbangan, sifat larutan asam dan basa, serta uji larutan elektrolit sehingga alat uji
“KESAMBALIT” memiliki keterbatasan karena tidak dapat menguji larutan dengan analisis
yang lebih spesifik lagi seperti menentukan pH larutan asam dan basa, dan menentukan
pergeseran kesetimbangan melalui perubahan tekanan dan volume karena pergeseran tekanan
dan volume tergantung dari bentuk reaksinya.
B. Rekomendasi
Rekomendasi dari karya tulis ini diharapkan guru dapat membimbing siswa lebih lanjut agar
siswa dapat mengembangkan alat tersebut menjadi lebih baik misalnya alat tersebut dapat
menentukan pH larutan secara sederhana.
Daftar Pustaka
Fikriyah musyriatul, Indrawati,Abdul gani agus,2015, Model Pembelajaran berbasis
proyek(Project Based Learning) Disertai Media Audio-Visual dalam pembelajaran FisikaDi
SMAN 4 Jember, Jurnal pembelajaran Fisika Vol 4 No 2, Jember
202
Hardini Isnaini dan puspitasari dewi, 2015, Strategi pembelajaran terpadu, familia (group relasi
inti media), Yogyakarta
http://novehasanah.blogspot.co.id/2016/01/langkah-model-pembelajaran-berbasis-proyek.html
(Tanggal 2 Juli 2017 pukul 17.46)
Kesumah wjaya dan dwitagama dedi, 2010, Mengenal penelitian tindakan kelas, PT. Indeks,
Jakarta
Suwardi, Masni, Rohayati, 2014, Pengaruh Penggunaan alat Peraga terhadap Hasil
pembelajaran Matematika Pada Anak Usia Dini, Jurnal Al-Azhar indonesia seri Humaniora
vo 2 No 4, Jakarta
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ketika masuk ruang belajar yang berjumlah 36 sampai dengan 40 orang siswa di kelas X
SMAN 2 Tungkal Ulu maka yang ada dalam pemikiran saya bahwa mereka memiliki
kemampuan kognitif yang bagus, kecerdasan yang baik sehingga akan berdampak pada proses
belajar mengajar, dan suasana belajar antara guru dan siswa terjalin sangat harmonis. Hal ini
hanya untuk siswa MIA, sementara itu kelas yang rombongan belajar IIS adalah siswa yang
memiliki kecerdasan kurang, semangat belajar rendah, dan tidak senang dengan pelajaran
203
matematika, dan hasil belajar yang banyak belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM).
Banyak faktor yang menjadi penyebab tidak berhasil siswa dalam proses pembelajaran
matematika, seperti 1) faktor stimuli belajar, 2) metode belajar dan 3) faktor individual,
Soemanto (2006). Faktor stimuli yaitu faktor yang mempengaruhi belajar berasal dari luar diri
siswa seperti panjangnya bahan materi pelajaran, berat-ringannya tugas yang diberikan guru, dan
suasana lingkungan eksternal (cuaca, waktu, kondisi tempat, penerangan). Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan kepada siswa SMAN 2 Tungkal Ulu berkaitan dengan materi
matematika yaitu siswa susah mengingat banyaknya rumus yang harus dihapal, kesulitan dalam
mengerjakan soal matematika karena kemampuan kognitif siswa rendah.
Salah satu contoh yaitu materi trigonometri yang diajarkan dijenjang SMA merupakan
materi yang penting karena sebagian besar digunakan sebagai materi prasyarat untuk beberapa
materi yang lain diantaranya limit, turunan, integral, transformasi geometri, dimensi tiga. Selain
itu, jumlah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) matematika SMA pada materi trigonometri itu
sendiri juga lumayan banyak. Namun, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam
mempelajari trigonometri. Berdasarkan hasil mewawancarai beberapa siswa, alasan utama
mereka terhadap materi trigonometri banyak rumus-rumus dan aturan-aturan yang hampir mirip
sehingga mereka kebingungan kapan menggunakannya untuk menyelesaikan soal-soal yang
diberikan.
Faktor kedua yang memengaruhi belajar yaitu metode mengajr guru. Metode mengajar yang
dipakai oleh guru dalam pembelajaran matematika pendapat dari sebagian besar siswa saat
dilakukan wawancara yaitu guru kurang brvariasi dalam mengajar, metode yang digunakan oleh
guru membosankan, kesulitan mencerna materi pelajaran matematika (mudah lupa).
Faktor ketiga yaitu dari diri siswa sendiri, yaitu rendahnya motivasi dan tidak berminat
dalam belajar matematika karena ketika belajar matematika siswa merasa terbebani sehingga
menyebabkan banyak siswa yang bolos saat jam pelajaran matematika, acuh tak acuh saat proses
pembelajaran, kesulitan dalam mengerjakan soal matematika karena kemampuan kognitif siswa
yang kurang. Hal ini senada dengan pendapat Sweller, (1998); Schanfenberg & Bogner, (2013)
yang menyatakan bahwa beban untuk melakukan tugas tertentu yang membebani sistem kognitif
siswa dan mengacu kepada memori kerja siswa yang memiliki kapasitas informasi yang terbatas
disebut dengan beban kognitif (cognitive load). Beban kognitif yaitu bagaimana kognitif
204
seseorang berkembang dan apa-apa yang merupakan beban kognitif seseorang mana kala
melakukan kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya untuk memudahkan siswa
dalam memahami rumus-rumus dan aturan-aturan dalam trigonometri, guru dapat menggunakan
alat bantu sebuah segienam ketika pembelajaran trigonometri, dengan harapan dapat membantu
siswa dalam mengingat aturan dalam trigonometri sehingga dapat meningkatkan pemahaman
siswa pada materi trigonometri dan proses pembelajaran matematika lebih bermakna serta siswa
tidak merasa terbebani dalam belajar, maka dalam penulisan Best Practise ini penulis
mengangkat judul “Pengalaman Mengajar Matematika dengan Menggunakan Media SENTRIG
Berbasis Android untuk Mengurangi Beban Kognitif Siswa”.
