“FRAKTUR FEMUR”
2019
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
makalah yang berjudul Fraktur Femur. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan
tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik
tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
1. Ibu Vivi Retno Intening, S.Kep., Ns., MAN., selaku Ketua STIKES
2. Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS., selaku Ketua Prodi Sarjana Keperawatan
3. Ibu Nimsi Melati, S.Kep., Ns., MAN., selaku tutor dalam mata kuliah PBL
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………... ii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………... 1
C. Tujuan…………………………………………………………….. 1
A. Definisi…………………………………………………………… 3
C. Etiologi…………………………………………………………… 7
D. Patofisiologi………………………………………………………. 9
E. Klasifikasi………………………………………………………… 11
F. Manifestasi Klinis………………………………………………… 13
G. Komplikasi……………………………………………………….. 14
H. Pemeriksaan Penunjang………………………………………….. 15
J. Epidemiologi……………………………………………………... 16
iii
K. Prognosis………………………………………………………….. 16
A. Pengkajian………………………………………………………..... 17
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………..28
C. Intervensi………………………………………………………….. 30
BAB IV PENUTUP……………………………………………………… 40
A. Kesimpulan……………………………………………………….. 40
B. Saran……………………………………………………………… 40
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….41
TERLAMPIR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur
secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai dengan adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung pada paha (Noor, 2017). Menurut Riskesdas tahun (2018) di
Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar
39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana
penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya
disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau jatuh. Apabila fraktur femur
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan,
iii
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. DEFINISI
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai dengan
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh
darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma
2. ANATOMI FISIOLOGI
Femur dalam bahasa latin berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat,
dan terberat dari semua tulang rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur
a. Proksimal femur
minor.
iii
Caput
Collum
quadratum.
iii
belakangnya terdapat linea aspera, tepian linea asperamelebar ke
b. Medial
c. Distal
iii
condylus ikut membentuk articulation genu. Di atas condylus terdapat
Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat
arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.
Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri
inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung dari bagian
iii
3. ETIOLOGI
a. Trauma
Benturan
Pemukulan
diatasnya.
Penghancuran
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan tersebut,
terpisah.
iii
b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Terjadi karena tulang lemah (tumor) atau tulang sangat rapuh (penyakit
paget).
iii
4. PATHWAY
Predisposisi kondisi biologis: osteopenia Bagi tulang yang sehat fraktur dapat
Faktor resiko: kelebihan beban (sindromachusing), osteogenesisimperfekta terjadi akibat aktivitas, hobi resiko
mekanis pada tulang, gangguan (penyakit congenital tulang yang di cirikan oleh tinggi/ pekerjaan dan korban kekerasan
metabolic tulang (osteoporosis) gangguan produksi kolagen oleh osteoblast) dan dalam rumah tangga.
Kehilangan estrogen pasca monopouse dan
malnutrisi protein
Ketidakmampuan
tulang dalam
menahan beban
Tulang menjadi
rapuh dan mudah
patah
FRAKTUR
1
Fraktur terbuka Fraktur tertutup
Resiko Syok
Hipovolemik
1
5. KLASIFIKASI
(Hawks, 2014) Keparahan dari fraktur biasanya bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang hanya retak dan bukan patah. Jika gayanya ekstrem,
seperti pada tabrakan mobile atau luka tembak, tulang dapat hancur
berkeping-keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang
menembus keluar kulit atau ada luka luar yang menetrasi hingga tulang yang
patah, fraktur ini disebut fraktur tebuka. Tipe fraktur ini umumnya serius,
karena begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi di luka dan
tulang.
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi.
Misalnya, klien dapat mengalami fraktur compound, transversal dan femur
distal. Memahami gaya yang diperlukan untuk menciptakan berbagai tipe
fraktur akan sangat membantu. Misalnya, tulang femur orang dewasa tidak
mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang
patah, maka harus dilakukan pengkajian cedera lain dengan mengkaji
penyebab fraktur.
Metode klasifikasi sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup
atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka di cirikan oleh robeknya kulit di atas cedera
tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang di
bagi berdasarkan keparahannya:
a. Derajad 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajad 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajad 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas luka pada
jaringan lunak, saraf, tendon dan kontaminasi banyak. Oleh karena itu
luka berhubungan dengan dunia luar, resiko infeksi harus segera di kenali
dan ditangani.
