Anda di halaman 1dari 5

A.

Pengertian
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serotype typhi. Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya
infeksi akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau
menyebabkan enteritis akut (Mubaraq, 2015)

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut yang ditandai
dengan bakterimia atau perubahan pada sistem retikuloendeterlial yang
bersifat difus, pembentukan mikroabses, dan ulserasi nodus peyer disertai
distal ileum (Sujianto, 2012)

Demam tifoid atau tifus, tifes adalah suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi. Demam tifoid disebabkan juga
oleh Salmonella Paratyphi tetapi gejalanya jauh lebih ringan. Kuman ini
umumnya terdapat dalam air atau makanan yang ditularkan oleh orang
yang terinfeksi kuman tersebut sebelumnya (Mubaraq, 2015)

Demam tifoid atau tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang
disebabkan oleh Salmonella typhi (Muttaqin & Sari, 2011)

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella paratyphi C, paratyfoid biasanya lebih ringan dengan
gambaran klinis yang sama (Purnawan Junandi, dalam Ridha, 2014)

B. Etiologi
Penyebab dari demam typoid adalah salmonella typhi, sedangkan demam
paratyfoid disebabkan oleh organisme yang termasuk ke dalam spesies
salmonella enteritidis, yaitu : entereditis bioserotipe paratyphi A,
S.entritidis bioseratipe B, S. Enteriditis bio seretipe paratyphi C, kuman-
kuman ini lebih dikenal dengan nama S. Paratyphi A.S seholt moellen dan
S.Hirsch feldri (Purnawan Junadi, dalam Ridha, 2014)
C. Patofisiologi
Kuman salmonella typhi yang masuk saluran gastrointestinal akn ditelan
oleh sel-sel fagosit yang masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang
ada di dalam lamina propia. Sebagian dari Salmonella typhi ada yang
dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi ke jaringan limfoid
usus halus (plak peyer) dan jaringan limfois mesentrika. Kemudia
salmonella typhi masuk melewati folikel limpa ke saluran limpatik dan
sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-
tama menyerang sistem retikulo endotelial (RES) yaitu : hati, limpa, dan
tulang, kemudian mengenai seluruh organ di dalam tubuh di antara lain
sistem saraf pusat, ginjal, dan jaringan limpa (Curtis, 2006)
Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, dan bagian lain usus
halus dan kolon proksimal juga hinggapi. Pada mulanya, plakat peyer
penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrat
atau hiperplasia di mukosa usus (Sjamsuhidayat, 2005)
Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak
lebih besar di ileum daripada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer
yang ada. Tukak dangkal, dan lebih dalam sampai menimbulkan
pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah
sembuh biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan
fibrosis.
Masuknya kuman ke dalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan
tanda dan gejala suhu naik turun, suhu naiknya malam hari dan turun pagi
hari. Demam terjadi malam hari (intermiten) suhu tinggi, naik turun, turun
mencapai normal. Saat peningkatan suhu terjadi obstipasi sebagai akibat
penurunan motilitas suhu, namun hall ini tidak selalu terjadi. Setelah
kuman melewati fase awal intestinal, kumudian masuk ke sirkulasi
sistemik dengan peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dan tanda-
tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali, dan
hepatomegali (Chatterjee, 2009)
Pada mingguu selanjutnya infeksi fokal intestinal terjadi tanda-tanda suhu
tubuh tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dan fase bakterimia dan
demam terus menerus, lidah kotor, tepi lidah hipermisis, penurunan
peristaltik, gangguan digesti dan absobsi sehingga akan terjadi distensi,
diare dan merasa tidak nyaman. Pada masa ini terjadi perdarahan usus,
perforasi dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik
menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Parry,
2002)
D. Pathway
E. Tanda dan Gejala
1. Sakit kepala
2. Pusing
3. Nyeri otot
4. Penurunan nafsu makan
5. Mual dan Muntah
6. Batuk
7. Nyeri pada seluruh tubuh
8. Demam hingga mencapai 40oC
9. Lemah
10. Diare
F. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi menjadi dua bagian, meliputi (
Rowland, dalam Muttaqin & Sari, 2011) :
1. Komplikasi pada usus halus
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Peritonitis
2. Komplikasi di luar usus halus
a. Bronkitis
b. Bronkopneumonia
c. Ensefalopati
d. Meningitis
e. Miokarditis
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah
Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan yang
terbatas, melabsorpsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum,
dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia
dengan jumlah leukosit antara 3000-4000/mm3 ditemukan pada fase
demam. Aneosinofilia yaitu hilangnya eosinofil dari darah tepi.
Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu minggu pertama.
Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan
endotoksin. Laju endap darah meningkat (Dutta, dalam Muttaqin &
Sari, 2011)
2. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria (<2gr/liter) didapatkan peningkatan leukosit
dalam urine.
3. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan
usus dan perforasi
4. Pemeriksaan bakteriolgis
Untuk mengidentifikasi adanya kuman Salmonella pada darah tinja,
urine, cairan empedu, dan sumsum tulang.
5. Pemeriksaan serogis
Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Respons antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi
kuman Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi
yang progresif (> 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu
kemudian menunjukkan diagnosis positif dari infeksi Salmonella typhi
(Papagrigorakis, dalam Muttaqin & Sari, 2011)
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi
akibat demam tifoid.
H. Penatalaksanaan
1. Diet, makanan harus mengandung cukupan cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak meimbulkan banyak gas
2. Tirah baring selama demam, untuk mencegah komplikasi pendarahan
usu atau perforasi usus
3. Obat pilihan utama ialah kloramfenikol dan tiamfenikol
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal atau
adanya zat progen dalam thermostat sekunder terhadap proses infeks
Salmonella typhosa
2. Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
kurang asupan makanan yang adekuat atau gangguan digesti absorbsi
nutrisi
3. Nyeri b.d iritasi saluran gastrointestinal
4. Risiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah
baring lama, kelemahan fisik umum
5. Gangguan elimisanasi alvi (diare/konstipasi) b.d proses inflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif & Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi


Asuhan Keperawtan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedure
Tetap dalam Praktik Keperawatan Konsep dan Aplikasi dalam Praktik Klinik.
Jakarta : Salemba Medika

Ridha, Nabiel H. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Anda mungkin juga menyukai