Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“CADANGAN GAS BUMI”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Teknik Gas Bumi

DISUSUN OLEH :
RIZKY SEPTIAWAN
163210135

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2019

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dinamika Kesetaraan Gender Dalam
Kehidupan Politik Di Indonesia” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Fitrianti ST,.MT selaku
dosen Teknik Gas Bumi atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan
kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Pekanbaru, 09-09-2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Minyak dan gas bumi banyak ditemukan dalam lokasi lapangan yang sama, meskipun
beberapa lapangan ada yang hanya berproduksi gas bumi saja. Secara umum, cadangan
minyak dan gas bumi Indonesia selama 10 tahun terakhir trend-nya cenderung mengalami
penurunan. Cadangan Minyak Bumi dari 8,21 milyar barel pada 2008 turun ke kisaran 7,5
milyar barel di 2018. Reserve to Production (dihitung terhadap Cadangan Terbukti) terdapat
pada kisaran 10-11 tahun. Sempat terjadi kenaikan menjadi 12 tahun pada 2014 yang
disebabkan oleh penambahan cadangan minyak terbukti yang cukup signifikan terutama dari
Lapangan Banyu Urip Cepu. Berikutnya, turunnya harga minyak dunia pada 2015 yang
imbasnya masih terasa sampai dengan saat ini, dipandang menjadi salah satu faktor
rendahnya penemuan cadangan baru. Para KKKS di Indonesia cenderung pada posisi wait
and see dan kurang masif dalam melakukan kegiatan-kegiatan eksplorasi dan pengembangan
lapangan migas. Cadangan gas bumi Indonesia juga terus mengalami penurunan. Cadangan
gas bumi pada tahun 2008 adalah sebesar 170 TSCF dan terus turun ke kisaran 136 TSCF
pada tahun 2018. Namun, untuk Reserve to Production gas bumi Indonesia (terhadap
Cadangan Terbukti), cenderung bertahan stabil pada kisaran 34 tahun sejak tahun 2009
sampai 2018, setelah turun cukup siginifikan dari 41 tahun pada 2008. Hal ini antara lain
karena jumlah cadangan terbukti dapat dipertahankan, meskipun laju produksi terus berjalan.
Mengingat minyak dan gas bumi masih merupakan energi yang mendominasi dalam
penggunaan energi nasional, maka beberapa upaya peningkatan cadangan minyak dan gas
bumi senantiasa diupayakan. Upaya– upaya peningkatan kepastian cadangan dari status
cadangan potensial menjadi cadangan terbukti dapat dilakukan dengan melaksanakan
pemboran – pemboran pengembangan pada lapangan – lapangan minyak dan gas bumi, baik
yang sudah berproduksi maupun lapangan-lapangan yang belum berproduksi tersebut dan
memperbanyak pemboran step out untuk menentukan batas – batas reservoir. Untuk
meningkatkan jumlah cadangannya, maka Kontraktor perlu dihimbau agar lebih intensif dan
agresif dalam melakukan upaya – upaya penemuan cadangan baru yang dapat dilakukan
dengan memperluas area pencarian cadangan minyak dan gas bumi dengan melakukan
Pemboran Eksplorasi dan Survei.
1.2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui cadangan gas bumi di Indonesia
2. Mengetahui pemanfaatan gas bumi di Indonesia?
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui berapa cadangan gas bumi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pemanfaatan gas bumi di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dukungan Hukum untuk Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia


Pengelolaan gas bumi Indonesia didasarkan pada kerangka hukum yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 33 dan Undang-Undang no 22. tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi. Dalam UU No. 22 tahun 2001 termuat konsep
penyelenggaraan kegiatan usaha migas, konsep penguasaan kemigasan, konsep penyediaan
dan pemanfaatan kemigasan, konsep pengusahaan kemigasan dan konsep kelembagaan
kemigasan. Sedangkan yang dimaksud dalam pengelolaan migas pada saat itu adalah
penyediaan dan pemanfaatan yang termasuk alokasi, harga dan infrastruktur gas bumi.
Alokasi dan Harga Gas Bumi teramanatkan di dalam PP no. 35 tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Migas sedangkan untuk infrastruktur teramanatkan dalam PP no. 36 tahun 2004
tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas.
Penyelenggaraan kegiatan usaha Gas Bumi pada tahun – tahun tersebut bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan negara, memberikan konstribusi sebesar-besarnya bagi
perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri nasional dan
perdagangan Indonesia. Sumber gas yang besar dan berada di remote area sebagian besar
dimanfaatkan untuk ekspor, dikarenakan belum terdapatnya infrastruktur serta ditujukan demi
kepentingan ketahanan ekonomi nasional. Penguasaan oleh Negara atas Gas Bumi
diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan, Pengusahaannya
dilaksanakan oleh Badan Usaha berdasarkan Izin Usaha, Pemanfaatan Gas Bumi bagi
Konsumen dilaksanakan melalui proses penunjukan penjual Gas Bumi Bagian Negara
sedangkan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Gas Bumi dilakukan berdasarkan Rencana Induk
Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
konsep pengelolaan gas bumi pada saat dirumuskannya Undang-Undang Migas adalah
Penyediaan dan Pemanfaatan Gas Bumi serta Pengusahaan Gas Bumi.
Selanjutnya, sebagai implementasi Penyediaan dan Pemanfaataan Gas Bumi
dilaksanakan melalui Permen ESDM No. 03 tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan
Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri dan kemudian ditetapkan petunjuk
teknis pelaksanakannya melalui peraturan Pedoman Tata Kerja No. 029 Tahun 2009 tentang
Penunjukan Penjual dan Penjualan Gas Bumi/LNG/LPG Bagian Negara. Sedangkan untuk
pengusahaannya diatur melalui Permen ESDM no. 0007 tahun 2005 tentang Persyaratan dan
Pedoman Pelaksanaan Ijin Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Migas dan Permen ESDM no.
19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa.

2.2 Pemanfaatan Gas Bumi Indonesia


Gas bumi yang dapat dimanfaatkan adalah yang telah melalui proses lifting setelah
melewati tahapan produksi lapangan. Sebagaimana diketahui bahwa lifting merupakan proses
pengangkatan minyak dan gas bumi ke atas permukaan dengan menggunakan teknologi dan
alat-alat yang telah ditentukan yang siap diserahkan untuk diperjualbelikan.Dari total lifting
gas bumi di tahun 2018, tercatat pemanfaatan gas bumi Indonesia sebesar 60.93% diserap
oleh domestik dan 39.07% untuk ekspor. Pemanfaatan gas bumi yang diklasifikasikan
berdasarkan domestik dan ekspor, penggunaan domestik memiliki kecenderungan meningkat
dibandingkan dengan ekspor dengan Weighted Average (%) sebesar 57.58% dan ratarata
pertumbuhan gas bumi domestik sebesar 2.40% dari tahun 2014 – 2018. Growth ini menurun
dari tahun 2010– 2014 sebesar 4.91% menjadi 2.40% .
Sejak tahun 2009, realisasi penggunaan gas bumi untuk sektor kelistrikan lebih kecil
dari kontrak yang ada dikarenakan memiliki komoditas energi lain yang lebih kompetitif dari
gas bumi dan juga terdapat penurunan beban listrik di beberapa daerah. Untuk sektor pupuk
realisasi penggunaan gas bumi cenderung stabil karena merupakan kontrak jangka panjang.
Sektor industri, realisasi penggunaan gas bumi lebih fluktuatif dikarenakan pengaruh harga
gasnya yang berdampak nilai kompetitif barang. Selain itu terdapat juga penurunan supply
gas ke pabrik dikarenakan penurunan alamiah gas