1.2 Permasalahan
Uraian pada latar belakang masalah memperlihatkan bahwa pembelajaran matematika pada
materi trigonometri di SMAN 2 Tungkal Ulu menghadapi permasalahan sehingga perlu dicarikan
solusinya. Untuk memberikan panduan dalam pemecahan masalah, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah penerapan Media Sentrig Berbasis Android pada Pembelajaran
Matematika Materi Trignometri di SMAN 2 Tungkal Ulu?
2. Bagaimanakah dampak penerapan Media Sentrig Berbasis Android Pada Pembelajaran
Matematika Materi Trigonometri di SMAN 2 Tungkal Ulu?
1.3 Strategi Pemecahan Masalah
1.3.1 Deskripsi Strategi Pemecahan Masalah Yang dipilih
Strategi pemecahan masalah yang terjadi pada pemahaman konsep trigonometri adalah
dengan pembuatan Media SENTRIG Berbasis Android.
205
digunakan sebagai bahan untuk perencanaan media pembelajaran untuk mengatasi masalah
yang dihadapi.
2. Membuat Prototype produk
Media belajar matematika materi trigonometri berupa bidang segienam seperti terlihat pada
gambar 1. Tiap titik sudut tersebut mewakili suatu perbandingan trigonometri tertentu.
Gambar 1: Sentrig
Gambar 1 merupakan suatu segienam trigonometri dengan masing-masing titik sudut
pada segienam tersebut mewakili perbandingan trigonometri sinus (sin), Cosinus (cos), Cotangen
(cot), Cosecan (csc), secan (sec), dan tangen (tan). Dalam mengingat nama-nama titik sudut
tersebut, dapat menggunakan cara bahwa sisi kanan segienam diawali dengan “CO” yaitu
COsinus, COtangen, dan COsecan. Sedangkan nama-nama titik sudut yang segaris merupakan
pasangannya, Cosinus-Sinus, Cotangen-Tangen, dan Cosecan-Secan, Deni (2016).
Dari segienam trigonometri tersebut akan menghasilkan beberapa konsep trigonometri
yang lain dengan beberapa aturan sebagai berikut:
a. Suatu nama trigonometri pada suatu titik sudut tertentu merupakan perbandingan antara dua
titik sudut setelah titik tersebut dengan arah sesuai dengan jarum jam maupun berlawanan
arah jarum jam.
b. Suatu nama trigonometri pada suatu titik sudut tertentu merupakan perkalian antara dua
titik sudut yang mengapit titik sudut tertentu.
c. Suatu nama trigonometri pada suatu titik sudut tertentu merupakan kebalikan dari suatu
bentuk trigonometri pada titik yang segaris yang dapat ditarik dari titik sudut tersebut dan
melewati pusat segienam.
206
d. Nilai suatu trigonometri untuk suatu 𝑥 pada titik sudut tertentu merupakan nilai suatu
trigonometri dengan sudut (90- 𝑥) yang segaris, searah rusuk segienam, dan mendatar.
e. Suatu identitas trigonometri dapat dibentuk dari penjumlahan trigonometri yang searah
dengan jarum jam atau dari pengurangan trigonometri yang berlawanan arah jarum jam
dari suatu segitiga yang terbentuk dalam bidang segienam tersebut.
3. Mendesain dan Pembuatan Produk, produk yang dihasilkan adalah media SENTRIG
Berbasis Android.
4. Validasi Produk, merupakan kegiatan untuk menilai produk yang telah dibuat, dalam hal ini
dilakukan validasi ahli materi dan validasi ahli desain.
5. Perbaikan Hasil Validasi, melalui diskusi panel dengan ahli.
6. Ujicoba kelompok kecil, Revisi, Ujicoba kelompok sedang revisi. Tujuan ujicoba untuk
mendapatkan informasi apakah media yang dibuat tersebut memudahkan siswa dalam
penggunaannya.
7. Ujicoba kelompok besar untuk melihat dampak dari media yang dikembangkan.
207
c. Siswa menggunakan media SENTRIG sambil bermain tetapi pemahaman konsep trigonometri
dapat tersampaikan dengan baik.
2.2 Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Gambar Sentrig merupakan suatu segienam trigonometri dengan masing-masing titik
sudut pada segienam tersebut mewakili perbandingan trigonometri sinus (sin), Cosinus (cos),
Cotangen (cot), Cosecan (csc), secan (sec), dan tangen (tan). Dalam mengingat nama-nama titik
sudut tersebut, dapat menggunakan cara bahwa sisi kanan segienam diawali dengan “CO” yaitu
COsinus, COtangen, dan COsecan. Sedangkan nama-nama titik sudut yang segaris merupakan
pasangannya, Cosinus-Sinus, Cotangen-Tangen, dan Cosecan-Secan.
Dari segienam trigonometri tersebut akan menghasilkan beberapa konsep trigonometri yang lain
dengan beberapa aturan sebagai berikut:
208
209
210
2.3 Hasil yang dicapai
Media Sentrig Berbasis Android memiliki dampak sebagai berikut:
1. Berkurangnya Beban Kognitif Siswa dalam Belajar Matematika
Dengan Media Sentrig berbasis Android ini siswa mudah dalam memahami konsep dan
menerapkan rumus trigonometri yang menyebabkan siswa dalam belajar matematika menjadi
enjoy, menyenangkan dan tidak terbebani. Hal ini sesuai dengan pendapat Sweller, (2004) yang
mengatakan instrinsik cognitive load yang disebabkan oleh interaksi antara unsur didalam konten
yang disajikan dan dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing individu, digambarkan oleh
kemampuan menerima dan mengolah informasi. Misalnya beban kognitif instrinsic yang muncul
dalam belajar trigonometri berhubungan dengan kesulitan dalam menerapkan rumus yang tepat
karena banyaknya rumus trigonometri yang harus dihapal siswa.
