Anda di halaman 1dari 19

RESENSI BUKU HUKUM EKONOMI ISLAM

DR. H.Suhrawardi K. Lubis,SH.,Sp.,N.,MH.

Farid Wajdi, S.H., M.Hum.

Judul

HUKUM EKONOMI ISLAM

Pengarang

Dr. Suhrawardi K.

Penerbit

:
Sinar Grafika

Cetakan Ke

Cet. 1

Tahun Terbit

2012

Bahasa

Indonesia

Jumlah Halaman

242 hlm
Kertas Isi

HVS

Cover

Sof

Ukuran

16 x 23 cm

Berat

300 gram
Kondisi

Baru

Harga

Rp 57,000

RIWAYAT SINGKAT PENGARANG

DR. H.Suhrawardi K. Lubis,SH.,Sp.,N.,MH, Lahir di Batang Natal, 15 Juni 1962. Ia memiliki multi profesi.
Ia guru, ia juga notaris dan juga pendakwah yang ulung. Semangat dakwahnya itu ia salurkan habis
melalui Muhammadiyah yang sudah menjadi darah dagingnya sejak ketika ia masih dikampung
halamannya. Suhrawardi terakhir menjabat sebagai Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara selain sebagai Ketua
LAZISWA PWM Sumut.

Setelah menyelesaikan Sekolah Dasar Negeri di Silayang Kecamatan Ranah Batahan (1974), Madrasah
Tsanawiyah Muhammadiyah (1978) dan Madrasah Aliyah Muhammadiyah (1981) di Silaping Kecamatan
Ranah Batahan, selanjutnya melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara (UMSU) Medan dan tercatat sebagai alumni Pertama (1987), menyelesaikan pendidikan
Spesialis Notariat di Universitas Sumatera Utara (1998) dan menamatkan pendidikan Program Magister
Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan telah menyelasaikan
pendidikan Doktor Falsafah/Ph.D di Universiti Sains Malaysia Pulau Pinang.
Suhrawardi pernah bekerja sebagai Guru SD Muhammadiyah di Jalan Mandailing Medan (1981), Kepala
Bagian Tata Usaha di FKIP-UMSU Medan (1984-1987), Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FKIP-
UMSU Medan (1987-1989), Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Hukum UMSU (1989-
1991), Pembantu Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum UMSU Medan (1991-1996), Dekan Fakultas
Hukum UMSU Medan (1996-2004) Pembantu Rektor Bidang Administrasi dan Keuangan Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (1994-sekarang). Kini tercatat sebagai Dosen Tetap (Lektor Kepala) pada
Fakultas Hukum dan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Selain aktif sebagai tenaga pengajar, Suhrawardi juga aktif menggeluti profesi hukum yaitu Pengacara
dan Konsultan Hukum (1987-1998) dan sebagai Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Deli Serdang
(1989-sekarang), dan kini tercatat sebagai Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah Notaris Deli Serdang
(2006-2009). Suhrawardi juga aktif di berbagai organisasi profesi, seperti pada Ikatan Notaris Indonesia
(INI), Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Ikatan Ahli
Ekonomi Islam (IAEI), dan juga pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IRM), Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), Pemuda Muhammadiyah (PM), sekarang aktif di Persyarikatan Muhammadiyah
sebagai Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara (2005-2010) setelah sebelumnya
tercatat sebagai Kordinator Bidang Hukum dan HAM dan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah Sumatera Utara (2000-2005).

Suhrawardi pernah melakukan penelitian tentang Assimilasi Hukum Perkawinan Adat Minangkabau dan
Mandailing di Ujung Gading Kabupaten Pasaman (Skripsi Sarjana Fakultas Hukum UMSU), Kontribusi
Hukum Islam Dalam Pembangunan Hukum Ekonomi di Indonesia (Tesis Program Magister Ilmu Hukum
UMJ), dan penelitian lainnya yang berhubungan dengan tugas-tugas sebagai tenaga pengajar di
Perguruan Tinggi, selain itu ia pernah menulis di berbagai harian yang terbit di Medan, Majalah Media
Hukum Fakultas Hukum UMSU dan Jurnal Madani yang diterbitkan oleh Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara, dan menulis buku yang berjudul Etika Profesi Hukum, Hukum Ekonomi Islam, Hukum
Perjanjian Dalam Islam (Karya bersama Drs. H.Chairuman Pasaribu), Hukum Waris Islam (Lengkap dan
Praktis) (karya bersama dengan Komis Simanjuntak) diterbitkan oleh Penerbit Sinar Grafika Jakarta, dan
sekarang sedang mempersiapkan penerbitan beberapa judul buku tentang hukum, khusunya bidang
hukum ekonomi Islam.
ISI BUKU