2.3 Peranan Gas Bumi dalam Pembangunan Nasional


Produksi gas bumi dan pemanfaatannya memberikan kontribusi yang besar terhadap
pelaksanaan pembangunan nasional, diantaranya melalui :
1. Peranan gas bumi dalam PDB Nasional Gas bumi dalam konteks makroekonomi,
dapat berkontribusi melalui beberapa sektor ekonomi, antara lain dalam sektor pertambangan
dan penggalian (berupa pertambangan gas bumi), sektor industri pengolahan (berupa industri
migas, yaitu gas bumi cair), dan sektor listrik, gas, dan air bersih (berupa gas kota). Sebagai
contoh pada tahun 2014 secara total gas bumi mampu memberikan nilai mencapai 5,56% dari
PDB nasional.
2. Peranan Gas Bumi dalam Ekspor-Impor Potensi dan produksi gas yang cukup besar
di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu eksportir produk gas bumi,
Berdasarkan nilai ekspornya, gas bumi telah berkontribusi sekitar US$ 17.1 miliar dalam
ekspor nasional pada tahun 2014.
3. Peranan Gas Bumi dalam Penerimaan APBN Penerimaan dari gas bumi dalam
APBN terdiri dari penerimaan PNBP Sumber Daya Alam Gas, penerimaan Pajak Penghasilan
(PPh) gas, dan penerimaan lainnya dari kegiatan usaha hulu gas. Pajak penghasilan dan
PNBP Sumber Daya Alam dari gas bumi dalam APBN setidaknya berkontribusi sekitar Rp.
318.3 triliun pada tahun 2014 dengan struktur PNBP Migas 68.13%, perpajakan 27.47% dan
penerimaan lainnya 4.40%
2.4 Cadangan gas bumi
Cadangan gas bumi status 01.01.2018 adalah sebesar 135,55 Triliun kaki kubik
(TSCF). Cadangan tersebut terdiri dari cadangan Terbukti (P1) sebesar 99,06 TSCF dan
cadangan Potensial sebesar 39,49 TSCF (terdiri dari cadangan Mungkin Grafik Cadangan
Gas Bumi (Status 01.01.2018) (P2) sebesar 21,26 TSCF dan cadangan Harapan (P3) sebesar
18,23 TSCF). Dari jumlah cadangan gas bumi terbukti tersebut, sebesar 3857,8 TSCF adalah
berupa Associated Gas dan 92199,7 TSCF Non Associated Gas.

2.5 Produksi gas bumi


Produksi gas bumi net pada tahun 2018 sebesar 7,732 MMSCFD. Capaian ini
didukung oleh 10 (sepuluh) KKKS penyumbang produksi terbesar yaitu :
10 besar KKKS tersebut menyumbang produksi gas bumi rata-rata sebesar 6,154
MMSCFD atau 79,59% dari produksi Indonesia. Selain itu, capaian produksi gas tahun 2018
dikarenakan adanya 3 (tiga) KKKS yang on stream, yaitu Medco E&P Malaka (7,50
MMSCFD), Montd’Or Oil (salawati) Ltd (0,06 MMSCFD) dan Seleraya Belida (0,04
MMSCFD)serta terdapat 2 KKKS yang kembali berproduksi setelah sebelumnya vakum,
yaitu EMP Tonga dan Triangle Pase Indonesia.

