DISUSUN OLEH :
ZILA MEIFANZA HANIFAH
1102016235
KELOMPOK 3
BLOK ELEKTIF
DRUG ABUSE
TUTOR : dr. YURIKA SANDRA,M.Biomed
Latar belakang : Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk orang yang telah
rehabilitasi akan menjadi kambuh kembali (relapse).
Deskripsi kasus : Seorang pria, berusia 37 tahun dengan riwayat menggunakan NAPZA selama 15 tahun
dengan jenis ganja, shabu, dan ekstasi. Sudah sering mencoba berhenti sendiri untuk tidak menggunakan
NAPZA dan tahun 2019 merupakan ke dua kalinya untuk direhabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO).
Metode : Data didapatkan berdasarkan wawancara oleh penulis dengan pasien (Tuan S) pasien yang
sedang rehabilitasi di RSKO. hasil wawancara tersebut akan dibandingkan dengan beberapa literature
yang ada.
Diskusi : Rehabilitasi NAPZA merupakan upaya terapi yang mencakup perawatan medis, psikososial atau
kombinasi keduanya baik perawatan rawat inap jangka pendek ataupun jangka panjang. namun, 70 persen
pecandu narkoba mengalami relapse setelah keluar dari tempat rehabilitasi.
Kesimpulan : Potensi terjadinya kekambuhan kembali (relapse) sangat besar setelah rehabilitasi akibat
banyaknya faktor pencetus yang masih berada disekitar pasien seperti lingkungan kerja dan
pertemanannya setelah keluar dari pusat rehabilitasi.
Keywords : Kekambuhan kembali NAPZA, Relapse, Rehabilitasi.
LATAR BELAKANG
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif) adalah obat yang bersifat
alamiah, sintesis, maupun semi sintesis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran,
halusinasi, serta daya rangsang. Menurut UU Narkotika pasal 1 ayat 1 menyatakan
bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang
memberikan efek halusinasi, menurunkan kesadaran, serta menyebabkan kecanduan.
(BNN, 2019) Zat adiktif atau narkoba atau napza adalah zat psikoaktif yang bekerja pada
SSP (Susunan Syaraf Pusat) dan berpengaruh terhadap proses mental (Sabarinah dan
Diah, 2014). Sehingga dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah obat atau zat yang
dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan ketidaksadaran, atau pembiusan,
menghilangkan rasa nyeri dan sakit, menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang,
dapat menimbulkan efek stupor, serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan, dan
yang ditetapkan oleh Menteri kesehatan sebagai Narkotika. (Fransisca, 2011)
Dari uraian di atas maka penulis betujuan untuk melihat bagaimana Kejadian
Kekambuha (Relapse) Pasca Rehabilitasi NAPZA.
PRESENTASI KASUS
Tuan S 37 Tahun, bekerja sebagai Polisi asal Riau, dan seorang duda dengan dua
anak dibawa oleh kedua orangtuanya ke Badan Narokotika Nasional (BNN) Pekanbaru
dan dinyatakan urin positif metamfotamin. Dari BNN pekanbaru lalu dirujuk ke RS
Ketergantungan Obat (RSKO). Faktor yang menyebabkan Tuan S menyoba NAPZA
karena keinginan sendiri dan diberitahu teman rekan kerjanya (polisi). Selain itu pemicu
lain ialah akibat kelelahan, stress, depresi, dan dilingkungan tetangga nya juga ada
pemakai. Uniknya, dalam pemeriksaan barang hasil tangkapan pengguna NAPZA, Tuan
S mengaku bahwa polisi akan mencoba NAPZA tersebut karena tidak tersedianya alat,
sehingga mereka harus tes NAPZA tersebut pada diri mereka sendiri (polisi), alat untuk
memeriksa NAPZA baru tersedia tahun 2012, sementara Tuan S sudah menjadi polisi
sejak 2005.
Tuan S telah menggunakan NAPZA sejak 2000. NAPZA yang digunakan oleh
Tuan S yaitu ganja kering, Shabu yang dipakai dengan bong dan ekstasi berupa pil. Saat
pertama kali menggunakannya dilakukan bersama dengan teman-teman sepemakai di
kos-kosan yang mereka sewa atau rumah salah satu temannya dan semakin lama
mereka pakai sendiri-sendiri.
Hubungan keluarga setelah memakai NAPZA sangat berubah total karena pola
pikir berubah, cenderung menghindari keluarga akibat dapat terlihat jelas perilakunya
saat memakai NAPZA sehingga ia cenderung untuk berkumpul dengan teman-teman
yang memakai, mengakibatkan perceraian dengan istrinya, perubahan sikap terhadap
anaknya, ekonomi keluarga terganggu (pengeluaran NAPZA 6-8 juta per bulan) dan
menghindar untuk bekerja karena akan ada sanksi jika ketahuan menggunakan NAPZA
dikalangan polisi. Konflik yang muncul juga ada dikalangan sesama teman pemakainya
urusan hutang pinjam NAPZA.