PENDAHULUAN

Sebelum membahas terlalu jauh tentang hukum ekonomi islam, maka dala penulisan buku ini diawali
dengan menjelaskan tentang sumber utama dalam menetapkan suatu hukum di dalam perekonomian
islam harus merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah sebagai penuntun memiliki daya jangkau
dan daya atur yang universal. Hal-hal yang tidak terdapat diatur dengan jelas di dalam kedua sumber
tersebut diperoleh ketentuannya dengan cara ijtihad dan untuk melaksanakan ijtihad itu tidak lah mudah
harus dengan beberapa metode untuk menetapkan hukumnya.

Mekanisme Pasar dan Persoalan Riba Dalam Pandangan Islam

Bab ini Penulis memaparkan bahwa didalam perekonomian, pasar memang sangat berperan
penting khususnya sistem ekonomi bebas / liberal. Pasarlah yang mempertemukan produsen dan
konsumen. Konsumen juga sangat menentukan kedudukan pasar, sebab konsumenlah yang menentukan
lalulintas barang dan jasa. Bagi Konsumen, persoalan utama yang dihadapi adalah bagaimana mengatur
barang-barang kebutuhan yang mereka diperlukan. Untuk itu, tentunya konsumen harus menentukan
prioritas barang dan jasa yang dibutuhkan. Hal itu sangat bergantung pada keadaan konsumen sendiri.
Selain itu, pihak konsumen pun cenderung untuk mendapatkan yang lebih murah.
Didalam mekanisme pasar yang bebas / liberal tentunya tak bisa terlepas dengan persoalan riba.
Penulis juga memaparkan pendapatnya dalam buku ini. Ada di suatu pendapat di tengah tengah
masyarakat yang menyatakan bahwa rente dan riba sama. Pendapat itu disebabkan rente dan riba
merupakan “bunga” uang karena sama sama bunga uang. Maka dihukum pula sama. Dalam praktiknya,
rente merupakan keuntungan yang dieroleh pihak bank karena jasanya telah meminjamkan uang untuk
memperlancarkan kegiatan usaha perusahaan/orang yang telah meminjam uang tersebut. Sementara
itu, kegiatan riba dalam praktinya, merupakan pemerasan yang dilakukan terhadap si miskin yang perlu
ditolong agar dapat melepaskan diri dari kesulitan hidupnya, terutama sekali untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya. Namun faktanya para rentenir memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.

Menurut Ahli tafsir dan para penjelasan para ahli hukum islam, pada umumnya mereka
memandang bahwa riba yang dimaksudkan di dalam Al-Quran adalah nasiah. Yakni bentuk riba yang
merajalela pada zaman jahiliyah, yaitu berupa kelebihan pembayaran yang dimestikan kepada orang
yang berutang sebagai imbalan dari pada tenggang waktu yang diberikan. Jadi, disini jelas terlihat bahwa
sebagian para ahli tafsir berpendapat bahwa riba yang dimaksudkan dalam nash Al-Quran tersebut
adalah riba yang bertempo.

Lembaga dan Instrumen Keuangan Dalam Pandangan Islam

Pada Bab ini penulis menerangkan makna dari lembaga-lembaga dan instrumen dan keuangan
islam sehingga pembaca bisa memahami penjelasan-penjelasan kedepannya. Penulis juga menerangkan
bahwa kemunculan suatu lembaga dan instrumen keuangan (yang baru) pada hakikatnya merupakan
tuntutan objektif yang berlandaskan pada prinsip prinsip efesiensi, sebab dalam kehidupan
perekonomian, manusia akan selalu berupaya untuk selalu efisien.

Apabila diperhatikan teks hukum yang ada dalam ketentuan syariat islam, akan ditemukan beberapa
lembaga dan instrumen keuangan yang secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam kegiatan
nonbank dan kegiatan perbankan. Yang termasuk dalam katagori nonbank diantaranya lembaga zakat,
Lembaga ijarah, kafalah, salam, rahn, akad, waris, qiradh, syirkah dan lain sebagainya. Sedangkan yang
dapat dimaksudkan ke dalam katagori perbankan (yang berhubungan dengan persoalan perbankan),
yaitu Al-wadiah, Al-Mudharabah, Al-Musyakarah/Syirkah, Al- bai’u Bithaman Anjil dan lain-lain.