211
Gambar 9: Antusias Siswa Belajar Sentrig
213
Gambar 12: Peningkatan Hasil Belajar Siswa
214
Dari sebuah segienam trigonometri didapat 39 rumus-rumus dan aturan-aturan pada
trigonometri yang dapat dengan mudah diingat oleh siswa dengan menggunakan SENTRIG
tersebut. Adapun rumus trigonometri yang didapat yaitu
2. Dampak penggunaan media Sentrig Berbasis Android sebagai media pembelajaran di SMAN
2 Tungkal Ulu adalah:
a. Berkurangnya beban kognitif siswa dalam belajar matematika
b. Memudahkan guru dan siswa dalam proses pembelajaran
c. Meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika
d. Meningkatkan hasil belajar siswa
3.2 Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan sebelumnya, maka dapat direkomendasikan:
a. Guru hendaknya selalu mengembangkan diri untuk berinovasi dalam mengembangkan media
pembelajaran.
b. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian eksperimen untuk melihat
seberapa berpengaruh media SENTRIG berbasis Android dapat meningkatkan hasil belajar
siswa dan mengurangi beban kognitif siswa dalam belajar matematika.
215
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Cecep. 2008. Matematika Aplikasi: Untuk SMA dan MA Prodi IPA. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Depdikbud.
Chandra, Aristo. 2011. Metode The King Matematika SMA. Jakarta: Wahyu Media.
Deni, Megawati. 2016. LIMAS. Edisi No 35, November 2016. Yogyakarta: PPPPTK
Matematika
Purcell, Edwin J & Dale Varbegr. 1999. Kalkulus dan Geometri Analisis. Jilid I (Terjemahan).
Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Earlangga
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Sweller, J. (2004). Instructional Design Consequences of am Analogy between Evolution by
Natural Selection and Humam Cognitive Architecture. Instructional Science, 32 (1-2)
Sweller, J. 2010. Cognitive Load Theory: Recent Theoretical Advances. Australia journal for
educational technology
Elvy
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Selaras dengan hakikat pendidikan berbasis kompetensi, peserta didik seharusnya mampu
melakukan sesuatu (ability to perform) sesuai dengan target pencapaian. Tidak hanya pada aspek
sikap dan pengetahuan saja, tapi juga keterampilan. Alat ukur untuk mengetahui tingkat
ketercapaian tersebut adalah penilaian. Penilaian hasil belajar peserta didik bertujuan untuk
216
memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar secara
berkesinambungan. Oleh karena itu, dibutuhkan model penilaian yang mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan saat ini.
Penilaian konvensional cenderung dilakukan hanya untuk mengukur hasil belajar peserta
didik pada satu ranah dan periode terbatas saja. Dalam konteks ideal, penilaian seharusnya
mampu meningkatkan kompetensi peserta didik dari masa ke masa. Terdapat rekam jejak hasil
belajar selama kurun waktu tertentu yang dirancang dan dievaluasi oleh guru dan peserta didik
itu sendiri. Dengan demikian maka penilaian dapat berfungsi secara optimal. Penilaian atas
pembelajaran, penilaian untuk pembelajaran, dan penilaian sebagai pembelajaran.
Pertumbuhan minat dalam aplikasi model penilaian meningkat dari konvensional menuju ke
penilaian moderen yang melingkupi berbagai teknik. Teknik-teknik penilaian yang autentik
seperti portofolio, wawancara, jurnal, kinerja projek serta penilaian individu maupun sejawat
telah diperkenalkan dalam kelas belajar Bahasa (language classroom) beberapa dekade
belakangan. Penilaian yang sejatinya dilakukan pada tiga ranah yakni pengetahuan,
keterampilan, dan sikap sebagai suatu kesatuan, menghendaki keselarasan dalam perencanaan
dan pelaksanaannya.
Dalam pelaksanaan penilaian ranah pengetahuan seperti tes tertulis, tes lisan dan penugasan
terkadang hanya merangkum kompetensi pada ranah berpikir atau tataran kognitif tertentu saja,
bersifat objektif dan rigid, dan terdapat kemungkinan peserta didik hanya melakukan spekulasi
untuk menjawab soal yang diajukan terutama tes tertulis dengan teknik memilih jawaban
(pilihan ganda, mencocokan pasangan) dan menentukan benar atau salah.
Penilaian keterampilan adalah penilaian yang dilakukan untuk menilai kompetensi peserta
didik menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas tertentu. Keterampilan meliputi
keterampilan abstrak (berpikir) dan keterampilan konkret. Keterampilan konkret yang dapat
divisualisasikan dan direkam aktualisasinya merupakan salah satu strategi penilaian yang
memiliki beberapa manfaat, antara lain merupakan bukti kinerja yang otentik dan holistik, dapat
menjadi landasan guru dan peserta didik untuk melakukan tindak lanjut proses pembelajaran,
serta motivasi belajar yang menantang peserta didik itu sendiri maupun sejawat.
Salah satu teknik penilaian keterampilan yang bersifat kontekstual adalah portofolio.
Sebagai sebuah teknik yang mampu memunculkan kinerja peserta didik secara otentik dan
217
holistik, penggunaan portofolio dianggap tepat bagi peserta didik jenjang sekolah menengah
atas.
Sebagai sebuah Sekolah Menengah Atas unggulan yang berfokus pada sains serta
bertaraf internasional yang berasrama milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, SMA Negeri
Unggulan MH. Thamrin memiliki kekhasan dalam pengelolaan sekolah. Salah satunya adalah
karakteristik peserta didiknya yang merupakan peserta didik cerdas berbakat istimewa. Hal ini
dapat dilihat pada sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang pelaksanaan dan proses
seleksinya berbeda dari sekolah negeri lainnya dan dilakukan sejak sekolah berdiri hingga saat
ini (Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No. 159 Tahun
2017/www.smanu-mht.sch.id). Hal ini untuk memastikan peserta didik baru memenuhi kriteria
yang sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan karakteristik tersebut, pengelolaan dan
penilaian pembelajarannyapun diselaraskan dengan kebutuhan peserta didik.
