Anda di halaman 1dari 48

TUGAS PBL KELOMPOK KECIL

“FRAKTUR FEMUR”

Tutor: Ibu Nimsi Melati, S.Kep., Ns., MAN.

Disusun Oleh : KELOMPOK III

Diana Susanti 1803048

Dwika Febriska 1803050

Narti Fitri 1803075

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN ALIH JENJANG

STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

2019

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul Fraktur Femur. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan

tugas pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Penulis menyadari

bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik

tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Vivi Retno Intening, S.Kep., Ns., MAN., selaku Ketua STIKES

BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA.

2. Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS., selaku Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Alih Jenjang di STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA.

3. Ibu Nimsi Melati, S.Kep., Ns., MAN., selaku tutor dalam mata kuliah PBL

Keperawatan Medikal Bedah III.

4. Teman-teman yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi

semua pihak.

Yogyakarta, 30 September 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i

DAFTAR ISI……………………………………………………………... ii

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………….. 1

A. Latar Belakang…………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………... 1

C. Tujuan…………………………………………………………….. 1

BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………3

A. Definisi…………………………………………………………… 3

B. Anatomi Fisiologi Tulang………………………………………... 3

C. Etiologi…………………………………………………………… 7

D. Patofisiologi………………………………………………………. 9

E. Klasifikasi………………………………………………………… 11

F. Manifestasi Klinis………………………………………………… 13

G. Komplikasi……………………………………………………….. 14

H. Pemeriksaan Penunjang………………………………………….. 15

I. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan………………………... 15

J. Epidemiologi……………………………………………………... 16

iii
K. Prognosis………………………………………………………….. 16

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN………………………..17

A. Pengkajian………………………………………………………..... 17

B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………..28

C. Intervensi………………………………………………………….. 30

D. Satuan Acara Penyuluhan (SAP)…………………………………..34

E. Legal Etis Keperawatan…………………………………………....38

BAB IV PENUTUP……………………………………………………… 40

A. Kesimpulan……………………………………………………….. 40

B. Saran……………………………………………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….41

TERLAMPIR

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur

secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai dengan adanya

kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan

fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun

tidak langsung pada paha (Noor, 2017). Menurut Riskesdas tahun (2018) di

Indonesia kasus fraktur femur merupakan yang paling sering yaitu sebesar

39% diikuti fraktur humerus (15%), fraktur tibia dan fibula (11%), dimana

penyebab terbesar fraktur femur adalah kecelakaan lalu lintas yang biasanya

disebabkan oleh kecelakaan mobil, motor, atau jatuh. Apabila fraktur femur

tidak segera ditangani akan mengakibatkan masalah atau komplikasi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana konsep dasar medis pada kasus fraktur femur?

2. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus fraktur femur?

C. TUJUAN

1. Mengetahui konsep dasar medis fraktur femur yang terdiri dari

pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,

1
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, pencegahan,

epidemiologi dan prognosis.

2. Mengetahui asuhan keperawatan secara teori pada kasus fraktur femur

mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan Nursing Care Plan

menurut diagnosa Nanda, NOC dan NIC.

iii
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFINISI

Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur

femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai dengan

adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh

darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma

langsung maupun tidak langsung pada paha (Noor, 2017).

2. ANATOMI FISIOLOGI

Femur dalam bahasa latin berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat,

dan terberat dari semua tulang rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur

menyerupai bentuk silinder yang memanjang. Femur terbagi atas 3 bagian

yaitu : bagian proximal, medial dan distal.

Tulang femur menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut.

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter

major dan minor.

a. Proksimal femur

Merupakan bagian tulang femur yang berdekatan dengan pelvis.

Terdiri atas kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor dan

minor.

iii
 Caput

Merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan

berartikulasi dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk

articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang

disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari

caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan

sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.

 Collum

Yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke

bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125

derajat, pada wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang

batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat

berubah karena penyakit.

 Trochanter major dan minor

Merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang

menghubungkan dua trochanter ini adalah linea

intertrochantericadi depan dan crista intertrochantericayang

mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum

quadratum.

Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan.

Berbentuk licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian

iii
belakangnya terdapat linea aspera, tepian linea asperamelebar ke

atas dan ke bawah.

b. Medial

Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris

medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.

Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris

lateralis. Pada permukaan postertior batang femur, di bawah trochanter

major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan

dengan linea aspera.

c. Distal

Bagian batang melebar kearah ujung distal dan membentuk daerah

segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.

Gambar 1.1. Anatomi Tulang Femur

Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis, yang di

bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan

anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua

iii
condylus ikut membentuk articulation genu. Di atas condylus terdapat

epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan

langsung dengan epicondylus medialis.

Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat

arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.

Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri

profunda femoris, ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami

arteria sirkumfleksia femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia

femoris medialis dan arteria perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis

akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah genu dan ekstremitas

inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung dari bagian

femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan kiri.

Gambar 1.2. Struktur Vaskularisasi Femur

iii
3. ETIOLOGI

a. Trauma

 Benturan

Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat

yang terkena dan jaringan lunak pasti rusak.

 Pemukulan

Biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit

diatasnya.

 Penghancuran

Kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif yang disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas.

Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur

pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan tersebut,

kerusakan jaringan ditempat terjadinya fraktur mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa: pemuntiran (rotasi) yang menyebabkan fraktur

spiral, penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan

fraktur melintang, penekukan dan penekanan yang menyebabkan

fraktur melintang tetapi disertai fragmen kupu- kupu berbentuk

segitiga terpisah. Kombinasi dari penekukan, pemuntiran dan

penekanan menyebabkan fraktur obliq pendek. Sedangkan penarikan

dimana tendon atau ligament benar- benar menarik tulang sampai

terpisah.

iii
b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Terjadi karena tulang lemah (tumor) atau tulang sangat rapuh (penyakit

paget).

iii
4. PATHWAY

Predisposisi kondisi biologis: osteopenia Bagi tulang yang sehat fraktur dapat
Faktor resiko: kelebihan beban (sindromachusing), osteogenesisimperfekta terjadi akibat aktivitas, hobi resiko
mekanis pada tulang, gangguan (penyakit congenital tulang yang di cirikan oleh tinggi/ pekerjaan dan korban kekerasan
metabolic tulang (osteoporosis) gangguan produksi kolagen oleh osteoblast) dan dalam rumah tangga.
Kehilangan estrogen pasca monopouse dan
malnutrisi protein

Terlalu banyak Penurunan masa


tekanan pada tulang tulang dan
meningkatkan
resiko fraktur

Ketidakmampuan
tulang dalam
menahan beban
Tulang menjadi
rapuh dan mudah
patah

FRAKTUR

1
Fraktur terbuka Fraktur tertutup

Kerusakan jaringan Terputusnya hubungan tulang


Terputusnya hubungan tulang
lunak

Ketidakmampuan melakukan Terapi imobilisasi


pergerakan kaki traksi terapi bedah
Kerusakan Kerusakan Kerusakanva fiksasi interna dan
syaraf otot, kulit skular fiksasi ekterna
spasme otot
Hambatan Mobilitas Resiko Ketidaktahua
Tinggi Trauma n teknik
Kerusakan Pembengkakan Respon mobilisasi
NYERI lokal
integritas psikologis
jaringan
Resiko
Resiko Sindrom ANSIETAS malunion,
Resiko Tinggi Kompartemen kontraktur sendi
Infeksi
Kerusakan arteri dan
banyak darah yang Kurang
hilang Pengetahuan

