Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu
dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri satu
sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat
zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi pada lapisan
dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya proses nidasi ini.
Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi
suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari)
dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 – 38
minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut
kehamilan postterm. Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan
trimester pertama 0 – 14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 – 28 minggu dan
kehamilan trimester ketiga 28 – 42 minggu.
Bagi Ibu yang sedang hamil atau menyusui sebaiknya hati-hati dalam mengkonsumsi
obat-obatan yang mungkin dapat menghilangkan keluhan sakit seorang tapi, mungkin obat
tersebut dapat berbahaya bagi janin maupun bayi yang dikandung oleh ibu tersebut.
Apapun yang dikonsumsi akan mempengaruhi janin dan bayi termasuk apapun yang
dioleskan diluar tubuh. Penggunaan suplemen atau obat-obatan pada trisemester pertama
sangat berbahaya karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ
(organosenesis). Zat aktif obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi
proses pembentukan organ tersebut yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan
karena terganggunya proses tersebut.
Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya
dihindari oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan memlalui
ASI yang diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh ibu sama dengan
kadar obat dalam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat membahayakan bagi si bayi.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 1


Tidak semua obat berbahaya. Ada beberapa jenis obat yang terbukti cukup aman
dikonsumsi baik selama hamil maupun selama menyusui. Diperlukan pemahaman
mengenai obat yang relatif aman dan tidak aman agar seorang ibu bisa menghindarinya
selama periode kehamilan dan menyusui. Dengan demikian ibi hamil dan janin tidak
dirugikan.
Penggunaan obat selama kehamilan merupakan suatu masalah khusus. Selama
beberapa dekade diperkirakan bahwa plasenta berfungsi sebagai rintangan (barrier) yang
melindungi janin terhadap efek merugikan dari obat-obat. Tetapi ternyata bahwa
kebanyakan obat dapat secara pasif menembus atau ditranspor secara aktif melalui
plasenta. Periode intra-uterin selama 2 pekan sampai tiga bulan merupakan masa
perkembangan; janin yang sangat peka terhadap efek obat yang dapat mengakibatkan
malformasi, karena pada masa inilah terbentuknya organ-organ utama.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Obat-obatan di dalam kehamilan yang dapat mempengaruhi janin


Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh
pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari
bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi
(pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit,
atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu
penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan
hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan
progesteron mengganggu aktivitas enzim dalam hati sehingga berpengaruh dalam
metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah seberapa banyak obat melalui plasenta
(jaringan yang melekat pada rahim dan menyediakan nutrisi atau sebagai penyaring zat-zat
berbahaya bagi janin). Obat yang larut dalam lemak lebih mudah melalui plasenta
dibandingkan obat yang larut dalam air. Obat-obat dengan berat molekul besar lebih sulit
melalui plasenta. Jumlah obat yang terikat pada plasma protein mempengaruhi jumlah obat
yang dapat melalui plasenta.
Selain itu spesifisitas, dosis, waktu pemberian, fisiologi ibu, embriologi, dan genetik
juga dapat mempengaruhi. Spesifisitas dimaksudkan bahwa obat yang berbahaya untuk
janin di satu spesies belum tentu berbahaya bagi spesies lainnya, begitu juga sebaliknya
(hewan ke manusia dan sebaliknya). Dosis yang dipakai juga penting, dosis kecil mungkin
tidak memiliki pengaruh apapun, dosis sedang menyebabkan kecacatan, dan dosis tinggi
dapat menyebabkan kematian. Waktu pemberian berkaitan dengan kelainan organ-organ.
Paparan obat teratogen (menyebabkan kecacatan) pada minggu ke 2 – 3 setelah
pembuahan tidak memiliki efek atau menimbulkan abortus (all or nothing). Periode yang
rentan dengan gangguan pembentukan organ berada pada minggu ke 3 – 8 setelah
pembuahan atau 10 minggu dari periode menstruasi terakhir.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 3


Setelah periode ini, pertumbuhan janin ditandai dengan pembesaran organ-organ pada
minggu 10 – 12. Gangguan pada periode ini dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan
atau gangguan di sistem saraf dan alat reproduksi.
Sesungguhnya semua obat dapat melalui plasenta dalam jumlah tertentu, kecuali
obat- obat dengan ion organik yang besar seperti heparin dan insulin. Transfer plasenta
aktif harus dipertimbangkan. Terapi obat tidak perlu dihentikan selama menyusui karena
jumlah yang larut di dalam ASI tidak terlalu signifikan.
Obat-obatan untuk mengatasi influenza memang banyak dijual di pasaran. Umumnya,
obat ini mengandung atau merupakan kombinasi beberapa macam obat penghilang gejala
seperti antidemam, antinyeri, antihistamin, dan dekongestan (menghilangkan sumbatan),
antibatuk, pengencer dahak, dan sebagainya.
Padahal, mungkin saja ada yang pilek tanpa disertai demam, ada yang hidungnya
tersumbat tapi kepala tidak pusing dan otot-otot tidak nyeri. Belum lagi alasan apakah
kandungannya aman dikonsumsi. Lantaran itu, untuk menghapus seluruh keraguan,
sebaiknya konsultasikan setiap keluhan atau obat bebas yang ingin digunakan kepada
dokter. Yang penting lagi, selain mengonsumsi obat di bawah pengawasan dokter, untuk
mengatasi flu, ibu juga perlu beristirahat dan menyantap makanan bergizi, jangan lupa
buah-buahan, terutama yang mengandung vitamin C, untuk mempertinggi daya tahan
tubuh. Dengan begitu, ibu tetap dapat melakukan aktivitas dan kehamilan bias berjalan
baik tentunya.
Pada dasarnya, influenza adalah self limiting disease (SLD) yang akan sembuh
dengan sendirinya, kecuali bila ada komplikasi berat yang menyertainya. Karena bersifat
SLD, usaha untuk meningkatkan kekebalan tubuh dengan beristirahat dan makan makanan
bergizi cukup dapat menghambat infeksi influenza.
Barulah jika setelah lebih dari 5 hari gejala flu masih mengganggu, obat akan
digunakan untuk meredakannya. Pemberian antibiotik dipakai untuk mencegah infeksi
sekunder/penyerta pada penderita flu. namun, antibiotik tidak rutin diberikan kepada ibu
hamil. Itu pun, harus dikonsultasikan dahulu dengan dokter kandungan.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 4


