Anda di halaman 1dari 20

LKK 1 BLOK 11 ANAMNESIS GANGGUAN SISTEM DIGESTIF NON BEDAH

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
Melakukan anamnesis kelainan gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah:
1. Menanyakan keluhan utama
2. Menanyakan keluhan tambahan
3. Menanyakan riwayat penyakit dahulu
4. Menanyakan faktor-faktor risiko
5. Menanyakan riwayat keluarga
6. Menetapkan diagnosis banding

B. PELAKSANAAN

1. Landasan Teori
Anamnesis pada pasien dengan gangguan gastrointestinal (GI) mempunyai beberapa komponen penting.
Waktu timbulnya gejala dapat menunjukkan etiologi yang spesifik. Gejala yang timbul dalam waktu singkat
biasanya disebabkan oleh infeksi akut, terpapar racun, inflamasi atau iskemia. Gejala yang timbul dalam jangka
waktu lama menunjukkan adanya inflamasi kronis, gangguan fungsi usus, dan kondisi neoplastik. Gejala yang
timbul akibat obstruksi mekanis, iskemia, inflammatory bowel disease (IBD), dan gangguan fungsi usus
biasanya menjadi bertambah buruk dengan pemasukan makanan. Sebaliknya, gejala pada ulkus menjadi
berkurang bila diberi makan atau minum antasida.
Pola gejala dan durasinya dapat menunjukkan kondisi penyebabnya. Nyeri pada ulkus peptikum bersifat
intermiten, yang berlangsung selama seminggu atau sebulan. Sementara kolik bilier timbul mendadak dan
hanya berlangsung selama beberapa jam. Nyeri akibat inflamasi akut, misalnya pancreatitis, berlangsung dalam
hitungan hari sampai minggu dan sangat berat. Makanan terkadang menimbulkan diare pada IBD dan IBS, dan
defekasi mengurangi ketidaknyamanan akibat kondisi tersebut. Gangguan fungsi usus biasanya ditimbulkan
oleh stress. Diare akibat malabsorpsi biasanya membaik dengan disuruh puasa, sementara diare sekretorik tetap
berlangsung meskipun berpuasa.
Gejala yang timbul setelah bepergian (travelling) mengindikasikan infeksi usus. Beberapa obat
menyebabkan nyeri perut, gangguan fungsi pencernaan, bahkan menyebabkan perdarahan saluran cerna.
Perdarahan saluran cerna bagian bawah biasanya terjadi akibat adanya neoplasma, divertikel, lesi vascular pada
orang tua, malformasi anorektal atau IBD pada usia yang lebih muda.

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.
4. Menanyakan keluhan utama.
5. Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
6. Menanyakan riwayat penyakit dahulu.
7. Menanyakan riwayat keluarga

CONTOH:
i. Susah menelan dan muntah
a. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan
b. Frekuensi
c. Menetap atau periodik
d. Faktor yang memperberat keluhan
e. Faktor yang memperingan keluhan
f. Isi dan pengaruh konsistensi makanan
g. Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang, DM, dll.
ii. Nyeri perut
a. Lokasi nyeri
b. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan
c. Penyebaran
d. Kualitas nyeri
e. Hilang timbul atau terus-menerus
f. Faktor yang memperberat keluhan
g. Faktor yang memperingan keluhan
h. Gejala penyerta
i. Riwayat sakit sebelumnya

1
j. riwayat minum obat dll.
iii. Diare
a. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan
b. Sejak kapan.
c. Frekuensi, warna, bau.
d. Bercampur darah atau lendir.
e. Faktor yang memperberat keluhan
f. Faktor yang memperingan keluhan
g. Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas.
h. Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare.
i. Terjadi secara massal/tidak.
j. Ada/tidak penurunan berat badan.
iv. Perut kembung (distensi abdomen)
a. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan
b. Nyeri perut
c. Mual/muntah
d. Faktor yang memperberat keluhan
e. Faktor yang memperingan keluhan
f. Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)
g. Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK
v. Kulit kuning
a. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan
b. Gejala penyerta (gatal, demam, nyeri perut,mual, badan letih, penurunan berat badan,
sesak nafas, benjolan pada perut dll)
c. Faktor yang memperberat keluhan
d. Faktor yang memperingan keluhan
e. BAK dan BAB
f. Riwayat konsumsi obat, minuman beralkohol, jamu dan transfusi.
g. Riwayat penyakit dahulu
h. Riwayat keluarga
i. Riwayat kebiasaan
j. Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi
vi. BAB hitam
a. Onset: Sejak kapan, mendadak atau berlangsung perlahan.
b. Frekuensi dan jumlah BAB
c. Gejala penyerta
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat kebiasaan
Contoh kasus :
1. Seorang perempuan usia 30 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan badan kuning
2. Seorang perempuan usia 30 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri perut
3. Seorang perempuan usia 40 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan BAB hitam

4. Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien berdasarkan hasil
anamnesis.

Instrumen Evaluasi Anamnesis Kelainan Abdomen Pasien Dewasa Non Bedah

No Aktivitas yang dinilai 0 1 2


1 Mengucapkan Salam
2 Memperkenalkan diri
3 Menanyakan identitas pasien
4 Memohon izin untuk melakukan anamnesis
5 Menanyakan keluhan utama.
6 Menanyakan riwayat penyakit sekarang.
7 Menanyakan keluhan tambahan untuk menyingkirkan diagnosis banding.
8 Menanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan/residivitas.
9 Menanyakan faktor-faktor risiko.
10 Menanyakan riwayat keluarga.
11 Kesimpulan
Total Skor

Keterangan:
0:tidak menyatakan atau tidak melakukan
1:hanya menyatakan atau melakukan tidak sempurna
2:menyatakan dan melakukan dengan sempurna