Selama rehabilitasi Tuan S merasa pola hidup yang teratur dan lebih sehat.
Karena ada jadwal kegiatan dari pagi hingga malam (ada bel di setiap kegiatannya)
seperti kelas / seminar, shalat berjamaah dan olahraga. namun, ia merasa bosan dan
jenuh akibat kegiatan yang monoton karena program rehab yang ada mengikuti teori
pavlov untuk mengubah kebiasaan dengan dilakukannya kegiatan yang berulang-ulang.
Di rehabilitasi ini ada 4 fase, Induksi, Primary, Pre Re-entry, dan Re-entry. Saat ini Tuan
S sudah di fase Primary. Untuk naik dari fase-fase tersebut mereka akan di uji dan dinilai
oleh teman-temannya.
Harapan Tuan S setelah keluar dari rehabilitasi yaitu menjadi sehat, pola hidup
lebih teratur dan tidak memakai NAPZA lagi. Tuan S juga berpesan untuk jangan pernah
sekalipun mencoba narkoba, pasti ketergantungan dan ketagihan.
DISKUSI
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu : Rehabilitasi
Medis dan Rehabilitasi Sosial. Proses rehabilitasi medis meliputi asesmen, penyusunan
rencana rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap dan program pasca
rehabilitasi. Rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah disusun dengan
mempertimbangkan hasil asesmen yang meliputi intervensi medis. Intervensi medis
antara lain melalui program detoksifikasi, terapi simtomatik, dan/ atau terapi rumatan
medis, serta terapi penyakit komplikasi. Intervensi psikososial dilakukan melalui
konseling adiksi narkotika, wawancara motivasional, terapi perilaku dan kognitif, dan
pencegahan kekambuhan. Pelaksanaan rawat inap meliputi intervensi medis melalui
program detoksifikasi, terapi simtomatik, dan terapi penyakit komplikasi. Intervensi
psikosial antara lain melalui konseling individual, kelompok, keluarga atau vokasional.
(Laurentius, 2014)
Faktor ekonomi yang tinggi sangat rentan untuk relapse didukung oleh hasil
penelitian Habibi tahun 2016 dimana dari status ekonomi tinggi memiliki kemungkinan
1,96 kali untuk relapse. (Habibi, 2016)
Faktor teman memiliki risiko 81,1% untuk menyebabkan relapse. (Deny et al,
2017) Adanya hubungan teman/kelompok dengan kekambuhan (relapse) dikarenakan
sebagian besar responden memiliki teman yang juga merupakan pengguna narkoba,
lebih banyak mengahabiskan waktu dengan teman ketimbang keluarga sehingga teman
memiliki pengaruh yang lebih besar (Habibi, 2016) dan dikarenakan stigma negatif yang
ada di masyarakat mengenai para pecandu narkoba saat kembali ke lingkungannya.
(Deny et al, 2017)
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat
beberapa tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan masyarakat yang lebih
dewasa akan lebih percaya dari pada orang belum cukup tinggi kedewasaannya. Masa
remaja merupakan masa yang paling rawan dalam penyalahgunaan narkoba (17-24
tahun). Namun , orang dewasa (30-41 tahun) lebih banyak relapse karena permasalahan
dalam rumah tangga dan pekerjaan. (Deny et al, 2017)
yang membahayakan diri. Misalnya alkohol, rokok dan berbagai jenis narkoba (ganja,
heroin, morfin, kokain dan sebagainya) walaupun dalam Alqur’an tidak ada/tidak
diketemukan terminologi narkoba. Begitu juga dalam hadis-hadis Rasul tidak dijumpai
istilah narkoba karena narkoba merupakan istilah baru yang muncul sekitar abad dua
puluh. Meskipun nash (Alqur’an dan Sunnah Rasulullah Saw) tidak menyebut narkoba
secara eksplisit akan tetapi nash mengatur secara jelas dan tegas prinsip-prinsip dasar
yang dapat dijadikun acuan dalam menemukan dalil pendukung berkaitan dengan
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis berterimakasih kepada rumah Sakit Ketergantungan obat (RSKO) yang terlah
memberikan kesempatan untuk mengumpulkan informasi dari pasien. Terimakasih
kepada dr. Hj. RW. Susilowati, M.Kes, PA selaku koordinator blok elektif, dr. Nasrudin
Noor, Sp.KJ, selaku dosen pengampu dalam kepeminatan drug abuse, dr. Yurika
Sandra, M.Biomed selaku tutor yang membimbing selama blok elektif, serta teman-
teman bidang kepeminatan drug abuse yang telah membantu dalam pengerjaan
laporan kasus.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alhamuddin. 2015. Merawat jiwa menjaga tradisi : Dzikir Dan Amal Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah Dalam Rehabilitasi Korban NAPZA Sebagai Terapis Ala Islam
Nusantara. Vol. 12, No. 1 Januari-Juni 2015.