Secara umum, karakteristik peserta didik SMA Negeri Unggulan MH. Thamrin adalah
cerdas berbakat, skor IQ di atas rata-rata, kritis, kreatif dan siap menerima tantangan. Hal ini
menjadi pemicu bagi guru untuk menciptakan proses pembelajaran yang menantang pula.
Sebagai konsekuensi dari analisis konteks dan analisis kebutuhan di SMANU
MH.Thamrin, rancangan pelaksanaan pembelajaran termasuk penilaian didesain secara
komprehensif guna memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk itu, maka diperlukan praktik-praktik
terbaik agar tujuan pembelajaran tercapai optimal.
B. PERMASALAHAN
Bagaimana penilaian portofolio mampu mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi Bahasa Inggris peserta didik kelas X SMA Negeri Unggulan MH. Thamrin Jakarta?
218
Mengupayakan portofolio sebagai strategi pertahanan dan peningkatan motivasi belajar yang
menantang untuk menghasilkan produk/projek yang kontekstual dan bermakna dengan cara
yang kreatif dan inovatif.
Meningkatkan budaya membaca dan menulis sebagai bekal ilmu dan pengetahuan dalam
menghasilkan produk/projek/kinerja yang optimal.
Menguatkan karakter peserta didik melalui kerja kolaboratif dan komunikasi.
Menghasilkan potret yang representatif atas kinerja peserta didik.
Memonitor tingkat ketercapaian hasil belajar secara berkesinambungan.
Mengacu pada prinsip otentisitas atau keaslian kinerja peserta didik.
Mengoptimalkan soft skills dan hard skills.
Bersifat holistik atau mencakup seluruh kinerja yang telah dihasilkan.
2. PENJELASAN TAHAPAN OPERASIONAL PELAKSANAAN
Secara umum tahapan operasional implementasi penilaian portofolio merupakan sebuah
tahapan berjenjang yang saling memengaruhi. Berikut skema tahapan tersebut.
Tabel 1
Tahapan Operasional Pelaksanaan
219
IMPLEMENTASI BEST PRACTICE
A. Alasan Pemilihan Strategi Pemecahan Masalah
Secara umum kompetensi Bahasa Inggris Umum (wajib) di Sekolah Menengah Atas
(SMA) adalah kemampuan berkomunikasi dalam tiga jenis teks, (1) interpersonal, (2)
transaksional, dan (3) fungsional, secara lisan dan tulis, pada tataran literasi informasional, untuk
melaksanakan fungsi sosial, dalam konteks kehidupan personal, sosial budaya, akademik, dan
profesi, dengan menggunakan berbagai bentuk teks, dengan struktur yang berterima secara
koheren dan kohesif serta unsur-unsur kebahasaan secara tepat.
220
Untuk mencapai kompetensi tersebut, penilaian pada ranah pengetahuan saja yang
berujung pada pencatatan nilai berupa skor pada buku nilai guru kurang mampu menghasilkan
pembelajaran yang utuh dan bermakna. Utuh berarti bahwa implementasi pengetahuan
diperlukan dalam bentuk keterampilan yang dapat direkam tidak hanya berupa lembar jawaban
konvensional (paper based test atau computer based test). Bermakna dapat diartikan bahwa hasil
pembelajaran diilhami oleh kehidupan nyata peserta didik dan berfungsi nyata pula untuk
memfasilitasi kehidupan kontekstualnya (here and now).
Penilaian portofolio adalah teknik penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil
kinerja peserta didik berupa kumpulan tugas, karya, prestasi akademik/non akademik. Kumpulan
ini menggambarkan minat, perkembangan, pestasi dan kreativitas peserta didik pada satu periode
tertentu.
Penilaian portofolio dianggap tepat untuk mengukur secara komprehensif kinerja peserta
didik. Portofolio dapat diimplementasikan tidak hanya untuk menilai seluruh kinerja peserta
didik, tapi juga menilai hanya beberapa hasil kinerja yang istimewa (best/selected work). Hasil
istimewa ini dipilih oleh guru berlandaskan pada pertimbangan tertentu misalnya: materi esensial
berdasarkan silabus, materi yang diminati peserta didik, materi yang bermakna dalam kehidupan
nyata (meaningful), atau hasil terbaik dalam kompetensi lisan maupun tulisan masing-masing
peserta didik misalnya esai berbentuk teks naratif dan deskriptif, penjelasan ilmiah tertulis
berbentuk teks eksplanasi dan report, atau esai persuasif berbentuk teks eksposisi dan diskusi.
Applebee dan Langer dalam Richards dan Renandya (2003: 347) mendefinisikan
portofolio sebagai sebuah koleksi kumulatif kinerja peserta didik. Hal yang selaras juga diungkap
oleh Porter dan Cleland (Bailey and Nunan, 2001: 223) yang mengemukakan portofolio sebagai
sebuah koleksi artefak berdasarkan refleksi yang membantu tidak hanya peserta didik untuk
memahami pembelajaran, tapi juga para pembaca/penyimak/pemirsa portofolio tersebut untuk
memeroleh pemahaman tentang pebelajar dan pembelajaran itu sendiri. Dari kedua pendapat ini,
dapat disimpulkan peran portofolio penting guna merekam jejak kinerja terbaik.
B. Implementasi Strategi Pemecahan Masalah
Penilaian portofolio diimplementasikan pada seluruh subkompetensi berbahasa inggris yaitu
menyimak, berbicara, membaca serta menulis dan seluruh ruang lingkup materi (jenis wacana).
Berikut tabel kompetensi yang dikutip dari rumusan Kompetensi Dasar Permendikbud 24 tahun
221
2016, ruang lingkup materi dan hasil kinerja peserta didik yang dapat dihimpun dalam penilaian
portofolio.
