MENGALAMI DEPRESI
KEPERAWATAN DEWASA 4
FOCUS GROUP 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat, limpahan berkah, dan
karunia-Nya, Focus Group 1 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Klien yang Mengalami Depresi dengan baik dan tepat pada waktu yang
ditentukan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ice Yulia Wardani, SKp., M.Kep.,
Sp.Jiwa yang telah membimbing dan memotivasi kelompok ini dalam menyelesaikan
makalah ini. Kelompok juga berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa FIK UI yang
telah memberikan kritik dan saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.
Penyusun
(FocusGroup 1)
ii
DAFTAR ISI
Depresi biasanya berawal dari stres yang tidak diatasi. Penyakit ini seringkali
diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiritanpa pengobatan. Padahal, depresi dapat
menimbulkan dampak yang serius bahkan dapat berakhir dengan bunuh diri. Diperkirakan
60% dari seluruh kejadian bunuh diri dikaitkan dengan depresi. Secara global, 50% dari
penderita depresi berpikiran untuk bunuh diri, tetapi yang akhirnya mengakhiri hidupnya
adalah 15%. Selain itu, depresi yang berat juga dapat menimbulkan munculnya berbagai
penyakit fisik, seperti gangguan pencernaan (gastritis), asma, gangguan pada pembuluh darah
(kardiovaskular), serta menurunkan produktivitas. Sejak depresi sering didiagnosis, WHO
memperkirakan depresi akan menjadi penyebab utama masalah penyakit dunia pada tahun
2020 (Sianturi, 2006 dalam Luky, 2011). Berdasarkan uraian diatas, peran perawat sangat
penting dan dibutuhkan dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien
depresi.
4. Apa pengertian dari harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko bunuh diri?
5. Apa penyebab dan tanda gejala harga diri rendah, defisit perawatan diri, dan resiko
bunuh diri?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan harga diri rendah, defisit
perawatan diri, dan resiko bunuh diri?
7. Bagaimana terapi psikofarmaka dalam penatalaksanaan medis pada pasien depresi?
8. Apa saja peran perawat dalam melakukan pemberian obat?
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Depresi
A. Pengertian Depresi
Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang
amat sangat, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, tidak dapat
tidur, kehilangan selera makan, hasrat seksual, dan minat serta kesenangan dalam aktivitas
yang biasa dilakukan (Davidson dkk, 2006). Menurut Atkinson (1991) depresi sebagai suatu
gangguan suasana hati yang dicirikan dengan tak ada harapan dan patah hati,
ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan untuk memulai suatu
kegiatan, tidak mampu konsentrasi, tidak punya semangat hidup, selalu tegang, dan mencoba
bunuh diri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa depresi merupakan gangguan suasana
hati6 yang ditandai oleh kemurungan dan kesedihan yang mendalam serta berkelanjutan
sampai hilangnya kegairahan hidup dan rasa putus asa.
B. Penyebab Depresi
Etiologi depresi sebenarnya masih belum jelas. Diduga depresi terjadi akibat
kombinasi beberapa penyebab, seperti genetik, biokimia, dan pengaruh fisiologis. Di bawah
sejumlah faktor-faktor dan teori yang dikemukakan para ahli mengenai penyebab depresi.
