Anda di halaman 1dari 13

Minim, Pelayanan Kesehatan Jiwa di Indonesia

Di era globalisasi ini, masalah kesehatan jiwa di Indonesia cenderung


meningkat. Ironisnya, kenaikan ini belum dibarengi dengan
peningkatan layanan kesehatan jiwa masyarakat

Mark
Adriaan De Leeuw/moodboard/Corbis

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rusdi Maslim menegaskan bahwa masalah kesehatan jiwa
di Indonesia cenderung meningkat dalam era globalisasi. Namun, pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia
dianggap masih jauh dari cukup.

Dari hasil penelitiannya, prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55 persen, di mana angka
tersebut tergolong sedang dibanding dengan negara lainnya. Proporsinya adalah gangguan penyakit fisik kronis
sebesar 35,12 persen dengan rata-rata kehilangan hari produktif 15,23 hari dan kekerasan dalam rumah tangga
sebesar 17,74 persen dengan rata-rata kehilangan hari produktif 13,53 hari. Berikutnya gangguan jiwa sebesar
8,04 persen dengan rata-rata kehilangan hari produktif 31,12 hari.

Berdasakan data distribusi variabel sosiodemografik, memperlihatkan bahwa wanita merupakan golongan yang
lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan jiwa. "Gangguan kesehatan jiwa lebih banyak mendera kalangan
usia muda, pendidikan rendah, orang dewasa tapi tidak menikah, serta orang dengan status ekonomi dan tingkat
pendapatan keluarga yang rendah," papar Rusid di Yogyakarta.

Rusdi melanjutkan, untuk mengupayakan kesehatan jiwa di Indonesia, dibutuhkan adanya kebijakan
pembangunan kesehatan yang relevan dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat. Ironisnya, pelayanan
kesehatan jiwa ini belum maksimal dilakukan. Berdasarkan temuannya, sebanyak 91,08 persen responden tidak
mendapat pelayanan kesehatan jiwa dari fasilitas pelayanan kesehatan formal.

“Maka dari itu kebijakan kesehatan seyogyanya memperhatikan keterjangkauan pelayanan kesehatan jiwa.
Sebisa mungkin dapat dijangkau oleh masyarakat luas,” jelasnya.

Rusdi menambahkan dalam penyusunan kebijakan nasional perlu memberikan prioritas yang tinggi untuk
mengupayakan kesehatan jiwa sebagai subsistem kesehatan nasional. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

(Olivia Lewi Pramesti)


Kata kunci:kesehatan jiwapelayananmasyarakatsosiodemografikindonesia
http://ngi.cc/nMy

Dr. Suryani, SKp., MHSc, “Setiap Tahun, Penderita Gangguan Jiwa


di Indonesia Terus Meningkat”
[Unpad.ac.id, 29/04/2013] Setiap tahun, jumlah penderita gangguan jiwa terus meningkat, baik gangguan jiwa
berat maupun ringan. Namun sayangnya, masih sedikit yang memiliki perhatian terhadap kesehatan jiwa di
Indonesia. Program promosi kesehatan jiwa di masyarakat pun masih belum banyak.

Dr. Suryani, SKp., MHSc (Foto oleh: Tedi Yusup / Humas Unpad)*

“Makanya diperlukan mental health nurses (perawat jiwa) di masyarakat yang melakukan promosi kesehatan,
terutama kesehatan jiwa. Kalau sekarang kan belum banyak yang melakukan promosi kesehatan jiwa. Program
dari pemerintah juga tidak terlalu fokus pada kesehatan jiwa ini,” tutur dosen Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK)
Unpad, Dr. Suryani, SKp., MHSc. saat ditemui beberapa waktu lalu di Kampus Unpad Jatinangor.

Dr. Suryani mengatakan bahwa stigma gangguan jiwa di Indonesia sangat kuat. Dengan adanya stigma ini,
orang yang mengalami gangguan jiwa seakan terkucilkan. “Harusnya jangan dikucilkan. Justru kalau semakin
dikucilkan, maka mereka akan semakin parah keadaannya. Harusnya mereka dirangkul, di support, dan jangan
dikasih beban mental yang terlalu berat,” tutur dosen kelahiran Pariaman, 2 Februari 1968 ini.

Kebanyakan kasus, para penderita gangguan jiwa akut hanya dirawat dan diberi pengobatan di rumah sakit.
Setelah membaik dan dipulangkan dari rumah sakit, kemudian tidak ada penanganan khusus lagi. Padahal
menurut Dr. Suryani, penyakit gangguan jiwa merupakan sebuah journey of challenge, perjalanan yang penuh
tantangan. Mereka sulit untuk langsung sembuh. Butuh proses yang panjang dalam penyembuhannya. Karena
itu, butuh pendampingan yang terus menerus sampai pasien benar-benar kuat. Ketika sudah di rumah, dukungan
dari keluarga dan lingkungan sekitar pun sangat dibutuhkan agar pasien bisa menjalani proses recovery
(penyembuhannya).

“Idealnya, bagi pasien-pasien yang sudah dipulangkan ke rumah harus ada pelayanan lanjutan di Puskesmas.
Kemudian ada juga support group diantara orang-orang dengan gangguan jiwa. Disitu mereka bisa saling
berbagi pengalaman mereka dan itulah yang menguatkan mereka sebetulnya. Tentu dengan juga dibantu oleh
perawat jiwa dalam membimbing mereka supaya bisa recovery dari penyakitnya itu. Sudah saatnya tenaga
kesehatan mengaplikasikan konsep recovery dalam merawat pasien skizofrenia, agar dapat meyakini dan
menghargai kemampuan individu untuk sembuh,” jelas Dr. Suryani.