B. Teratogenesis pada wanita hamil
Didefinisikan sebagai disgenesis (pembentukan keliru) dari organ-organ janin secara
ftruktural maupun fungsional (misalnya fungsi otak). Manifestasi yang khas dari
leratogenesis berupa pertumbuhan yang terhambat atau kematian dari janin, karsitiogenesis
dan malformasi struktur organ maupun fungsinya.
Merupakan pedoman emas bahwa semua obat harus dihindarkan selama kehamilan,
terkecuali ada sebab-sebab yang mendesak untuk penggunaannya. Dalam hal ini harus
dipertimbangkan dengan seksama benefitnya bagi ibu terhadap risiko potensial bagi janin.
Lagipula keamanan dari kebanyakan obat belum dapat dipastikan secara mutlak, karena
efeknya mungkin baru tampak setelah beberapa tahun setelah kelahiran.
Oleh karena ini penelitian-penelitian jangka panjang semakin penting, karena ternyata
bahwa efek jangka panjang dari obat-obat teratogen terhadap perkembangan saraf
(neurobehavioral development) dapat lebih parah daripada kelainan-kelainan strukrural.
Dalam hal ini dapat disebut beberapa obat yang mempengaruhi perkembangan otak seperti
karbamazepin, isotretinoin, fenitoin, asam valproat dan warfarin.
Farmakokinetika pada ibu hamil :
 Pada ibu hamil progesteron meningkat, motilin menurun, dan motilitas usus menurun
sehingga akan memperpanjang waktu pengosongan lambung dan absorbsi obat
meningkat.
 Aliran darah ke kulit meningkat sehingga asorbsi obat secara topikal meningkat.
 Cardiac output meningkat sehingga volume darah enibgkat dan distribusi obat juga
akan meningkat.
 Jumlah lemak dalam tubuh meningkat seingga distribusi obat lipid solubel juga akan
meningkat.
 Albumin menurun sehingga ikatan obat dengan protein menurun dan kadar obat bebas
meningkat.
 Penongkatan cairan tubuh ( 60% diplasenta dan janin, 40% di jaringan ibu) sehingga
terjadi penurunan kadar puncak obat dalam darah (obat terdistribusi dalam air, obat
dengan volume distribusi rendah).
 Kadar estrogen dan progesteron meningkat sehingga menginduksi metabolise.
 Peningkatan aliran darah ke ginjal sehingga klirens obat meningkat.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 5


C. Proses untuk menentukan keamanan obat selama kehamilan
Tiap tahun banyak sekali obat baru disalurkan ke pasaran, tetapi data mengenai efek -
efeknya terhadap janin pada umumnya masih sangat terbatas pada saat pemasaran.
Pedoman pertama yang dipegang adalah penelitian terhadap binatang percobaan. Ternyata
bahwa obat- obat yang memiliki sifat teratogen pada manusia dapat menyebabkan efek-
efek teratogen yang sama pada hewan percobaan. Tetapi ada pula obat-obat yang memiliki
efek teratogen pada hewan bila diberikan dalam dosis tinggi, tetapi tidak bersifat teratogen
pada manusia bila di- berikan dalam dosis klinis.
Dalam peristiwa talidomid justru terjadi kebalikannya, yakni hanya dosis tinggi
bersifat teratogen pada hewan, sedangkan pada manusia ternyata dosis rendah pun sudah
menimbulkan cacat pada janin. Dosis tinggi dari glukokortikoid atau benzodiazepine dapat
mengakibatkan bibir sumbing pada hewan, tetapi dalam dosis klinis tidak memberikan efek
demikian pada manusia. Juga senyawa salisilat dapat mengakibatkan malformasi pada
hewan tetapi tidak pada manusia. Dari peristiwa-peristiwa ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa penelitian pada hewan dapat mendeteksi efek teratogen, tetapi sulit untuk
mengekstrapolasi efek-efek ini pada manusia. Di samping percobaan pada hewan beberapa
usaha lain ditempuh untuk mengidentifikasi kemungkinan sifat teratogen, antara lain
dengan menelaah hasil-hasil monitoring obat (case reports dan penelitian-penelitian
epidemiologis). Untuk ini telah dibentuk suatu jenis pelayanan yang disebut International
Development of Teratology- information Services.

D. Aturan pemakaian obat pada ibu hamil


 Sebelum memakai obat, atasi gejala penyakit dengan banyak beristirahat dan makan
makanan bergizi. Terutama pada trisemester pertama kehamilan yang sangat rentan
terhadap efek samping obat-obatan. Kalau pun harus mengonsumsi obat, dapatkan
dengan resep dokter.
 Selama hamil, hindari penggunaan obat polifarmasi yaitu gabungan lebih dari empat
macam obat dalam satu racikan.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 6


 Cari tahu apakah obat yang akan dikonsumsi aman bagi ibu hamil dan janin lewat
catatan penggunaan produk yang dilampirkan dalam kemasan. Kalau keterangan itu
tidak ditemukan, mintalah keterangan dari apoteker atau konsultasikan kepada dokter
kebidanan dan kandungan.

E. Efek penggunaan obat dari penyakit si ibu


Dalam penentuan peran obat terhadap janin, jangan pula dilupakan bahwa penyakit
yang diderita si ibu dapat merupakan risiko pada janin. Misalnya ibu penderita tekanan
darah tinggi atau kanker lebih cenderung untuk bayinya menderita pertumbuhan intra uterin
yang terhambat. Juga ibu hamil yang menderita epilepsi atau diabetes condong untuk
melahirkan bayi dengan malformasi.
Jenis obat-obatan diantaranya adalah :
1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
4. Analgesik (anti nyeri)
5. Obat-obat gangguan psikiatri
6. Vitamin dan mineral
7. Obat-obatan Narkotik
8. Anti kejang
9. Obat sakit kepala
10. Obat anti kanker
11. Antikoagulan (pembekuan darah)
12. Obat Anti Hipertensi

F. Jenis-jenis obat yang aman dan tidak aman yang digunakan oleh wanita hamil
1. Antibiotik dan antiinfeksi lain
 Penisilin
Turunan penisilin, termasuk diantaranya amoksisilin dan ampisilin memiliki batas
keamanan yang cukup luas dan toksisitas (keracunan) yang sedikit baik bagi ibu
maupun janin.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 7