11
Jenis-jenis fraktur secara umum:
a. Penampakan :
1) Pecah : dicirikan oleh tulang yang pecah berkeping-keping sering
terjadi pada ujung tulang atau vertebra.
2) Kominutif : terdapat lebih dari satu garis fraktur, lebih dari dua
fragmen tulang, fragmen dapat terpuntir atau hancur.
3) Komplet : patah melintang di satu again tulang, membaginya menjadi
fragmen-fragmen yang terpisah seringkali bergeser.
4) Tergeser : fragmen-fragmen berada pada posisi tidak normal dilokasi
fraktur.
5) Inkomplet : fraktur terjadi hanya pada satu sisi konteks tulang
biasanya tidak bergeser.
6) Linear : garis fraktur masih utuh. Fraktur akibat gaya minor atau
sedang yang mengenai langsung pada tulang.
7) Longitudinal : garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal
tulang.
8) Tidak bergeser : fragmen masih lurus pada lokasi fraktur.
9) Oblik : garis fraktur terjadi pada kurang lebih sudut 45 derajad pada
sumbu longitudinal tulang.
10) Spiral : garis fraktur terjadi akibat gaya puntiran membentuk suatu
spiral yang mengelilingi tulang.
11) Stelata : garis fraktur menyebar dari satu titik pusat.
12) Transversal : garis fraktur terjadi pada sudut 90 derajad pada sumbu
longitudinal tulang.
b. Deskripsi Umum:
1) Avulsi : fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada
lokasi perlekatan ligamen dan tendon.
2) Greenstick : fraktur inkomplet di mana satu sisi konteks tulang patah
dan sisi lain melekuk tetapi masih utuh.
iii
3) Impaksi : fraktur teleskopik dengan satu fragmen terdorong ke dalam
fragmen lain.
c. Lokasi anatomis :
a. Pott : fraktur fibula distal menganggu artikulasi tibio-fibular dengan
buruk sebagian maleolus (mata kaki) medial dapat terlepas karena
rupture dari ligamen lateral internal.
b. Kompresi : tulang melekuk dan akhirnya retak karena gaya beban
yang besar terhadap sumbu longitudinalnya.
6. MANIFESTASIKLINIS
(Hawks, 2014) Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis
klien, riwayat, pemeriksaan fisik dan temuan radiologis. Beberapa fraktur
sering berlangsung tampak jelas, beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan
rontgen (sinar X). Pengkajian fisik dapat menemukan hal-hal berikut:
a. Deformitas. Pembengkakan dari perdarahan local dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional atau angulasi. Dibandingkan
sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari
akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke
jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi
fraktur.
d. Spasme otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar
sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih
lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri. Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada
iii
masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika
fraktur tidak di mobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen
fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur di sebabkan oleh cedera
yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan
dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang
menciptakan sensai dan suara deritan.
i. Perubahan neurovascular. Cedera neurovascular terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vascular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan
rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur.
j. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.
7. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi setelah terjadinya fraktur. Komplikasi bergantung
pada jenis cedera, usia klien, dan adanya masalah kesehatan lain
(kormorbiditas) dan penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti
warfarin, kosrtikosteroid, dan NSAID.
Adapun komplikasi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Cedera saraf
b. Sindroma kompartemen
c. Kontraktur Volkmann
d. Sindroma emboli lemak
e. Thrombosis vena dalam dan emboli paru
iii
Komplikasi jangka panjang dari fraktur:
a. Kaku sendi atau Artritis traumatic
b. Nekrosis avascular
c. Penyatuan non fungsional
d. Malunion
e. Penyatuan terhambat
f. Non-union
g. Penyatuan fibrosa
h. Sindroma nyeri regional kompleks (CRPS)
(Hawks, 2014).
8. PEMERIKSAANPENUNJANG
a. Radiografi merupakan metode umum untuk mengkaji fraktur. Temuan
rontgen yang tidak normal antara lain edema jaringan lunak atau
pergeseran udara karena pergeseran tulang setelah cedera. Radiografi
tulang yang patah akan menunjukkan perubahan pada kontur normalnya
dan disrupsi dari hubungan sendi yang normal.
b. Tonografi computer (CT), dapat digunakan untuk megetahui adanya
fraktur. Keuntungan dari CT adalah kita bias melihat gangguan
(hematoma) pada struktur lain (pembuluh darah) (Hawks, 2014).
9. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan pasien dengan Gips
b. Perawatan pasien dengan Fiksasi Eksternal
c. Perawatan pasien dengan Traksi
(Hawks, 2014).
iii
10. EPIDEMIOLOGI
Kejadian fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan denga
usia di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau kecelakaan, sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada perempuan berhubungan dengan adanya kejadian
osteoporosis yang berhubungan dengan perubahan hormon pada fase
monopouse (Ningsih, 2013).
11. PROGNOSIS
Trauma merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat pada
rentang usia antara 1 dan 37 tahun, serta merupakan penyebab kematian
nomor empat pada semua kelompok usia. Fraktur merupakan cedera traumatic
dengan presentase kejadian yang tinggi. Beberapa faktor dapat mengubah laju
penyembuhan tulang. Segera setelah fraktur, sirkulasi yang adekuat dan
imobilisasi fragmen fraktur sangat penting untuk penyembuhan tulang yang
efektif. Faktor seperti adanya penyakit tulang atau sistemik, lokasi fraktur,
usia dan kesehatan umum klien, jenis fraktur serta terapi juga mempengaruhi
kecepatan dan kesusksesan penyembuhan. Fraktur pada bayi dapat sembuh
hanya dalam 4 hingga 6 minggu, tetapi fraktur yang sama pada remaja
mungkin butuh 6 hingga 10 minggu. Laju peyembuhan fraktur tidak
berkurang secara signifikan pada orang yang lebih tua kecuali ia memiliki
gangguan metabolik seperti osteoporosis (Hawks, 2014).
iii
BAB III
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a) Identitas Klien
diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
gunakan :
presipitasi nyeri.
(b) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
menusuk.
(c) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
17
(d) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
iii
e) Riwayat Penyakt Keluarga
2010)
f) Riwayat Psikososial
iii
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
sehari-hari seperti kalsium zat besi, protein, vit C dan lainnya untuk
warna, bau dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
iii
lingkungan, kebiasaan tidur dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
iii
(9) Pola Reproduksi Seksual
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu,
perkawinannya.
2. Pemeriksaan Fisik
iii
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatata adalah tanda-
tanda seperti :
(a) Kesadaran : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada klien.
(b) Keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(c) TTV : tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai genitalia
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitr daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri klien.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi simetris, tidak oedma.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva, tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
iii
8) Mulut dan Faring
Tida ada pembesaran tonsil, gusi tida terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tidak dan pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
- Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi
Suara ketok sonor, tidak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi
Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronhi.
11) Jantung
- Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
(i) Abdomen
- Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi
Turgor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
iii
- Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit
(m) Inguinal-Genetalia-Anus.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P
yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah :
1) Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar operasi)
2) Feel (Palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu berikan posisi nyaman
penderita dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
iii
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksaan maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time → Normal 3 – 5
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah atau distal).
Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskunler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak dan ukurannya.
iii
3. Pengkajin Fokus
a. Aktivitas/Istirahat Tidur
b. Sirkulasi
trombus).
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan
(parestesi).
iii
d. Nyeri atau Keamanan
e. Integritas Ego
stimulasi simpatis.
f. Makanan/Cairan
g. Pernapasan
h. Keamanan
iii
anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi
i. Penyuluhan/Pembelajaran
iskemi, neoplasma), agens cedera fisik (abses, amputasi, luka bakar, prosedur
klorida).
ansietas, depresi.
iii
3. Defisiensi pengetahuan (00126) berhubungan dengan gangguan fungsi
interpersonal.
prosedur invasif.
iii
C. Intervensi (NCP)
33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1. tindakan antisipasi dari
pencegahan ketidaknyaman akibat
(160503). prosedur.
- Menggunakanan 6. Ajarkan penggunaan 6. Meningkatkan relaksasi
algesik yang di teknik dan memfokuskan
rekomendasikan nonformakologi ( perhatian.
(160505) relaksasi, terapi
musik, aplikasi panas
atau dingin dan
pijatan)
7. Bantu keluarga dalam 7. Keluarga dapat
mencari dan memahami kebutuhan
memberikan klien.
dukungan.
8. Kolaborasi dengan 8. Mengurangi nyeri pada
dokter terhadap pasien.
pemberian therapy
analgetik.
33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
2. - Adanya koordinasi menggunakan alat klien.
(20809). bantu jalan.