Selain gangguan jiwa berat, juga ada gangguan jiwa ringan dimana kebanyakan masyarakat juga pernah
mengalami, misalnya sedih, stres akibat berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari -hari seperti macet,
beban pekerjaan yang menumpuk, dan sebagainya. Walaupun sifatnya ringan, Dr. Suryani mengungkapkan
bahwa hal tersebut tidak bisa dibiarkan. Gangguan jiwa berat kebanyakan berasal dari gangguan jiwa ringan
yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.

Ketika sedih misalnya, kita harus bangkit dan tidak larut dalam kesedihan. Ketika punya masalah pun sebaiknya
jangan dipendam sendiri, melainkan dibicarakan dan diselesaikan. Selain itu, perlu juga dipahami mengenai
mekanisme koping, yakni pertahanan diri sendiri ketika menghadapi masalah.
“Semua orang itu punya koping yang berbeda-beda. Yang bagus itu yang konstruktif, yaitu berfokus pada
pemecahan masalah. Jadi kalau ada masalah ya fokusnya bagaimana mengatasi masalahnya itu. Jangan pada
bagaimana mempertahankan ego kita sendiri (destruktif),” jelas Dr. Suryani.

Penulis buku “Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik” ini juga menjelaskan, bahwa orang yang memiliki
koping konstruktif akan memiliki jiwa yang sehat, sementara orang yang memiliki koping yang destruktif
sangat rentan menderita gangguan jiwa.

“Di FIK Unpad, kami sering melakukan penyuluhan supaya mencegah gangguan jiwa di masyarakat. Bahkan
mahasiswa juga kita ajak praktik di masyarakat. Jadi masyarakat tahu bagaimana mencegah supaya tidak
mengalami gangguan jiwa, bagaimana kalau mengalami stres, bagaimana mengatasinya, itu kita lakukan
penyuluhan-penyuluhan di masyarakat seperti itu,” ungkap perempuan yang pernah menjabat sebagai Kepala
Bagian Keperawatan Jiwa FIK Unpad (1996-2008) ini.

Dr. Suryani memang sudah tertarik menekuni bidang ilmu Mental Health Nursing semenjak ia masih kuliah
program Sarjana di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (PSIK FKUI).
Setelah lulus sarjana, ia kemudian melanjutkan pendidikan S2 (Master of Health Science) di bidang Mental
Health Nursing di School of Nursing, Faculty of Health Science and Medicine, RMIT Melbourne (2001) dan
Program Doktor, juga dibidang Mental Health Nursing di School of Nursing and Midwifery, Faculty of Health,
Queensland University of Technology (QUT), Brisbane (2012).

“Setelah saya pelajari memang bagus. Saya jadi bisa memperbaiki hal-hal yang ada dalam diri saya dan saya
sangat merasa beruntung menjadi seorang perawat jiwa. Saya jadi tahu bagimana cara menghadapi masalah,
bagaimana kalau sedang stres. Anak-anak saya juga saya didik sesuai dengan ilmunya. Jadi keuntungannya
dapat dirasakan tidak untuk diri saya sendiri, tapi juga untuk keluarga, dan masyarakat,” tutur Dr. Suryani yang
pernah menjadi konsultan keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Cimahi (2006-2008).

Dalam ilmu keperawatan jiwa, dipelajari bagaimana membantu pasien untuk bisa mandiri. Perawat jiwa melihat
pasiennya itu secara holistik, yakni dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritualnya.

“Bagaimana supaya dia tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari, tetap mampu merawat dirinya sendiri, tetap
mampu melakukan ibadah, tetap mampu melakukan sosialisasi, apakah dia bisa bekerja atau tidak, nah itu
semuanya menjadi perhatian dari perawat jiwa. Jadi secara keseluruhan dari kehidupan seorang pasien itu kita
perhatikan, termasuk quality of life-nya bagaimana,” jelasnya.

Kedepannya, Dr. Suryani berencana untuk membangun sejenis pusat penganggulangan stres (pusat relaksasi).
Seseorang yang sedang mengalami masalah, stres, tegang, dan sebagainya dapat langsung mengunjungi tempat
tersebut untuk relaksasi. Di tempat itu, masyarakat bisa melakukan terapi dan konsultasi untuk meredakan
stresnya. Hal ini dilakukan untuk menekan angka gangguan jiwa di Indonesia. *

Laporan oleh: Artanti Hendriyana / eh *


Cara Mengahapi Stres
Pertama-tama, anda harus belajar mengenali stres:

Gejala-gejala stres mencakup mental, sosial dan fisik. Hal-hal ini meliputi kelelahan, kehilangan atau
meningkatnya napsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan. Melepaskan diri dari
alkohol, narkoba, atau perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi dari gelaja stres. Perasaan
was-was, frustrasi, atau kelesuan dapat muncul bersamaan dengan stres.

Jika anda merasa stres mengaruhi pelajaran anda,


langkah pertama adalah mencari bantuan melalui pusat koseling di sekolah anda.

Manajemen stres adalah kemampuan untuk mengendalikan diri ketika situasi, orang-orang, dan kejadian-
kejadian yang ada memeberi tuntutan yang berlebihan. Apa yang dapat anda lakukan untuk mengatur stres
anda? Strategi-strategi apa yang ada?