Penisilin adalah golongan ß-laktam yang menghambat pembentukan dinding sel
bakteri. Penisilin dipakai untuk berbagai macam infeksi bakteri. Ampisilin dan
amoksisilin baik untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Sefalosporin juga aman
dan digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, pielonefritis (infeksi
ginjal), dan gonorea. Penisilin aman digunakan selama menyusui.
 Klindamisin
Klindamisin adalah golongan makrolida, digunakan pada infeksi bakteri anaerob
dan aman untuk wanita menyusui.
 Tetrasiklin
Dapat mengakibatkan pewarnaan pada gigi janin.
 Metronidazol
Metronidazol menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk trikomonas
dan bakterial vaginosis. Aman digunakan pada wanita menyusui.
 Aminoglikosida
Aminoglikosida menghambat sintesis protein bakteri. Digunakan untuk mengatasi
pielonefritis (radang pada ginjal). Bila dikonsumsi wanita hamil dapat
menyebabkan ototoksisitas (gangguan pada telinga) yang berakibat gangguan
pendengaran. Aman pada bayi yang disusui karena hanya sedikit jumlah obat yang
melalui air susu.
 Trimetoprim-sulfametoksazol
Kombinasi ini (Bactrim) menghambat metabolisme asam folat dan baik untuk
mengobati infeksi saluran kemih. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa
penggunaan bactrim pada triwulan pertama berkaitan dengan sedikit peningkatan
risiko kecacatan pada janin, terutama jantung dan pembuluh darah. Selain itu,
bactrim dapat menyebabkan hiperbilirubinemia (peningkatan kadar bilirubin pada
tubuh) sehingga berakibat kernikterus (kuning) pada bayi. Antibiotik ini aman
untuk wanita menyusui.
 Eritromisin
Eritromisin dan azitromisin menghambat sintesis protein bakteri. Dapat digunakan
pada wanita menyusui.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 8


 Antivirus Acylovir tidak menimbulkan kecacatan pada janin berdasarkan penelitian
pada 601 wanita hamil yang mengkonsumsi acyclovir. The Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) merekomendasikan bahwa acyclovir aman
digunakan pada wanita hamil yang mengalami paparan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh virus (herpes, hepatitis, varisela. cacar).Untuk tatalaksana penyakit
HIV / AIDS menggunakan NRTIs (zidovudin) dan NNRTIs aman dikonsumsi oleh
wanita hamil. Sedangkan Protease Inhibitor (Pis) belum diteliti lebih lanjut.
2. Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore (hidung berair), bersin-bersin,
hidung tersumbat, batuk, sakit pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah
keluhan yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat disebabkan oleh
rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan banyak lagi. Apabila keluhan ini murni
disebabkan oleh virus tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan
antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering digunakan untuk
mengurangi gejala yang terjadi diantaranya adalah :
 Antihistamin
Antihistamin atau sering dikenal sebagai antialergi aman digunakan selama
kehamilan. Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah klorfeniramin,
klemastin, difenhidramin, dan doksilamin. Antihistamin generasi II seperti
loratadin, setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki sedikit data
mengenai penggunannnya selama kehamilan
 Dekongestan
Dekongestan atau obat pelega sumbatan hidung adalah obat yang digunakan untuk
meredakan gejala flu yang terjadi. Dekongestan oral (diminum) diantaranya adalah
pseudoefedrin, fenilpropanolamin, dan fenilepinefrin. Pada triwulan pertama
pemakaian pseudoefedrin berkaitan dengan kejadian gastroschisis karena itu
sebaiknya dipikirkan alternatif penggunaaan dekongestan topikal (hanya
disemprotkan di bagian tertentu tubuh, hidung) pada triwulan pertama.
 Pereda Batuk
Kodein dan dekstrometorfan adalah obat pereda batuk yang paling umum
digunakan. Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama menyusui.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 9


Asma merupakan penyakit saluran pernapasan atas yang kronik (jangka waktu
lama) ditandai dengan peradangan pada saluran napas dan hipereaktivitas dari
bronkus (lendir banyak keluar). Terapi asma dimulai dengan mengurangi paparan
terhadap lingkungan yang membuat asma menjadi kambuh. Semua wanita hamil
sebaiknya memperoleh vaksinasi influenza. Obat-obatan asma diantaranya adalah :
o Glukokortikoid
Inhalasi glukokortikoid (cara pemasukan obat melalui pernapasan, diuap)
dilaporkan tidak menyebabkan kecacatan dan dapat digunakan selama
menyusui. Glukokortikoid sistemik (diminum dengan reaksi pada seluruh
tubuh) meningkatkan risiko bibir sumbing sebanyak 5 kali dari normal.
o Teofilin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama
menyusui.
o Sodium Kromolin
Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan aman digunakan selama
menyusui.
3. Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang umum pada wanita hamil,
termasuk diantaranya adalah mual, muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik
kolestasis dalam kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi menggunakan
obat diantaranya adalah :
 Antihistamin. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
 Agen antidopaminergik. Beberapa obat antidopaminergik seperti proklorperazin,
metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman dikonsumsi oleh wanita hamil
 Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin aman dikonsumsi wania hamil
dan menyusui. Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan untuk wanita
hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk kehamilan.
4. Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas kategori antiinflamasi nonsteroid
dan kategori opioid.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 10


Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
Aspirin adalah golongan NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim
untuk pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada konsumsi aspirin
melebihi dosis harian terendah karena obat ini dapat melalui plasenta. Pemakaian
aspirin pada triwulan pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis.
Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruption plasenta (plasenta terlepas dari
rahim sebelum waktunya). The World Health Organization (WHO) memiliki
perhatian lebih untuk konsumsi aspirin pada wanita menyusui. Indometasin dan
ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan.
NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi (penyempitan) dari arteriosus
duktus fetalis (pembuluh darah janin) selama kehamilan sehingga tidak
direkomendasikan setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan
obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan oligohidramnion (cairan ketuban
berkurang) atau anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan dengan
gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama menyusui. Asetaminofen
banyak digunakan selama kehamilan. Obat ini dapat melalui plasenta namun
cenderung aman apabila digunakan pada dosis biasa. Asetaminofen dapat
digunakan secara rutin pada semua triwulan untuk meredakan nyeri, sakit kepala,
dan demam. Dapat digunakan untuk wanita menyusui.
Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah preparat narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan.
Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun tidak berkaitan dengan
kecacatan pada janin selama digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat
ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat menyebabkan depresi pernapasan
pada janin. Narkotik yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan
oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika menyusui.
5. Obat-obat gangguan psikiatri
Depresi dan skizofrenia adalah gangguan psikiatri yang dapat ditemukan selama
periode reproduksi. Agen trisiklik seperti amitriptilin, desipramin, dan imipramin
digunakan untuk mengatasi depresi, kecemasan berlebih, gangguan obsesif-kompulsif,
migrain, dan masalah lain.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 11