Tabel 2
Kompetensi, Ruang Lingkup Materi dan Hasil Kinerja Peserta Didik
222
Penilaian portofolio berelevansi erat dengan penumbuhan dan pengembangan minat baca
dan tulis peserta didik yang dalam hal ini proses berbagai jenis literasi (literasi komunikasi, kritikal,
data, digital, finansial, teknologi, informasi, statistik, visual) terimplementasi secara optimal.
Sebagai contoh dalam pembuatan Poster, rancangan desain grafis yang mengoptimalkan
fungsi media teknologi komunikasi sangat dibutuhkan sehingga menghasilkan poster yang
komunikatif dan sesuai sasaran fungsi poster.
Berikut adalah contoh format penilaian portofolio untuk satu semester yang meliputi
penilaian keterampilan seluruh Kompetensi Dasar pada kelas X. (Tabel 3)
223
Hasil yang dicapai secara akademis dan non akademis terangkum sebagai berikut:
224
D. Kendala yang Dihadapi
Dalam setiap strategi yang terimplementasi terdapat kendala dan hambatan yang harus
dihadapi dan dicari solusinya. Kendala tersebut dimaknai sebagai pemicu penciptaan kreativitas
dan inovasi. Berikut adalah kendala dan solusi yang menyertainya. (Tabel 5)
E. Faktor Pendukung
Tidak hanya kendala yang harus disikapi dengan cara-cara positif tapi juga faktor
pendukung yang perlu dipertimbangkan sebagai landasan pengembangan implementasi. Berikut
uraiannya. (Tabel 6)
225
F. Alternatif Pengembangan
Sebuah rancangan terbaik akan selalu mengalami metamorfosis ke arah yang ingin dicapai.
Akan terdapat inovasi dan kreasi yang berdampak lebih luas daripada sekadar penyelesaian
masalah pada satu lingkup saja. Tentu hal ini disesuaikan dengan konteks pembelajaran yang
bersifat khas antar setiap kelas dan satuan pendidikan. Terkait dengan judul tulisan ini, alternatif
pengembangan dapat dilakukan yakni:
1. Hasil kinerja keterampilan dapat lebih bervariasi misalnya tidak hanya bersifat dua dimensi
saja, tapi tiga dimensi atau pengembangannya.
2. Berkolaborasi dengan beberapa mata pelajaran baik sains maupun sosial, seperti biologi,
fisika, kimia, seni budaya, dan kewirausahaan.
3. Hasil kinerja berupa drama dan storytelling atau semacamnya dapat divisualisasikan dalam
sebuah program tayang langsung yang dihadiri oleh lingkup yang lebih luas tidak hanya di
kelas atau di sekolah sehingga kebermaknaannya lebih optimal.
4. Penilaian portofolio dapat dilakukan pada dua semester atau satu jenjang (misalnya kelas X),
atau selama peserta didik berada pada satuan pendidikan tersebut. Pada akhir pembelajaran
selama tiga tahun, peserta didik dapat mereviu dan melihat kembali kinerja kumulatifnya,
rekam jejak selama bersekolah di satuan pendidikan SMA.
5. Dalam rancangan alokasi waktu, perlu penajaman pada manajemen ruang lingkup dan
durasi.
6. Perlu diberikan kondisi pembelajaran yang lebih menantang misalnya penentuan target
pencapaian yang lebih luas dan masif sebagai sehingga target penilaian portofolio dapat
melingkupi ranah yang luas pula.
226
guru dan ketercapaian visi dan misi satuan pendidikan. Dengan mengimplementasikannya,
peserta didik dapat memahami kekuatan dan kelemahannya, kebutuhan dan tantangan belajarnya.
Bagi guru, portofolio dapat menjadi media untuk merefleksi dan mengevaluasi kinerjanya pada
kurun waktu tertentu. Pada gilirannya, hal ini dapat mendukung pengembangan
profesionalitasnya.
Portofolio terbukti ampuh dalam menstimulus proses kognitif anak dengan mengembangkan
daya nalar peserta didik yang berakhir pada tataran mencipta (create). Dengan melakukan
refleksi pada tiap tahapan pembelajaran dan memunculkan ide kreatif atau memvisualisasikan
imajinasi dalam bentuk artefak seperti 1) kompilasi esai dalam berbagai tipe teks (genre)
misalnya narasi, deskripsi, report, recount, eksplanasi, eksposisi, diskusi, prosedur serta puisi, 2)
piringan rekaman (CD) terkait teks lisan interpersonal, transaksional dan fungsional, 3)
kompilasi poster, brosur, flashcard dan sebagainya, peserta didik mampu mengaktifkan seluruh
dimensi pengetahuan mereka yakni dimensi faktual, konsep, prosedural, dan metakognisi.
Selain itu, portofolio mampu menanamkan pembiasaan sikap-sikap baik dengan melakukan
pola tindak kolaborasi, komunikasi, empati, menghargai pendapat orang lain, serta mandiri yang
dibangun melalui aktivitas dan konten pembelajaran. Sikap percaya diri dan banggapun juga
menjadi sasaran pembelajaran yakni menghargai hasil kerja sendiri dan sejawat. Bermula dari
percaya diri maka timbul untuk melakukan tindakan-tindakan produktif lainnya.
Budaya membaca dimunculkan secara maksimal dalam tiap tahap produksi dan antar
produksi hal ini untuk merangsang imajinasi dan kreativitas. Selain itu, relevansi dengan mata
pelajaran lain tampak jelas baik utamanya dengan konten. Pada gilirannya hal ini juga
menguatkan sinergi antar mata pelajaran (interdisipliner dan transdisipliner). Dalam
implementasinya penilaian portofolio ini didukung oleh berbagai strategi, yaitu penggunaan
tagline (learning, sharing, inspiring) dan pengoptimalan keunggulan teknologi infomasi dan
komunikasi.