2
LKK 2 BLOK 11 PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM DIGESTIF
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
Melakukan pemeriksaan fisik gastrointestinal pada pasien dewasa non bedah secara runtut dan benar.
1. Melakukan pemeriksaan fisik umum
- Tanda vital
- Tinggi badan (TB)
- Berat badan (BB)
2. Melakukan pemeriksaan fisik khusus
- Melakukan pemeriksaan kulit
- Melakukan pemeriksaan mata dan mulut
- Melakukan pemeriksaan leher
- Melakukan pemeriksaan thoraks
- Melakukan pemeriksaan abdomen
- Melakukan pemeriksaan ektremitas
3. Melakukan pemeriksaan spesifik
- Pemeriksaan asites (shifting dullness)
- Pemeriksaan hati
- Pemeriksaan limpa
- Pemeriksaan abdomen bawah
- Pemeriksaan perineum
B. PELAKSANAAN
1. Landasan Teori
Pemeriksaan fisik melengkapi anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya. Tanda vital yang abnormal
memberikan petunjuk perlu tidaknya intervensi segera. Demam mengindikasikan adanya inflamasi atau
neoplasma. Orthostasis biasanya ditemukan dengan kehilangan banyak darah, dehidrasi, sepsis, atau neuropati
otonomik. Pemeriksaan leher dengan pemeriksaan menelan dapat melihat adanya disfagia (susah menelan).
Penyakit kardiopulmoner dapat menimbulkan nyeri perut atau mual, sehingga pemeriksaan paru dan jantung
tetap penting pada keluhan GI. Pemeriksaan rectum atau pelvis diperlukan untuk melihat sumber penyebab nyeri
abdomen. Kondisi metabolik dan gangguan motorik usus biasanya dikaitkan dengan neuropati perifer.
Inspeksi abdomen dapat membedakan distensi akibat obstruksi, tumor, asites, atau abnormalitas pembuluh
darah akibat penyakit hati. Ekimosis timbul pada pankreatitis berat. Auskultasi dapat mendeteksi adanya bruit
(bising pembuluh darah) atau friction rub pada penyakit vascular atau tumor hati. Menurunnya bising usus
menandakan ileus, sedangkan meningkatnya bising usus dengan nada tinggi menandakan ostruksi usus. Perkusi
dapat menentukan ukuran hepar dan mendeteksi adanya cairan pada asites dengan pemeriksaan shifting dullness.
Palpasi dilakukan untuk menilai hepatosplenomegali, tumor, ataupun massa akibat inflamasi.
Pemeriksaan fisik abdomen berguna dalam mengevaluasi nyeri yang tidak dapat dijelaskan. Pasien dengan
nyeri dinding abdomen mungkin akan menunjukkan nyeri yang timbul akibat maneuver Valsava atau
mengangkat tungkai lurus. Pasien dengan nyeri visceral dapat menunjukkan rasa tidak nyaman pada seluruh
abdomen, sementara nyeri parietal atau peritonitis menunjukkan rasa nyeri yang langsung pada dinding abdomen
dengan cara mengeraskan dinding abdomen (defence mechanism).

2. Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 1 Blok XII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Pasien simulasi
4. Tempat tidur pemeriksaan
5. Stetoskop dewasa
6. Termometer
7. Timbangan badan
8. Pengukur tinggi badan

3. Langkah Kerja
1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan fisik.
4. Meminta izin pasien.
5. Melakukan pemeriksaan fisik umum:
a. Kesadaran
b. Keadaan umum
c. Tanda vital
d. Tinggi badan dan berat badan
6. Melakukan pemeriksan kulit .
a. Melihat adanya warna kuning atau pucat pada kulit
b. Melihat adanya pigmentasi pada kulit
c. Melihat adanya spider nevi pada dada, bahu, dan punggung.
d. Melihat adanya lesi pada kulit, misalnya pada herpes zoster.

3
Gambar 1. Spider nevi
Sumber: www.drugline.org

7. Melakukan pemeriksaan kepala.


a. Melakukan pemeriksaan konjungtiva, apakah pucat atau normal, atau merah.
b. Melakukan pemeriksaan sklera, apakah putih atau kuning.

8. Melakukan pemeriksaan leher


a. Melakukan pemeriksaan JVP
b. Melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening.

9. Melakukan pemeriksaan thoraks.


a. Melakukan pemeriksaan jantung.
b. Melakukan pemeriksaan paru-paru.

10. Melakukan pemeriksaan abdomen.

Gambar 2. Quadrant abdomen


Sumber: www.meded.ucsd.edu

Gambar 3. Regio abdomen


Sumber: www.meded.ucsd.edu

a. Inspeksi abdomen
i. Memperhatikan apakah abdomen simetris pada posisi pasien telentang.
ii. Memperhatikan bentuk dan kontur abdomen, apakah datar, cembung, cekung, ada
tonjolan.
iii. Memperhatikan apakah ada perut kembung (distensi), massa, pulsasi, darm contour

4
(ganbaran bentuk usus terlihat dari luar), darm steifung (gambaran gerak peristaltik usus
terlihat dari luar).
iv. Memperhatikan apakah ada luka bekas operasi, venektasi, caput medusa, dan striae alba
(garis-garis putih pada kulit abdomen bekas peregangan yang lama).
b. Auskultasi abdomen
i. Melakukan auskultasi pada setiap kuadran abdomen selama minimal satu menit penuh.
Perhatikan apakah ada bunyi peristaltik (bising usus normal, meningkat, menurun,
metallic sound). Pada keadaan normal, bising usus terdengar kurang lebih 3 kali/menit.
ii. Mendengarkan adanya bising pembuluh darah (bruit) pada semua kuadran abdomen.
c. Palpasi abdomen
i. Pasien dalam posisi telentang, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
ii. Melakukan palpasi dengan lembut dan perlahan, dengan satu atau dua tangan. Palpasi
dilakukan hati-hati pada daerah yang dikeluhkan pasien.
iii. Pasien diminta memberitahukan bila terasa nyeri saat ditekan atau saat dilepas (nyeri
tekan pantulan). Perhatikan mimik muka pasien sewaktu dilakukan palpasi abdomen.
- Melakukan palpasi superfisial dengan ruas jari terakhir untuk orientasi dan
perkenalan prosedur palpasi kepada pasien.
iv. Melakukan palpasi dalam untuk menegaskan kelainan dan memeriksa organ dalaman
abdomen (hati, limpa).
v. Pemeriksaan hepar:
- Pemeriksaan dilakukan secara legeartis menggunakan jari tangan bagian palmar
radial (bukan ujung jari), dengan jari jempol terlipat.
- Meletakkan tangan kanan pada daerah hypochondriaca dextra, minta pasien
inspirasi dalam, lalu gerakkan jari ke atas dengan arah parabolik.
- Pada saat pasien ekspirasi maksimal, jari tangan ditekan ke bawah.
- Memperhatikan adanya pembesaran hepar, bila ada deskripsikan dengan berapa
pertambahan besar hepar dengan ukuran jari, bagaimana pinggir hepar, permukaan
hepar, konsistensi hepar, adanya nyeri dan fluktuasi.
vi. Pemeriksaan limpa (spleen)

Gambar 4. Schuffner I – 8
Sumber: www.meded.ucsd.edu

- Palpasi dilakukan mengikuti garis Schuffner, dimulai dari regio iliaka (inguinal)
kanan, dilanjutkan ke arah atas kiri melalui umbilikus terus menuju ke lengkung
iga kiri.
- Bila ada pembesaran limpa, dideskripsikan bagaimana pinggir limpa (terutama
incissura), permukaannya, konsistensinya, dan adanya nyeri.
vii. Melakukan penilaian arah aliran vena dinding perut, terutama pada kasus-kasus sirosis
dengan hipertensi porta, dengan cara menekan vena dinding abdomen pada dua titik. Lalu
lepaskan satu titik, bila vena di antara kedua titik tadi kosong berarti pengisian vena dari
arah sisi satu lagi.

d. Perkusi abdomen
i. Melakukan perkusi pada semua daerah abdomen untuk menentukan adanya nyeri ketok,
adanya cairan, massa, atau pembesaran organ dalaman abdomen.
- Melakukan perkusi menentukan batas paru-hepar dan peranjakan hepar.
- Pekak limpa normalnya ditemukan pada sela iga ke-9 sampai sela iga ke-11 di
garis aksila anterior kiri. Bila terdengar perubahan batas pekak bagian bawah,
maka kemungkinan terjadi pembesaran limpa.

ii. Melakukan pemeriksaan gelombang cairan untuk menentukan apakah cairan banyak atau
tidak:

5
- Posisi pasien telentang.
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan pada sisi kiri abdomen dan tangan kanan
mengetuk dinding abdomen sisi kanan.