Tidak ada bukti jelas yang menyatakan adanya efek samping agen trisiklik pada wanita
menyusui dan wanita hamil. The Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
termasuk di dalamnya fluoksetin dan fluvoksamin tidak meningkatkan risiko kecacatan
pada janin. Agen lain seperti penghambat monoamin oksidase yang digunakan untuk
mengatasi depresi belum diteliti lebih lanjut mengenai keamanannya pada wanita
hamil. Obat untuk stabilisasi mood (mood stabilizers) seperti litium, asam valproat, dan
karbamazepin dinyatakan sebagai agen teratogen (berbahaya untuk janin). Litium tidak
direkomendasikan untuk wanita menyusui. Asam valproat dan karbamazepin
berhubungan dengan peningkatan risiko neural tube defects (gangguan pada saraf).
Obat untuk mengatasi kecemasan berlebih seperti benzodiazepin dapat meningkatkan
risiko bibir sumbing. Efek pada wanita menyusui belum diketahui namun perlu
diperhatikan lebih lanjut.
6. Vitamin dan Mineral
Konsumsi multivitamin dan mineral pada umumnya diberikan untuk wanita hamil dari
tenaga kesehatan. Sudah dibuktikan berdasarkan penelitian bahwa folat dapat
mengurangi kelainan saraf. Suplementasi besi dapat meningkatkan hematokrit ketika
melahirkan dan 6 minggu pasca melahirkan. Vitamin yang terbukti teratogen adalah
vitamin A ketika dikonsumsi lebih dari 10.000 IU/hari. Vitamin A dalam dosis ini dapat
menyebabkan kelainan saraf. Apabila digunakan sebagai suplementasi tidak lebih dari
5000 IU/hari.
7. Obat-obatan narkotik
Narkotik termasuk di dalamnya adalah opiat, kokain, atau kanabinoid. Efek narkotika
adalah hambatan pertumbuhan janin, kematian janin dalam kandungan, dan
ketergantungan pada janin. Penggunaan kokain selama kehamilan dapat meningkatkan
risiko abruptio plasenta, ketuban pecah dini, dan bayi berat lahir rendah. Amfetamin,
obat yang digunakan untuk mengatasi depresi, dapat meningkatkan risiko bibir
sumbing. Penggunaan obat narkotik dengan suntikan bersama dapat meningkatkan
risiko Hepatitis B atau HIV/AIDS, dimana janin dapat tertular oleh virus tersebut.
Sebagai tambahan, nikotin yang terkandung di dalam rokok juga dapat menyebabkan
bayi berat lahir rendah.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 12


Nikotin mengurangi aliran darah menuju plasenta dan meningkatkan risiko kelahiran
preterm, bayi berat lahir rendah, dan kematian mendadak pada janin. Alkohol pada
wanita hamil dapat menyebabkan sindroma alkohol janin yang ditandai dengan
perubahan kraniofasial (tulang kepala dan wajah) dan gangguan kognitif. Tidak ada
batas aman untuk konsumsi alkohol selama kehamilan.
8. Anti Kejang
Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf yang dapat terjadi selama kehamilan. Semua
obat antiepilepsi dapat melalui plasenta dan memiliki potensi teratogen. Penelitian
membuktikan bahwa obat antiepilepsi dapat menyebabkan cacat bawaan. Fenitoin
(Dilantin) dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin. Karbamazepin dapat
meningkatkan risiko spina bifida. Fenobarbital dapat mengakibatkan kelainan jantung
bawaan dan sumbing orofasial (bibir dan wajah). Asam valproat memiliki risiko
peningkatan 1-2% kelainan spina bifida. Obat antiepilepsi diatas dapat digunakan
selama menyusui.
9. Obat Sakit Kepala
Sakit kepala sering dialami selama kehamilan. Sumatriptan dapat digunakan untuk
mengobati sakit kepala dan tidak bersifat teratogen. Obat untuk migrain yaitu
ergotamin tidak memiliki sifat yang berbahaya bagi janin. Obat ini dapat merangsang
kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan prematur janin.
10. Obat anti kanker
Kanker yang paling sering dialami oleh wanita hamil adalah kanker payudara. kanker
leher rahim, limfoma, melanoma, leukimia (kanker darah), dan kanker usus besar serta
kanker indung telur. Obat kemoterapi seperti metotreksat dapat memiliki potensi
bahaya bagi janin. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin bila digunakan
pada triwulan pertama. Selain itu, obat kemoterapi dapat masuk ke dalam ASI sehingga
menyusui tidak diperkenankan bagi ibu yang menggunakan obat kemoterapi. Terapi
pada wanita hamil dengan kanker harus didiskusikan dengan tenaga kesehatan masing-
masing.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 13


11. Antikoagulan (anti pembekuan darah)
Tromboemboli (sumbatan pada pembuluh darah) merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi bagi wanita hamil dan setelah melahirkan. Antikoagulan digunakan
untuk mengatasi tromboemboli serta penyakit jantung akibat kelainan katup.
Penggunaan antikoagulan oral (warfarin) dapat mengakibatkan efek teratogen pada
janin. Obat ini dapat melalui plasenta dan menekan vitamin K yang diperlukan sebagai
agen pembekuan darah. Antikoagulan lain adalah heparin yang tidak dapat melalui
plasenta pada dosis berapapun sehingga tidak bersifat teratogen. Kedua jenis
antikoagulan ini dapat digunakan selama menyusui.
12. Obat Anti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Penghambat ACE (captopril, enalapril) apabila digunakan pada triwulan kedua dan
ketiga dapat mengakibatkan disfungsi ginjal pada janin dan oligohidramnion
(berkurangnya cairan ketuban). Obat ini tidak dianjurkan selama kehamilan.
Penghambat pompa kalsium (amlodipin, diltiazem, nifedipin) dapat mengakibatkan
hipoksia janin (kekurangan oksigen) yang berkaitan dengan hipotensi maternal (tekanan
darah rendah pada ibu). Golongan penghambat β (propranolol, labetolol) dapat
menyebabkan bradikardia (denyut jantung melambat) pada janin maupun bayi baru
lahir. Golongan diuretik (asetazolamid) dapat mengakibatkan gangguan elektrolit pada
janin. Golongan ARAs dapat mengakibatkan gangguan sistem renin-angiotensin
sehingga menyebabkan kematian pada janin.