Lembaga Keuangan Bank


Selanjutnya bab keempat ini ulasan mengenai Lembaga Keunangan Bank dimana pertama-tama
dibicarakan tentang Lembaga Keuangan Bank dan jenis-jenisnya, baik mengenai pengertian yang
terkandung dalam istilah bank tersebut maupun berbagai jenis yang ada dalam dunia perbankan.
Menurut penulis istilah bank tersebut berasal dari alat penukar uang (Banko) yang sejak dulu dilakukan
di pelabuhan-pelabuhan ketika banyak kelasi kapal dan wisatawan datang dan pergi. Dalam UU No.10
tahun 1998 bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan,
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (pasal 1
ayat 1). Melihat dari segi sistem pengelolaannya bank itu dibagi dua yaitu Bank Konvensional (dengan
sistem bunga) dan Bank Syariah (dengan sistem bagi hasil). Yang kemudian menurut Suhrarwardi
membagi Bank Konvensional itu menjadi dua jenis yaitu Usaha Bank Umum dan Usaha Bank
Pengkreditan Rakyat.

Dapat dilihat bahwa dalam era globalisasi sekarang, kaum muslimin boleh dikatakan hampir tidak dapat
menghindarkan diri dari bermuamalah dengan bank-bank konvensional (memakai sistem bunga dalam
seluruh operasionalnya), bahkan termasuk juga dalam hal ibadah seperti ibadah haji. Bahkan dalam hal
perdagangan bank konvensional tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Disini timbul pertanyaan yaitu
bagaimana pandangan hukum islam terhadap kaum muslimin yang mengadakan kegiatan dengan bank
konvensional tersebut?

Penulis mengutarakan dan menyimpulkan beberapa pendapat dari para ahli yang berdasarkan putusan
dari Majelis Tarjih Muhammadiyah : Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para
nasabahnya atau sebalikya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “musytabihat”.

Seperti dikemukakan di atas bahwa para ahli hukum islam yang sampai saat ini belum ada kata sepakat
tentang status bank konvensional. Salah satu jalan keluar dari persoalan tersebut yaitu dengan
membentuk Bank Syariah dengan memakai prinsip bagi hasil. Penulis menyebutkan pengertian dari Bank
Syariah adalah bank yang pengoperasiaannya itu disesuaikan dengan prinsip syariat islam.

Pasal 1 UU No.10 ayat 13 tahun 1998, memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan
pembiyaan kegiatan usaha kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain,
pembiyayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiyayaan berdasarkan prinsip penertaan
modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh barang (murabahah), atau
pembiyayaan barang modal berdasarkan prinsipsewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yg disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Menanggapi pasal tersebut penulis mengungkapkan bahwa dalam peraturan pemerintah secara tegas
dinyatakan bank dengan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan
prinsip bagi hasil (memakai sistem bunga), begitu juga sebaliknya. Kemudian menurut
Suhrawardi perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah adalah dalam sitem
operasinya. Bank Konvensional sistem operasinya didasarkan pada bunga, orang yang menanamkan
uangnya pada bank, motifnya antara lain untuk mendapatkan bunga. Sedangkan pada Bnak Syariah
pemilik dana menanamkan uangnya pada bank tidak untuk mendapatkan bunga, akan tetapi dlam
rangka mendapatkan keuntungan dengan jalan bagi hasil. Dana yang ditanamkan nasabah pada bank
tersebut kemudian oleh pihak bank disalurkan kepada mereka-mereka yang membutuhkan sebagai
modal untuk berusaha. Penyaluran tersebut diadakan dengan perjanjian bahwa keuntungan yang
diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai kesepakatan.

Bank Muamalat Indonesia juga berperan aktif dalam mengembangkan cita-cita umat islam di Indonesia
untuk mendirikan Bank Syariah. Dengan tujuan meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi
masayarakat terbanyak bangsa Indonesia hingga semakin mempersempit kesenjangan sosial dan
ekonomi, selain itu juga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat banyak dalam pembangunan
terutama dalam bidang ekonomi keuangan, dan ikhtiar sekaligus mendidik dan membimbing
masayarakat untuk berpikir secara ekonomis, sert berperilaku bisinis dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup.

Dapat dikatakan bahwa arti penting Bank Muamalat Indonesia lebih mendorong masyarakat Indonesia
khususnya penganut agama islam agar menjadi islamic bank minded, karena sebagian besar dari
masyarakat Indonesia menganut agama islam dan masih banyak diantara mereka enggan untuk
mengadakan hubungan muamalah dengan bank konvensional.