Resiko Syok
Hipovolemik

1
5. KLASIFIKASI
(Hawks, 2014) Keparahan dari fraktur biasanya bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur tersebut. Jika ambang fraktur tulang hanya sedikit
terlewati, maka tulang hanya retak dan bukan patah. Jika gayanya ekstrem,
seperti pada tabrakan mobile atau luka tembak, tulang dapat hancur
berkeping-keping. Jika tulang patah sehingga ada fragmen fraktur yang
menembus keluar kulit atau ada luka luar yang menetrasi hingga tulang yang
patah, fraktur ini disebut fraktur tebuka. Tipe fraktur ini umumnya serius,
karena begitu kulit telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi di luka dan
tulang.
Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi.
Misalnya, klien dapat mengalami fraktur compound, transversal dan femur
distal. Memahami gaya yang diperlukan untuk menciptakan berbagai tipe
fraktur akan sangat membantu. Misalnya, tulang femur orang dewasa tidak
mudah patah. Sehingga jika ada klien dewasa datang dengan femur yang
patah, maka harus dilakukan pengkajian cedera lain dengan mengkaji
penyebab fraktur.
Metode klasifikasi sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup
atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi
cedera, sedangkan fraktur terbuka di cirikan oleh robeknya kulit di atas cedera
tulang. Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang di
bagi berdasarkan keparahannya:
a. Derajad 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajad 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajad 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas luka pada
jaringan lunak, saraf, tendon dan kontaminasi banyak. Oleh karena itu
luka berhubungan dengan dunia luar, resiko infeksi harus segera di kenali
dan ditangani.

11
Jenis-jenis fraktur secara umum:
a. Penampakan :
1) Pecah : dicirikan oleh tulang yang pecah berkeping-keping sering
terjadi pada ujung tulang atau vertebra.
2) Kominutif : terdapat lebih dari satu garis fraktur, lebih dari dua
fragmen tulang, fragmen dapat terpuntir atau hancur.
3) Komplet : patah melintang di satu again tulang, membaginya menjadi
fragmen-fragmen yang terpisah seringkali bergeser.
4) Tergeser : fragmen-fragmen berada pada posisi tidak normal dilokasi
fraktur.
5) Inkomplet : fraktur terjadi hanya pada satu sisi konteks tulang
biasanya tidak bergeser.
6) Linear : garis fraktur masih utuh. Fraktur akibat gaya minor atau
sedang yang mengenai langsung pada tulang.
7) Longitudinal : garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal
tulang.
8) Tidak bergeser : fragmen masih lurus pada lokasi fraktur.
9) Oblik : garis fraktur terjadi pada kurang lebih sudut 45 derajad pada
sumbu longitudinal tulang.
10) Spiral : garis fraktur terjadi akibat gaya puntiran membentuk suatu
spiral yang mengelilingi tulang.
11) Stelata : garis fraktur menyebar dari satu titik pusat.
12) Transversal : garis fraktur terjadi pada sudut 90 derajad pada sumbu
longitudinal tulang.
b. Deskripsi Umum:
1) Avulsi : fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang pada
lokasi perlekatan ligamen dan tendon.
2) Greenstick : fraktur inkomplet di mana satu sisi konteks tulang patah
dan sisi lain melekuk tetapi masih utuh.

iii
3) Impaksi : fraktur teleskopik dengan satu fragmen terdorong ke dalam
fragmen lain.
c. Lokasi anatomis :
a. Pott : fraktur fibula distal menganggu artikulasi tibio-fibular dengan
buruk sebagian maleolus (mata kaki) medial dapat terlepas karena
rupture dari ligamen lateral internal.
b. Kompresi : tulang melekuk dan akhirnya retak karena gaya beban
yang besar terhadap sumbu longitudinalnya.

6. MANIFESTASIKLINIS
(Hawks, 2014) Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis
klien, riwayat, pemeriksaan fisik dan temuan radiologis. Beberapa fraktur
sering berlangsung tampak jelas, beberapa lainnya terdeteksi hanya dengan
rontgen (sinar X). Pengkajian fisik dapat menemukan hal-hal berikut:
a. Deformitas. Pembengkakan dari perdarahan local dapat menyebabkan
deformitas pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan
pemendekan tungkai, deformitas rotasional atau angulasi. Dibandingkan
sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan. Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari
akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke
jaringan sekitar.
c. Memar (ekimosis). Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi
fraktur.
d. Spasme otot. Sering mengiringi fraktur, spasme otot involuntar
sebenarnya berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih
lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri. Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu
mengiringi fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada

iii
masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika
fraktur tidak di mobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen
fraktur yang bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
f. Ketegangan. Ketegangan di atas lokasi fraktur di sebabkan oleh cedera
yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi. Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan
fraktur karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang
terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi. Manifestasi ini terjadi karena gerakan
dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur yang
menciptakan sensai dan suara deritan.
i. Perubahan neurovascular. Cedera neurovascular terjadi akibat kerusakan
saraf perifer atau struktur vascular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan
rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari
fraktur.
j. Syok. Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar
atau tersembunyi dapat menyebabkan syok.

7. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi setelah terjadinya fraktur. Komplikasi bergantung
pada jenis cedera, usia klien, dan adanya masalah kesehatan lain
(kormorbiditas) dan penggunaan obat yang mempengaruhi perdarahan, seperti
warfarin, kosrtikosteroid, dan NSAID.
Adapun komplikasi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Cedera saraf
b. Sindroma kompartemen
c. Kontraktur Volkmann
d. Sindroma emboli lemak
e. Thrombosis vena dalam dan emboli paru

iii
Komplikasi jangka panjang dari fraktur:
a. Kaku sendi atau Artritis traumatic
b. Nekrosis avascular
c. Penyatuan non fungsional
d. Malunion
e. Penyatuan terhambat
f. Non-union
g. Penyatuan fibrosa
h. Sindroma nyeri regional kompleks (CRPS)
(Hawks, 2014).

8. PEMERIKSAANPENUNJANG
a. Radiografi merupakan metode umum untuk mengkaji fraktur. Temuan
rontgen yang tidak normal antara lain edema jaringan lunak atau
pergeseran udara karena pergeseran tulang setelah cedera. Radiografi
tulang yang patah akan menunjukkan perubahan pada kontur normalnya
dan disrupsi dari hubungan sendi yang normal.
b. Tonografi computer (CT), dapat digunakan untuk megetahui adanya
fraktur. Keuntungan dari CT adalah kita bias melihat gangguan
(hematoma) pada struktur lain (pembuluh darah) (Hawks, 2014).

9. PENATALAKSANAAN
a. Perawatan pasien dengan Gips
b. Perawatan pasien dengan Fiksasi Eksternal
c. Perawatan pasien dengan Traksi
(Hawks, 2014).

iii
10. EPIDEMIOLOGI
Kejadian fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan denga
usia di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau kecelakaan, sedangkan pada usia lanjut prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada perempuan berhubungan dengan adanya kejadian
osteoporosis yang berhubungan dengan perubahan hormon pada fase
monopouse (Ningsih, 2013).

11. PROGNOSIS
Trauma merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat pada
rentang usia antara 1 dan 37 tahun, serta merupakan penyebab kematian
nomor empat pada semua kelompok usia. Fraktur merupakan cedera traumatic
dengan presentase kejadian yang tinggi. Beberapa faktor dapat mengubah laju
penyembuhan tulang. Segera setelah fraktur, sirkulasi yang adekuat dan
imobilisasi fragmen fraktur sangat penting untuk penyembuhan tulang yang
efektif. Faktor seperti adanya penyakit tulang atau sistemik, lokasi fraktur,
usia dan kesehatan umum klien, jenis fraktur serta terapi juga mempengaruhi
kecepatan dan kesusksesan penyembuhan. Fraktur pada bayi dapat sembuh
hanya dalam 4 hingga 6 minggu, tetapi fraktur yang sama pada remaja
mungkin butuh 6 hingga 10 minggu. Laju peyembuhan fraktur tidak
berkurang secara signifikan pada orang yang lebih tua kecuali ia memiliki
gangguan metabolik seperti osteoporosis (Hawks, 2014).

iii
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa sehari-hari,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS,

diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien di

gunakan :

(a) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

(b) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau

menusuk.

(c) Region : radiation, relief : apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.

17
(d) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur

yang nantinya dapat membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian

tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius, Donna. 2010)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit page’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat

beresiko terjadi osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang. (Ignatavicius, Donna. 2010)

iii
e) Riwayat Penyakt Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadi fraktur, seperti diabetes,

osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker

tulang yang cenderung, diturunkan secara genetik. (Ignatavicius, Donna.