G. Cara pemilihan obat saat kehamilan


Banyak ibu hamil memerlukan pengobatan bagi keluhan-keluhan yang disebabkan oleh
kehamilan, misalnya mual dan muntah. Beberapa prinsip harus dipatuhi pada pemilihan
obat selama kehamilan.
1. Sebaiknya menggunakan obat-obat yang sejak lama sudah digunakan dalam praktek
daripada obat-obat pengganti yang baru (lihat Tabel B), walaupun obat baru memiliki
misalnya lebih sedikit efek samping bagi orang dewasa, tetapi keamanannya bagi janin
kurang jelas.
2. Untuk menurunkan risiko sejauh mungkin bagi janin, sebaiknya digunakan dosis obat
yang paling rendah selama kehamilan.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 14


Hal ini sebetulnya bertentangan karena sebagian wanita hamil justru membutuhkan
dosis obat yang lebih tinggi dari normal, pada saat hamil tua berhubung meningkatnya
berat badan dan lebih cepatnya "clearance" (pemurnian, ekskresi) dari banyak obat,
misalnya litium, digoksin dan fenitoin.
3. Wanita hamil tidak dianjurkan untuk menggunakan obat bebas (over-the-counter drugs)
tanpa konsultasi dengan dokter, karena banyak faktor, termasuk taraf kehamilan, dapat
mempengaruhi risiko bagi janin. Misalnya suatu obat NSAID dapat digunakan terhadap
nyeri pada trimester pertama dari kehamilan, tetapi semakin banyak bukti menyatakan
bahwa beberapa obat NSAID merupakan risiko bagi janin pada masa kehamilan tua.

Di Swedia telah disusun klasifikasi penggunaan obat selama kehamilan dan laktasi atas
dasar terutama pengalaman klinis pada manusia. Karena klasifikasi ini sangat luas dan
meliputi banyak sekali obat, maka kami telah meringkaskannya menjadi tiga daftar, yaitu:
a) Daftar obat yang tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
Daftar ini terdiri dari obat-obat yang bersifat teratogen dan telah dibuktikan dapat
membuat cacat janin. Obat-obat yang tercantum dalam daftar ini tidak mutlak dilarang
penggunaannya oleh wanita hamil, tetapi dalam keadaan darurat masih dapat digunakan
dengan mempertimbangkan benefit bagi si ibu dan risiko bagi janin.
b) Daftar obat yang dianggap aman bagi wanita hamil
Dalam daftar ini tertera obat-obat yang dianggap aman bagi wanita hamil, yang setelah
digunakan selama jangka waktu panjang tidak menampilkan efek buruk pada janin.
Obat-obat lainnya yang tidak dimasukkan dalam daftar dapat secara potensial
merugikan janin berdasarkan percobaan hewan atau pula belum terdapat cukup data
mengenai keamanannya.
c) Daftar obat yang aman selama laktasi
Sebagian besar dari obat-obat yang dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air susunya
walaupun dalam jumlah kecil. Namun demikian beberapa obat dapat menimbulkan
masalah pada bayi yang diberi ASI. Sebagai contoh adalah misalnya karbimazol yang
dapat mengganggu fungsi tiroid dari bayi. Terkenal adalah tetrasiklin yang juga
mencapai air susu dan dapat mengakibatkan pewarnaan kuning irreversibel dari gigi
yang sedang/akan tumbuh.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 15


Sama seperti pada waktu hamil, ibu-ibu yang menyusui juga harus menghindari
penggunaan obat, terkecuali bila mutlak dibutuhkan. Dalam hal ini risiko bagi si bayi
harus dipertimbangkan terhadap benefits dari pemberian ASI atau untuk sementara
diganti dengan susu kaleng.
Obat yang dapat diminum dengan aman oleh ibu selama menyusui adalah obat yang
tidak atau hanya sedikit diekskresikan ke dalam air susu ibu. Obat lainnya yang tidak
tercantum dalam daftar merupakan obat yang dapat mencapai air susu ibu dalam jumlah
banyak dan mungkin dapat berefek buruk pada bayi atau belum terdapat (cukup) data
mengenai keamanannya.

H. Terapi obat pada ibu menyusui dan pengaruh obat pada janin seorang ibu
ASI diketahuisebagai formula terbaik bagi bayi karena mengandung berbagai nutrisi
danzat- zat imunologik yang dibutuhkan oleh bayi. Tetapi kadang-kadang ibu yang
menyusui memerlukan perawatan farmakologik. Terapi obat pada ibu menyusui tersebut
harus diberikan dengan memperhatikan kemungkinan adanya ekskresi obat kedalam air
susu ibu (ASI). Sebagian besar obat yang diberikan kepada ibu menyusui umumnya tidak
berpengaruh terhadap suplai ASI maupun terhadap bayi. ASI merupakan suatu suspensi
lemak dan protein dalam solusi karbohidrat-mineral. Protein ASI dibentuk dari bahan-
bahan yang diperoleh dari sirkulasi maternal. Protein utamanya adalah kasein dan
laktabumin. Ekskresi obat kedalam ASI diduga terjadi melalui ikatan protein atau melalui
ikatan pada permukaan globul lemak ASI.
Secara umum, mekanisme pencapaian obat kedalam ASI adalah dengan mekanisme
difusi pasif melalui membran.Obat dan bahan-bahan kimia yang dikonsumsi oleh ibu ada
yang dapat mencapai ASI dan memberi efek terhadap bayi atau produksi ASI itu sendiri.
Jumlah obat yang mencapai ASI terutama tergantung pada gradien konsentrasi antara
plasma dan ASI. Selain itu juga tergantung pada kelarutan obat di dalam lemak, pKa
(konstanta disosiasi asam), dan kapasitas ikatan protein serta pH ASI. Karena pH ASI
sedikit lebih rendah dari pada pH plasma, basa lemah cenderung memiliki konsentrasi rasio
ASI terhadap plasma yang lebih tinggi dibandingkan asam lemah.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 16