Gambar 5. Cara pemeriksaan gelombang cairan asites (fluid wave)


Sumber: www.meded.ucsd.edu

iii. Menentukan adanya cairan dengan pemeriksaan shifting dullness:


- Ketuk sisi kanan dan kiri abdomen pasien secara bergantian, dengarkan adanya
bunyi pekak akibat penimbunan cairan di samping perut. Biasanya daerah
umbilicus akan terdengar timpani (tidak pekak) karena cairan mengumpul di
bagian terendah tubuh, yaitu sisi kanan dan kiri.
- Kemudin minta pasien berbaring ke kiri, lalu perkusi sisi kanan abdomen. Bunyi
pekak yang tadi terdengar di sisi kanan abdomen sekarang menghilang. Hal ini
terjadi karena cairan berpindah ke bagian terendah tubuh yaitu sisi kiri.
- Lakukan sebaliknya, pasien berbaring ke kanan, ketuk sisi kiri abdomen.
Perhatikan bunyi perkusi yang terdengar.

Gambar 6. Perpindahan cairan abdomen pada saat perkusi


Sumber: www.depts.washington.edu

Gambar 7. Cara melakukan shifting dullness


Sumber: www.biology-forums.com
iv. Melakukan perkusi pada daerah bawah abdomen dengan posisi pasien tegak. Akan
terdengar suara redup bila terdapat cairan dalam rongga abdomen.
v. Melakukan pemeriksaan knee chest position bila cairan sangat sedikit dan meragukan.
- Pasien dalam posisi merangkak selama beberapa menit.
- Melakukan perkusi pada bagian terendah abdomen dalam posisi merangkak. Bila
terdapat cairan maka akan terdengar redup.
11. Melakukan pemeriksaan ekstremitas.
i. Memperhatikan apakah ada palmar eritema pada bagian tenar atau hipotenar telapak tangan.
ii. Memperhatikan apakah ada edema atau atrofi otot pada tungkai.

6
4. Interpretasi Hasil
Pada pasien ditemukan pemeriksaan fisik yang khas pada gangguan abdomen, yaitu:
1. Inspeksi: sklera ikterik, spider nevi, venektasi abdomen, caput medusa, perut cembung (perut kodok).
2. Auskultasi: bunyi peristaltik (meningkat, menurun, metallic sound), bruit (+) pada hepar atau aorta
abdominalis.
3. Palpasi: hepatomegali, splenomegali, massa (+), cairan (+)
4. Perkusi: shifting dullness (+), undulasi (-), perubahan batas bawah limpa

7
LKK 3 BLOK 11: ANAMNESIS GANGGUAN SISTEM DIGESTIF PADA ANAK DAN
DEWASA (UNTUK KASUS BEDAH)

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis mengenai kelainan pada abdomen pada pasien dengan
indikasi tindakan bedah.
a. Memastikan identitas pasien
b. Menanyakan keluhan utama
c. Menanyakan keluhan tambahan
d. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.
e. Menanyakan riwayat penyakit dahulu
f. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-
kasus tertentu).
g. Menanyakan riwayat perinatal.
h. Menanyakan riwayat makan.
i. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
j. Menanyakan riwayat imunisasi.
k. Menanyakan faktor-faktor risiko
l. Menjelaskan berbagai kemungkinan diagnosis

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS GANGGUAN SISTEM DIGESTIF PADA ANAK
DAN DEWASA (UNTUK KASUS BEDAH)
1.1 Landasan Teori
Nyeri, anoreksia, mual, muntah, dan demam merupakan manifestasi khas suatu
kelainan abdomen akut. Tanda penting pada pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan
defence musculair dan perubahan dalam peristalsis usus. Tetapi pembeda kritis atau tidak
kritis bukanlah pada abdomen akut atau non akut tetapi abdomen bedah atau non bedah.
Untuk mengidentifikasi abdomen bedah terdiri atas tiga komponen diagnostik dasar yaitu
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan tes penunjang.
Keluhan utama pasien dengan gangguan sistem digestif bedah, biasanya adalah :
a. Nyeri (perut dan anus)
b. Muntah
c. Perut kembung
d. Benjolan (abdomen dan anus)
e. Mata kuning
f. BAB berlendir dan berdarah

Anamnesis dapat dibagi dalam beberapa kategori utama:


a. Usia
Usia sangat tua dan sangat muda, masing-masing menampilkan sekitar 10% pasien
nyeri abdomen akut. Pasien di atas usia 65 tahun mempunyai dua kali insidens
penyakit bedah (30 %) sebagai penyebab nyeri abdomen, dibandingkan pasien di
bawah usia 65 tahun. peradangan pelvis, infeksi traktus urinarius, dismenore, dan
kehamilan ektopik.
b. Jenis kelamin
Pada kelompok usia dewasa, wanita lebih mungkin tampil dengan nyeri abdomen
dibanding pria. Tetapi pria yang menampilkan gejala ini mempunyai insidens
penyakit bedah yang lebih tinggi. Sistem genitourinarius lazim menyebabkan nyeri
abdomen pada wanita, meliputi penyakit
c. Nyeri abdomen
Ada tiga jenis mulainya nyeri abdomen, yaitu eksplosif, cepat dan bertahap.
Pasien yang mendadak dicekam nyeri eksplosif lebih mungkin menderita akibat
pecahnya viskus berongga ke dalam cavitas peritonealis bebas atau menderita
vascular accident berkelanjutan. Kolik yang berasal dari ginjal atau kandung empedu
dapat timbul mendadak tetapi jarang menimbulkan nyeri yang parah. Pasien dengan
nyeri bersifat cepat mulai dan cepat memburuk mungkin menderita pankreatitis akut,
trombosis mesenterika, atau strangulasi usus halus. Pasien dengan nyeri yang dimulai
bertahap mungkin menderita radang peritoneum, seperti yang terlihat pada apendisitis
atau divertikulitis.