Perhatikan lingkunga sekitar anda Belajarlah cara terbaik untuk merelaksasikan diri
Lihatlah mungkin ada sesuatu yang benar-benar dapat anda
anda ubah atau kendalikan dalam situasi tersebut. Meditasi dan latihan pernafasan telah terbukti efektif
dalam mengendalikan stress. Berlatihlah untuk
menjernihkan pikiran anda dari pikiran-pikiran yang
menggangu.

Jauhkan diri anda dari situasi-situasi yang menekan Tentukan tujuan yang realistis bagi diri anda sendiri
Beri diri anda kesempatan untuk beristirahat biarpun Dengan mengurangi jumlah kejadian-kejadian yang
hanya untuk beberapa saat setiap hari. terjadi dalam hidup anda, anda akan dapat mengurangi
beban yang berlebihan.

Jangan mempermasalahkan hal-hal yang sepele Jangan membebani diri anda secara berlebihan
Cobalah untuk memprioritaskan beberpa hal yang dengan mengeluh mengenai seluruh beban kerja anda.
benar-benar penting dan biarkan yang lainnya Tangani setiap tugas sebagaimana mestinya, atau
mengikuti. tangani secara selektif dengan memperhatikan beberapa
prioritas.

Secara selektif ubahlah cara anda bereaksi Ubahlah cara pandang anda
Tapi jangan terlalu banyak sekaligus. Fokuskan pada Belajarlah untuk mengenali stress. Tingkatkan reaksi
satu masalah dan kendalikan reaksi anda terhadap hal tubuh anda dan buatlah pengaturan diri terhadap stress.
ini.

Hindari reaksi yang berlebihan; Lakukan sesuatu untuk orang lain


Mengapa harus membenci jika sedikit tidak suka sudah Untuk melepaskan pikiran dari masalah anda sendiri.
cukup? Mengapa harus merasa bingung jika cukup
dengan hanya merasa gugup? Mengapa harus
mengamuk jika marah saja sudah cukup? Mengapa
harus depresi ketika cukup dengan merasa sedih?

Tidur secukupnya Hindari stress


Kurang istirahat hanya akan memperburuk stress. Dengan kegiatan-kegiatan fisik, misalnya jogging,
tennis ataupun berkebun.

Hindari pengobatan diri sendiri atau menghindar Tingkatkan ketahanan diri anda
Alkohol dan obat-obatan dapat menyembunyikan stres. Yang harus digarisbawahi dari manajemen stress adalah
Namun tidak dapat membantu memecahkan masalah. ?Saya membuat diri saya sendiri sedih?

Cobalah untuk ?memanfaatkan? stress


Jika anda tidak dapat melawan apa yang mengganggu anda, dan anda tidak dapat menghindar darinya,
berjalanlah seiring dengannya dan cobalah untuk memanfaatkannya secara produktif.
Cobalah untuk menjadi seseorang yang positif
Tanamkan pada diri anda bahwa anda dapat mengatasi segala sesuatu dengan baik daripada hanya memikirkan
betapa buruknya segala sesuatu yang terjadi. ?Stress sebenarnya dapat membantu ingatan, terutama pada ingatan
jangka pendek dan tidak terlalu kompleks. Stress dapat menyebabkan peningkatan glukosa yang menuju otak,
yang memberikan energi lebih pada neuron. Hal ini, sebaliknya, meningkatkan pembentukan dan pengembalian
ingatan. Di sisi lain, jika stress terjadi secara terus-menerus, dapat menghambat pengiriman glukosa dan
mengganggu ingatan.? All Stress Up, St. Paul Pioneer Press Dispatch, hal 8B, Senin, 30 November 1998.

Yang terpenting, jika stress menempatkan anda dalam keadaan yang tidak teratasi atau mengganggu kegiatan
sekolah anda, kehidupan sosial ataupun kehidupan kerja,
carilah bantuan ahli di pusat konseling sekolah anda.
Lihat juga:

Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan | Mengembangkan Alternatif


Penyesuaian Pengambilan Keputusan | Mengatur stres |
Motivasi belajar | Apakah itu (Malay) ‘Problem-Based Learning’

MANAJEMEN STRES DI TEMPAT KERJA

Stres di tempat kerja merupakan hal yang hampir setiap hari dialami oleh para
pekerja di kota besar. Masyarakat pekerja di kota-kota besar seperti Jakarta sebagian besar merupakan urbanis
dan industrialis yang selalu disibukkan dengan deadline penyelesaian tugas, tuntutan peran di tempat kerja yang
semakin beragam dan kadang bertentangan satu dengan yang lain, masalah keluarga, beban kerja yang
berlebihan, dan masih banyak tantangan lainnya yang membuat stres menjadi suatu faktor yang hampir tidak
mungkin untuk dihindari.

Stres di tempat kerja menjadi suatu persoalan yang serius bagi perusahaan karena dapat menurunkan kinerja
karyawan dan perusahaan. Sebuah lembaga penelitian terhadap stres di Amerika memperkirakan bahwa stres di
tempat kerja menyebabkan para pengusaha di Amerika terpaksa merugi sekitar 300 juta dollar Amerika setiap
tahunnya akibat menurunnya produktivitas, serta meningkatnya ketidakhadiran, turnover, konsumsi minuman
keras dan biaya pengobatan karyawan. Di Jepang, pemerintah secara berkala memantau tingkat stres yang
terjadi di tempat kerja dan menemukan bahwa jumlah karyawan yang merasakan tingkat stres tinggi dalam
menjalani pekerjaan sehari-hari mengalami peningkatan dari 51% di tahun 1982 menjadi hampir dua pertiga
dari total populasi pekerja yang ada di tahun 2000. Pada tahun yang hampir sama yaitu sekitar tahun 2000an,
lebih dari 6000 perusahaan di Inggris mengeluarkan rata-rata lebih dari 80 ribu dollar Amerika untuk membayar
kerusakan yang ditimbulkan akibat stres pada karyawan. Di Indonesia sendiri, salah satu penelitian yang pernah
dilakukan oleh sebuah lembaga manajemen di Jakarta pada tahun 2002 menemukan bahwa krisis ekonomi yang
berkepanjangan, PHK, pemotongan gaji, dan keterpaksaan untuk bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai
dengan keahlian yang dimiliki merupakan stressor utama pada saat itu.