Karenanya, konsentrasi ASI obat-obat basa lemah seperti linkomisin, eritrimisin,
antihistamin, alkaloid, isoniazid, antipsikotik, antidepresan, litium, kinin, tiourasil, dan
metronidazol umumnya sama atau lebih tinggi dari pada konsentrasi plasmanya.
Konsentrasi ASI obat-obat asam lemah seperti barbiturat, fenitoin, sulfonamid, diuretik,
dan penisilin umumnya sama atau lebih rendah dari pada konsentrasi
plasmanya.Signifikansi klinik suatu obat pada ASI tergantung pada konsentrasinya dalam
ASI, jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayi dalam periode waktu tertentu, absorpsi ASI
oleh bayi, dan efek obat terhadap bayi.Sampai saat ini daftar obat-obat yang
dikontraindikasikan bagi ibu menyusui didasarkan pada data-data yang masih sangat
terbatas, antara lain melalui penelitian klinik dan laporan kasus. Karena itu, walaupun obat-
obat jenis tertentu tidak mencantumkan adanya efek samping terhadap ibu menyusui bukan
berarti obat-obat tersebut tidak memiliki efek samping semacam itu.
Rasio ASI terhadap plasma suatu obat merupakan suatu perbandingan antara
konsentrasi obat dalam ASI terhadap konsentrasi obat tersebut dalam plasma secara
simultan. Signifikansi klinik rasio ASI terhadap plasma sering disalahpahami, misalnya
rasio ASI terhadap plasma lebih besar atau sama dengan 1 sering dianggap mempunyai
potensi buruk bagi bayi, tetapi jika kadar plasmanya rendah maka kadar ASInya juga
rendah. Contohnya isoniazid yang diberikan kepada ibu menyusui dalam dosis terapetik
yang umumnya akan mencapai konsentrasi plasma sebesar 6μg/mL. Jika rasio ASI
terhadap plasmanya 1 maka bayi yang mengkonsumsi 240 mL ASI hanya akan
mengkonsumsi 1,4 mg setiap kali menyusu, dimana jumlah tersebut jauh dibawah dosis
pediatrik isoniazid yaitu sebesar 10 sampai 20 mg/kg. Karenanya, jarang dijumpai masalah
kecuali suatu obat konsentrasi ASInya tinggi atau suatu obat memiliki potensi dan
toksisitas yang tinggi pada konsentrasi rendah atau suatu obat memiliki efek kumulatif
karena kemampuan metabolisme dan ekskresi bayi terhadap obat yang masih belum
sempurna.
Obat yang umumnya tidak berbahaya bagi bayi antara lain adalah insulin dan
epinefrin, dimana keduanya tidak dapat mencapai ASI. Kafein dan teofilin diekskresi
kurang bagus oleh bayi dan dapat terakumulasi sehingga menyebabkan hiperiritabilitas.
Asupan alcohol juga harus dibatasi tidak lebih dari 0,5 g/kg berat badan maternal/hari.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 17


Ibu sebaiknya tidak merokok didepan bayinya walaupun tidak sedang menyusui dan
sebaiknya tidak menyusui dalam 2 jam setelah merokok.
Obat-obat yang dikontraindikasikan antara lain obat antikanker,obat-obat
radiofarmasetik walaupun dalam dosis terapetik, ergot dan derivatnya (misalnya,
metisergid), litium, kloramfenikol, atropin, tiourasil, iodid, dan merkuri. Obat-obat tersebut
sebaiknya tidak diberikan kepada ibu menyusui atau menyusui harus dihentikan bila ibu
harus diberi perawatan dengan obat-obat tersebut. obat-obat lain yang juga harus dihindari
karena belum adanya penelitian tentang ekskresinya kedalam ASI adalah obat-obat yang
mempunyai waktu paruh plasma yang panjang, obat-obat yang mempunyai efek toksik
yang poten terhadap sumsum tulang, obat-obat yang harus diberikan dalam dosis tinggi dan
jangka panjang. Tetapi obat-obat yang absorpsi oralnya buruk yang diberikan secara
parenteral kepada ibu tidak memiliki efek yang berati bagi bayi, dimana bayi tersebut akan
mengkonsumsi obat secara oral tetapi tidak akan mengabsorpsinya.
Obat yang mensupresi atau menghambat laktasi antara lain bromokriptin,
estradiol, kontrasepsi oral dosis besar, levodopa, dan antidepresan trazodon serta piridoksin
dosis tinggi. Bromokriptin bekerja melalui supresi sekresi prolaktin dari kelenjar hipofise
yang terjadi setelah melahirkan.
Obat-obat yang konsumsinya harus diperhatikan dengan seksama seperti yang
disebut di bawah ini. Obat-obat over the counter umunya aman bagi ibu menyusui, tetapi
etiket yang tertera pada kemasan tetap harus diperhatikan terhadap kemungkinan adanya
peringatan akan penggunaannya dan kemungkinan adanya petunjuk khusus terhadap ibu
menyusui. Propiltiourasil dan fenilbutazon dapat diberikan pada ibu menyusui tanpa
adanya efek merugikan terhadap bayinya, tapi metimazol dikontraindikasikan. Neuroleptik
dan antidepresan, sedativa, dan trankuiliser harus diresepkan dengan hati-hati terhadap
dosisnya. Kontrasepsi hormon tunggal dosis rendah dapat diberikan, sedangkan kontrasepsi
dosis tinggi dapat mensupresi laktasi. Metronidazol dapat diberikan dengan memperhatikan
usia bayi dan dosis yang diberikan pada ibu. Bayi yang menyusu harus diperhatikan dengan
cermat bila ibunya mengkonsumsi obat-obat apapun dalam jangka panjang untuk
memastikan tidak ada perubahan dalam pola makan atau tidurnya. Vaksin-vaksin tidak
dikontraindikasikan selama menyusui.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 18


Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum meresepkan obat tertentu
kepada ibu menyusui, antara lain:
1. Apakah terapi obat tersebut benar-benar diperlukan?
2. Memilih obat yang paling aman bagi ibu menyusui.
3. Bila ada kemungkinan bahwa obat yang akan diberikan dapat berpengaruh pada bayi,
perlu dipertimbangkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah pada bayi yang
menyusu tersebut.
4. Paparan terhadap obat bagi bayi dapat diminimalisasi dengan meminta ibu untuk
meminum obatnya setelah menyusui bayinya.