6) Teori Kognitif (Beck, 1979) timbulnya perasaan kurangnya kontrol atas situasi
Teori kognitif percaya bahwa depresi adalah kehidupan mereka. Mereka menjadi tertekan karena
produk pikiran negatif. Hal ini berbeda dengan mereka merasa tidak berdaya, mereka telah belajar
teori lain yang menunjukkan bahwa pikiran bahwa apa pun yang mereka lakukan adalah sia-sia. Hal
negatif terjadi ketika seorang individu ini bisa sangat berbahaya karena rasa penguasaan atas
mengalami depresi. Beck mengidentifikasi tiga lingkungan seseorang merupakan fondasi penting untuk
C.untuk mengendalikan
Gejala Depresi distorsi pikiran negatif
yang mengarah untuk harga diri pesimis, lesu,
Tabel dibawah
penundaan, ini menunjukkan
dan rendah diri. tanda dan gejala individu dengan depresi (Shelia, 2008).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak Harga diri rendah berdasarkan jangka waktu dibagi
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat menjadi dua yakni harga diri rendah situasional dan
evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri rendah kronik. Harga diri rendah
situasional merupakan perkembangan persepsi
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri,
negatif tentang harga diri sebagai suatu respons
merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai
terhadap situasi saat ini. Harga diri rendah kronik
keinginansesuai ideal diri (Keliat, dkk 2011). Manifestasi
merupakan resiko mengalami penilaian diri dan
dari harga diri rendah ditunjukkan melalui sejauh mana perasaan negatif dalam jangka panjang tentang diri
pengalaman seseorang merasakan harga diri rendah. sendiri atau kemampuan diri (NANDA, 2012).
Kognitif
- Rusaknya citra Diri (Pandangan akurat dari diri sendiri tidak memadai, dicintai, tidak layak, dan / atau
tidak kompeten)
- Ketidakmampuan untuk melihat Siapa dan Kapan untuk Percaya
- irrasional dan pendapat diri terdistorsi (membuat pernyataan negatif tidak benar / belum terbukti
pada dirinya sendiri)
- Kurang Percaya Diri
Membaca dan memroyeksi pikiran (Berpikir dan percaya bahwa orang lain melihat dirinya dengan
cara-cara negatif yang sama bahwa ia memandang dirinya sendiri)
- Obsesif Kompulsif dan Perilaku Addictive
Terlalu Kritis Diri dan Lainnya
7
Emotional Behavioral
• Menjadi yang membutuhkan
• Depresi • Hubungan Kacau
• Putus Asa • Sikap membela
• Ketakutan dan Kegelisahan (membuat kesalahan, • Gangguan Makan
ditolak, terlihat bodoh atau tidak memadai) • Kurangnya Ketegasan, Pasif, agresif, atau Pasif-
• Hipersensitivitas Agresif
• Emosi bercampur • Perfeksionisme
• Shutdown Emosional • batasan buruk (boundaries)
• serangan harga diri (Serupa tapi berbeda dari • Komunikasi Buruk
serangan panik) • Hubungan Buruk & Keterampilan Sosial
(Penampilan) Malu • sabotase diri
• Disfungsi Seksual
• Mengenakan topeng (tidak natural)
Perawatan diri merupakan suatu hal dalam diri manusia yang berfungsi dan terbentuk
serta merupakan hal yang penting bagi individu dalam menjalani dan mempertahankan
kehidupan, kesehatan, serta kesejahteraan. Perawatan diri berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan
secara mandiri. Aktivitas sehari-hari merupakan aktivitas perawatan diri klien yang harus
dijalani setiap harinya dan berhubungan dengan kebutuhan personal. Aktivitas sehari-hari
meliputi personal hygiene/mandi, menggunakan pakaian, makan, dan toileting.
8
Defisit perawatan dapat terjadi complete atau parsial dan mengindikasikan sistem
kompensasi. Tingkatan keadaan klien terkait defisit perawatan diri yang dialami klien yaitu:
I. Definisi
Bunuh diri adalah didefinisikan sebagai kematian sebagai hasil dari sebuah tindakan
dimana si pelaku yakin bahwa tindakannya tersebut dapat menyebabkan kematian.
Seseorang yang depresi mungkin dapat melakukan tindakan bunuh diri namun tidak semua
orang yang bunuh diri mengalami depresi (Schultz, 2009). Risiko bunuh diri adalah berisiko
terhadap cedera yang ditimbulkan sendiri dan mengancam jiwa (Wilkinson&Ahern, 2011).
II. Psikodinamika
A. Etiologi/Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya risiko bunuh diri (Pieter dkk,
2011), diantaranya:
1. Faktor Genetik
Menurut teori biologis, faktor genetik dapat mempengaruhi terjadinya risiko bunuh diri
pada keturunannya. Hal ini berkaitan dengan faktor penurunan serotonin yang dapat
menimbulkan depresi dan bila keadaan ini terus berlanjut akan memicu terjadinya
risiko bunuh diri.