8
Keparahan nyeri bisa ditandai sebagai menyiksa, parah, tumpul atau kolik. Nyeri
menyiksa tak berespon terhadap narkotika menggambarkan suatu lesi vascular akut
seperti ruptur aneurisma abdominalis atau infark usus. Pasien infark usus khas
menderita nyeri melebihi proporsi gambaran fisik dan laboratorium. Nyeri yang parah
tetapi mudah dikendalikan oleh obat khas peritonitis akibat viskus yang pecah atau
pankreatitis akut. Nyeri tumpul, samar-samar yang sukar dilokalisasi menggambarkan
suatu proses peradangan dan merupakan presentasi awal apendisitis. Nyeri kolik yang
ditandai sebagai kram dan dorongan menggambarkan gastroenteritis. Nyeri akibat
obstruksi usus halus mekanik juga bersifat kolik, tetapi mempunyai pola berirama
dengan interval bebas nyeri, bergantian dengan kolik parah.
Gambaran klinik bermanfaat berhubungan dengan lokasi distribusi nyeri pada
keterlibatan organ. Tempat nyeri abdomen merupakan cermin jenis rangsangan syaraf
dan asal embriologi organ. Sensasi nyeri yang sukar dilokalisasi diperantarai melalui
susunan saraf otonom yang berhubungan dengan visera intraabdomen. Serabut n.
spinalis memberikan persarafan berlokalisasi, baik dari peritoneum parietalis,
diafragma dan dinding pelvis. Nyeri berlokalisasi buruk biasanya dapat dihubungkan
ke tiga daerah, yaitu epigastrium, periumbilicus, dan hypogastrium.
Iritasi diafragma bisa menyebabkan nyeri pada daerah distribusi nervus spinalis
C4, sehingga proses peradangan hati atau limpa atau kumpulan cairan subdiafragma
akibat ulkus perforate bisa mengalihkan nyeri ke bahu (reffered pain).
Sedangkan nyeri perut pada anak sulit diidentifikasi karena mereka biasanya tidak
kooperatif dalam anamnesis. Penggolongan nyeri abdomen pada anak terbagi 2, yaitu:
 Nyeri visceral
Biasanya sesuai dermatome dari persarafan organ yang terganggu. Nyeri yang
ditimbulkan akibat stimulasi dari hepar, pakreas, ductus biliaris, gaster, atau usus
halus bagian atas biasanya terasa di epigastrium. Nyeri akibat stimulasi dari bagian
distal usus halus, caecum, appendiks, atau colon proksimal biasanya terasa di sekitar
umbilicus. Nyeri pada bagian distal colon, traktus urinarius, atau organ pelvis
biasanya terasa di suprapubis.
 Nyeri parietal
Impuls pada nyeri parietal berjalan melalui serabut saraf C dari nervus yang
berhubungan dengan dermatom T6-L1. Nyeri ini bersifat lebih terlokalisir dan lebih
intens dibandingkan nyeri visceral.
d. Muntah
Muntah pada infant biasanya disebabkan oleh gastroenteritis, refluks gastroesofageal,
makan berlebihan, obstruksi anatomi saluran cerna, infeksi sistemik, sindrom
pertusis, dan otitis media. Muntah pada anak biasanya disebabkan oleh
gastroenteritis, gastritis, infeksi sistemik, tertelan racun, sindrom pertusis, habis
minum obat, GERD, sinusitis, dan otitis media.
e. Tidak nafsu makan
Pusat lapar dan kenyang terletak di hypothalamus. Rasa kenyang timbul akibat
adanya stimulasi dari distensi gaster atau usus halus bagian atas. Sinyal tersebut
kemudian dihantarkan oleh serabut saraf aferen sensorik ke hypothalamus.
f. Susah menelan
Susah menelan (disfagia) mungkin disebabkan oleh defek struktur esofagus atau
gangguan motilitas orofaring atau esofagus. Disfagia selama fase orofaringeal disebut
disfagia transfer. Disfagia transfer ini biasanya dikaitkan dengan gangguan
neuromuskuler (misal: cerebral palsy). Penyebab disfagia nontransfer pada anak-anak
biasanya bukan karena achalasia, tetapi karena esophageal web, tracheobronchial
remnant, atau cincin vascular.
g. Regurgitasi
Regurgitasi adalah suatu pergerakan isi perut ke esophagus dan mulut tanpa
memerlukan usaha. Regurgitasi pada infant biasanya disebabkan oleh lemahnya
sfingter bawah esophagus. Regurgitasi perlu dibedakan dengan muntah. Pada muntah,
diperlukan usaha untuk mengeluarkan isi perut sementara pada regurgitasi tidak.
h. Konstipasi
Definisi konstipasi bervariasi, tergantung pada konsistensi feses, frekuensi feses, dan
kesulitan dalam mengeluarkan feses. Seorang anak dengan feses keras dan sulit
dikeluarkan setiap 3 hari dapat dikatakan sebagai konstipasi. Konstipasi dapat timbul
akibat defek pada pengisian atau pengosongan rectum. Gangguan pengisian rectum
terjadi ketika peristalsis colon tidak efektif. Stasis colon menimbulkan pengeringan
feses yang berlebihan dan kegagalan untuk menginisiasi refleks rectum yang biasanya

9
memicu evakuasi.
i. Pembesaran abdomen
Abdomen dapat membesar karena adanya massa atau distensi akibat menurunnya
tonus otot atau meningkatnya cairan/gas/benda padat di dalam rongga abdomen.
Asites merupakan kumpulan cairan di rongga peritoneal, menyebabkan pembesaran
abdomen di bagian pinggang dan anterior apabila dalam jumlah besar.cairan ini
berpindah apabila pasien bergerak. Pembesaran organ viscera abdomen juga dapat
menimbulkan pembesaran abdomen.
j. Gejala sistemik
Mendapatkan riwayat cermat bagi gejala sistemik penting dalam evaluasi
abdomen akut. Anoreksia, mual, dan muntah sering menyertai penyakit abdomen akut
karena dapat membedakan penyakit medis dari penyakit bedah. Jika mual dan muntah
mendahului mulainya nyeri abdomen, maka kurang mungkin penyakit tersebut adalah
penyakit bedah.
Penilaian gejala diare, konstipasi, dan obstipasi merupakan bagian kritis
anamnesis bagi nyeri abdomen. Jika dapat dipastikan bahwa pasien tidak
mengeluarkan gas per rectum dan tidak mempunyai gerakan usus selama 24 jam,
maka tinggi probabilitas obstruksi usus. Diare lazim menyertai gastroenteritis tapi ia
bisa menyertai apendisitis.
Riwayat penyakit dahulu, termasuk riwayat operasi, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga juga perlu ditanyakan.

Penyebab lazim nyeri abdomen akut dapat dibagi ke dalam tiga kelompok utama,
yaitu: lesi peradangan, lesi obstruktif, dan kelainan vascular. Lesi peradangan tampil
dengan nyeri yang dimulai bertahap, tumpul dan sulit dilokalisasi. Lesi obstruktif tampil
dengan nyeri kram seperti kolik yang berseling dengan interval bebas nyeri. Lesi vaskular
tampil dengan gejala yang eksplosif atau cepat, nyeri menyiksa, yang tidak dapat
dihilangkan dengan narkotika.

Skor Alvarado untuk appendicitis


Gejala Skor
Migratory right illiac fossa pain 1
Nausea/vomitting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in right iliac fossa 2
Rebound tenderness in right iliac fossa 1
Elevated temperature 1
Laboratory findings
Leucocytosis 2
Shift to the left of neutrophils 1
Total 10
Keterangan:
Skor 5-6 possible
Skor 7-8 probable
Skor >9 very probable

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 3 Blok XI FK UMP
2. Pasien simulasi
3. Ruang periksa dokter

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan anamnesis dan meminta izin pasien.
4. Menanyakan keluhan utama pasien.
5. Menanyakan keluhan tambahan pasien.
6. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit.
7. Menanyakan riwayat penyakit dahulu pasien.