2010)

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang diderita dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun

dalam masyarakat.(Ignatavicius, Donna. 2010)

g) Pola – Pola Fungsi Kesehatan, menurut Ignatavicius, Donna. 2010, yaitu

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakadekutan akan terjadi

kecacatan pada diri dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan

untuk membantu penyembuhan tulang. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid

yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian

alkohol yang bisa mengganggu keseimbangan dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak.

iii
(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-hari seperti kalsium zat besi, protein, vit C dan lainnya untuk

membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisiasi komplikasi dari nutrisi yang

tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar

matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi,

sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,

warna, bau dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada

kesulitan atau tidak.

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain

itu, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

iii
lingkungan, kebiasaan tidur dan kesulitan tidur serta penggunaan

obat tidur.

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa

bentuk pekeraan beresiko untuk terjadinya fraktur dibandingkan

dengan pekerjaan yang lain.

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap

diri yang salah (gangguan body image).

(8) Pola Sensori dan Kognitif.

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.

iii
(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu,

perlu juga dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya.

(10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuh.

Mekanisme koping yang ditempuh bisa tidak efekif.

(11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini

bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk


mendapatkan gambaran secara umum dan pemeriksaan setempat (lokalis) .
hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan :

iii
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatata adalah tanda-
tanda seperti :
(a) Kesadaran : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada klien.
(b) Keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(c) TTV : tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai genitalia
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitr daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri klien.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi simetris, tidak oedma.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva, tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.

iii
8) Mulut dan Faring
Tida ada pembesaran tonsil, gusi tida terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
9) Thoraks
Tidak dan pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
- Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
- Perkusi
Suara ketok sonor, tidak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi
Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronhi.
11) Jantung
- Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
(i) Abdomen
- Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi
Turgor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

iii
- Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
- Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit

(m) Inguinal-Genetalia-Anus.

- Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tak ada


kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P
yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah :
1) Look (Inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar operasi)
2) Feel (Palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu berikan posisi nyaman
penderita dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini

iii
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksaan maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time → Normal 3 – 5
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah atau distal).

Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status
neurovaskunler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu
dideskripsikan permukaannya konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak dan ukurannya.

3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)


Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
akah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif atau pasif.
(Reksoprodjo, Soelarto, 2015)

iii
3. Pengkajin Fokus
a. Aktivitas/Istirahat Tidur

Tanda : Keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik ada bagian

yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat

pembengkakan atau nyeri). Adanya kesulitan dalam istirahat-

tidur akibat dari nyeri.

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vascular

perifer atau stasis vascular (peningkatan resiko pembentukan

trombus).

Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap

nyeri atau asientas) atau hipotensi (hipovolemia). Takikardia

(respon stress hipovolemia). Penurunan atau tak teraba nadi

distal, pengisian kapiler lambat (capillary refill), kulit dan

kuku pucat atau sianosis. Pembengkakan jaringan atau massa

hematoma pada sisi cidera.

c. Neurosensori

Gejala : Hilang gerak atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan

(parestesi).

Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi

krepitasi, spasme otot, kelemahan atau hilang fungsi, agitasi

berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.

iii
d. Nyeri atau Keamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba saat cidera (mungkin terlokalisasi pada

area jaringan atau kerusakan tulang dapat berkurang pada

imobilisasi, tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf. Spasme

atau kerang otot (setelah imobilisasi).

e. Integritas Ego

Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress

multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;

stimulasi simpatis.

f. Makanan/Cairan

Gejala : Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk

hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;

membrane mukosa yang kering (pembatasan

pemasukkan/periode puasa pra operasi).

g. Pernapasan

Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

h. Keamanan

Gejala : Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan;

Defisiensi immune (peningkatan resiko infeks sistemik atau

penundaan penyembuhan); Munculnya kanker/terapi kanker

terbaru ; Riwayat keluarga tentanh hipertemia malignant/reaksi

iii
anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi

obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat

transfuse darah/reaksi tranfuse.