2. Faktor Sosiologis
Bunuh diri dapat terjadi akibat adanya faktor-faktor yang dapat memicu yang terdapat
di lingkungannya. Ada tiga jenis bunuh diri yang terjadi dalam kehidupan masyarakat:
a. Egoistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan oleh masalah-masalah
pribadi.
b. Altruistic suicide, yaitu tindakan bunuh diri yang disebabkan karena adanya
keinginan untuk memperjuangkan kehidupan orang lain, misalnya mendonorkan
organ tubuh untuk kehidupan anaknya.
c. Anomic suicide, yakni tindakan bunuh diri yang disebabkan masyarakat dalam
kebingungan, misalnya dalam kondisi perang.
3. Faktor Psikologis
Psikologis yang terganggu juga dapat menjadi stressor pemicu terhadap percobaan
bunuh diri. Terdapat beberapa faktor yang dapat mengganggu psikologik seseorang
diantaranya seperti riwayat teraniaya, disfungsi keluarga, kesulitan membina hubungan
sosial, trauma kehilangan yang serius, distress spiritual, merasa tidak punya lagi masa
depan, dan sakit kronis.
10
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus:
Seorang wanita, 21 tahun, mahasiswa, dirawat di rumah sakit jiwa karena sering menyendiri
dan tidak mau melakukan aktivitas sejak 3 bulan yang lalu. Suatu hari klien tampak murung,
lebih banyak menunduk saat berbicara, menolak untuk berbicara dengan siapapun.
Penampilan fisik tidak rapi, pandangan kosong, menjawab pertanyaan dengan singkat. Ketika
perawat menanyakan penyebab klien menjawab bahwa ia bosan hidup, rasanya ingin mati
saja. Pasien juga mengatakan saya malu, tidak perawan lagi, pastinya tidak ada laki-laki yang
mau jadi suaminya. Diagnosa medis: Depresi.
A. Analisa Data Daftar Masalah:
1. Data subyektif: Klien mengatakan bosan hidup, merasa ingin 1. Koping individu tidak efektif
mati, merasa malu karena tidak perawan lagi, merasa tidak 2. Sedih kronis
3. Harga diri rendah
ada yang mau jadi suaminya.
4. Keputusasaan
2. Data obyektif: Klien tampak murung, menolak berbicara
5. Intoleransi aktivitas
dengan siapapun, pandangan kosong, menjawab pertanyaan 6. Isolasi Sosial
dengan singkat, penampilan fisik tidak rapi. 7. Defisit Perawatan Diri
Isolasi sosial
Menarik diri
C. Pohon Masalah
Defisit perawatan diri
Putus asa
Intoleransi aktivitas (Akibat)
Depresi
(Pola koping individu tidak efektif) Penyebab
Kehilangan: Hilang
keperawanan
Faktor Presipitasi
12
A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan gangguan alam perasaan
(depresi), yaitu:
1. Harga diri rendah
2. Koping individu tidak efektif
3. Keputusasaan
4. Defisit perawatan diri
4. Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana individu merasakan adanya stimulus
melalui panca indra tanpa adanya rangsang nyata.
Data subjektif yang mungkin ditemukan Data objektif yang mungkin di temukan
a. Mengatakan mendengar suara bisikan/ a. Bicara sendiri
melihat bayangan. b. Tertawa sendiri
b. Menyatakan kesal c. Marah tanpa sebab
c. Menyatakan senang dengan suara-suara d. Menyendiri
e. Melamun
3. Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih 6. Memberikan pujian yang wajar terhadap
sesuai dengan kemampuan pasien. keberhasilan klien
- Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat 7. Membantu menyusun jadwal pelaksanaan
dilakukan setiap hari sesuai kemampuannya kemampuan yang dilatih
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi - Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba
klien kegiatan yang telah dilatih.
- Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien - Beri pujian atas kegiatan yang telah dilakukan
lakukan kilien setiap hari.