Jika ibu menyusui memerlukan terapi obat dan obat yang diberikan merupakan obat
yang relatif aman maka obat tersebut sebaiknya dikonsumsi 30 – 60 menit setelah
menyusui dan 3 – 4 jam sebelum waktu menyusui berikutnya. Waktu tersebut umumnya
sudah mencukup dimana darah ibu sudah relatif bersih dari obat dan konsentrasi obat
dalam ASI juga sudah relative rendah. Pengaruh buruk obat terhadap janin dapat bersifat
toksik, teratogenik maupun letal, tergantung pada sifat obat dan umur kehamilan paga saat
minum obat.
Pengaruh toksik adalah jika obat yang diminum selama masa kehamilan
menyebabkan terjadinya gangguan fisiologik atau bio-kimiawi dari janin yang dikandung,
dan biasanya gejalanya baru muncul beberapa saat setelah kelahiran. Pengaruh obat bersifat
teratogenik jika menyebabkan terjadinya malformasi anatomik pada petumbuhan organ
janin. Pengaruh teratogenik ini biasanya terjadi pada dosis subletal. Sedangkan pengaruh
obat yang bersifa letal, adalah yang mengakibatkan kematian janin dalam kandungan.
Secara umum pengaruh buruk obat pada janin dapat beragam, sesuai dengan fase-fase
berikut:
1. Fase implantasi, yaitu pada umur kehamilan kurang dari 3 minggu. Pada fase ini obat
dapat memberi pengaruh buruk atau mungkin tidak sama sekali. Jika terjadi pengaruh
buruk biasanya menyebabkan kematian embrio atau berakhirnya kehamilan (abortus).
2. Fase embional atau organogenesis, yaitu pada umur kehamilan antara 4-8 minggu. Pada
fase ini terjadi diferensiasi pertumbuhan untuk terjadinya malformasi anatomik
(pengaruh teratogenik).

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 19


Berbagai pengaruh buruk yang mungkin terjadi pada fase ini antara lain :
 Gangguan fungsional atau metabolik yang permanen yang biasanya baru muncul
kemudian, jadi tidak timbul secara langsung pada saat kehamilan. Misalnya
pemakaian hormon dietilstilbestrol pada trimester pertama kehamilan terbukti
berkaitan dengan terjadinya adenokarsinoma vagina pada anak perempuan di
kemudian hari (pada saat mereka sudah dewasa).
 Pengaruh letal, berupa kematian janin atau terjadinya abortus.
 Pengaruh sub-letal, yang biasanya dalam bentuk malformasi anatomis pertumbuhan
organ, seperti misalnya fokolemia karena talidomid.
3. Fase fetal, yaitu pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Dalam fase ini terjadi
maturasi dan pertumbuhan lebih lanjut dari janin. Pengaruh buruk senyawa asing
terhadap janin pada fase ini tidak berupa malformasi anatomik lagi. tetapi mungkin
dapat berupa gangguan pertumbuhan, baik terhadap fungsi-fungsi fisiologik atau
biokimiawi organ-organ. Demikian pula pengaruh obat yang dialami ibu dapat pula
dialami janin, meskipun mungkin dalam derajat yang berbeda. Sebagai contoh adalah
terjadinya depresi pernafasan neonatus karena selama masa akhir kehamilan, ibu
mengkonsumsi obat- obat seperti analgetika-narkotik; atau terjadinya efek samping
pada sistem ekstrapiramidal setelah pemakaian fenotiazin.

I. Obat-obatan yang perlu dihindari selama kehamilan dan menyusui


Hindari Antibiotik
Pemeberian antibiotik umumnya tidak diperbolehkan selama kehamilan dan menyusui.
Jikan manfaat bagi ibu lebih besar daripada risiko yang ditimbulkan pada janin, antibiotic
diperbolehkan untuk diberikan. Sebelumnya harus dipastikan bahwa ibu hamil benar-benar
memerlukan antibiotik. Sebaiknya konsultasikan dengan dokter Anda sebelum
mengkonsumsi obat antibiotik dan juga diperhatikan mengenai keamanan bagi janin itu
sendiri.
Suplemen Untuk Ibu Hamil
Konsumsi suplemen juga perlu diperhatikan dan perlu pertimbangan matang. Konsumsi
vitamin dan mineral tambahan yang berlebihan juga tidak bermanfaat dan berisiko terhadap
ibu hamil dan bayi yang akan dilahirkan.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 20


Hindari Aspirin
Aspirin terbukti menimbulkan gangguan proses tumbuh kembang janin. Selain itu,
aspirin memicu komplikasi selama kehamilan. Bahkan, kandungan aspirin masih
ditemukan dalam ASI. Tubuh bayi akan menerima 4-8% dosis aspirin yang dikonsumsi
oleh ibu. Penelitina mengatakan bahwa bayi memilim ASI dari ibu yang mengkonsumsi
aspirin berisiko untuk menderita Reye’s Syndrome yang merupakan suatu penyakit
gangguan fungsi otak dan hati. Karenanya, hindari pemakaian aspirin, terutama selama
trimester tiga, kecuali dianjurkan dokter.
Suatu pedoman berdasarkan kategori US FDA mengenai kemanan pemberian obat pada
kehamilan. FDA mengkategori obat menjadi 5 kategori yaitu kategori A, B, C, D, X.
Kategori A : Studi terkontrol pada wanita tidak memperlihatkan adanya risiko terhadap
janin pada kehamilan trimester 1 (dan tidak ada bukti mengenai risiko pada trimester
berikutnya), dan sangat kecil kemungkinan obat ini membahayakan janin.
Kategori B : Studi terhadap reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
risiko terhadap janin tetapi belum ada studi terkontrol yang diperoleh pada ibu hamil. Atau
studi terhadap reproduksi binatang percobaan memperlihatkan efek samping (selain
penurunan fertilitas) yang tidak didapati pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester 1
(dan ditemukan bukti adanya risiko pada kehamilan berikutnya)
Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping
terhadap janin (teratogenok atau embriosidal), dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang percobaan tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan. obat pada kategori in boleh
diberikan jika besarnya manfaat terapeutik melebihi risiko yang terjadi pada janin.
Kategori D : Terdapat bukti adanya risiko pada janin(manusia), tetapi manfaat terapeutik
yang diharapkan mungkin melebihi besarnya risiko (misalnya jika obat diperlukan untuk
mengatasi kondisi mengancam jiwa atau penyakit serius bilamanan obat yang lebih aman
tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Kategori X : Studi pada manusia atau binatang percobaan memperlihatkan adanya
abnormalitas pada janin, atau terdapat bukti adanya risiko pada janin. dan besarnya risiko
obat ini digunkan pada ibu hamil jelas-jelas melebihi manfaat teraoeutiknya. Obat yang
termasuk kategori ini dikontrindikasikan pada wanita yang sedang atau kemungkinan
hamil.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 21


Obat Bebas
Risiko penggunaan obat bebas sering kali dilupakan oleh ibu hamil dan menyusui. Padahal
kandungan zat aktif di dalamnya juga mengalami absorbsi, metabolisme, dan ekskresi.
Obat Bebas (OTC) yang Aman
 Obat Alergi : Antihistamin seperti Benadryl dan Unisom. Obat. Obat hirup seperti
nasalcrom
 Anti mual : Vitamin B6 (maksimum 100mg/hari diminum 1/2 jam sebelum makan)
 Pereda sembelit : Milk of magnesia. Amphogel, Metamucil dan Maalox
 Pereda nyeri uluhati (heartburn) : jenis Antasida
 Multivitamin : pilih multivitamin dengan rekomendasi disis tidak melebihi angka
kecukupan gizi harian
 Pereda nyeri : Acetaminophen atau paracetamol
 Obat infeksi jamur : Myestatin/ nystastin
 Obat batuk apa saja tanpa tamahan lain
Obat Bebas Yang Kurang Aman
 Pereda Nyeri : Aspirin dosis lebih dari 81 mg, Ibuprofen, NSAID
 Pereda sembelit : Minyak mineral
Obat Terbatas
 Obat jerawat : Vitamin A oral dan Accutane
 Obat radang sendi : Arthrotec
 Pengencer darah : Warfarin yang dijual dengan merk Coumadin
 Obat tekanan darah tinggi : ACE inhibitor
 Misoprostol atau cytotec
 Obat anti kanker

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 22


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemakaian obat pada kehamilan merupakan salah satu masalah pengobatan yang
penting untuk diketahui dan dibahas. Hal ini mengingat bahwa dalam pemakaian obat
selama kehamilan, tidak saja dihadapi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu,
tetapi juga pada janin. Hampir sebagian besar obat dapat melintasi saluran darah/plasenta,
beberapa diantaranya mampu memberikan pengaruh buruk, tetapi ada juga yang tidak
memberi pengaruh apapun. Beberapa jenis obat dapat menembus plasenta dan
mempengaruhi janin dalam uterus, baik melalui efek farmakologik maupun efek
teratogeniknya. Secara umum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masuknya obat ke
dalam plasenta dan memberikan efek pada janin adalah:
1) Sifat fisikokimiawi dari obat
2) Kecepatan obat untuk melintasi plasenta dan mencapai sirkulasi janin
3) Lamanya pemaparan terhadap obat
4) Bagaimana obat didistribusikan ke jaringan-jaringan yang berbeda pada janin
5) Periode perkembangan janin saat obat diberikan dan
6) Efek obat jika diberikan dalam bentuk kombinasi.

Kemampuan obat untuk melintasi plasenta tergantung pada sifat lipolik dan ionisasi
obat. Obat yang mempunyai lipofilik tinggi cenderung untuk segera terdifusi ke dalam
serkulasi janin. Kecepatan dan jumlah obat yang dapat melintasi plasenta juga ditentukan
oleh berat molekul. Obat-obat dengan berat molekul 250-500 dapat secara mudah melintasi
plasenta, tergantung pada sifat lipofiliknya, sedangkan obat dengan berat molekul > 1000
sangat sulit menembus plasenta. Kehamilan merupakan masa rentan terhadap efek samping
obat, khususnya bagi janin. Pada ibu menyusui pun sebagian besar dari obat-obat yang
dikonsumsi si ibu dapat dideteksi dalam air susunya walaupun dalam jumlah kecil. Namun
demikian beberapa obat dapat menimbulkan masalah pada bayi yang diberi ASI. Untuk itu,
pemberian obat pada masa kehamilan dan pada saat menyusui pun memerlukan
pertimbangan yang benar - benar matang.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 23


B. Saran
Pada wanita hamil pemberian obat memerlukan pertimbangan yang benar-benar matang
karena pada periode tersebut terjadi proses pembentukan organ (organosenesis). Zat aktif
obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ
tersebut yang akhirnya akan menyebkan terjadinya kecacatan karena terganggunya proses
tersebut. Penggunaan obat sembarang pun, termasuk obat yang dijual bebas sebaiknya
dihindari oleh ibu menyusui, karena obat yang dikonsumsi ibu diseskresikan memlalui ASI
yang diminum bayi sehingga menyebabkan kadar obar dalam tubuh ibu sama dengan kadar
obat dalam tubuh bayi. Tentunya hal ini akan sangat membahayakan bagi si bayi.

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 24


DAFTAR PUSTAKA

1. Australian Drug Evaluation Committee (1989) Medicine in Pregnancy. Australian


Goverment Publishing Service,Canberra.
2. Katzung BG (1987) Basic and Clinical Pharmacology,3rd edition. Lange Medical
Book,California.
3. Speight TM (1987) Avery’s Drug Treatment: Principles and Practice of Clinical
Pharmacology and Therapeutics, 3rd edition.ADIS press,Auckland.
4. Suryawati S et al (1990), Pemakaian Obat pada Kehamilan.Laboratorium Farmakologi
Klinik FK-UGM, Yogyakarta
5. Tan Hoan Tjay.Drs & Kirana Rahardja.Drs (2007) Obat-Obat Penting. PT Elex
Komputindo. Gramedia: Jakarta
6. https://dokumen.tips/documents/penggunaan-obat-pada-kehamilan-dan-ibu-
menyusui.html
7. https://dokumen.tips/documents/obat-pada-kehamilan-dan-menyusui.html

Farmakoterapi – Disposisi Obat Pada Ibu Hamil dan Menyusui | 25

Anda mungkin juga menyukai