B. REKOMENDASI
Rekomendasi yang dapat diajukan dalam tulisan ini adalah:
1. Implementasikan teknik penilaian sesuai dengan tujuan pembelajaran, karakteristik mata
pelajaran, materi, peserta didik dan kondisi lingkungan peserta didik.
227
2. Variasikan strategi dalam tiap teknik penilaian agar motivasi dan minat peserta didik tetap
terjaga.
3. Penilaian portofolio dapat diaplikasikan pada tiap mata pelajaran dengan terlebih dahulu
guru memperkenalkan, menjelaskan mekanisme, keunggulan dan hambatan pelaksanaannya.
4. Perlakukan peserta didik sebagai subjek penilaian sehingga penilaian sesuai target
pembelajaran.
5. Guru harus selalu mengembangkan diri dengan terus mengeksplorasi pengalaman-
pengalaman baru sehingga muncul teknik penilaian portofolio yang kontekstual dan
bermakna.
6. Lakukan refleksi dan tindaklanjut pada tiap pengalaman baru.
7. Libatkan sejawat untuk berbagi gagasan.
Praktik-praktik baik akan selalu muncul ketika gagasan lahir dari kesungguhan yang
direalisasikan dalam pelaksanaan penilaian pembelajaran. Sinergi dari praktik-praktik baik dari
masa ke masa ini pada gilirannya menciptakkan hal yang serupa di masa yang akan datang yang
berkonteks kekinian dan kebermaknaan sehingga akan memperkaya khasanah pendidikan secara
umum.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, Kathleen M., David Curtis, and David Nunan. 2001. Pursuing Professional
Development. Canada: heinle & heinle.
Benson, Phil. 2001. Teaching and Researching Autonomy in Language Learning.
London: Longman.
Richards, Jack C. & Willy A. Renandya. 2003. Methodology in Language Teaching.
Cambridge: Cambridge University press.
228
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BAHASA INGGRIS DAN PEMAHAMAN BIO
DIVERSITY MELALUI KOMIK FOTO MODEL “E-HATI” DI SMAN 1 GIRIMARTO
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama ini, keterampilan siswa dalam tulis menulis terutama dalam pembelajaran
bahasa Inggris belum diasah secara maksimal. Keterampilan menulis dianggap sebagai
keterampilan yang dipandang dapat berkembang secara alamiah, tidak mengherankan bila porsi
yang diberikan untuk pengembangan keterampilan menulis di sekolah, terutama di SMA, lebih
sedikit dibandingkan dengan keterampilan menyimak dan keterampilan membaca. Idealnya
pembelajaran bahasa Inggris dikembangkan secara integrated (terpadu) dengan keterampilan
berbahasa lainnya.
Sesuai dengan latar belakang tempat belajar di kecamatan Girimarto kabupaten Wonogiri, di
mana kondisi alam pegunungan di bawah kaki gunung Lawu yang jauh dari kebisingan lalu
lintas jalan raya, juga keramaian penduduk, lingkungan alam pertaniaan yang berhawa sejuk dan
indah karena diapit oleh sungai serta terletak di atas bukit dapat menginspirasi guru dan para
siswa untuk membuat suatu kegiatan petualangan pembelajaran yang dinamai dengan “e-hati”
(Ekspedisi Hayati). Kegiatan ini dilakukan dalam kelompok belajar bahasa Inggris. Tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan menulis secara lebih efektif dalam bahasa Inggris yang
dikemas dalam pembuatan komik foto model e-hati.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang uraian di atas, penulis mengemukakan permasalahan sebagai
berikut:
229
1. Bagaimana tahapan pembuatan komik foto dengan model “Ekspedisi Hayati” melalui
pembuatan komik dalam meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris dan
pemahaman keanekaragaman hayati (bio diversity).?
2. Apakah pembelajaran dengan Model “Ekspedisi Hayati” melalui pembuatan komik foto
efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris dan pemahaman
keanekaragaman hayati (bio diversity).?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Sebagai kegiatan siswa yang positif untuk mengenal lingkungan sekaligus belajar untuk
meningkatkan kemampuan menulis bahasa Inggris dan pemahaman keanekaragaman hayati
(bio diversity).
2. Siswa memiliki dokumen dalam bentuk media belajar berupa komik foto hasil belajar
sekaligus dokumentasi kegiatan petualangan yang menyenangkan sambil menikmati
pembelajaran.
230
berikutnya adalah populer: Kita bisa mengatakan bahwa siswa kita saat ini berada dalam
budaya populer. Timothy Morrison, Gregory Bryan, and George Chilcoat (2002) mengatakan
bahwa dengan memasukkan budaya populer kedalam kurikulum bisa menjembatani
kesenjangan perasaan siswa ketika di dalam dan luar sekolah.
Suprijono (2011: 79) menjelaskan bahwa pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching
and Learning (CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Menurut Wright (1992: 3) bahwa pembelajaran dengan komik seharusnya gambar/ foto
memiliki kriteria: 1. Mudah disiapkan, 2. Mudah diedit, 3. Menarik dan 4. Bermakna 5. Mudah
dipahami. Berkenaan dengan pembelajaran menulis, Tompkins mengidentifikasi ada 5 langkah
dan menyebutnya sebagai pendekatan proses. Pendekatan proses dalam menulis yang dirancang,
didasarkan pada retorika klasik maupun psikologi kognitif (1990: 8-12). Kelima langkah
231
kegiatan dalam menulis dengan pendekatan proses itu meliputi prewriting (prapenulisan),
drafting (penulisan), revising (perevisian), editing (pengeditan), dan publishing (publikasi).