10
8. Menanyakan riwayat keluarga termasuk membuat pedigree (untuk kasus-kasus
tertentu).
9. Menanyakan riwayat perinatal(pada kasus anak)
10. Menanyakan riwayat makan.
11. Menayakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan(pada kasus anak)
12. Menanyakan riwayat imunisasi(pada kasus anak)
13. Menanyakan faktor-faktor risiko.
14. Menanyakan riwayat keluarga
15. Menetapkan diagnosis banding

Contoh anamnesis kasus-kasus bedah:


a. Susah Menelan dan Muntah (biasanya menyertai gangguan pasase usus)
- Onset
- Frekuensi
- Menetap atau periodik
- Isi dan pengaruh konsistensi makanan
- Riwayat sakit maag yang lama, tertelan bahan korosif, radiasi berulang,
DM, dll.
- Muntah menyemprot atau tidak
- Riwayat makan makanan yang tidak biasa.
- Riwayat tertelan bahan korosif.
- Riwayat keluhan yang sama

b. Nyeri perut (misalnya apendisitis, peritonitis, perforasi organ visera abdomen)


- Lokasi nyeri
- Onset nyeri
- Penyebaran nyeri
- Kualitas nyeri
- Hilang timbul atau terus-menerus
- Kronologis lamanya nyeri.
- Faktor yang menimbulkan nyeri
- Faktor yang menghilangkan nyeri
- Gejala penyerta
- Riwayat sakit maag yang lama, riwayat minum obat OAINS, dll.

c. Diare atau konstipasi (biasanya keganasan di usus besar)


- Sejak kapan
- Frekuensi, warna, bau
- Bercampur darah atau lendir
- Disertai mual, muntah, nyeri perut, demam, lemas
- Riwayat makan dan minum sebelum timbul diare
- Terjadi secara massal/tidak
- Penurunan berat badan
Jika pada anak juga perlu ditambahkan anamnesis
- Rewel atau terlalu diam (tidak aktif).
- Ada airmata saat menangis.
- Masih mau minum/menetek.

d. Perut kembung (biasanya akibat gangguan pasase usus, misalnya volvulus,


invaginasi)
- Onset
- Nyeri perut
- Mual/muntah
- Gejala penyerta lain (sesak nafas, dll)
- Flatus (buang angin), pola BAB dan BAK

e. Benjolan di sela paha/buah zakar/pusar (misalnya hernia inguinalis, hernia


femoralis, hernia umbilikalis)
- Onset
- Nyeri atau tidak
- Ada muntah atau tidak
- Hilang timbul atau menetap

11
- Anak rewel atau tidak(pada anak)
- Riwayat keluhan serupa sebelumnya
- Riwayat operasi

Contoh kasus 1:
Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

Contoh kasus 2:
Seorang laki-laki berusia 36 tahun, datang dengan BAB berdarah.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

Contoh kasus 3
Seorang laki-laki berusia 36 tahun, datang dengan BAB berdarah.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

Contoh kasus 4:
Seorang anak laki-laki berusia 3 bulan dibawa orang tuanya dengan keluhan benjolan di pusar.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

Contoh kasus 5:
Seorang laki-laki berusia 50 tahun dibawa datang dengan benjolan di lipat paha kanan.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

Contoh kasus 6:
Seorang anak laki-laki berusia 3 bulan dibawa orang tuanya dengan keluhan perut kembung.
Lakukan anamnesis dan menyimpulkan kemungkinan diagnosis yang baik dan benar!

1.4 Kesimpulan
Mahasiswa menyimpulkan kemungkinan diagnosis penyakit yang diderita pasien
berdasarkan hasil anamnesis.

12
LKK 4 BLOK 11: PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM DIGESTIF PADA ANAK DAN
DEWASA (UNTUK KASUS BEDAH)

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:

Melakukan pemeriksaan fisik abdomen pada pasien dengan indikasi tindakan bedah secara runtut dan
benar.
a. Melakukan inspeksi abdomen
b. Melakukan perkusi abdomen
c. Melakukan auskultasi abdomen
d. Melakukan palpasi abdomen
e. Melakukan pemeriksaan spesifik
- Blumberg test
- Palpasi titik Mc Burney
- Rovsing sign
- Psoas sign
- Obturator sign
- Hernia

2. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN FISIK GANGGUAN SISTEM DIGESTIF PADA ANAK DAN
DEWASA (UNTUK KASUS BEDAH)
2.1 Landasan Teori
Bila pasien tampil dengan nyeri abdomen, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik memegang peranan
penting dalam penegakan diagnosis.
Prosedur pemeriksaan fisik pada anak sama dengan dewasa namun pemeriksaan fisik pada anak sebaiknya
ditemani dengan berbagai mainan yang dapat menarik perhatian si anak pada saat kita hendak melakukan
pemeriksaan.
Inspeksi abdomen pada anak biasanya tampak agak menonjol pada saat berdiri. Hal ini dianggap normal. Namun
bila bentuk perut seperti pot (pot-belly appearance) mungkin terjadi malabsorpsi akibat penyakit celiac, cystic
fibrosis, konstipasi, atau aerophagia.
Pada saat palpasi abdomen, anak biasanya merasa kegelian. Untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan
meletakkan tangan anak di bawah tangan pemeriksa, di abdomen. Setelah si anak tidak merasa kegelian lagi, tangan
anak dapat dipindahkan. Pemeriksa juga dapat memfleksikan lutut dan paha si anak agar dinding abdomen menjadi
rileks. Palpasi dilakukan secara perlahan dan ringan di semua regio atau kuadran lalu dilanjutkan dengan palpasi
dalam. Cara memeriksa ukuran liver pada anak adalah dengan scratch test. Ukuran limpa pada anak biasanya dapat
diraba dengan mudah. Teraba lembut dengan tepi tajam. Limpa dapat digerakkan, tidak melampaui 1-2 cm di bawah
margin kosta terbawah. Pulsasi aorta dapat teraba dengan mudah di epigastrium, dengan palpasi dalam.
Langkah-langkah pemeriksaan fisik dalam gangguan abdomen di bagian bedah adalah:
a. Inspeksi
Penampilan umum pasien bisa memberikan petunjuk tentang sifat penyakit. Perubahan dalam keadaan mental,
warna dan turgor kulit, serta mata yang cekung bisa menunjukkan adanya hipovolemia parah dengan ancaman
kolaps kardiovaskular. Pasien dengan nyeri visera terisolasi, misalnya obstruksi usus, akan sering mengubah
posisi. Tetapi jika nyeri terlokalisasi atau ada iritasi peritoneum generalisata, maka pasien sering menghindari
gerakan. Abdomen harus diinspeksi bagi tanda distensi. Pada individu kurus dengan obstruksi usus yang lama,
maka akan terlihat dorongan usus pada dinding abdomen anterior.
b. Auskultasi
Auskultasi dilakukan sebelum palpasi karena palpasi bisa mengubah sifat bising usus. Teknik auskultasi
memerlukan penempatan lonceng stetoskop dengan lambat di atas dinding abdomen anterior, dimulai dari
kuadran kiri bawah kemudian berputar ke kuadran lainnya. Auskultasi dilakukan selama 2-3 menit untuk
menentukan bahwa tak ada bising usus. Waktu ini juga dapat dimanfaatkan untuk mengobservasi wajah
pasien.
c. Palpasi
Dari semua segi pemeriksaan fisik, palpasi mungkin yang terpenting bagi ahli bedah. Tempat hernia inguinalis,
femoralis, dan ventralis harus diperiksa dengan cermat pada tiap pasien nyeri abdomen. Palpasi seharusnya
dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri dan ia harus dilakukan dengan lembut dengan satu jari tangan. Secara
bertahap jari tangan seharusnya bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum. Kemudian perlu menentukan
adanya “defence musculair” atau spasme. Perasat ini sering menegakkan diagnosis peritonitis. Jika lesi terletak
di dalam dinding abdomen, maka akan ada nyeri tekan. Tetapi jika lesi intraperitoneum, maka nyeri tekan akan
menurun selama musculus rectus tetap tegang. Pada pasien tua yang lemah, rigiditas otot mungkin tidak ada
meskipun pasien tersebut menderita peritonitis.
d. Perkusi
Perkusi abdomen harus selalu dilakukan dengan sangat lembut. Ia bermanfaat dalam menilai jumlah distensi
yang menyertai obstruksi usus dan dapat digunakan untuk menyingkirkan adanya distensi vesica urinaria
sebagai penyebab nyeri abdomen akut.
e. Pemeriksaan rectum dan pelvis
Pada pria, penting untuk melakukan palpasi isi skrotum yang meliputi testis dan epididymis. Pada wanita,
penting dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mencari nyeri tekan cervix menyertai penyakit peradangan
pelvis. Setelah pemeriksaan rectum, jari tangan seharusnya diperiksa bagi adanya darah atau pus dan sedikit
contoh tinja harus dites untuk darah samar.
f. Tes khusus dan tanda
Dua tes yang mempunyai kepentingan klinis primer dalam mengkonfirmasi diagnosis yang telah dibuat dengan