Konsekuensi Yang Ditimbulkan Stres di Tempat Kerja Pada Individu Pekerja dan Organisasi.

Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada individu pekerja. Secara fisiologis, pekerja
dengan tingkat stres kerja yang tinggi dapat mengalami ganguan fisik seperti: sulit tidur, perubahan pada
metabolisme, hilang selera makan, perut mual, tekanan darah dan detak jantung meningkat, gangguan
pernapasan, sakit kepala, telapak tangan yang berkeringat, dan gatal-gatal. Secara psikologis, timbul
ketidakpuasan kerja yang diikuti dengan adanya tekanan pada emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau
mudah marah, bad mood, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada perubahan perilaku
pekerja, seperti: menurunnya produktivitas, tingkat kehadiran dan komitmen terhadap organisasi. Selain itu juga
menghasilkan perilaku seperti merokok atau mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan, agresivitas
dalam berbicara atau bertindak, melakukan hal-hal yang mengganggu di tempat kerja, atau sering ditemukan
tidur tempat kerja. Stres yang dialami secara terus-menerus dan tidak terkendali, bisa menyebabkan terjadinya
burn-out yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis dan emosi.

Bagi organisasi, stres di tempat kerja dapat berakibat pada rendahnya kepuasan kerja, kurangnya komitmen
terhadap organisasi, terhambatnya pembentukan emosi positif, pengambilan keputusan yang buruk, rendahnya
kinerja, dan tingginya turnover. Sebagaimana telah dikemukakan di awal tulisan, stres di tempat kerja pada
akhirnya bisa menyebabkan terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak sedikit jumlahnya.

Faktor Pemicu Terjadinya Stres di Tempat Kerja.

Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di tempat kerja. Kelompok pertama adalah
faktor pribadi, seperti: keluarga, ekonomi rumahtangga, dan karakteristik kepribadian. Adanya persoalan pada
kehidupan pernikahan, perceraian serta anak-anak yang tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang
mencukupi pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah
tersinggung, perfeksionis, sangat berorientasi pada waktu dan hasil, merupakan beberapa contoh faktor pribadi
yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.

Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan, peran, dan dinamika hubungan atau interaksi antar
karyawan. Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton, membutuhkan kecepatan dalam pengerjaan, dengan ruang
atau lokasi kerja yang bising dan panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan sistem nilai
yang dianut; serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya konflik
mental maupun fisik, merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres
di tempat kerja. Selain itu juga budaya perusahaan yang sangat menekankan individualisme dan persaingan,
struktur organisasi dengan kontrol dan komando yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang
digunakan, serta perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.

Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti: ekonomi, politik, dan teknologi. Ketidakpastian
kondisi politik, krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta perkembangan teknologi yang mengancam
kelangsungan kerja merupakan beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres
di tempat kerja.

Strategi Menangani Stres di Tempat Kerja

Kemampuan individu dalam menangani stres di tempat kerja berbeda-beda. Dalam menghadapi stressor yang
sama, misalnya deadline waktu penyelesaian suatu tugas, tingkat atau konsekuensi stres yang dialami bisa
berbeda. Karyawan yang satu bereaksi terhadap stressor tersebut dengan tetap rileks dan fokus. Sedangkan
rekannya terlihat panik dan tegang dalam penyelesaian tugas, serta menjadi mudah marah.

Secara individu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan karyawan untuk mengendalikan stres di tempat kerja.
Cara tersebut diantaranya adalah dengan menerapkan manajemen waktu, secara rutin melakukan latihan fisik
dan mental seperti olahraga dan relaksasi, serta membina jejaring sosial yang luas. Sedangkan secara organisasi,
ada lima strategi yang bisa dilakukan perusahaan untuk membantu karyawan menangani stres di tempat kerja.
Kelima strategi adalah: menghilangkan stressor atau pemicu stres, menjauhkan karyawan dari stressor,
mengubah persepsi karyawan terhadap stressor, mengendalikan konsekuensi dari stres, dan menyediakan
dukungan sosial bagi karyawan yang menghadapi stres.

Contoh praktek manajemen stres yang dilakukan perusahaan terkait dengan kelima strategi di atas adalah:
konseling klinis dan personal, uraian pekerjaan yang jelas, jaminan kerja seperti asuransi dan tunjangan
kesehatan, jam kerja yang fleksibel, tempat atau sarana bagi karyawan melakukan meditasi, berolahraga atau
berkesenian, keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan perubahan di perusahaan, serta
program-program yang terkait dengan perbaikan kesehatan karyawan.

Kesimpulannya, minimal ada dua pilihan yang dapat diambil dalam menghadapi stres: to fight or flight.
Melawan atau menghindar. Pekerja pemenang adalah mereka yang tidak hanya mampu melawan, tetapi juga
mampu mengelola stres di tempat kerja dan menjadikannya sebagai suatu tantangan untuk hasilkan kinerja yang
lebih tinggi. (**)

Serpong, 3 Mei 2010


Oleh: Eva H. Saragih *)

*) Eva H. Saragih adalah Staf Pengajar di Sekolah Tinggi Manajemen PPM


**) Tulisan ini versi original dari artikel yang pernah dimuat dalam Koran Seputar
Indonesia, Selasa 4 Mei 2010 halaman 38.