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai bentuk kegiatan pada masing-masing
langkah adalah sebagai berikut:
a. Prapenulisan (Prewriting)
Langkah prapenulisan atau persiapan merupakan langkah awal dalam menulis yang
mencakup kegiatan: (1) menentukan dan membatasi topik tulisan, (2) merumuskan tujuan,
menentukan bentuk tulisan, (3) memilih bahan, (4) menentukan cara mengorganisasi
mengembangkan pokok-pokok pikiran/ide untuk penulisannya, serta (5) membuat kerangka
cerita.
b. Penulisan (Drafting)
c. Perevisian (Revising)
Perevisian dapat diartikan meninjau ulang dari hasil penulisan, siswa dapat memeriksa
rancangan tulisannya dalam segi isi untuk langkah perbaikan. Untuk itu, siswa di bawah
bimbingan guru bisa melakukannya sendiri atau bersama temannya.
d. Pengeditan (Editing)
232
e. Publikasi (Publishing)
Melalui publikasi, ada langkah penghargaan terhadap hasil karya siswa. Di sini ini, siswa
dapat berbagi tulisannya dengan orang lain, misalnya guru, kepala sekolah, teman satu kelas,
atau teman satu sekolah, bahkan orang-orang di luar lingkungan sekolah.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam Siklus pembelajaran model Ekspedisi Hayati sebagi berikut:
Kondisi Awal: Pembelajaran menulis tanpa pembuatan komik foto model “Ekspedisi
Hayati-motivasi belajar dan kemampuan menulis rendah
Proses Pembelajaran melalui pendekatan proses: meliputi prewriting (prapenulisan),
drafting (penulisan), revising (perevisian), editing (pengeditan), dan publishing
(publikasi).
Proses Pembelajaran Siklus 1: melalui model “Ekspedisi Hayati”: Pembuatan komik model
Ekspedisi Hayati dengan pendeskripsian tokoh komik dan tanaman objek
Proses Pembelajaran Siklus 2 : melalui model “Ekspedisi Hayati”: Pembuatan komik
model “Ekspedisi Hayati” denagn membuat komik berseri dalam dialog
Kondisi Akhir: Terjadi peningkatan Pemahaman bio diversity dan kemampuan menulis
bahasa Inggris meningkat setelah siswa melalui Siklus 1dan 2
III. TEKNIK PENELITIAN
I. Teknik Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XIPA-1 semester 1 SMAN I Girimarto tahun
pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 21 putri 7 putra. Sedangkan
semua subjek penelitian telah mampu mengoperasikan komputer dengan baik, terutama
233
program photoshop dan corel draw. Jadi kompetensi siswa dalam penguasaan komputer
mendukung pembuatan komik bahasa Inggris.
SiklusII : telah dilaksanakan pada tanggal 22, 29 Agustus dan 5 September 2017
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup rencana kegiatan, dan
pelaksanaan kegiatan, data pengamatan guru dan siswa, dan hasil belajar siswa. Adapun data
kuantitatif dalam penelitian ini adalah hasil ulangan harian siswa sebagai hasil tes, sedangkan
data kualitatif berupa non tes: berupa hasil pengamatan terhadap situasi pelaksanaan
pembelajaran.
Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan berbagai macam cara yaitu:
234
a. Observasi
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipan yakni peneliti terlibat langsung
dalam kegiatan pembelajaran.
b. Dokumentasi
Dokumen dalam penelitian deskriptif ini meliputi data mengenai hal-hal berupa catatan,
buku transkrip, buku dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206) Penggunaan metode dokumentasi
ini untuk memperoleh data sebagai pelengkap dari data yang didokumentasikan.
V. Langkah-langkah Kegiatan
a. Persiapan :
1) Mengadakan diskusi dengan guru kolaborator dan siswa untuk mendapatkan
berbagai pertimbangan dan masukan mengenai pembuatan komik foto model Ekspedisi Hayati.
2) Mengadakan diskusi dengan guru serumpun dan guru Biologi untuk
mendapatkan berbagai pertimbangan dan masukan mengenai penerapan urutan: prapenulisan,
penulisan, perevisian, pengeditan, dan publikasi.
3) Menyiapkan pedoman observasi terhadap proses pembelajaran menulis dengan
urutan: prapenulisan, penulisan, perevisian, pengeditan, dan publikasi serta pedoman penilaian
terhadap hasil tulisan siswa.
4) Membentuk kelompok, masing-masing terdiri dari 6-7 siswa. Setiap kelompok
dipimpin satu ketua.
5) Mengadakan diskusi kepada para siswa untuk menyiapkan dan mengumpulkan
foto-foto kegiatan di luar kelas dan lingkungan sekitar sekolah. Kumpulan foto akan dijadikan
materi pembuatan komik.
235
b. Aplikasi Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan penelitian ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk Siklusatau
Siklus :
1) Siklus I
i. Siklus II
Pada Siklus kedua dilakukan langkah-langkah seperti pada Siklus pertama tetapi
didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh pada Siklus
pertama (refleksi), sehingga kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus pertama tidak
terjadi pada Siklus kedua. Yang membedakan Siklus ini dengan Siklus sebelumnya bahwa di
Siklus kedua, hasil karya siswa berupa komik berseri yang berisi dialog-dialog/ bukan monolog.
Di akhir sesi Siklus II, ada kegiatan publikasi hasil karya siswa melalui majalah dinding, dan
media blog pembelajaran.
I. Pelaksanaan
236
Pelaksanaan tindakan setiap Siklus adalah sebagai berikut ini:
1. Siklus I
Pada Siklus I ini, materi pembelajaran menulis dengan menulis tokoh dalam komik.
Sedangkan para tokoh komik adalah para siswa sebagai subjek penelitian. Peneliti
mengawalinya dengan melakukan langkah perencanaan yang mencakup kegiatan:
b. Merancang skenario pembelajaran menulis dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru
memberikan apersepsi dengan menggali pengalaman siswa mengenai pengenalan
(pendeskripsian) lingkungan di luar sekolah, (2) guru memperlihatkan beberapa contoh
pendeskripsian tokoh komik dari download internet, (3) guru memberi contoh memperbaiki isi
tulisan deskripsi, (4) guru memberi contoh memperbaiki pemakaian bahasa untuk
mendeskripsikan sesuatu, (5) guru meminta siswa menyusun kerangka tulisan (6) siswa diminta
mengembangkan setiap poin dalam kerangka tulisan, tulisan dalam Siklus ini berupa teks
deskripsi diri , (7) draf tulisan selanjutnya diberi umpan balik (feedback) oleh guru pada
bagian-bagian yang perlu diperbaiki isi dan dibetulkan bahasanya, (8) siswa melakukan revisi
dan pengeditan bahasa, (9) siswa menulis kembali tulisannya masing-masing sehingga
menjadi teks yang lebih baik dan layak dibaca oleh orang lain.
