Anda di halaman 1dari 18

INSTRUMENTASI KENDALI

RINGKASAN
SISTEM KONTROL PID ( PROPORTIONAL–INTEGRAL–DERIVATIVE
CONTROLLER )

Disusun Oleh:
NIM.031600494

Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir - Badan Tenaga Nuklir Nasional


Jl. Babarsari, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55281
Sistem Kontrol PID ( Proportional–Integral–Derivative controller )

Kontrol PID merupakan kontrol yang akan bereaksi terhadap error yang telah diberikan oleh
sensor, sehingga dapat memberikan nilai perbaikan (feedback) kepada nilai output.

Contoh

Saat kita memasak Mie Instant.

Keadaan ideal yang kita inginkan: Mie Cepat Matang.

Prosesnya, tentunya kita besarkan apinya untuk mempercepat matangnya mie. Nah, api
kebesaran akan menyebabkan air mendidih sangat cepat dan akan keluar. Saat mata kita (sensor)
melihat air akan tumpah (error), kita akan mengecilkan api atau bisa saja mematikan api
(feedback) sampai menunggu air turun (keadaan normal). Kita ulangi proses dari awal sampai
mie matang.

PID-nya Otak kita sendiri yang memutuskan untuk memberikan feed back seperti apa.

Sistem kontrol PID terdiri dari tiga buah cara pengaturan yaitu kontrol P (Proportional),
D (Derivative) dan I (Integral). Dalam implementasinya masing-masing cara dapat bekerja
sendiri maupun gabungan diantaranya. Dalam perancangan sistem kontrol PID yang perlu
dilakukan adalah mengatur parameter P, I atau D agar tanggapan sinyal keluaran system terhadap
masukan tertentu sebagaimana yang diinginkan.
Direct and Reverse Action

Akan dijelaskan sebagai berikut :

Gambar di atas adalah sebuah level controller dengan dua control valve, dibuat untuk
lebih mudah memahami direct acting dan reverse acting. Pada link control yang pertama (warna
merah) dihubungkan dengan control valve di outlet tanki. Jika level tanki mengalami kenaikan
melebihi setpoint maka control valve akan membuka lebih besar untuk menjaga level tanki
kembali ke setpoint dan itulah yang dinamakan dengan Direct Acting. Untuk link yang kedua
(warna hijau) dihubungkan controller dengan control valve di inlet dari tanki. Jika level tanki
mengalami kenaikan melebihi setpoint, maka control valve harus mengurangi bukaannya untuk
menjaga level tanki tidak melebihi setpoint dan itulah yang disebut dengan Reverse Acting.

Jadi Direct acting akan memberikan action peningkatan pengendali (peningkatan valve)
jika inputnya mulai meningkat. Dan Reverse acting sebaliknya, akan memberikan output kecil
(pengecilan valve) jika input meningkat.

Dead Time

Waktu mati adalah waktu antara aksi (perubahan sinyal kendali) hingga munculnya
reaksi (perubahan sinyal pengukuran) Di bawah diperlihatkan respon waktu mati (deadtime) atau
respon kelambatan transpor (transport-lag response). Di sini respon keluaran muncul setelah
waktu tertentu yaitu sebesar waktu mati. Contoh pengangkutan material (sehingga disebut
kelambatan transpor). Jika terjadi perubahan berat aliran material di ujung konveyor akan
dibutuhkan waktu untuk sampai di sensor berat.
Respon waktu mati

Capasitance

Kapasitansi atau kapasitans adalah ukuran jumlah muatan listrik yang disimpan (atau
dipisahkan) untuk sebuah potensial listrik yang telah ditentukan. Kita berbicara tentang sistem
yang memiliki kapasitansi dan semakin besar kapasitansi semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk bereaksi terhadap perubahan. Kapasitansi menurun maka sistem akan bereaksi lebih cepat
untuk membuat perubahan yang diperlukan untuk mengembalikan tingkat yang diperlukan.

Sensor ini bekerja berdasarkan perubahan muatan energi listrik yang dapat disimpan oleh
sensor akibat perubahan jarak lempeng, perubhan luas penampang dan perubahan volume
dielektrikum sensor kapasitif tersebut. Konsep kapasitor yang digunakan dalam sensor kapasitif
adalah proses menyimpan dan melepas energi listrik dalam bentuk muatan-muatan listrik pada
kapasitor yang dipengaruhi oleh luas permukaan, jarak dan bahan dielektrikum

Prinsip Kerja Relay dan Aksi N0,NC

Secara sederhana berikut ini prinsip kerja dari relay : ketika Coil mendapat energi listrik
(energized), akan timbul gaya elektromagnet yang akan menarik armature yang berpegas, dan
contact akan menutup
Berdasarkan gambar diatas, iron core(besi) yang dililitkan oleh kumparan coil berfungsi untuk
mengendalikan iron core tersebut. Ketika kumparan coil di berikan arus listrik, maka akan timbul
gaya elektromagnet sehingga akan menarik Armature berpindah posisi yang awalnya
NC(tertutup) ke posisi NO(terbuka) sehingga menjadi saklar yang dapat menghantarkan arus
listrik di posisi NO. Posisi Armature yang tadinya dalam kondisi CLOSE akan menjadi OPEN
atau terhubung. Armature akan kembali keposisi CLOSE saat tidak dialiri listrik. Coil yang
digunakan untuk menarik Contact Point ke posisi CLOSE umunnya hanyak membutuhkan arus
llistrik yang relatif kecil.