Tips Jitu Manajemen Stress di Tempat Kerja


On Rabu, 25 September 2013 Diposkan oleh Tri Laksono Label: Stress

Stress di tempat kerja adalah hal yang normal, namun stress yang berlebihan dapat mengganggu produktivitas
dan bisa berdampak pada kesehatan fisik dan emosional. Kemampuan untuk mengatasinya dapat berarti
perbedaan antara keberhasilan atau kegagalan. Kita tidak dapat mengendalikan segala sesuatu di lingkungan
kerja, tapi itu tidak berarti bahwa kita tidak berdaya. Mencari cara untuk mengelola stres di tempat kerja bukan
tentang membuat perubahan besar melainkan tentang fokus pada satu hal yang selalu dalam kendali kita yaitu
diri kita sendiri.

Bagi pekerja dimanapun berada "PHK" dan "pemotongan anggaran" merupakan kata-kata yang efeknya
meningkatan ketakutan, ketidakpastian, dan tingkat stres yang lebih tinggi. Karena pekerjaan dan tempat kerja
meningkatkan stres pada saat krisis ekonomi, penting untuk mempelajari cara-cara baru dan lebih baik untuk
mengatasi tekanan. Stres berdampak pada kualitas interaksi dengan orang lain. Semakin baik dalam mengelola
stres, semakin positif mempengaruhi orang-orang di sekitar kita. Ada berbagai langkah yang dapat diambil
untuk mengurangi tingkat stress di pekerjaan dan di tempat kerja.

- Mengambil tanggung jawab untuk meningkatkan fisik dan kesejahteraan emosional.

- Menghindari perangkap kebiasaan buruk dan sikap negatif yang menambah stres di tempat kerja.

- Belajar keterampilan komunikasi yang lebih baik untuk memudahkan dan meningkatkan hubungan dengan
manajemen dan rekan kerja.

Tips 1: Kenali Tanda stres yang berlebihan di tempat kerja

Ketika merasa kewalahan di tempat kerja, kita bisa kehilangan kepercayaan diri dan dapat menjadi mudah
marah. Hal ini dapat membuat kita kurang produktif dan kurang efektif dalam pekerjaan, dan membuat
pekerjaan tampak kurang bermanfaat. Jika kita mengabaikan tanda-tanda peringatan ini, mereka dapat
menyebabkan masalah yang lebih besar. Selain mengganggu kinerja, stres kronis atau intens juga bisa
menyebabkan masalah kesehatan fisik dan emosional.

Tip 2: Mengurangi stres dengan merawat diri sendiri

Ketika stres di tempat kerja mengganggu kemampuan untuk kita menyelesaikan pekerjaan atau berdampak
negatif terhadap kesehatan, saatnya untuk mengambil tindakan. Mulailah dengan memperhatikan kesehatan
fisik dan emosional. Semakin Anda merasa baik, semakin baik plua kemampuan untuk mengelola stres kerja
tanpa menjadi kewalahan.

Merawat diri sendiri tidak memerlukan perbaikan gaya hidup secara total. Bahkan hal-hal kecil dapat
mengangkat suasana hati, meningkatkan energi. Ambil pilihan gaya hidup yang lebih positif, Anda akan segera
melihat penurunan tingkat stres, baik di rumah maupun di tempat kerja.

Tip 3: Mengurangi stres kerja dengan memprioritaskan


Ketika pekerjaan dan stres kerja mengancam, ada beberapa langkah sederhana yang dapat diambil untuk
mendapatkan kembali kontrol terhadap situasi dan diri sendiri. Kemampuan untuk mempertahankan rasa
kontrol diri dalam situasi stres akan diterima dengan baik oleh rekan kerja, manajer, dan bawahan , yang dapat
menyebabkan hubungan yang lebih baik di tempat kerja.

Tip 4: Mengurangi stres kerja dengan meningkatkan kecerdasan emosional

Bahkan jika Anda berada dalam pekerjaan di mana lingkungan telah tumbuh semakin banyak stres, Anda dapat
mempertahankan kontrol diri dan kepercayaan diri yang besar dengan pemahaman dan berlatih kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengelola dan menggunakan emosi dengan cara
yang positif dan konstruktif. Ketika datang ke kepuasan dan keberhasilan dalam pekerjaan, kecerdasan
emosional penting seperti halnya kemampuan intelektual. Kecerdasan emosional adalah tentang berkomunikasi
dengan orang lain dalam cara yang menarik, mengatasi perbedaan, memperbaiki perasaan yang terluka, dan
meredakan ketegangan dan stres.

Tip 5: Mengurangi stres kerja dengan memecahkan kebiasaan buruk

Ketika belajar untuk mengelola stres pada pekerjaan dan meningkatkan hubungan kerja, Anda akan memiliki
kontrol lebih besar untuk berpikir jernih dan bertindak dengan tepat. Anda akan dapat menghentikan kebiasaan
yang menambah stres di tempat kerja - dan dapat mengubah cara berpikir negatif tentang hal-hal yang hanya
menambah stres.