Pelaksanaan pembelajaran menulis dengan membuat komik berbahasa Inggris foto model
“Ekspedisi Hayati”melalui urutan: prapenulisan, penulisan, perevisian, pengeditan, dan
publikasi dalam waktu 3 kali tatap muka yang setiap tatap muka menggunakan waktu 2 x 45
menit.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dapat dikemukakan
hal-hal sebagai berikut ini.
237
b. 50% siswa belum dapat mengembangkan tulisan.
c. 50% siswa belum dapat memperbaiki tulisan yang kurang lengkap atau belum selesai yang
tampak dari tidak adanya perbedaan antara tulisan yang belum direvisi dengan yang sudah.
Pencapaian prestasi menulis bahasa Inggris siswa pada Siklus II yang telah sesuai dengan
indikator yang dirumuskan, peneliti memutuskan bahwa penelitian ini diakhiri. Namun
demikian, karena masih terdapat hambatan dalam pembelajaran menulis seperti di atas, guru
bahasa Inggris kelas XIPA-1 memutuskan untuk tetap berusaha memotivasi, berinovasi
terutama dalam pembelajaran menulis dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.
238
Berdasar hasil refleksi setelah Siklus II , bahwa pembuatan komik foto model “Ekspedisi
Hayati” melalui urutan: prapenulisan, penulisan, perevisian, pengeditan, dan publikasi dapat
meningkatkan kualitas hasil dan proses menulis bahasa Inggris para siswa kelas XIPA-1 SMA
Negeri I Girimarto.
Produk komik foto berbahasa Inggris model e-hati / ekspedisi hayati tidak hanya sebagai
foto dokumentasi untuk berselfi . Namun, komik foto siswa tersebut bisa dijadikan media
pembelajaran bahasa Inggris dan biologi yang menyenangkan. Siswa diharapkan tidak hanya
bisa belajar kosa kata, namun mereka bisa belajar grammar (tata bahasa) juga pemahaman
bacaan.
Secara psikologis, remaja SMA suka untuk berfoto selfi, maka siswa akan terhibur dengan
karyanya sendiri . Beberapa peranan komik foto berbahasa Inggris dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut:
A. Simpulan
Berdasarkan deskripsi pada hasil yang dicapai dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
sebagai berikut:
239
a. Pembuatan komik foto melalui model “Ekspedisi Hayati“dengan urutan: prapenulisan,
penulisan, perevisian, pengeditan, publikasikan dapat meningkatkan kompetensi menulis
(writing proficiency) bahasa Inggris dan pemahaman keanekaragaman hayati (bio diversity)
pada siswa kelas XI IPA-1 SMA Negeri 1 Girimarto tahun pelajaran 2017/2018.
b. Pembuatan komik foto melalui model “Ekspedisi Hayati” dengan urutan : prapenulisan,
penulisan, perevisian, pengeditan, publikasi dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran menulis bahasa Inggris siswa kelas XI IPA-1 SMA Negeri 1 Girimarto tahun
pelajaran 2017/2018.
B. Saran
Berdasar hasil yang telah dicapai penelitian deskriptif ini, peneliti memberikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya para guru SMA tiada henti megajak berkreasi dan membelajarkan siswa dalam
pembelajaran dan selalu mencari alternatif-alternatif lain terutama pembelajaran menulis
bahasa Inggris dan peningkatan pemahaman keanekaragaman hayati terutama pada tanaman
yang bisa ditemukan di sekitar wilayah Girimarto. Serta guru tidak lagi menerapkan
pendekatan menulis model instant, yaitu memberi tugas menulis langsung jadi, atau
pendekatan berorientasi pada produk.
2. Sebaiknya sekolah memberi perhatian pada ketersediaan media pembelajaran, untuk
menghantarkan siswa yang memiliki budi pekerti luhur/ berkarakter , aktif inovatif, dan
kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
240
Finocciaro, Mary. (1975). Visual Aids in Teaching English as a Second Language.
Washington. (Forum Journal, Special Issue : The art of TESOL, Part 2 )
Dirden, Gordon and Jeannete Vos. (2000). Terjemahan, The Learning Revolution. Bandung :
Kaifa
http://www.eurekapendidikan.com/2015/02/komik-sebagai-media-pembelajaran,
Hornby, AS. (1973) The Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford
University Press. London
Meier , David (2002). Terjemahan, The Accelerated Learning . Bandung Pustaka Mizan.
Nunan, David . (1989). Designing Task for Communcative Clasroom. : Cambridge University
Press
Syske Grazina . Using Pictures as Teaching Aids. Washington. (Forum Jurnal
Vol. XIX/4 November 1981)
Tang Li – Sing . English Through Pictures. Washington. (Forum Jurnal vol. XIX/4 November
1981)
Wright, Andrew. (1992). Pictures for Language Learning. London : Cambridge University
Press. Richards, Jack C. (1975). Error Analysis: Prespectives on Second Language
Acquisition. London: Logman Group Limited.
Semiawan, Conny. (1987). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia
Shaw, P. (1991). Science Research Students’ Composing Processes. English for Specific
Purposes, 10 (3).2 Hal. 21-232,
Sumarwati. (1997). Keefektifan Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis pada Siswa
Kelas SD Negeri dan Swasta di Ssurakarta. Tesis S2 Jurusan PEP UNY.
Tompkins, Gail E. (1990). Teaching Writing: Balancing Process and Product. New York:
Macmillan Publishing Company.
241
242