Tanda : Munculnya prose infeksi yang melelahkan, demam.

i. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,

kardiotonik glokosid, antidistritmia, bronchodilator, diuretic,

dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau

tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas atau obat-obatan

rekreasional. Penggunaan alkohol (resiko akan kerusakan

ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia

dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi)

B. Diagnosa Keperawatan yang bisa timbul pada Fraktur

1. Nyeri Akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologi (infeksi,

iskemi, neoplasma), agens cedera fisik (abses, amputasi, luka bakar, prosedur

bedah, trauma), agens cedera kimiawi (luka bakar, kapsaisin, metilen

klorida).

2. Hambatan mobilitas fisik (00085) behubungan dengan agens farmaseutikal,

ansietas, depresi.

iii
3. Defisiensi pengetahuan (00126) berhubungan dengan gangguan fungsi

kognitif, kurang informasi.

4. Ansietas (00146) berhubungan dengan ancaman kematian, hubungan

interpersonal.

5. Resiko infeksi (00004) berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk

menghindari pemajanan patogen, malnutrisi, obesitas, penyakit kronis,

prosedur invasif.

iii
C. Intervensi (NCP)

NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


1. Nyeri Akut (00132) 1. Tingkat Nyeri (2102). Manajemen Nyeri (1400)
berhubungan dengan Setelah di lakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Menentukan intervensi
agens cedera biologi tindakan keperawatan, nyeri komprehensif yang sesuai dan
(infeksi, iskemi, di harapkan nyeri klien yang meliputi lokasi, keefektifan terapi.
neoplasma), agens berkurang dengan karakteristik, onset
cedera fisik (abses, kriteria hasil: atau durasi, frekuensi,
amputasi, luka bakar, - Melaporkan nyeri kualitas, intensitas
prosedur bedah, (21021). atau beratnya nyeri
trauma), agens cedera - Melaporkan dan faktor pencetus.
kimiawi (luka bakar, panjangnya episode 2. Observasi adanya 2. Mengidentifikasi
kapsaisin, metilen nyeri (21024). petunjuk nonverbal ketidaknyaman.
klorida). - Ekspresi nyeri wajah mengenai
(21026) ketidaknyaman.
2. Kontrol Nyeri (1605) 3. Kendalikan faktor 3. Meningkatkan
Setelah di lakukan lingkungan yang kenyamanan.
tindakan keperwatan, di dapat mempengaruhi
harapkan nyeri pasien respon pasien
berkurang dengan terhadap
kriteria hasil: ketidaknyaman.
- Mengenali kapan 4. Dukung istirahat atau 4. Menurunkan nyeri.
nyeri terjadi tidur yang adekuat.
(160502). 5. Berikan informasi 5. Mencegah nyeri muncul
- Menggambarkan mengenai nyeri, kembali.
faktor penyebab seperti penyebab
nyeri (160501). nyeri, berapa lama,
- Menggunakan dirasakan dan

33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1. tindakan antisipasi dari
pencegahan ketidaknyaman akibat
(160503). prosedur.
- Menggunakanan 6. Ajarkan penggunaan 6. Meningkatkan relaksasi
algesik yang di teknik dan memfokuskan
rekomendasikan nonformakologi ( perhatian.
(160505) relaksasi, terapi
musik, aplikasi panas
atau dingin dan
pijatan)
7. Bantu keluarga dalam 7. Keluarga dapat
mencari dan memahami kebutuhan
memberikan klien.
dukungan.
8. Kolaborasi dengan 8. Mengurangi nyeri pada
dokter terhadap pasien.
pemberian therapy
analgetik.