Manajemen Stres dan Waktu, Cara Caregiver


Terhindar dari Depresi
Radian Nyi Sukmasari - detikHealth

Kamis, 10/10/2013 19:00 WIB

Halaman 1 dari 2

Info Penyakit Info Obat

 Deskripsi
 Penyebab

 Gejala

 Pengobatan

Asites
Aneurisma Aorta Torakalis
 Deskripsi

 Indikasi

 Dosis

 Komposisi
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Berita Lainnya

 Survei: Status Kesehatan Penduduk Indonesia Tempati Peringkat Terendah


 Mulut Tak Bisa Terbuka karena Stres, Implan Rp 315 Juta pun Dipasang
 Studi: Galau dan Gangguan Mental Berisiko Sebabkan Sakit Jantung
 Sakit Langka, Bocah Ini Merasa Tubuhnya Terbakar Tiap Kali Disentuh
 Studi: Lewat Cara Berjalan, Pria Bisa Tahu Tingkat Kesuburan Wanita

Jakarta, Caregiver atau perawat para manusia lanjut usia, khususnya pasien demensia (pikun), rentan mengalami depresi
dan kelelahan fisik. Sebab, setiap hari ia harus ekstra sabar dalam menghadapi sang pasien. Lalu, bagaimana caranya
agar caregiver bisa terhindar dari depresi dan kelelahan yang dialaminya?

"Agar terhindar dari depresi, caregiver bisa melakukan manajemen waktu dan manajemen stres. Manajemen stres ini dia
harus rutin berolahraga, mengenali keterbatasan diri sebagai caregiver, dan usahakan berbagi dengan orang lain, ini
penting," tutur dr Ria Maria, SpKJ dari Fakultas Kedokteran UPN Veteran.

Berbagi dengan orang lain bisa dilakukan dengan membuat suatu perkumpulan di mana setiap orang bisa saling
membagi pengalamannya untuk mengatasi masalah yang kerap dihadapi seorang caregiver.

"Selain membuat perkumpulan, bisa juga lewat BlackBerry Messenger (BBM) kita tulis masalah kita apa, nanti teman ada
yang memberi tanggapan, misalnya oh kalau ibu saya marah saya peluk dia langsung reda marahnya. Itu kan bisa jadi
solusi," lanjut dr Ria.

Penjelasan itu diberikan dr Ria dalam acara Sarasehan 'Menjadi Lansia Sehat dan Mandiri' dalam rangka peringatan Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia di Hotel Bidakara, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (10/10/2013).

Sementara itu, manajemen waktu yang bisa dilakukan di antaranya dengan membuat jadwal sehari-hari, mendahulukan
pekerjaan yang sulit, serta lupakan hal yang dianggap mengganggu tugas.

"Meskipun saya tahu ini sulit sekali dilakukan tapi harus coba dilakukan terus," ujar dokter yang juga menjadi dosen di FK
UPN Veteran ini. Untuk mengetahui seorang caregiver sedang stres atau tidak, bisa dilihat melalui beberapa gejala.

Pertama gejala fisik berupa pusing, tidak nafsu makan, dan kelelahan. Kedua, psikis caregiver bisa tidak stabil
misalnya ia menjadi sedih atau sering menangis.

Perilaku pun bisa jadi tanda bahwa seorang caregiver tengah stres. Contohnya, produktifitasnya menurun, jadi
pelupa, menimbulkan reaksi berlebihan saat merespons sesuatu, atau bahkan mengonsumsi alkohol.

dr Ria juga menekankan bahwa persiapan bagi caregiver sangat diperlukan. Tidak hanya pengetahuan, tapi juga
psikis dan program bantuan yang bisa diberikan pada caregiver ketika mereka mempunyai masalah.

"Yang terpenting kita juga harus memperhatikan caregiver karena secara tidak langsung mereka juga menjadi
pasien kedua ketika merawat pasien demensia," kata dr Ria.
Inilah Berbagai Tipe Jenis Stress dan Penyebabnya
On Rabu, 25 September 2013 Diposkan oleh Tri Laksono Label: Stress

Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif, stress tidak bisa kita dihindari. Stress merupakan respon alami
tubuh kita terhadap situasi tertentu. Stress bisa datang dari berbagai sumber, seperti jadwal kerja yang sibuk,
hilangnya orang yang dicintai atau hubungan yang bermasalah. Terlepas dari sumber stress, stress selalu dapat
dikelola dengan perubahan gaya hidup, dan perubahan dalam cara kita memandang stressor tertentu.

Misalnya, perubahan yang terkait dengan pekerjaan dapat dirasakan oleh beberapa orang sebagai kesempatan
untuk belajar hal-hal baru, sementara yang lain mungkin merasa cemas karena mereka harus mempelajari hal-
hal baru dan menghadapi tantangan baru. Jadi, reaksi kita terhadap stressor sebagian besar tergantung pada
bagaimana kita mengartikannya. Stress bisa menjadi 'baik' atau 'buruk', meskipun istilah 'stress' biasanya
digunakan konotasi yang negatif. Terlepas dari stress baik dan buruk, ada beberapa jenis stress.

Berbagai Jenis Stress

Eustress

Eustress adalah stres dalam bentuk positif. Ini adalah stres yang baik yang dapat merangsang seseorang untuk
melakukan berbagai hal dengan lebih baik. Seseorang dapat merasakan situasi tertentu, seperti pekerjaan baru,
atau bertemu dengan idolanya. Jenis stres ini disebut sebagai eustress, dan secara fisik dan psikologis tidak
berbahaya. Sebaliknya, stres jenis ini dapat memiliki efek positif pada kesehatan dan kinerja individu,
setidaknya dalam jangka pendek.