2.6 Pemanfaatan gas bumi


Di Indonesia, produksi gas dilakukan wilayah-wilayah utama Kalimantan Timur dan
Aceh. Gas yang diproduksi kemudian juga dikilang wilayah tersebut menjadi LNG dan LPG,
untuk kemudian diekspor. Gas juga diproduksi di lapangan-lapangan yang lebih kecil di Jawa
Barat dan Jawa Timur, dan melalui jalur pipa dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan bahan
bakar/bahan baku pembangkitan litsrik, industri dan gas kota di Jawa. Pada awal
pengembangannya pada periode 1980-an, gas bumi Indonesia lebih banyak digunakan untuk
eskpor dalam bentuk LNG, dengan tujuan Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Ekspor gas
bumi belakangan dilakukan melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. Peningkatan
penggunaan gas bumi di dalam negeri terjadi karena peningkatan permintaan gas bumi oleh
pembangkit tenaga listrik, industri dan PT PGN. Tabel 1 memperlihatkan status terakhir
pemanfaatan gas bumi Indonesia.
Dari total lifting gas bumi di tahun 2018, tercatat pemanfaatan gas bumi Indonesia
mencapai 60.93% diserap oleh domestik dan 39.07% untuk ekspor. Penyerapan domestik
meliputi sektor industri yang menyerap sebesar 25.44%, Sektor Kelistrikan sebesar 12.96%,
Sektor Pupuk sebesar 11.08%, Lifting Migas sebesar 2.82%, LNG Domestik sebesar 5.64%,
LPG Domestik sebesar 6.14% dan 0.19% untuk Program Pemerintah berupa Jargas Rumah
Tangga dan SPBG. Untuk ekspor gas pipa sebesar 11,25% dan LNG ekspor 27,82% dari
seluruh total pemanfaatan. Secara agregasi, penyerapan gas domestik nasional berdasarkan
kontrak sebesar 86.11%. Selain penurunan alamiah, faktor penyerapan sangat bergantung dari
komersialisasi atau harga gas dan skema investasinya.
2.7 Struktur industri hilir gas bumi
Seperti halnya minyak bumi, setelah kegiatan produksi di sisi hulu, industri hilir gas
bumi diawali dengan kegiatan pengilangan gas, yang memproduksi LNG dan LPG. Di
samping itu, terdapat pula kegiatan pemurnian gas di sisi hulu, yang hasilnya kemudian
-tanpa melalui kilang- disalurkan langsung melalui jalur pipa (pipeline) transmisi/distribusi
gas bumi untuk diteruskan ke konsumen. Produk kilang gas berupa LNG ditransportasikan
dengan tanker LNG ke tujuan pengiriman yang biasanya terletak pada jarak yang sangat jauh
dari lokasi kilang gas. Sebagai contoh, produk LNG dari kilang-kilang di Bontang
(Kalimantan Timur) dan Arun (Aceh) dikirimkan ke wilayah ekspor mereka di Jepang, Korea
Selatan dan Taiwan. LPG, yang dihasilkan dari kilang gas yang juga menghasilkan LNG
dapat dikirimkan melalui kapal/kendaraan darat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
atau diekspor.
LPG dapat pula dihasilkan dari kilang khusus LPG atau merupakan bagian dari kilang
yang mengolah minyak mentah menjadi produk-produk minyak (terutama bahan bakar
minyak/BBM). Contoh kilang LPG di Indonesia adalah Mundu di Jawa Barat, sedangkan
LPG juga dihasilkan dari kilang minyak seperti kilang Cilacap, Balongan dan Balikpapan.
Secara umum, transportasi gas bumi membutuhkan biaya dan persyaratan teknis yang lebih
tinggi dibandingkan transportasi minyak mentah, produk-produk minyak (oil products)
maupun batubara (Nugroho, 2004). Hal ini karena karakteristik alamiah gas bumi itu sendiri,
yang amat sulit ditransportasikan apabila masih berada dalam fase gas. Untuk mempermudah
transportasinya, gas perlu dikompresikan atau didinginkan terlebih dahulu sehingga densitas
energinya menjadi lebih besar dan lebih mudah dikirimkan. Transportasi gas bumi pada
sistem jaringan transmisi dan distribusi gas bumi yang telah dibangun dapat dilakukan
melalui jalur pipa gas, kapal LNG, kapal LPG, truk tangki, serta melalui depo penyimpanan
dan stasiun penjualan.

2.7 Rantai nilai industri gas bumi


Sebagai halnya pada minyak bumi, kegiatan industri gas bumi dapat dibedakan ke
dalam dua kelompok utama: kegiatan hulu (upstream) dan hilir (downstream). Di antara
kedua kelompok kegiatan itu, kadang ditambahkan kegiatan antara (midstream). Gambar 1
memperlihatkan diagram rantai nilai industri gas bumi.