Apabila diperhatikan pembagian bank menurut jenisnya, maka bank tersebut terdiri dari bank umum
dan Bank Pengkreditan rakyat. Dimaksudkan dengan Bank Pengkreditan Rakyat Syariah adalah BPR biasa
dengan sistem operasionalnya mengikuti prinsip-prinsip muamalah. Usaha Bank Pengkreditan Rakyat
termasuk pula BPR syariah meliputi penyediaan pembiyayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil keuntungan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun
1992.

Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun Dan Pasar Modal


Pada bab kelima ini penulis ingin membahas Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, dan Pasar Modal.
Seperti kita ketahui yang dimaksud dengan Asuransi atau petanggungan itu sendiri adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih, pihak petanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin
akan diderita tertanggung, yang timbul dari beberapa peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang yang didasarkan atas meninngal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.

Dalam konteks asuransi Suhrawardi menegaskan bahwa antara asuransi dan resiko mempunyai
keterkaitan yang erat, sebab asuransi adalah menaggulangi resiko, tanpa resiko asuransi pun tidak ada.

Mengenai ketentuan hukum asuransi, dalam syariat islam dikategorikan kedalam masalah-masalah
ijtihad. Sebab tidak ada penjelasan resmi baik dalam Al-quran maupun hadis. Disamping itu para imam
mazhab juga tidak memberikan pendapat tentang hal tersebut kaena pada masa itu perarunsian belum
dikenal.

Banyak pendapat para ahli dalam mengklarifikasikan tentang hukum asuransi tersebut diantaranya
Asuransi dengan segala bentuk haramnya, perjanjian asuransi tidak bertentangan dengan syariat islam,
asuransi sosial diterima dan asuransi bersifat komersial tidak diterima, serta ada yang berpendapat
bahwa asuransi adalah Syubhat. Kemudian penulis juga membagikan asuransi dalam beberapa bentuk
termasuk didalamnya asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi.

Dalam bab ini penulis menjelaskan atau membagi secara terpisah Asuransi Sosial dengan bentuk-
bentuk asuransi karena penulis berlandaskan bahwa sebagian ulama yang berpendapat tentang
kebolehan dalam perjanjian asuransi hanya sebatas asuransi sosial. Untuk itu asuransi sosial dibahas
secar sendiri pula. Dapat ditambahkan bahwa yang dikemukakan di atas mempunyai spesifikasi-
spesifikasi tersendiri, diantaranya Taspen, Asabri, Astek, Askes, Pertanggungan Kecelakaan Penumpang,
Asuransi kecelakaan lalu lintas.

Di negara kita Indonesia ketentuan tentang dana pensiun diataur dalam UU No.11 tahun 1992.
Penulis membagikan dana pensiun menjadi dua yaitu dana pensiun kerja dan dana pensiun lembaga
keuangan.
Berbicara masalah pasar modal secara umum dimaksudkan adalah gedung atau ruangan tempat
diadakannya perdagangan efek atau saham, sedangkan yang dimaksud dengan saham disini adalah tanda
penyertaan modal pada suatu perusahaan. Dalam rangka mempercepat proses perluasan atau
pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham dan prusahaan-perusahaan menuju pemerataan
pendapatan masyarakat, serta untuk lebih menggairahkan partisipasi masyarakat dalam mengerahkan
dan menghimpunkan dana untuk digunakan secara produktif dalam pembangunan nasional.

Perusahaan Pembiayaan

Lahirnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 61 Tahun 1988, merupakan hal yang sangat
penting dalam bidang hukum ekonomi. Melalui Keppres itulah perusahaan pembiayaan di Indonesia
mempunyai pijakan hukum

Yang dimaksud dengan perusahaan pembiayaan adalah perusahaan-perusahaaan yang bergerak


dalam kegiatan pembiayaan di samping perbankan dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB), yang
melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak
menarik dana secara langsung dari masyarakat (Pasal 1 ayat (2) Keppres )

Lembaga pembiayaan itu melakukan kegiatan yang meliputi berbagai bidang usaha diantaranya
modal ventura, sewa guna usaha (leasing), anjak piutang, kartu kredit, pembiayaan konsumen dan
perusahaan pegadaian.

Modal ventura yaitu suatu kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan pasangan usaha (investee company) dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya investasi
ini dilakukan dalam bentuk penyerahan modal secara tunai yang ditukar dengan sejumlah saham pada
perusahaan pasangan usaha. Investasi modal ventura ini biasanya memiliki suatu resiko yang tinggi
namun memberikan imbalan hasil yang tinggi pula. Kapitalis ventura atau dalam bahasa asing disebut
venture capitalist (VC), adalah seorang investor yang berinvestai pada perusahaan modal ventura.