13
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tes ini mencakup tes iliopsoas dan tes obturator. Tes iliopsoas digunakan
untuk mengkonfirmasi adanya focus peradangan dalam musculus psoas. Ada tiga tanda yang lazim menyertai
pemeriksaan abdomen akut, yaitu:
a. Tanda Cullen: sering tidak terbukti meskipun pasien menderita perdarahan intraperitoneum yang
serius.
b. Tanda Murphy: untuk mendiagnosis vesica biliaris meradang akut.
c. Tanda Rovsing: sering menyertai apendisitis.

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 4 Blok XII FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Manikin anak
4. Pasien simulasi
5. Stetoskop
6. Tempat tidur pemeriksaan
7. Sarung tangan
8. Manikin pemeriksaan rectum
9. Termometer
10. Timbangan badan anak/bayi
11. Pengukur tinggi badan

2.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan fisik.
4. Meminta izin pasien.
5. Meminta pasien untuk berbaring
6. Memperhatikan keadaan umum:
a. Kesadaran
b. Penampakan: tampak sakit ringan/sedang/berat
c. Cara berjalan atau cara berbaring
d. Status gizi: tinggi badan, berat badan(terutama pada anak)
7. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik kepala (pada kasus anak)
a. Ubun-ubun besar (UUB): datar, cekung
b. Mata dan air mata: mata cekung atau tidak, airmata ada atau tidak.
c. Mukosa bibir: basah, kering
8. Inspeksi abdomen
a. Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien
b. Memperhatikan dinding abdomen: cembung, datar, cekung
c. Memperhatikan kulit abdomen: warna, pigmen, scars, vena, lesi, umbilicus, erupsi kulit
d. Memperhatikan daerah umbilicus: hernia, bleeding, inflamasi
e. Memperhatikan Gerakan pernapasan, peristaltic, abdominal bulging
f. Memperhatikan Distribusi rambut
g. Memperhatikan Pulsasi epigastrium (aneurisma, COPD)
h. Memperhatikan gerakan pasien:
- Memperhatikan apakah pasien sering berubah posisi atau malah diam karena menghindari
gerakan.
- Memperhatikan juga apakah pasien menekuk lututnya untuk mengurangi nyeri abdomen, atau
memfleksikan paha pada iritasi m. psoas.
- Pada pasien pancreatitis, pasien dalam posisi duduk sambil menarik lututnya ke dada dan
bergerak maju mundur pada saat serangan nyeri.

9. Auskultasi abdomen
a. Tempatkan bagian bell stetoskop dengan lambat pada dinding abdomen anterior dimulai dari
kuadran kiri bawah, lalu ke kuadran kiri atas, kanan atas dan kanan bawah.
b. Lakukan auskultasi untuk mendengarkan bising usus dalam 2-3 menit.
c. Normal sound: bising usus normal 5-30x/menit, irregular.
d. Abnormal sound: meningkat pada hipermotilitas usus, menurun pada ileus paralitik dan
peritonitis
e. Perhatikan apakah ada bunyi tambahan: kemungkinan metallic sound atau bruit

10. Palpasi abdomen


a. Pasien diminta untuk menekuk kedua kaki.
b. Palpasi dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri, lakukan dengan lembut dengan satu jari
tangan.
c. Secara bertahap, jari tangan bergerak ke arah area nyeri tekan maksimum.
d. Tentukan apakah ada defence musculair atau spasme dinding abdomen.
e. Tempatkan tangan dengan lembut di atas m. rectus abdominis dan tekan sedikit serta minta

14
pasien menarik nafas dalam.
f. Lakukan penekanan pada semua kuadran abdomen karena lesi yang terletak di dalam dinding
abdomen akan menimbulkan nyeri tekan.
g. Dan apabila tekanan di abdomen dilepaskan dengan cepat apakah terasa nyeri. Ini disebut
tanda Blumberg (Blumberg Sign).
h. menilai turgor kulit abdomen dengan cara mencubit kulit abdomen perlahan, lalu lepaskan.
Perhatikan apakah kulit bekas cubitan tersebut cepat kembali ke bentuk semula atau lambat
kembali. Bila lambat kembali berarti turgor kulit menurun tanda dehidrasi.
i. Melakukan pemeriksaan fisik spesifik ekstremitas:
Palpasi ujung-ujung jari tangan dan kaki, apabila akral dingin berarti terjadi vasokonstriksi
perifer yang dapat ditimbulkan oleh keadaan syok.

11. Perkusi abdomen


a. Perkusi abdomen normal: timpani pada seluruh lapangan abdomen
b. Fenomena papan catur: lakukan perkusi pada semua region/kuadran abdomen dan perhatikan
apakah ada bunyi pekak, berselang-seling dengan bunyi timpani, seperti pola papan catur.
c. Perhatikan juga adanya nyeri ketok.

12. Pemeriksaan rectum (dilakukan saat LKK 5)

13. Tes khusus


a. Tes iliopsoas
e. Tungkai pada sisi yang nyeri diangkat ke atas dengan posisi tungkai lurus.
f. Perhatikan apakah ada nyeri abdomen atau tidak.

Gambar 2. Tes Iliopsoas


Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org.

Interpretasi:
b. Tes obturator
g. Pasien dalam posisi berbaring terlentang.
h. Lutut salah satu tungkai ditekuk.
i. Gerakkan articulation coxae ke arah rotasi interna.
j. Lalu gerakkan articulation coxae ke arah rotasi eksterna.
k. Perhatikan apakah ada nyeri hipogastrium pada rotasi eksterna.
l. interpretasi

Gambar 3. Tes obturator


Sumber: American Academy of Family Physician, www.aafp.org

14. Tanda spesifik


a. Tanda McBurney
m. Menentukan titik McBurney yaitu dengan menarik garis imajiner dari SIAS ke umbilikus.
Lalu garis tersebut dibagi menjadi 3 bagian sama besar. Titik McBurney adalah titik pada
1/3 lateral.
n. Lakukan penekanan pada titik McBurney dan perhatikan apakah pasien merasa nyeri
tekan.
o. Interpretasi (skor):

15
Gambar 4. Menentukan titik McBurney
Sumber: www.medical-dictionary.thefreedictionary.com

b. Tanda Cullen
p. Memperhatikan apakah ada warna kebiruan akibat ekimosis pada daerah periumbilikus.

Gambar 5. Tanda Cullen


Sumber: www.thelancet.com

c. Tanda Murphy
q. Menekan kuadran kanan atas abdomen dan pasien diminta menarik nafas dalam.
r. Perhatikan apakah ada nyeri yang timbul dan usaha inspirasi berhenti.

Gambar 6. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Murphy


Sumber: www.mastcellactivation.blogspot.com

d. Tanda Rovsing
s. Menekan kuadran kiri bawah abdomen.
t. Menanyakan apakah timbul nyeri di kuadran kanan bawah abdomen.

Gambar 7. Cara melakukan pemeriksaan Tanda Rovsing


Sumber: www.herryyudha.com

e. Pemeriksaan hernia inguinalis


- Inspeksi daerah inguinalis: apakah ada benjolan dalam lipat paha.
- Palpasi dengan metode Ziement test, Finger test, Thumb test:
1. Ziement test: letakkan jari telunjuk pemeriksa diatas annulus interna, kemudian jari
tengah diletakkan diatas annulus eksterna dan jari manis pada fossa opalis. Bila
diraskan ada dorongan pada satu jari telunjuk menandakan Hernia Inguinalis Lateral,
bila teraba di jari tengah menandakan Hernia Inguinalis Medialis, bila teraba di jari
manis menandakan Hernia Femoralis
2. Finger test: menggunakan jari telunjuk yang diletakkan pada sisi lateral kulit
skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai ujung jari
mencapai annulus inguinalis profundus. Jika jari tangan tidak dapat mencapai
annulus inguinalis akibat adanya massa, maka diindikasikan adanya hernia. Bila
teraba di ujung jari menandakan Hernia Inguinalis Lateral, bila teraba sisi lateral jari
menandakan Hernia Inguinalis Medialis
3. Thumb test: ibu jari menekan pada daerah annulus interna. Pasien diminta
mengejan. Bila benjolan tidak keluar waktu mengejan menandakan Hernia

16
Inguinalis Lateral, bila keluar menandakan Hernia Inguinalis Medialis.
- Hernia indirek lebih sering turun sampai ke skrotum. Hernia direk biasanya hanya tampak
sebagai benjolan pada annulus inguinalis superfisialis, yang dapat direposisi kembali ke
dalam rongga peritoneal.

Gambar 8. Macam-macam Hernia (Sumber: www.herryyudha.com)

2.4 Interpretasi Hasil


Nyeri kuadran kanan atas mungkin disebabkan oleh:
a. Kolesistitis akut
b. Apendisitis pada posisi apendiks tinggi.

Nyeri kuadran kiri atas mungkin disebabkan oleh:


a. Pancreatitis
b. Diverticulitis
c. Cedera limpa

Nyeri kuadran kanan bawah mungkin disebabkan oleh:


a. Apendisitis
b. Kolesistitis
c. Intususepsi usus
d. Divertikulum
e. Neoplasma usus
f. Penyakit radang pelvis
g. Endometriosis
h. Kehamilan ektopik terganggu
i. Abses tuba falopii

Nyeri kuadran kiri bawah mungkin disebabkan oleh:


a. Divertikulitis
b. Penyakit radang pelvis
c. Endometriosis

Tanda McBurney (+) bila timbul nyeri tekan pada titik McBurney. Tanda ini mengindikasikan adanya
apendisitis.
Tanda Murphy (+) bila timbul nyeri akibat inspirasi pada saat abdomen ditekan.
Tanda Rovsing (+) bila timbul nyeri pada kudran kanan bawah abdomen akibat penekanan kuadran kiri bawah
abdomen. Tanda ini mengindikasikan adanya apendisitis.
Tanda Cullen (+) bila ada warna kebiruan pada daerah periumbilikus.

17
LKK 5 BLOK 11: COLOK DUBUR

A. Sasaran Pembelajaran
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan bedah Colok dubur.

B. Pelaksanaan
1.1 Landasan Teori
Colok dubur adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan organ-organ yang
terletak pada pelvis. Selama melakukan pemeriksaan, pejmeriksa akan melumasi jari yang telah menggunakan
sarung tangan untuk dimasukkan ke dalam rektum. Colok dubur dilakukan pada keadaan-keadaan berikut:
a. Pemeriksaan appendisitis
b. Pemeriksaan peritonitis
c. Pada pria sebagai bagian dari pemeriksaan lengkap untuk memeriksa kelenjar prostat.
d. Memeriksa gangguan organ reproduksi wanita, seperti uterus dan ovarium.
e. Mencari penyebab keluhan perdarahan melalui anus.
f. Mengambil sampel dengan keluhan BAB berdarah.
g. Memeriksa hemoroid atau kanker rektum.
1.2 Media Pembelajaran
1. Penuntun LKK 5 Blok XI FK UMP
2. Ruang periksa dokter
3. Manikin
4. Jeli
5. Sarung tangan

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan pemeriksaan colok dubur
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemeriksaan.
5. Mintalah penderita mengosongkan kandung kencingnya. Bila pasien tidak mampu mengosongkan
kandung kencingnya sendiri, lakukan kateterisasi urine. Kemudian bantu klien dalam posisi
lithothomi.
6. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
7. Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau
penonjolan/nodul, fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi.
8. Oleskan jeli pada telunjuk tangan kanan.
9. Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan mintalah penderita untuk
bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas
suprapubis dan tekanlah ke arah vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari
dapat bertemu (terasa).
10. Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan dinding rectum apakah dalam
keadaan kosong/ada massa feses, terdapat tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars
prostatica).
11. Tempatkanlah jari telunjuk
a. ke lateral, nyeri tekan karena appendix vermiformis yang meradang atau suatu abses pada
dinding lateral pelvis dapat dibangkitkan.
b. ke posterior, palpasi bisa menunjukkan adanya massa peradangan pada pyriformis atau dalam
cekungan sacrum.
c. ke anterior, untuk meraba kelenjar prostat pada posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada
posisi jam 12). Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
- Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate
- Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam rectum
- Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut
- Simetris atau tidak
- Sulcus medianus teraba atau tidak
- Berbenjol-benjol atau tidak
- Terfiksir atau tidak
- Nyeri tekan atau tidak
12. Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah apakah ada darah,
lendir dan feses pada sarung tangan.

