Anda di halaman 1dari 2

Nama : FITRI NUR HIDAYAH

NIM : H1011141027

Tugas : PANCASILA (Analisis Pelanggaran Nilai-Nilai Pancasila Pada Berita)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi
Narogong kembali digelar di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Ada lima saksi yang dihadirkan dalam
sidang kali ini, salah satunya bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Dirjen
Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Dalam persidangan, jaksa pada KPK memutar rekaman pembicaraan yang diduga Direktur Biomorf Lone
LLC Johannes Marliem dan Sugiharto. Jaksa pun langsung mengonfirmasi ke Sugiharto.

"Itu suara Bapak (Sugiharto) di mana?" kata jaksa dalam sidang di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin
(13/11/2017).

"Iya benar itu pembicaraan di ruang kerja saya. Itu di ruangan saya," jawab Sugiharto.

Jaksa kemudian bertanya soal apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Dalam kesaksiannya,
Sugiharto mengaku bahwa yang dibicarakannya bersama Johanes Marliem ialah terkait jatah untuk Setya
Novanto alias SN atau orang yang di belakang Andi Narogong.

"Terkait apa?" tanya jaksa.

"Jatah untuk Andi, untuk bosnya. Untuk SN," jawab Sugiharto.

Sugiharto melanjutkan, pembahasan jatah itu berawal saat terdakwa Andi Narogong meminta agar Ketua
Fraksi Golkar saat itu, yang tidak lain Setya Novanto, mendapat Rp 100 milliar. Akan tetapi, saat itu, kata
Sugiharto, Johanes Marliem baru bisa memberikan Rp 60 miliar.

"Permintaan uang untuk Andi. Andi itu untuk bosnya, ya itu Setya Novanto. Tapi pokoknya belum pasti,
tapi yang jelas kalau bisa itu Rp 100 miliar," ujar Sugiharto kepada jaksa KPK.

Di samping itu, dalam rekaman Sugiharto juga mengatakan kepada Marliem agar menunggu perhitungan
pengeluaran biaya dengan Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana Sudihardjo.

"Anang sama Andi sama Johaness Marliem ada hitung-hitungan belum jelas. Itu ya terkait angka Anang
sama Johanes itu, ada itung-itungan lapangan yang belum dihitung sampai saat ini," tutur Sugiharto.
Link : http://news.liputan6.com/read/3161234/saksi-ungkap-ada-jatah-setya-novanto-rp-100-m-
dari-korupsi-e-ktp

Analisis :

1. Pelanggaran sila pertama “ Ketuhanan Yang Maha Esa “ :


Karena pada kasus ini, tersangka tidak mempunyai sifat kejujuran, saling harga
menghargai dan toleransi. Jika tersangka mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa maka
tersangka tidak akan sampai hati melakukan hal tersebut.
2. Pelanggaran sila kedua “ Kemanusiaan yang adil dan beradab “
Tersangka tidak memiliki rasa kemanusiaan dan tidak adil karena tersangka
memikirkan dirinya sendiri dan menyengsarakan rakyat. Karena dampak dari korupsinya
banyak KTP yang tidak tercetak sehingga menyusahkan rakyat.
3. Pelanggaran sila ketiga “ Persatuan Indonesia “
Tersangka kemudian memecah belah suatu golongan karena kasus terebut
menimbulkan suatu golongan berprasangka buruk kepada golongan lain. Misalnya
timbulnya analisis partai golkar yang tidak baik untuk pemilu 2019.
4. Pelanggaran sila keempat “ Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan keadilan”
Tersangka bukanlah pemimpin yang bijaksana.
5. Pelanggaran sila kelima “ keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”
Tersangka jelas tidak mencerminkan sila kelima. Dengan mengkorupsi uang rakyat,
Tersangka tidak sama sekali berlaku adil.

Anda mungkin juga menyukai