Jakarta - Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asorun Niam Sholeh menyatakan MUI sudah
mengeluarkan fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang imunisasi. Namun MUI belum
mengeluarkan fatwa imunisasi measles rubella (MR).
"Khusus dengan vaksin MR sampai detik ini belum ada pengajuan sertifikasi secara
formal ke MUI. Pernah ada konsultasi yang dilakukan, tetapi secara formal belum
registrasi," kata Niam di kantornya, Jalan Proklamasi, Jakarta, Kamis (12/10/2017).
Niam menyatakan, dalam fatwa yang dikeluarkan MUI tentang imunisasi, tidak
serta-merta praktik imunisasi diperbolehkan. Sebab, imunisasi dilakukan harus
dengan syarat dan proses untuk mencegah penyakit.
Dia menegaskan yang diakui MUI hingga saat ini hanya ada 2 jenis vaksin. Yaitu
vaksin meningitis dan vaksin flu.
"Tetapi fatwa ini tidak serta-merta kemudian bisa menegaskan bahwa praktik
imunisasi di lapangan itu dibolehkan, karena kebolehan imunisasi itu dengan
syarat. Imunisasi itu adalah prosesnya, dia sebagai sebuah proses untuk mencegah
penyakit itu dibolehkan," kata Niam.
Berikut ini isi fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang imunisasi yang dilansir website
MUI: Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin.
2. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang
sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau
berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein
rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lain, yang bila diberikan kepada
seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit
tertentu.
3. al-Dlarurat adalah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat
mengancam jiwa manusia.
4. al-Hajat adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan
dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.
1
3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis
hukumnya haram.
4. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan kecuali:
a. digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat;
b. belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan
c. adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada
vaksin yang halal.
5. Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian,
penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan
pertimbangan ahli yang kompeten
dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
6. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli
yang kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang
membahayakan (dlarar).
Rekomendasi MUI:
1. Pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, baik melalui
pendekatan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
2
MUI SEBUT VAKSIN MR TIDAK HALAL, INI TANGGAPAN KEMENKES
Menurut dr Jane sapaan akrabnya, sertifikat halal yang dikeluarkan MUI sedang
dalam proses pembuatan. Tidak benar kata dr Jane bahwa pihak Bio Farma belum
mengajukan penelitian tentang vaksin MR ini ke pihak MUI.
"Kalau untuk sertifikat halal sedang diproses. Bio Farma sudah berhubungan
dengan MUI dan pabrik vaksin di India. MUI minta data-data ke pabrik yang di
India, Bio Farma yang membantu menyediakan," jelasnya.
Proses tersebut masih terkendala karena belum terpenuhinya semua data yang
diminta oleh pihak MUI kepada pabrik vaksin yang ada di India.
"MUI masih minta data tambahan, jadi ini lagi nunggu sampai MUI puas baru
keluar sertifikatnya," pungkasnya.
3
3. Komisi Fatwa mendukung pelaksanaan program imunisasi sebagai salah satu
ikhtiar untuk menjaga kesehatan, dengan menggunakan vaksin yang halal.
SOAL VAKSIN MR, KOMISI FATWA: MUI DAN KEMENKES ADA JARAK
4
SEKRETARIS KOMISI FATWA MUI NILAI IMUNISASI DIBOLEHKAN
MUI, kata dia, mengeluarkan Fatwa Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi yang
salah satunya menegaskan bahwa imunisasi pada dasarnya dibolehkan untuk
kepentingan kesehatan, baik individu maupun kesehatan masyarakat.
"Tetapi imunisasi yang tadi dibolehkan itu wajib menggunakan vaksin yang halal
dan suci," kata Asrorun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/8/2017).
Menurut dia, harus dibedakan antara vaksin dan vaksinasi. Adapun vaksinasi
merupakan proses pengebalan tubuh menggunakan vaksin.
Asrorun menuturkan, tak ada masalah dengan vaksinasi. Sebab, vaksinasi dianggap
sebagai ikhtiar atau usaha untuk menjaga kesehatan dengan memasukkan virus
yang dilemahkan, sehingga daya tahan tubuh meningkat terhadap penyakit
tertentu.
Di samping itu, ada kondisi-kondisi darurat dimana jika seseorang tak divaksin
maka akan mengakibatkan kematian atau cacat permanen.
Kemudian, ada opini dari ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas yang
menyatakan bahwa vaksin tertentu dibolehkan. Di sisi lain, tak ada alternatif
pengobatan lain.
Adapun terkait label halal, menurut dia, belun ada pengajuan vaksin halal dari
pihak mana pun.
"Setahu saya belum ada ajuan untuk kepentingan sertifikasi halal," tuturnya.