Saklar internal inilah yang disebut sebagai kontak NO (Normally Open= Bila coil
contactor atau relay dalam keadaan tak terhubung arus listrik, kontak internalnya dalam kondisi
terbuka atau tak terhubung) dan kontak NC (Normally Close= Sebaliknya dengan Normally
Open). Seperti dijelaskan pada gambar dibawah ini
Kontroler Proposional

Kontroler proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya


sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya) [Sharon, 1992,
19]. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung
mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya.

Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran


setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan
(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan
mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga
setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).

Gambar 1 Diagram blok kontroler proporsional

Kontroler proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan


konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional
(Gunterus, 1994, 6-24), sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan
terhadap sinyal kesalahan, Kp.

Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan
secara prosentasi oleh persamaan berikut:
Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan
yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,
pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang
dikuatkan akan semakin sempit[Johnson, 1988, 372].

Gambar 2: Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.

Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada
suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini:

1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan
mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi [Pakpahan,
1988, 193].

Kontroler Integral

Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran


kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal
kesalahan(Rusli, 18, 1997). Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari
perubahan masukannya. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan
menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan.
Gambar 3 [Ogata, 1997, 236] menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke
dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap perubahan sinyal kesalahan
tersebut.

Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit
kesalahan nol.

Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu kontroller
integral.

Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral

Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh


Gambar 5. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler
berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih
besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar
(Johnson, 1993, 375).
Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan

Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:

1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral


cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki (Johnson, 1993,
376).
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran kontroler (Guterus, 1994, 7-4).

Kontroler Diferensial

Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat
besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara
sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.

Gambar 6: BlokDiagram kontroler diferensial

Gambar 7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroler
diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga tidak
mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik
(berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan
berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang
besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta
diferensialnya Td (Guterus, 1994, 8-4).

Gambar 7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial

Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:

1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. (Powel,
1994, 184).
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem (Ogata,, 1997, 240).

Kontroler PID

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus
integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset
dan menghasilkan perubahan awal yang besar(Guterus, 1994, 8-10).

Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.


Gambar 8 Blok diagram kontroler PID analog

Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler proporsional, keluaran
kontroler integral. Gambar 9 menunjukkan hubungan tersebut.
Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk
kontroller PID

Efek dari setiap pengontrol Proporsional, Integral dan Derivatif pada sistem lup tertutup
disimpulkan pada table berikut ini :

Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pengontrol P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi pengontrol proporsional plus
integral plus diferensial (pengontrol PID). Elemen-elemen pengontrol P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan :
1. mempercepat reaksi sebuah sistem mencapai set point-nya
2. menghilangkan offset
3. menghasilkan perubahan awal yang besar dan mengurangi overshoot.

Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat
dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih
menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi
pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan (Gunterus, 1994, 8-10).
Adapun beberapa grafik dapat menunjukkan bagaimana respon dari sitem terhadap
perubahan Kp, Ki dan Kd sebagai berikut :
Tunning PID

Tunning parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik
yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut
harus diketahui terlebih dahulu sebelum Tunning parameter PID itu dilakukan. Karena
penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode
eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Tunning
bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan
hal itu sebagai alat control (controller Tunning) (Ogata, 1997, 168, Jilid 2). Dua metode
pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.

Metode Ziegler-Nichols

Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini
memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan
respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 11 memperlihatkan kurva
dengan lonjakan 25%.
Gambar 11 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum

Metode Kurva Reaksi

Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian
terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 12). Kalau plant minimal tidak mengandung
unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 13
menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada
ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plantt yang memiliki pole kompleks

Gambar 12 Respon tangga satuan sistem

Gambar 13 Kurva Respons berbentuk S.

Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda
T. Dari gambar 13 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan
waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya.
Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan
memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu
absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan
waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.

Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols
melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan
didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter PID
berdasarkan cara kurva reaksi.

Tabel 1
Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P T/L ~ 0

PI 0,9 T/L L/0.3 0

PID 1,2 T/L 2L 0,5L

Metode Osilasi

Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan
kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter
diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap.
Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi
sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation) (Guterus, 1994, 9-9). Gambar
14 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.

Gambar 14 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional

Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation
disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Tu
(Perdikaris, 1991, 433). Gambar 15 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika
berosilasi.
Gambar 15 Kurva respon sustain oscillation

Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan
Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan
rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2
Penalaan paramater PID dengan metode osilasi

Tipe Kontroler Kp Ti Td

P 0,5.Ku

PI 0,45.Ku 1/2 Pu

PID 0,6.Ku 0,5 Pu 0,125 Pu

Metode Quarter - decay

Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap,
Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter
amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon
berbentuk quarter amplitude decay (Guterus, 1994, 9-13). Quarter amplitude decay
didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki
perbandingan sebesar seperempat (1/4) (Perdikaris, 1991, 434).
Gambar 16 Kurva respon quarter amplitude decay

Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay,


periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan
(Perdikaris, 434, 1990). Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang
digunakan pada metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2
untuk metode osilasi).

Daftar Pustaka

1. Rusli, Mohammad: 1997, Sistem Kontrol kedua, Malang: Teknik Elektro -


Universitas Brawijaya
2. Rameli, Mochammad, Rusdhianto E., Djoko Susilo: Sistem Pengaturan Malang,
1996
3. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers,
Tans. ASME, vol. 64, pp. 759-768
4. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta, 1994
5. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs,
New Jersey, 1988
6. Ogata, Katsuhiko: Teknik Kontrol Automatik – terjemahan: Ir. Edi Laksono,
Erlangga, Jakarta, 1991

Anda mungkin juga menyukai