- Cara berjalan 4. Instruksikan klien 4. Memberikan keamanan
normal (020810) mengenai dalam berpindah.
- Gerakan sendi pemindahan dan
(020804). teknik ambulasi yang
aman.
2. Ambulasi (0200) 5. Beritahu keluarga 5. Kelurga mengetahui
Setelah di lakukan
dalam melakukan berpindah klien yang
tindakan keperawatan,
teknik pemindahan aman.
di harapkan mobilisasi
yang aman bagi klien.
pada tingkat yang
6. Konsultasi dengan 6. Memberikan latihan
tinggi dengan kriteria
fisioterapi. pergerakan sesuai
hasil:
prosedur.
- Menopang berat
badan (020001).
- Berjalan dengan
langkah yang efektif
(0120002).
- Berjalan dengan
pelan (020003)
3. Ansietas (00146) Kontrol Diri Terhadap Pengurangan Kecemasan
berhubungan dengan Ketakutan (1404) (5820)
ancaman kematian, Setelah di lakukan 1. Bina hubungan saling 1. Mempermudah
ancaman pada status tindakan keperawatan, di percaya. intervensi.
terkini, hereditas, harapakan klien tidak 2. Kaji tanda verbal dan 2. Mengidentifikasi
hubungan merasa cemas dengan nonverbal kecemasan. derajat kecemasan.
interpersonal, kriteria hasil: 3. Berada disisi klien. 3. Meningkatkan rasa
kebutuhan yang tidak - Memantau intensitas aman.
33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
3. di penuhi, konflik ketakutan (140401). 4. Dorong verbalisasi 4. Meningkatkan rasa
nilai,dll - Menghilangkan perasaan, persepsi dan percaya dan
penyebab ketakutan ketakutan. mengurangi
(140402). kecemasan.
- Mencari informasi 5. Instruksikan 5. Untuk mengurangi
untuk mengurangi menggunakan teknik kecemasan.
nyeri (140403). relaksasi.
- Menghindari sumber 6. Jelaskan prosedur dan 6. Agar klien merasa lebih
ketakutan jika sensasi yang nyaman dan aman.
memungkinkan(1404 dirasakan selama
04). prosedur dilakukan.
- Menggunakn strategi 7. Dorong keluarga 7. Klien merasa lebih
koping yang efektif untuk mendampigngi nyaman saat keluarga
(140406) klien dengan cara mendampingi.
yang tepat.
33
D. SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Waktu : 30 menit
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus.
C. MEDIA
- Laptop
- LCD
- Leaflet
D. METODE
- Ceramah
- Diskusi
- Tanya jawab
E. MATERI
a. Formatif
b. Sumatif
fraktur di rumah.
E. LEGAL ETIS KEPERAWATAN
1. Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan
pasien dan keluarga. Apabila keluarga tetap menolak tindakan, perawat tidak
boleh memaksa apa yang telah menjadi keputusan pasien dan keluarga.
2. Beneficience
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan
yang baik dan tidak merugikan pasien dan keluarga. Sehingga perawat bisa
memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk
pasien dan sangat tidak merugikan pasien seperti menganjurkan kepada
keluarga agar pasien mendapatkan penanganan.
3. Justice
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil
berarti pasien mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga
mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh Pelayanan yang sesuai dengan
harapannya.
4. Veracity
Perawat memberitahukan diagnose, kondisi pasien, rencana keperawatan dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pasien secara jujur dan terbuka.
5. Fidelity
Ketika pasien menginginkan konsultasi lebih jauh mengenai penyakitnya, dan
perawat meminta waktu untuk menyelesaikan pekerjaan lain, perawat
hendaknya menepati janji dan menemui pasien setelah menyelesaikan
pekerjaan utama.
6. Confidentiality
Untuk menjaga rahasia pasien, jika ada orang lain yang bukan keluarga inti
pasien menanyakan diagnose dan keadaan pasien sebaiknya perawat tidak
memberi tahu dengan mudah.
7. Nonmalefecience
Apapun tindakan yang akan kita lakukan ke pasien haru sesuai dengan SOP
dan tidak merugikan pasien.
8. Akuntability
Selama proses keperawatan pasien menjadi bagian dari tanggung jawab
perawat
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh karena trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentuan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap.
B. SARAN
Keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi pada
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Noor. Z., 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal . Edisi 2. Jakarta ; Selemba
Medika