Distress

Distress, atau apa yang biasa kita sebut sebagai stress, adalah jenis stress yang memiliki efek negatif pada
kesehatan fisik dan emosional. Distress sering menghasilkan emosi yang intens, seperti kemarahan, rasa takut,
dan kecemasan atau panik. Terkadang, tekanan juga dapat terwujud dalam gejala fisik, seperti palpitasi, sesak
napas, dan peningkatan tekanan darah.

Distress atau 'stres buruk' selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis - distres akut, gangguan akut
episodik, dan penderita kronis.

Distress akut

Distres akut adalah jenis yang paling umum dari stres yang datang tiba-tiba, menjadikan kita ketakutan dan
bingung. Meskipun stres akut hanya berlangsung untuk jangka waktu pendek. Stres akut sering menghasilkan
reaksi'lari atau melawan'. Sebuah wawancara kerja, atau ujian dimana kita belum cukup siap adalah beberapa
contoh yang bisa menyebabkan stres akut. Gejala-gejala stres akut dapat dengan mudah diidentifikasi. Gejala
tersebut dapat meliputi tekanan emosional, sakit kepala, migrain, peningkatan denyut jantung, palpitasi, pusing,
sesak napas, tangan atau kaki terasa dingin, dan keringat berlebihan.

Distress Episodic Akut

Istilah 'stres akut episodik' biasanya digunakan untuk situasi ketika stres akut menjadi norma. Jadi, gangguan
episodik akut ditandai dengan sering mengalami stres akut. Orang-orang memiliki jenis stres ini sering
menemukan diri mereka berjuang untuk mengatur kehidupan mereka dan sering menempatkan tuntutan yang
tidak perlu dan tekanan pada diri mereka sendiri, yang akhirnya dapat menyebabkan kegelisahan dan lekas
marah.

Orang yang menderita gangguan episodik akut selalu terburu-buru. Jenis stres dapat menyebabkan masalah
yang berhubungan dengan pekerjaan, selain memburuknya hubungan interpersonal. Gejala yang paling umum
stres episodik akut adalah lekas marah, sakit kepala terus-menerus, ketegangan, migrain, hipertensi, dan nyeri
dada.

Distress kronis

Distress kronis adalah stres yang bertahan untuk waktu yang lama. Stres kronis biasanya berasal keadaan yang
tidak dapat dikontrol. Kemiskinan, perasaan terperangkap dalam karir menjijikkan, hubungan yang bermasalah,
dan pengalaman trauma masa kecil adalah beberapa contoh peristiwa atau keadaan yang dapat menyebabkan
stres kronis.

Stres kronis sering menimbulkan rasa putus asa dan kesengsaraan, dan dapat mendatangkan malapetaka pada
kesehatan baik fisik dan mental. Kelelahan mental dan fisik akibat stres kronis kadang-kadang dapat
menyebabkan masalah kesehatan seperti, serangan jantung dan stroke. Hal ini juga dapat menyebabkan depresi,
kekerasan, dan bunuh diri dalam kasus yang ekstrim. Mungkin aspek terburuk dari stres kronis adalah bahwa
orang terbiasa dengan jenis stres, dan sehingga sering diabaikan atau diperlakukan sebagai cara hidup.
Mengobati stres kronis tidak mudah, biasanya membutuhkan perawatan medis dan tehnik manajemen stres.

Kadang-kadang stres atau Distress diklasifikasikan menjadi beberapa kategori lain, seperti physical, chemical,
emotional, mental, traumatic, and psycho-spiritual. Dr Karl Albrecht, seorang konsultan manajemen, dosen, dan
penulis telah mendefinisikan empat jenis stres dalam bukunya, 'Stres dan Manager'. Keempat jenis stres yang
dikenal sebagai time stress, anticipatory stress, situational stress, and encounter stress.

Time stres adalah stres yang dialami ketika kita berjalan singkat atau memiliki banyak hal yang harus dilakukan
dalam jangka waktu tertentu. Anticipatory stress adalah stres yang kita alami tentang masa depan. Stres
situasional biasanya disebabkan oleh situasi menakutkan yang berada di luar kendali kita. Di sisi lain, ketika
kita merasa cemas tentang bertemu dan berinteraksi dengan orang tertentu atau sekelompok orang, itu disebut
sebagai encounter stress.

Jadi, stres ada beberapa jenis, dan dengan demikian pengobatan dan manajemen dapat sangat berbeda. Langkah
pertama dari manajemen stres adalah mengidentifikasi jenis stres yang dialami, serta jenis stres (peristiwa dan
pikiran) yang menciptakan stres. Sekali telah mengidentifikasi stres tertentu, kita dapat mengambil tindakan
yang tepat untuk mengontrol atau mengatur mereka. Meditasi, yoga, dan teknik relaksasi lainnya, bersama
dengan sikap positif terhadap kehidupan dapat membantu dalam mengendalikan stres. Tapi kadang-kadang,
bantuan profesional mungkin diperlukan untuk menghilangkan atau mengontrol faktor-faktor yang memicu
stres.

Inilah Tanda dan Gejala Stress Pada Wanita


On Rabu, 25 September 2013 Diposkan oleh Tri Laksono Label: Stress

Stres sering dialami banyak orang karena gaya hidup masa kini yang serba cepat. Dengan cara yang sederhana,
Stress dapat didefinisikan sebagai keadaan mental yang diakibatkan dari ketegangan. Hal ini dapat dialami oleh
pria maupun wanita. Tapi wanita lebih lelah ketika mereka menghadapi situasi stres. Stress berlebih dapat
menyebabkan kondisi mental lainnya seperti kecemasan dan depresi.