Ijarah (leasing), dalam point berikut ini terdapat beberapa pendapat para tokoh tentang
pengertian ijarah atau leasing tersebut, disni peresensi akan mengambil salah satu pengertian yang
dikemukakan oleh salah satu tokoh. Menurut Charles Dulles Marpaung leasing adalah perusahaan yang
memberikan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat-alat produksi dalam jangka
waktu menengah atau jangka panjang yang pihak penyewa (lesse) harus membayar sejumlah uang
secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu objek lease ditambah bunga, biaya-biaya lain,
serta profit yang diharapkan oleh lessor.

Leasing sebagai lembaga yang bertujuan untuk menopang kegiatan bisnis menjadi kebutuhan
dewasa ini dan terus berkembang seirama dengan dinamika pembangunan, khusunya yang berkaitan
dengan dunia bisnis. Perkembangan tersebut terlihat dengan beragamnya jenis leasing yang antara
lain : Financial leasing (sale type lease, direct financial lease, sale and lease back, leverage lease), dan
Operational leasing.

Anjak piutang (Factoring) perusahaan yang kegiatannya melakukan penagihan atau pembelian
atau pengambilalihan atau pengelolaan hutang piutang suatu perusahaan dengan imbalan atau
pembayaran tertentu dari perusahaan (klien).

Kartu kredit adalah suatu kartu yang dikeluarkan oleh perusahaan kartu kredit yang melakukan
kegiatan pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit . Apabila
diperhatikan dalam praktik pelaksanaan penggunaaan kartu kredit merupakan kumpulan perjanjian.
Dikatakan kumpulan perjanjian (perjanjian campuran) karena dalam praktiknya didalam perjanjian kartu
kredit tersebut terdapat beberapa perjanjian yaitu perjanjian jual beli, perjanjian kredit, perjanjian
pemberian kuasa, dan perjanjian jaminan perorangan.

Pembiayaan konsumen, adalah badan usaha yang usahanya dibidang pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen. Adapun system pembayarannya adalah angsuran
atau berkala. Dalam kegiatan pembiayaan konsumen, lazimnya perusahaan mengadakan pembelian atas
barang-barang kebutuhan konsumen. Selanjutnya, perusahaan menjual baran-barang kebutuhan
konsumen dengan harga yang telah disepakati (biasanya adalah harga asal ditambah margin
keuntungan). Akhirnya , konsumen melakukan pembayaran secara berkala.

Perusahaan pegadaian, lembaga pegadaian di Indonesia sudah ada ketika Indonesia belum
merdeka. Pada awalnya lembaga itu merupakan lembaga swasta. Keadaan itu juga berkelanjutan pada
masa-masa awal kemerdekaan. Barulah pada tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
178 Tahun 1961 lembaga itu berubah menjadi perusahaan negara. Selanjutnya, berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 108 Tahun 1965 Perusahaan Negara Pegadaian diintegrasikan ke dalam urusan Bank
sentral. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah
statusnya menjadi Perusahaan Jawatan Pegadaian.
Menurut aturan dasar pegadaian, barang-barang yang dapat digadaikan di lembaga itu hanyalah
berupa barang-barang bergerak (gadai dalam KUH Perdata hanyalah berbentuk barang-barang bergerak),
tentunya dengan beberapa pengecualian.

Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dan Koperasi

Istilah baitul mal wat tamwil sebenarnya berasal dari 2 (dua) suku kata, yaitu baitul mal dan baitul
maldan baitul tamwil. Istilah baituln mal berasal dari kata bait dan al mal. Bait artinya bangunan atau
rumah, sedangkan al mal berarti harta benda atau kekayaan. Jadi baitul mal secara harifiah seperti
ruumah harta benda atau kekayaan. Meskipu demikian, kata baittul mal biasa diartikan sebagai
perbendaharaan (umum atau negara). Sedangkan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu
lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, baik yang
berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah
pengeluaran dan lain-lain (Harun Nasution, 1992: 161). Baitul tamwil berarti rumah penyimpanan harta
milik pribadi yang dikelola oleh suatu lembaga.

Apabila dilihat dari segi peristilahan KSM-BMT adalah sekelompok orang yang menyatukan diri
untuk saling membantu dan bekerja sama membangun sumber pelayanan keuangan guna mendorong
dan mengembangkan usaha produktif dan meningkatkan tariff hidup para anggota dan keluarganya.

Langkah-langkah pendirian KSM-BMT yakni meliputi hal-hal berikut ini:

Pengkondisian, yang dimaksud dengan pengkondisian adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh
pemrakarsa dengan cara menyampaikan ide pembentukan kepada sekeolompok masyarakat yang
memiliki usaha produktif, tokoh masyarakat, dan pemimpin formal.