4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih - Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi
- Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah dan perubahan setiap kegiatan.
direncanakan. - Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan
- Beri pujian atas keberhasilan klien yang telah di latih.
- Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah. - Berikan kesempatan mengungkapkan
perasannya setelah melakukan kegiatan.
yang tepat.
Intervensi: e) Cegah infeksi daerah kepala dengan cara perawatan 16
a) Tingkatkan harga diri dan penentuan diri rambut seperti mencuci, menyisir atau mencukur
rambut
b) Hilangkan dan bersihkan bau, kurangi kekeringan
f) Cegah terjadi infeksi dan pertahankan kebersihan
serta sel yang mati dengan cara perawatan diri
daerah vulva dengan cara lakukan perawatan vulva.
c) Rangsang sirkulasi darah, kendorkan otot, buat
g) Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri
rasa nyaman denagn cara mandikan klien seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2
d) Kurangi nyeri dapat dilakukan dengan cara rawat kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
gigi dan mulut teratur dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
sembelit dua sampai tiga jam. Ubah posisi setiap dua jam,
termasuk tidur, ke kursi atau berjalan-jalan
8. Perhatikan frekuensi pola eliminasi. (Lihat ND:
defekasi, diubah: sembelit) Evaluasi Pasien Defisit Perawatan Diri
9. Menyediakan peralatan yang diperlukan, 1. Klien mampu membersihkan tubuh secara
perlengkapan diri klien, seperti pakaian mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
10. Pilih salah satu aktivitas perawatan diri dan rencana 2. Klien mampu mempertahankan kebersihan
dengan klien bagaimana menerapkan secara pribadi dan penampilan rapi secara mandiri.
sederhana, konkret.
-Kerentaan genetik-biologik (riwayat keluarga). teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
-Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
-Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk d. Sistem pendukung yang ada.
depresi. e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
-Riwayat pengobatan. (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
1. -Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga
dan prilaku dari individu dengan gangguan mood. klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi
pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan
perawatan diri.
17
Banyak instrumen yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh
diri diantaranya dengan SAD PERSONS.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan
pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara
adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas
Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya
wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal atau tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal.
Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topik dan ekspresi dari diri
klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri.
Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional. Jangan terlalu
tergesa-gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara
perawat dan k lien.
4. Jangan membuat asumsi
Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu yang mempengaruhi emosional klien.
5. Jangan menghakimi, karena jika perawat memberikan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
18
B. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh diri
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai dapat melindungi diri sendiri.
Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta
sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Keliat (2005) mengidentifikasi intervensi utama pada klien
untuk perilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya.
Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri, Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu
klien mngekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat. Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai
klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu
dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan, Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor
predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
e. Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial
klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol
D. Implementasi
perilaku klien.
a. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko, managemen untuk klien yang
memiliki resiko tinggi adalah:
- Orang yang suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan didekat ruang perawatan yang mudah di
monitor oleh perawat.
- Mengidentifikasi dan mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan klien misalnya: pisau,
gunting, tas plastik, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
- Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak melakukan tindakan yang
mencederai diri, misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide
untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
- Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan:
Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
20
- Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
- Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
- Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
- Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan (yakinkan untuk tidak memberikan
makanan dalam tas plastik)
- Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
- Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
- Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian yang menutup seluruh
tubuhnya.Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
- Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri perlu adanya komunikasi
oral dan tertulis pada semua staf.
b. Bantu klien untuk menurunkan resiko c. Membantu meningkatkan harga diri klien
perilaku destruktif yang diarahkan pada diri - Tidak menghakimi dan empati
sendiri, dengan cara: - Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
- Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : - Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang
tinggi, sedang, rendah. lain
- Kaji level long-term risk yang meliputi: lifestyle - Berikan jadwal aktivitas harian yang terencana untuk klien
(gaya hidup), dukungan sosial yang tersedia, dengan control impuls yang rendah
rencana tindakan yang bisa mengancam - Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku
kehidupannya, koping mekanisme yang biasa bila diindikasikan.
d. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan
digunakan.
mendapatkan dukungan sosial
- Informasikan kepada keluarga dan saudara klien
e. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping
bahwa klien membutuhkan dukungan social
yang positif
yang adekuat
- Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
- Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial
- Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan
yang di punyai termasuk jejaring sosial yang
bunuh diri
bisa di akses.
- Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘apa yang
- Dorong klien untuk melakukan aktivitas sosial
terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
f. Initiate Health Teaching dan rujukan (jika - Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
stress (relaxation, problem-solving skills) - Bantu klien untuk mengidentifikasi pola pikir yang negatif
Evaluasi Pada Pasien Resiko Bunuh Diri
- Mengajarkan keluarga technique limit setting dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya menjadi
a. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien
- Mengajarkan keluarga tentang ekspresi rasional.
telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
perasaan yang konstruktif b. Klien menggunakan koping adaptif, terlibat dalam aktivitas
- Intruksikan keluarga dan orang lain untuk peningkatan diri.
mengetahui peningkatan resiko : perubahan c. Perilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap
perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial
menarik diri, tanda depresi. d. Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Adapun saran-saran praktis daam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai calon perawat profesional, penting bagi mahasiswa keperawatan untuk
membekali diri mengenai pengetahuan akan defisit perawatan diri, HDR, Resiko
bunuh diri, dan depresi berdasarkan etiologi masalah-masalah tersebut.
2. Mahasiswa dapat menuangkan ide kreatif dalam memecahkan masalah akibat
trauma seksual yang dapat nenyebabkan masalah defisit perawatan diri, HDR, resiko
bunuh diri, dan depresi.
iii
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda J. & Moyet. (2006). Handbook of Nursing Diagnosis. 11th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Carpenito, LJ (2008). Nursing Diagnosis : Aplication to Clinical Practice. Mosby St Louis.
Doenges, M.E Towsend, M.C dan Moor-house, M.F. (1998). Psyciatric Care Plans
Guidelines for Individualizing Care. Ed.3. Phuiladepia: F.A Davis Company.
Fajriyah, Nur. (2012). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Harga Diri Rendah (strategi
Pelaksanaan HDR, Menarik Diri, Halusinasi dan Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan).
Jakarta: CV Trans Info Media.
Hardman, T Heather. (2012). Terjemahan (alih bahasa : Made dan Nike). Diagnosis
keperawatan:definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
http://www.getesteem.com/Files/Sorensen_Self-Esteem_Test.pdf
http://www.bbc.co.uk/health/emotional_health/mental_health/emotion_esteem.shtml
http://www.getesteem.com/lse-symptoms/behavioral.html
Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi I. Jakarta: EGC.
Keliat Anna B...(et al.) Editor Monica ester danDevi yulianti.(2011). Keperawatan Kesehatan
Jwa komunitas :CMHN (basic course). Jakarta : EGC.
Keliat, Budi Ana (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik diri. Jakarta:
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
KP Neeraja. (2008). Essentials of Mental Health and Psychiatric Nursing. Volume 1. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.
Pieter, Herri Z., dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Kencana.
Schultz, Judith M. & Videbeck, Sheila L. (2009). Lippincot’s Manual of Psychiatric Nursing
Care Plans. 8th Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health-Lippincott Williams &
Wilkins.
Stuart, G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and practice of Psychiatric Nursing. 6th
edition.cp 18. St. Louis Mosby Year Book.
Suliswati...(et al.) Editor Monica Ester.(2005). Konsep dasar keperawatan kesehatan jiwa.
Jakarta :EGC
Townsend, Mary C. (2008). Psychiatric Mental Health Nursing 4th Edition. Philadelphia :
Davis Company.
Towsend Mary C.(2009). Psychiatric Mental Health Nursing: Concepts of Care in Evidence-
Based Practice. 6th ed. USA : Davis Company.
Universitas Islam Negeri Malang. http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/08410170-
rahaturrizqi.ps. Diakses pada 2 April 2013.
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M., Ahern, Nancy R. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.9:
Wilkinson, J.M., dan Ahern, N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (edisi 9) (Esty Wahyuningsih,
Penerjemah). Jakarta: EGC.