Penyebab Stress Pada Wanita

Dalam sebagian besar kasus, perempuan menderita stress berlebih karena mereka melaksanakan peran ganda
pada saat yang sama, seperti mengelola pekerjaan, keluarga, keuangan, dll Seperti disebutkan di atas,
mengidentifikasi penyebab dan gejala stres dapat membantu dalam mencari jalan keluar . Setiap masalah yang
berkaitan dengan kondisi berikut dapat menyebabkan stres pada wanita.

- Masalah Pekerjaan
- Masalah dalam hubungan
- Masalah keuangan
- Kesendirian
- Masalah kesehatan
- Kehamilan
- Tekanan teman sebaya
- Kematian orang dekat

Gejala Stress Pada Wanita

Hal ini juga harus dicatat bahwa stres mengurangi kekebalan, yang dengan sendirinya dapat menyebabkan
masalah lebih lanjut. Oleh karena itu, gangguan stres dan kesehatan membentuk lingkaran setan. Tidak semua
gejala yang disebutkan di bawah ini terjadi pada semua wanita. Jumlah dan keparahan gejala bervariasi dari satu
orang ke orang lainnya.

Gejala Fisik:

Ketegangan, sakit kepala dan menangis adalah gejala yang paling menonjol pada wanita. Frekuensi dan durasi
sakit kepala bervariasi dari orang ke orang. Selain sakit kepala, gejala lainnya seperti sakit punggung atau kram
perut. Gejala utama lainnya adalah insomnia, yaitu kurang tidur. Jika seorang wanita menderita stres berlebih,
dia tidak bisa tidur dengan baik di malam hari. Hal ini bahkan dapat terjadi selama beberapa malam yang
akibatnya menghasilkan sakit kepala parah dan lekas marah. Mungkin juga menderita siklus bulanan tidak
teratur, tekanan darah tinggi, sakit maag, migrain, rambut rontok, penyakit kulit, dan lain-lain, karena stres.

Gejala stres lainnya pada wanita adalah diare, sesak di dada, kesulitan bernafas dan kehilangan minat seksual.
Terkadang, gejala-gejala tersebut memiliki hasil yang lebih dalam pada kesehatan dan pikiran seorang wanita.
Dia mungkin memiliki pikiran yang konstan tentang kematian, mengembangkan kecenderungan bunuh diri,
mulai merokok atau meminum alkohol atau bahkan obat-obatan. Penyakit kulit, ruam, berat badan turun juga
dapat menjadi reaksi yang disebabkan karena stres pada wanita.

Gejala Perilaku:

Pemarah merupakan salah satu tanda-tanda perilaku yang paling umum dari stress. Siksaan ini sering diikuti
dengan gejala emosional dan perilaku lainnya seperti kemarahan, perubahan suasana hati dan menangis.
Khawatir, kesulitan dalam konsentrasi, frustrasi, dll, juga dialami ketika seorang wanita berada di bawah
tegangan konstan. Gejala-gejala ini dapat menyebabkan reaksi negatif seperti kecurigaan, sering marah, pelupa,
rendah diri dan depresi. Kehilangan nafsu makan, atau makanan berlebih juga merupakan tanda-tanda stres.

Manajemen Stres untuk Perempuan

Ketika wanita menyadari gejala-gejala stres, mereka dapat menemukan cara untuk mengatasinya. Dalam
sebagian besar kasus, setelah menerapkan teknik self-help terbukti efektif dapat membantu dalam mengurangi
stres. Berikut adalah beberapa teknik yang efektif untuk manajemen stres.

- Dukungan dari keluarga dan teman-teman secara signifikan dapat membantu dalam manajemen stres. Alih-alih
menjadi kesepian, jika Anda berbagi masalah dengan orang-orang dekat, Anda memiliki kemungkinan lebih
rendah menderita gejala yang disebutkan di atas.

- Anda harus ingat bahwa situasi stres muncul dalam kehidupan semua orang, dan, dalam rangka menghadapi
mereka, harus memiliki sikap positif. Dalam sebagian besar kasus, ketika dalam situasi stres, orang cenderung
melihat setiap hal diluar proporsi.

- Diet dan olahraga memainkan peran penting dalam mengelola stres. Meditasi dan yoga juga populer untuk
manajemen stres, khususnya,latihan pernapasan sangat efektif dan dapat dilakukan di rumah, di mobil atau
bahkan di tempat kerja.

- Perempuan harus mengambil istirahat dari rutinitas.


Menyalurkan hobi secara teratur juga bagus untuk mengurangi stres besar. Kegiatan sederhana seperti
menghabiskan waktu dengan keluarga, jalan bersama teman-teman atau pijat relaksasi dapat membantu dalam
mengurangi stres dan ketegangan.

- Mengikuti metode sederhana seperti diet seimbang, tidur malam yang baik, menghindari penundaan kerja,
mengelola dan memanfaatkan waktu dengan baik, mendelegasikan pekerjaan
, Memiliki komunikasi yang mudah dengan anggota keluarga, dll dalam jangka panjang dapat membantu untuk
mengurangi stres.

- Terakhir, jika Anda mengalami stres di luar kendali dan tidak dapat menyingkirkan efeknya, segeralah
meminta bantuan profesional. Dengan cara ini, Anda dapat mencegah gangguan kesehatan yang parah yang
disebabkan karena stres.

Ketika kita dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala stress, kita dapat memilih pengobatan yang efektif
untuk menghindari komplikasi kesehatan lebih lanjut, dan menjalani hidup sehat. Perlu dicatat bahwa setiap
obat dimaksudkan untuk kegelisahan, depresi atau gangguan tidur harus dengan resep dokter.

Anda mungkin juga menyukai