Musyawarah pembentuka/pendirian, setelah pemrakarsa dapat menjaring beberapa orang yang


sudah mengetahui dan memahami maksud pendirian KSM-BMT, selanjutnya diadakan musyawarah
pembentukan atau pendirian.
Yang perlu sekali intuk diperhatikan mengenai hasil-hasil rapat pendirian KSM-BMT tersebut
minimal harus dikelola oleh 3 orang personil (tentunya dengan resiko perangkapan tugas).

Ketiga pengelola tersebut terdiri dari, general manager,kasir, manajemen pembiayaan. Ketiga
orang pengelola tersebut dapat berasal dari badan pendirian. Personil pengelola itu harus diberikan gaji
sesuai dengan hasil kerja. Namun, seandainya ada yang bersedia untuk tidak mendapatkan imbalan
tentunya lebih baik asalkan tetap memiliki dedikasi kerja yang cukup tinggi.

Menyangkut tentang modal dan sumber modal dapat dikemukakan bahwa pertama sekali harus
ditetapkan jumlah dana sumbernya, menyangkut pengadaan modal awal ada beberapa alternatif yaitu
saham sendiri, hibah atau bantuan simpanan pokok dan simpanan wajib, campuran bentuk-bentuk
diatas.

Setelah semua hal terpenuhi baik dari aspek teknis maupun non teknis terpenuhi maka setelah itu
KSM-BMT yang bersangkutan dapat beroperasi.

Produk-produk tabungan KSM-BMT antara lain tabungan pokok, tabungan wajib, tabungan
sukarela, tabungan wajib pinjam, tabungan mudharabah, tabungan pendidikan tabungan kesehatan,
tabungan walimah, tabungan kurban dan akikah, dan tabungan lainnya.

Koperasi, dapat dikemukakan bahwa hampir semua orang mengenal koperasi.


Kata koperasi berasal dari cooperation, secara harfiah bermakna kerja sama. Kerja sama dalam rangka
mencapai tujuan bersama untuk kepentingan dan kemanfaatan bersama. Kemudian kata itulah yang
dalam bahasa Indonesia, secara umum diistilahkan koperasi. Lazimnya, koperasi dikenal sebagai
perkumpulan orang-orang yang secara sukarela mempersatukan diri guna mencapai kepentingan-
kepentingan ekonomi atau menyelenggarakan usaha bersama dengan cara pembentukan suatu lembaga
ekonomi yang diawasi bersama.

Asa empat macam koperasi/syirkah ta’awuniyahmenurut Mahmud Syaltut dan Masjfuk Zuhdi
(1992:113) diantaranya syirkah abdan, syirkah mufawadhah, syirkah wujuh dan syirkah ‘inam.
Kegiatan - Kegiatan Ekonomi

Pada Bab ini, sang penulis buku menjelaskan tentang kegiatan - kegiatan ekonomi yang ada dalam ruang
lingkup Islam seperti pinjam-meminjam, jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian kerja, perjannian
pemborongan, perjanjian pengangkutan, sewa-beli, usaha franchise, hingga Multilevel Marketing yang
berbentuk syariah juga dibahas oleh penulis dalam bab ini. Namun tidak hanya menjelaskan definisi dan
sekedar syarat seperti pada buku buku lainnya, penulis juga mengajak kita untuk mengetahui dasar
hukumnya bahkan hubungannya dengan hukum konvensional yang ada di indonesia baik itu yang
mendukung kegiatan ekonomi islam mauun yang tidak.

Pinjam-meminjam adalah memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya
dengan tidak merusak zatnya, agar dapat dapat dikembalikan zat barang tersebut. Penulis juga
berpendapat bahwa pinjam meminjam merupakan perjanjian timbal balik yang barang yang pihak
penerima mengembalikan barangnya tersebut sebagaimana ia diterimanaya dan ketentuan syariat ini
sesuai dengan pasal 1740 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pada pembahasan Jual-Beli Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa yang dimaksud jual beli adalah pertukaran
barang atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Namun
Suhrawardi menyimpulkan jual beli terjadi dengan dua cara yaitu 1. Pertukaran harta antara dua pihak
atas dasar saling rela, dan 2. Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, yaitu berupa alat
tukar yang diakui sah dalam lalulintas perdagangan. Dalam pembahasan syarat sah jual beli memang
penulis menjelaskan secara mendetail syarat-syaratnya, namun sangat susah dipahami karena terlalu
panjang pembahasannya.