2. Hambatan mobilitas 1. Pergerakan (0208) Terapi Latihan Ambulasi


fisik (00085) Setelah di lakukan (0221).
behubungan dengan tindakan keperawatan 1. Bantu klien duduk di 1. Memfasilitasi
agens farmaseutikal, di harapkan mobilisasi bagian sisi tempat penyesuaian sikap
ansietas, depresi. pada tingkat yang tidur yang aman. tubuh.
tinggi dengan kriteria 2. Bantu klien untuk 2. Membantu latihan
hasil: perpindahan sesuai pergerakan.
- Keseimbangan kebutuhan.
tubuh (020801). 3. Monitor klien dalam 3. Memnuhi kebutuhan

33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
2. - Adanya koordinasi menggunakan alat klien.
(20809). bantu jalan.
- Cara berjalan 4. Instruksikan klien 4. Memberikan keamanan
normal (020810) mengenai dalam berpindah.
- Gerakan sendi pemindahan dan
(020804). teknik ambulasi yang
aman.
2. Ambulasi (0200) 5. Beritahu keluarga 5. Kelurga mengetahui
Setelah di lakukan
dalam melakukan berpindah klien yang
tindakan keperawatan,
teknik pemindahan aman.
di harapkan mobilisasi
yang aman bagi klien.
pada tingkat yang
6. Konsultasi dengan 6. Memberikan latihan
tinggi dengan kriteria
fisioterapi. pergerakan sesuai
hasil:
prosedur.
- Menopang berat
badan (020001).
- Berjalan dengan
langkah yang efektif
(0120002).
- Berjalan dengan
pelan (020003)
3. Ansietas (00146) Kontrol Diri Terhadap Pengurangan Kecemasan
berhubungan dengan Ketakutan (1404) (5820)
ancaman kematian, Setelah di lakukan 1. Bina hubungan saling 1. Mempermudah
ancaman pada status tindakan keperawatan, di percaya. intervensi.
terkini, hereditas, harapakan klien tidak 2. Kaji tanda verbal dan 2. Mengidentifikasi
hubungan merasa cemas dengan nonverbal kecemasan. derajat kecemasan.
interpersonal, kriteria hasil: 3. Berada disisi klien. 3. Meningkatkan rasa
kebutuhan yang tidak - Memantau intensitas aman.

33
NO DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
3. di penuhi, konflik ketakutan (140401). 4. Dorong verbalisasi 4. Meningkatkan rasa
nilai,dll - Menghilangkan perasaan, persepsi dan percaya dan
penyebab ketakutan ketakutan. mengurangi
(140402). kecemasan.
- Mencari informasi 5. Instruksikan 5. Untuk mengurangi
untuk mengurangi menggunakan teknik kecemasan.
nyeri (140403). relaksasi.
- Menghindari sumber 6. Jelaskan prosedur dan 6. Agar klien merasa lebih
ketakutan jika sensasi yang nyaman dan aman.
memungkinkan(1404 dirasakan selama
04). prosedur dilakukan.
- Menggunakn strategi 7. Dorong keluarga 7. Klien merasa lebih
koping yang efektif untuk mendampigngi nyaman saat keluarga
(140406) klien dengan cara mendampingi.
yang tepat.

33
D. SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik Pembahasan : Perawatan Pada Pasien Dengan Fraktur

Subtopik : Fraktur Femur

Sasaran : Pasien dan keluarga

Tempat : Ruang Perawatan Flamboyan

Hari/tanggal : Senin, 30 September 2019

Waktu : 30 menit

A. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan pasien mengetahui

tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.

2. Tujuan Khusus.

Diharapkan keluarga pasien dan pasien dapat :

a. Menjelaskan pengertian fraktur.

b. Menjelaskan penyebab fraktur.

c. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur.

d. Menjelaskan patofisiologi fraktur.

e. Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit.

f. Menjelaskan perawatan fraktur di rumah.


B. SASARAN

Keluarga dan pasien di ruang perawatan Flamboyan.

C. MEDIA

- Laptop

- LCD

- Leaflet

D. METODE

- Ceramah

- Diskusi

- Tanya jawab

E. MATERI

a. Menjelaskan pengertian fraktur.

b. Menjelaskan penyebab fraktur.

c. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur.

d. Menjelaskan patofisiologi fraktur.

e. Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit.

f. Menjelaskan perawatan fraktur di rumah.


F. PELAKSANAAN

No Kegiatan Penyuluhan Respon Pasien Dan Waktu


Keluarga
1. Pembukaan 5 menit
- Memberi salam - Menjawab
- Menjelaskan tujuan salam
penyuluhan - Mendengar dan
- Menyebutkan materi dan memperhatikan
pokok bahasan yang akan
dibahas
2. Pelaksanaan 15 menit
- Menjelaskan materi - Menyimak dan
penyuluhan secara singkat, memperhatikan
berurut dan teratur pemateri
- Materi :
a. Definisi fraktur.
b. Etiologi fraktur.
c. Manifestasi klinik fraktur.
d. Patofisiologi melanoma
maligna
e. Penanganan fraktur dan
f. Perawatan fraktur.
3. Penutup 10 menit
- Penegasan materi Menyimak,
- Meminta pasien dan memperhatikan,
keluarga menjelaskan menjawab
kembali materi yang telah pertanyaan dn
disampaikan secara memberi slam
singkat
- Memberi pertanyaan
kepada pasien dan
keluarga tentang materi
yang sudah di sampaikan
- Menutup acara dan
memberi salam
1. Evaluasi

a. Formatif

Pasien dan keluarga dapat memahami tentang fraktur

b. Sumatif

1) 70% pasien dan keluarga memahami Definisi faktur.

2) 70% pasien dan keluarga memahami Etiologi dari fraktur.

3) 70% pasien dan keluarga memahami Manifestasi klinik fraktur.

4) 70% pasien dan keluarga memahami Patofisiologi fraktur.

5) 70% pasien dan keluarga memahami penanganan fraktur.

6) 70% pasien dan keluarga memahami cara melakukan perawatan

fraktur di rumah.
E. LEGAL ETIS KEPERAWATAN

1. Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan
pasien dan keluarga. Apabila keluarga tetap menolak tindakan, perawat tidak
boleh memaksa apa yang telah menjadi keputusan pasien dan keluarga.
2. Beneficience
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan
yang baik dan tidak merugikan pasien dan keluarga. Sehingga perawat bisa
memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang paling baik dan tepat untuk
pasien dan sangat tidak merugikan pasien seperti menganjurkan kepada
keluarga agar pasien mendapatkan penanganan.
3. Justice
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil
berarti pasien mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga
mendapatkan hak tersebut yaitu memperoleh Pelayanan yang sesuai dengan
harapannya.
4. Veracity
Perawat memberitahukan diagnose, kondisi pasien, rencana keperawatan dan
segala sesuatu yang berkaitan dengan pasien secara jujur dan terbuka.
5. Fidelity
Ketika pasien menginginkan konsultasi lebih jauh mengenai penyakitnya, dan
perawat meminta waktu untuk menyelesaikan pekerjaan lain, perawat
hendaknya menepati janji dan menemui pasien setelah menyelesaikan
pekerjaan utama.
6. Confidentiality
Untuk menjaga rahasia pasien, jika ada orang lain yang bukan keluarga inti
pasien menanyakan diagnose dan keadaan pasien sebaiknya perawat tidak
memberi tahu dengan mudah.
7. Nonmalefecience
Apapun tindakan yang akan kita lakukan ke pasien haru sesuai dengan SOP
dan tidak merugikan pasien.
8. Akuntability
Selama proses keperawatan pasien menjadi bagian dari tanggung jawab
perawat
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Fraktur

adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh karena trauma atau tenaga fisik

kekuatan dan sudut dari tenaga, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak

disekitar tulang akan menentuan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau

tidak lengkap.

B. SARAN

Sebagai seorang perawat harus berhati-hati dalam menangani Asuhan

Keperawatan pada klien fraktur, agar menjauhi resiko terjadinya komplikasi pada

klien.
DAFTAR PUSTAKA

Hawks, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil


yang Diharapkan. Singapura: Elsevier.

Ignatavicius, D. D., & Workman, m. L. 2010. Medical - Surgical Nursing: Clients –


Centered Collaborative Care. Sixth Edition, 1 & 2 . Missouri: Saunders
Elsevier.
Mutaqin, A. (2012). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi dan Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Noor. Z., 2017. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal . Edisi 2. Jakarta ; Selemba
Medika

Ningsih, L. N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 1:Mediaction. Yogyakarta.
Reksoprodjo, Soelarto (ed). 2015. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang:
Binapura Aksara
TERLAMPIR

Anda mungkin juga menyukai