18
LKK 6 BLOK XI PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)

A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melakukan pemasangan nasogastric tube:
1. Mempersiapkan alat dan pasien.
2. Memasukkan NGT.
3. Memastikan NGT masuk ke dalam lambung.

B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE
1.1 Landasan Teori
Pemasukan selang nasogastrik (NGT insertion) melalui saluran hidung adalah suatu prosedur yang biasa
dilakukan untuk menyediakan akses ke lambung. Hal ini dilakukan untuk terapi atau untuk menegakkan
diagnosis. Pemasangan NGT ini sangat tidak nyaman bagi pasien apabila tidak disertai anestesi yang baik pada
saluran hidung dan instruksi yang benar bagi pasien agar berkooperasi selama pemasangan NGT.
Indikasi pemasangan NGT adalah:
1. Tindakan diagnostik.
2. Evaluasi adanya perdarahan saluran pencernaan bagian atas.
3. Aspirasi (pengambilan) cairan lambung.
4. Identifikasi letak esophagus dan lambung pada foto ronsen.
5. Administrasi (pemasukan) cairan kontras ke dalam saluran cerna pada pemeriksaan radiografi.
6. Tindakan pengobatan.
7. Dekompresi gaster, termasuk pemeliharaan suasana dekompresi setelah pemasangan selang endotracheal
(ETT), biasanya dipasang melalui orofaring.
8. Mengurangi gejala dan mengistirahatkan usus pada kasus obstruksi usus kecil
9. Aspirasi cairan lambung setelah masuknya material beracun
10. Administrasi obat-obatan.
11. Untuk memberi nutrisi.
12. Irigasi usus.
Berikut ini beberapa kontraindikasi pemasangan NGT, yaitu: a. Kontraindikasi
absolut
u. Trauma wajah yang berat.
v. Adanya operasi hidung baru-baru ini.
b. Kontraindikasi relatif
w. Abnormalitas koagulasi darah.
x. Varises esophagus atau striktur esophagus.
y. Adanya pengikatan atau kauterisasi varises esophagus baru-baru ini.
z. Terminum cairan alkaline (basa).

1.2 Media Pembelajaran


1. Penuntun LKK 6 Blok XI FK UMP
2. Manikin pemasangan NGT
3. Ruang periksa dokter
4. NGT No. 14 atau 16 (nomor untuk anak lebih kecil)
5. Jeli NGT
6. Spatula lidah (tongue spatel)
7. Sarung tangan
8. Spuit ukuran 5 cc
9. Plester
10. Stetoskop
11. Bengkok

1.3 Langkah Kerja


1. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien.
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemasangan NGT.
4. Meminta izin pasien untuk melakukan pemasangan NGT.
5. Mempersiapkan alat dan bahan.
6. Pasien diminta berbaring pada posisi high fowler. Pasang handuk di dada pasien.
7. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
8. Untuk menentukan insersi NGT, minta pasien untuk rileks dan bernafas normal dengan menutup satu
hidung kemudian mengulanginya dengan menutup hidung yang lain.
9. Mengukur selang yang akan dimasukkan dengan menggunakan (pilih salah satu):
a. Metode tradisional
Ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga bawah dan prosesus xifoideus di
sternum.

19
Gambar 1. Cara tradisional mengukur panjang NGT
Sumber: www.note3.blogspot.com

b. Metode Hanson
Mula-mula selang NGT ditandai sepanjang 50 cm menggunakan plester (plester 1). Kemudian
lakukan pengukuran dengan metode tradisional seperti di atas, lalu tandai juga dengan plester
(plester 2). Batas selang NGT yang akan dimasukkan adalah pertengahan antara plester 1 dan
plester 2.
12. Beri tanda pada selang yang sudah diukur dengan menggunakan plester.
13. Olesi jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm.
14. Ingatkan pasien bahwa selang akan segera dimasukkan dan instruksikan klien untuk mengatur posisi
kepala ekstensi, masukkan selang melalui lubang hidung yang telah ditentukan.
15. Lanjutkan memasukkan selang sepanjang rongga hidung. Jika agak tertahan, putarlah selang dan
jangan dipaksakan untuk dimasukkan.
16. Lanjutkan memasang selang sampai melewati nasofaring. Setelah melewati nasofaring 3-4 cm
anjurkan pasien untuk menekuk leher dan menelan.
17. Dorong pasien untuk menelan dengan memberikan sedikit air minum (jika perlu). Tekankan
pentingnya bernafas lewat mulut.
18. Jangan memaksakan selang untuk masuk. Jika ada hambatan atau pasien tersedak, sianosis, hentikan
mendorong selang, periksa posisi selang di belakang tenggorok dengan menggunakan spatula lidah dan
senter.
19. Jika telah selesai memasang selang sampai ujung yang telah ditentukan, anjurkan pasien rileks dan
bernapas normal.
20. Periksakan letak selang dengan:
a. Memasang spuit pada ujung NGT, memasang bagian diafragma stetoskop pada perut di
kuadran kiri atas pasien (lambung) kemudian suntikkan 10-20 cc udara bersamaan dengan
auskultasi abdomen.
ATAU
b. Mengaspirasi pelan-pelan untuk mendapatkan isi lambung
ATAU
c. Memasukkan ujung bagian luar selang ke dalam mangkuk yang berisi air. Jika terdapat
gelembung udara berarti selang masuk ke dalam paru-paru. Jika tidak terdapat gelembung
udara, berarti selang masuk ke dalam lambung.

Gambar 2. Posisi NGT setelah terpasang dengan benar.


Sumber: www.nursingfile.com

21. Oleskan alkohol pada ujung hidung pasien dan biarkan sampai kering.
22. Fiksasi selang dengan plester pada puncak hidung dan hindari penekanan pada hidung.

1.4 Interpretasi
NGT terpasang dengan benar di lambung apabila terdengar bunyi seperti letupan di lambung pada saat spuit
berisi udara ditekan, atau isi lambung keluar dari NGT. Isi lambung dapat berupa sisa makanan, darah, air.

20

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutorial Risma
    Tutorial Risma
    Dokumen71 halaman
    Tutorial Risma
    M Fadhiel Fajar
    Belum ada peringkat
  • Sken
    Sken
    Dokumen9 halaman
    Sken
    M Fadhiel Fajar
    Belum ada peringkat
  • Skenn A
    Skenn A
    Dokumen39 halaman
    Skenn A
    M Fadhiel Fajar
    Belum ada peringkat
  • Histologi
    Histologi
    Dokumen4 halaman
    Histologi
    M Fadhiel Fajar
    Belum ada peringkat