Selanjutnya, penulis menjelaskan tentang sewa menyewa yang dalam bahasa arab distilahkan dengan al-
ijarah dan sewa menyewa adalah pengambilan manfaat suatu benda. Jadi, bedanya tidak berkurang
sama sekali. Dengan perkataan lain, terjadinya sewa menyewa, yang berpindah hanyalah manfaat dari
benda yang disewakan tersebut. Di sisi lain penulis juga menerangkan resiko, mengulangsewakan, sewa
menyewa rumah, sewa menyewa tanah, pembatalan dan berakhirnya, dan pengembalian objek sewa
menyewa yang dapat membuat pembaca lebih paham sewa menyewa di dalam islam itu seperti apa
detailnya.
Karena tuntutan zaman banyak hal kegiatan - kegiatan yang ada di ruang lingkup ekonomi syariah yang
juga harus mengikutinya, penulis disinipun membahas tentang perjanjian kerja, perjanjian
pemborongan, perjanjian pengangkutan, sewa beli (Hire-purchase), usahaFranchise, dan Multilevel
Marketing (MLM) Syariah. Dari pembahasan – pembahasan ini kita tidak hanya mengenal ekonomi islam
dalam ruang lingkup pinjam meminjam atau jual beli saja namun pembaca juga dapat lebih mengenal
ekonomi syariah dalam kegiatan kegiatan yang modern.

Penyelesaian Persengketaan Dalam Bidang Ekonomi

Karena banyaknya lembaga perekonomian yang didasarkan kepada prinsip syariah tentunya
membuka kemungkinan terjadi perselisihan di antara pihak yang bersyariah, dan tentunya ada satu
lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Penulis juga memaparkan tentang
sistem kekuasaan kehakiman sepanjang sejarah Islam, yang mana lembaga ini memiliki kewenagan
tersendiri.

· Kekuasaan Al-Qadla: yang menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang mencakup perkara-


perkara madainyat dan Al-Ahwal asy-syakh-syiyah (masalah keperdataan, termasuk masalah hukum
keluarga), masalah jinayat (pidana), dan tugas tambahan lainnya.

· Kekuasaan Al-Hisbah: yaitu lenbaga resmi negara yang diberi tugas untuk menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran ringan yang sifatnya tidak memerlukan peroses pengadilan

· Kekuasaan Al-Madzalim: yaitu suatu badan khusus yang membela orang-orang yang teraniaya
akibat sikap semena-mena penguasa negara (yang lazimnya sulit diselesaikan oleh lembaga peradilan),
dan juga berwenang untuk menyelesaikan persoalan sogok dan korupsi.

Dalam buku ini penulis mengartikan perdamaian (ASH-SHULHU) sebagai sesuatu yang memutus
pertengkaran/perselisihan. Atau dalam bahasa lain perdamaian adalah suatu jenis akad untuk
mengakhiri perselisihan antara dua ornag yang berlawanan. Lebih lanjut penulis menerangkan dasar
hukum perdamaian dalam Islam yang bersumber dari ketentuan Al-Quran, Sunnah Rasul, dan Ijmak,
yang mana Al-Quran menegaskan didalam QS. Al-Hujurat: 9 yang artinya: “Dan jika dua puak dari orang-
orang Yang beriman berperang, maka damaikanlah di antara keduanya; jika salah satunya berlaku zalim
terhadap Yang lain, maka lawanlah puak Yang zalim itu sehingga ia kembali mematuhi perintah Allah; jika
ia kembali patuh maka damaikanlah di antara keduanya Dengan adil (menurut hukum Allah), serta
berlaku adillah kamu (dalam Segala perkara); Sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang Yang berlaku
adil.” Dalam sunah dapat di temukan dalam hadis yang di riwayatkan oleh Abu Daud, Amar bin Auf,
bahwa Rasulullah saw. Bersabda perjanjian di antara orang-orang muslim itu boleh kecuali perjanjian
yang menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Dan para ulama telah sepakat bahwa
penyelesaian pertikaian antara pihak-pihak yang bersangkutan adalah disyariatkan dalam Islam. Penulis
membagi rukum perdamaian menjadi tiga yaitu: (1).adanya ijib (2).adanya kabul (3).dan adanya lafal.

Lebih lanjut penulis menjelaskan bahwa yang menjadi syarat perjanjian ada tiga yaitu:
(1).menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian perdamaian. Yakni pihak-pihak yang
bersangkutan harus cakap hukum. (2).menyangkut objek perdamaian. Yakni dalam bentuk harta, baik
yang berwujud maupun tidak dan jelas objeknya. (3).persoalan yang boleh didamaikan. Yakni pertikaian
dalam bentuk harta yang dapat di nilai, dan menyangkut hak manusia yang dapat diganti. Kemudian
pelaksanaan perdamaian dapat dilakukan disidang pengadilan maupun di luar pengadilan. Adapun
tentang pembatalan perjanjian tidak boleh secara sepihak.

Pada paragraf selanjutnya penulis memberi penjelasan tentang Arbitrase (tahkim) yang artinya
menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu sengketa, menurut syafi’iyah Tahkim yaitu memisahkan
pertikaian antara pihak yang bertikai dengan hukum Allah atau menetapkan hukum syara’ terhadap
suatu peristiwa yang wajib dilaksanakan. Lebih lanjut penulis menerangkan dasarhukum arbitrase ini
terdapat dalam QS. An-Nisa: 35 yang artinya: “Dan jika kamu bimbangkan perpecahan di antara mereka
berdua (suami isteri) maka lantiklah "orang tengah" (untuk mendamaikan mereka, iaitu), seorang dari
keluarga lelaki dan seorang dari keluarga perempuan. jika kedua-dua "orang tengah" itu (dengan ikhlas)
bertujuan hendak mendamaikan, nescaya Allah akan menjadikan kedua (suami isteri itu) berpakat baik.
Sesungguhnya Allah sentiasa Mengetahui, lagi amat mendalam pengetahuanNya”. Di indonesia ada
beberapa lembaga arbitrase yang menangani tentang sengketa bisnis dalam bidang perdagangan seperti
BAMUI (Badan Arbitrase Muamalat Indonesia), BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional), dan BANI
(Badan Arbitrase Nasional Indonesi).

Selanjutnya penulis memaparkan tentang Al-Qadha (peradilan) yang berarti memutuskan atau
menetapkan, atau menutut istilah peradilan adalah menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau
sengketa untuk menyelesaikannya secara adil dan mengikat. Kewenangan dari lembaga ini yaitu
menyelesaikan perkara dalam bidang perdata, dan orang yaang di beri kewenangan dalam lembaga ini
di sebut hakim. Kewenangan mengadili peradilan agama pada umumnya terbagi menjadi dua yaitu
kewenangan relatif dan kewenangan absolut. Kewenangan relatif artinya kekuasaan pengadilan yang
satu jenis dan satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis dan
sama tingkatan lainnya. Sedangkan kewenangan absolut artinya kekuasaan pengadilan yang
berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan, dalam
perbedaannya dengan jenis perkara atau pengadilan lainnya. Bapak Suhrawardi dan Farid Wajdi sebagai
penulis buku ini juga menerangkan bagaimana kewenangan mengadili peradilan agama di Aceh yang
berawal dari Undang-Undang no.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakinaman. Sumber-sumber
ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelelesaikan perkara di peradilan agama
menurut penulis yakni meliputi peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bank
Indonesia, kemudian fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) yang mempunyai kewenangan untuk
menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah. Yang ke tiga yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan
perkara di peradilan agama adalah fiqih dan ushul fiqh yang dapat digunakan dalam menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Yang ke empat yaitu adab kebiasan yaitu perinsip-perinsip umum yang dapat
dijadikan pedoman oleh para mujtahid untuk berijtihad menentukan hukum terhadap masalah-masalah
baru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Yang terahir yang dapat dijadikan pedoman oleh para
mujtahid adalah yurisprudensi, yang mana sampai saat ini belum ada yurisprudensi (putusan pengadilan
agama) yang berhubungan dengan ekonomi syariah, yurisprudensi yang ada hanya putusan Pengadilan
Niaga tentang ekonomi konvensional, yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam memutus
perkara ekonomi syariah.

Kelebihan Buku

a. Gambar pada kulit buku (sampul) menarik sehingga menyebabkan kita ingin membacanya.

b. Menggunakan struktur bahasa yang baik dan benar sehingga mudah di pahami.

c. Terdapat bnyak istilah bahasa arab, sehingga pembaca lebih akrab dengan bahasa arab

d. Pembahasannya lengkap, mengupas seluruh permasalahan yang terkait


e. Bahasa yang digunakan mudah dipahami

f. Banyak perbandingan-perbandinagan dari ahli lain sebagai perbandingan

Kekurangan buku

a. Buku yang di terbitkan menggunakan bahan yang mudah rusak, sehingga tidak tahan lama.

b. Reverensi yang di gunakan lebih condong kepada satu reverensi yang di utamakan, sedangkan
reverensi yang lainnya hanya sebagai pelengkap.

Anda mungkin juga menyukai