BNN. 2019. Pengertian Narkoba Dan Bahaya Narkoba Bagi Kesehatan.
https://bnn.go.id/pengertian-narkoba-dan-bahaya-narkoba-bagi-kesehatan/.
Diakses tanggal 13 November 2019.
Budi Raharjo dan Riza Sarasvita. 2014. Program Waib Lapor Pecandu Narkotika.
Kementrian
Kesehatan RI
Deny Kurniawan, Ratna Yuliawati , Ari Hamdani. 2017. Hubungan antara keadaan
keluarga
dengan perilaku relapse (Kekambuhan) narkoba pada residen. PROMOTIF:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 7, Nomor 2. ISSN 2503-1139.
Erika Waty. 2016. Gambaran Penyebab Kekambuhan kembali (relapse) pada Pecandu
Narkoba
di Panti Rehabilitasi Narkoba Doulos Jakarta Timur tahun 2016. Esa Unggul.
Jakarta
Evelyn Felicia. 2015. Kendala Upaya Rehabilitasi bagi Pecandu narkotika oleh Badan
Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP) Yogyakarta.
Fransisca Novita. 2011. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta usaha Pencegahan
dan
Penanggulangannya. https://media.neliti.com/media/publications/12297-ID-
bahaya-penyalahgunaan-narkoba-serta-usaha-pencegahan-dan-
penanggulangannya-suatu.pdf . Diakses pada tanggal 13 November 2019.
Habibi , Syahrul Basri , Fitri Rahmadhani. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan
Kekambuhan Pengguna Narkoba pada Pasien Rehabilitasi di Balai Rehabilitasi
Badan Narkotika Nasional Baddoka Makassar Tahun 2015. Makasar.
Hafied Ali Gani. 2015. Rehabilitasi sebagai upaya depenalisasi bagi pecandu narkotika.
Malang.
Irda Yunitasari. 2018. Hubungan Dukungan Keluarga dan Selfefficiency dengan Upaya
Pencegahan Relapse pada Penyalahguna NAPZA Pasca Rehabilitasi di Badan
Narkotika nasional Provinsi Kalimantan Timur. PSIKOBORNEO, 2018, 6 (2) :
420-434 ISSN 2477-2674.
Irwan Syuhada. 2015. Faktor Internal dan Intervensi pada Kasus Penyandang Relaps
Narkoba.
Malang. ISBN: 978-979-796-324-8
Kaedita Puspa. 2017. Analisis Survival untuk Mengetahui besaran risiko terjadinya
Kekambuhan kembali (relapse). Surabaya.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Buletin jendela data dan informasi kesehatan. ISSN
2088-270X
Khairul. 2012. Rehabilitasi Remaja Pecandu NAPZA di Instalasi Wisma Sirih Sungai
Bangkok Pontianak.
Khanza Safitra. 2017. Narkoba dalam Pandangan Islam dan Dalilnya.
https://dalamislam.com/info-islami/narkoba-dalam-pandangan-islam. Diakses
pada 18 November 2019.
Laurentius Panggabean. 2014. Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Kementrian
Kesehatan RI.
Luh Nyoman Alit Aryani. 2018. Metode Rehabilitasi Gangguan Pengguna Napza.
Oetari Poernamasasi, S.AP. 2011. Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba.
Kementrian
kesehatan RI.
Oscar Primadi. 2014. Data dan Informasi Kesehatan Hari Anti Narkoba Internasional.
Kementerian Kesehatan RI.
PUSLIDATIN. 2019. Penggunaan Narkotika di Kalangan Remaja Meningkat.
https://bnn.go.id/penggunaan-narkotika-kalangan-remaja-meningkat/. Diakses
pada tanggal 14 November 2019
Ratna Puspita. 2018. BNN : 70 Persen Pecandu Narkoba relapse setelah di
Rehabilitasi.
https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/03/20/p5w2eo428-bnn-70-
persen-pecandu-narkoba-relapsee-setelah-rehabilitasi. Diakses pada 14
November 2019
Sabarinah Prasetyo dan Diah Setia Utami. 2014. Prevensi Sekunder Pemakaian Zat
Adiktif.
Kementrian Kesehtan RI.