Kegiatan hulu (oleh sebuah perusahaan eksplorasi/eksploitasi gas) dimulai dengan


upaya mendapatkan izin/konsesi atau kontrak kerja sama untuk melakukan eksplorasi atau
pencarian gas di suatu wilayah tertentu. Di Indonesia, izin atau kontrak kerja sama untuk
mendapatkan Wilayah Kerja Pertambangan tersebut sekarang dapat diperoleh melalui lelang
(tender) yang dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumberdaya & Mineral (Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi) berdasarkan skema perjanjian bagi hasil (production sharing
contract). Bila kegiatan eksplorasi memberikan hasil yang positip, maka ini kemudian
dilanjutkan dengan kegiatan produksi/eksploitasi gas bumi, minyak bumi serta produk
ikutannya. Hasil produksi dari lapangan (-lapangan) gas tersebut dikumpulkan, kemudian
disalurkan ke kilang gas untuk diproses atau dikirim ke tujuan penjualan. Di kilang/pabrik
gas, gas dari lapangan produksi tersebut dimurnikan atau diproses menjadi LNG (liquefied
natural gas) dan LPG (liqufied petroleum gas). Selanjutnya, gas yang telah diproses ini,
melewati jaringan transportasi yang telah dibangun, dijual kepada konsumen besar
(wholesale) dan seterusnya kepada konsumen kecil (retail).

2.8 Infrastruktur dan pelaku industri hilir gas bumi Indonesia


Di Indonesia, pengusahan gas bumi di sisi hilir masih didominasi oleh perusahaan
minyak dan gas milik negara (Pertamina) yang melakukan usahanya secara terintegrasi
vertikal dari ujung sisi hulu hingga hilir, terutama untuk minyak bumi. Dominasi Pertamina,
khususnya dalam pengusahaan gas bumi agak berkurang dengan perkembangan PT
Perusahaan Gas Negara (PGN) yang belakangan ini telah menjadi perusahaan transmisi dan
distribusi gas bumi terkemuka. Dibandingkan banyak negara maju pemakai gas bumi,
kapasitas infrastruktur maupun pelaku usaha hilir gas bumi yang terdapat di Indonesia sampai
saat ini masih terbatas, kecuali untuk LNG.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Produksi gas bumi net pada tahun 2018 sebesar 7,732 MMSCFD. Capaian ini
didukung oleh 10 (sepuluh) KKKS penyumbang produksi terbesar. Dari total lifting gas bumi
di tahun 2018, tercatat pemanfaatan gas bumi Indonesia mencapai 60.93% diserap oleh
domestik dan 39.07% untuk ekspor. Berbagai capaian sub sektor minyak dan gas bumi
berhasil diraih pada tahun 2018. Beberapa diantaranya adalah penerimaan negara yang
menembus angka 228 triliun rupiah, penghapusan 23 sertifikasi/perizinan/ rekomendasi,
alokasi gas untuk domestik berhasil mencapai 61%, nilai investasi yang mencapai US$ 12,5
miliar dengan nilai TKDN berkisar 63%,

Beberapa hal masih menjadi harapan untuk dapat terus ditingkatkan oleh Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi guna memberikan ketersediaan energi, menciptakan nilai
tambah dan multiplier efek yang lebih banyak lagi agar ketimpangan pembangunan antar
wilayah dapat semakin teratasi. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi akan
terus melakukan perbaikan dalam perencanaan dan melibatkan para pemangku kepentingan
dalam proses perumusan kebijakan agar dapat memberikan manfaat yang lebih baik dan tepat
sasaran, sehingga mampu menciptakan dampak yang signifikan bagi keberhasilan
pembangunan nasional. Diharapkan semua pihak terkait dapat melakukan upaya sinergitas
kebijakan untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Dukungan dan masukan untuk
kebijakan yang lebih baik sangat diharapkan guna membangun wilayah-wilayah di Indonesia
dan menghadirkan kedaulatan energi di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai