MAKALAH
Pendidikan Kewarganegaraan
oleh
FAKULTAS TEKNIK
April 2017
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
telah memberikan penulis kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Peran Pendidikan
Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat Dalam Pembudayaan Karakter Bangsa Yang
Bersumber Nilai-Nilai Pancasila” dapat selesai seperti waktu yang telah
direncanakan. Tersusunnya karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari peran serta
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang
tulus dan ihklas kepada semua pihak yang penulis sebutkan diatas. Tak ada gading
yang tak retak, untuk itu penulispun menyadari bahwa makalah yang telah disusun
dan penulis kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-
kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu saya selaku penulis
membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila didalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak
berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.
Wassalamualaikum, wr. wb
Amin Gustilana
(161014610097)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pancasila dengan rumusan sila-silanya terdapat pada UUD NKRI telah menjadi
kepakatan nasional bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan jati diri bangsa
Indonesia. Namus sejak proklamasi hingga sekarang upaya untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila mengalami banyak hambatan, terlebih
lagi pada era reformasi dan globalisasi saat ini.
Sebagai negara dengan bermacam suku, ras, dan agama hal ini dirasa sangat
perlu untuk melestarikan karakter bangsa Indonesia melalui nilai-nilai Pancasila
terlebih di era globalisasi ini karakter bangsa indonesia kian digerus dan dilupakan
bahkan mengarah kepada hilangnya karakter bangsa pada diri setiap warga
negaranya. Pendidikan dan pembinaan karakter bangsa memiliki andil yang besar
untuk memajukan peradaban bangsa agar menjadi bangsa yang semakin terdepan
dengan Sumber Daya Manusia yang berilmu, berwawasan dan berkarakter.
Pembentukan, pendidikan dan pembinaan karakter bangsa sangat luas karena
terkait dengan pengembangan multiaspek potensi–potensi keunggulan bangsa.
Pembudayaan karakter bangsa ini sangat diharapkan untuk tetap menjaga kesatuan
dan persatuan serta karakteristik yang khas Indonesia.
Tulisan ini bertujuan agar pembaca dan khususnya penulis dapat mengetahui
pentingnya pembudayaan karakter bangsa khususnya melaui pendidikan yang
bersumber dari nilai-nilai Pancasila untuk pembentukan karakter bangsa, agar
dimasa yang akan datang bangsa indonesia tetap bisa mempertahankan jati diri dan
karakternya guna melawan daya saing bangsa lain agar tidak tergerus globalisasi.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Ada tiga poin penting yang harus diperhatikan: (1) Karakter merupakan hal
sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. (2) Karakter berperan sebagai
kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing. (3)Karakter harus dibangun
dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam hal pembudayaan
karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tujuan besar :
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik
yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari
raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan terstruktur untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan karakter merupakan sifat khusus atau moral dari perorangan
maupun individu. Pendidikan karakter bangsa adalah usaha sadar dan terencana
dalam menanamkan nilai-nilai yang menjadi pedoman dan jati diri bangsa sehingga
terinternalisasi didalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam
sikap dan perilaku yang baik. Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya sistematik
suatu negara berkebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta
potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan
berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui proses
2
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja
sama seluruh komponen bangsa dan negara.
Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter bangsa adalah
terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku secara santun berdasar
Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara baik dalam aspek politik,
ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat digambarkan bahwa pembinaan
karakter bangsa tersebut untuk dapat menghasilkan warganegara yang memiliki:
3
• Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat dan baik dalam
menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.
• Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan mendudukan hak
asasi manusia secara proporsional sesuai dengan konsep dan prinsip yang
terkandung dalam Pancasila.
• Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi existensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan golongan
selalu diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.
• Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan demokrasi
yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
• Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
• Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter
warganegara.
a. Nilai kejuangan
b. Nilai semangat
c. Nilai kebersamaan atau gotong royong
d. Nilai kepedulian atau solider
e. Nilai sopan santun
f. Nilai persatuan dan kesatuan
g. Nilai kekeluragaan
h. Nilai tanggung jawab.
A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui
pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka
semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum
pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir
pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir
Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah
membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral,
intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja
lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang
tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan
dalam diri anak.
B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa
tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general
sifatnya. Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan
tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan
ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan
dengan:
• Jenis-jenis kelamin anak didik
• Pembawaan anak didik
• Usia/taraf perkembangan anak didik
• Tugas lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat,
masjid dan sebagainya.
6
• Falsafah Negara
• Kesanggupan pendidik.
C. Tujuan Insidental/sesewaktu
Tujuan insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu
peristiwa khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental
dengan tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut
terarah kepada pencapaian tujuan umum. Contoh ibu melarang anaknya bermain di
pintu terbuka, karena dapat menyebabkan kecelakaan terjepit pintu misalnya, atau
karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa saja anak masuk angin, atau
mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu.
D. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk
mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai
seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan
untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri,
berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut
tujuan sementara.
F. Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya
adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke
kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.
7
Mengacu pada perkembangan teori-teori pendidikan, saat ini para penggiat
pendidikan karakter mencoba menjabarkan pilar-pilar penting dalam pendidikan
karakter menjadi sembilan, yaitu:
1) responsiblity (tanggung jawab), 2) respect (rasa hormat), 3) fairness
(keadilan), 4) courage (keberanian), 5) honesty (kejujuran), 6) citizenship
(kewargaegaraan), 7) self-discipline (disiplin diri), 8) caring (peduli), dan 9)
perseverance (ketekunan) (M.Suparlan,2008: 9).
1. Lingkungan Keluarga
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS disebutkan bahwa
keluarga merupakan bagian dari lingkungan pendidikan informal/non-formal.
Selain itu keluarga juga disebut sebagai satuan pendidikan diluar sekolah. Oleh
karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak
didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana tujuan dalam
pendidikan.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, sekaligus membentuk
kepribadian anak didik yang tujuannya untuk mencapai 3 faktor yaitu aspek
kognitif, afektif, psikomotorik.
8
3. Lingkungan Masyarakat
Pendidikan di lingkungan masyarakat adalah pendidikan non-formal yang
dibedakan dari pendidikan di keluarga dan di sekolah. Bertujuan sebagai
penambah atau pelengkap pendidikan formal dan informal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Masyarakat memiliki peran yang besar
dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Peran masyarakat itu antara lain
menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan nasional,
ikut menyelengglarakan pendidikan non pemerintah (swasta) dan yang lainnya.
Tripusat pendidikan (Keluarga, Sekolah, Masyarakat) saling berhubungan dan
berpengaruh. Keterkaitan ketiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat masing-masing memiliki fungsi tersendiri dengan satu tujuan yaitu
menolong pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara optimal, untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia yang seutuhnya, berjati
diri, memiliki integritas, dan martabat.
Agar fungsi pendidikan dapat tercapai dengan baik, harus terjadi kerjasama yang
harmonis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sejalan dengan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan peran serta
masyarakat dalam pendidikan.
9
11 Prinsip Pendidikan Karakter Thomas Lickona
10
A. Fungsi dan Peran Pendidikan keluarga
11
4. Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Keluarga merupakan satu tempat awal bagi anak dalam mengenal nilai-nilai
sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi contoh kecil pendidikan sosial bagi anak,
misalnya memberikan pertolongan bagi anggota keluarga yang lain, menjaga
kebersihan dan keindahan dalam lingkungan sekitar.
13
6. Pesertaa didik banyak di berikan kesempatan untuk mempraktekkan
perilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran
memberikan pelayanan.
7. Disiplin dan pengolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah di
bandingkan hadiah dan hukuman.
8. Model pembelajaran yang berpusat pada pendidik harus di tinggalkan dan
beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk
membangun kesatuan, norma, serta memecahkan masalah.
14
B. Tanggung Jawab Sekolah
• Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan
yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-
undang pendidikan; UUSPN Nomor 20 Tahun 2003.
• Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat
pendidikan.
• Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola
dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan
ketentuan jabatannya.
D. Macam-Macam Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sebenarnya mempunyai banyak ragam,
dan hal ini tergantung dari segi mana melihatnya.
15
• Ditinjau Dari Sudut Tingkatan
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan Dasar, terdiri dari Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan
SMP/MTs.
2. Pendidikan Menengah, terdiri dari SMA/MA dan SMK/MAK.
3. Pendidikan Tinggi, terdiri dari Akademi, Institut, Sekolah Tinggi dan
Universitas.
• Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
• Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
• Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
• Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,
nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum,
cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam suku dan bangsa,
agama, budaya dan bahasa. Jika kita sebagai warga negara dan generasi penerus
bangsa ingin mempertahankan Indonesia tetap sebagai NKRI yang utuh kita
harus menjaga persatuan dan kesatuan serta membudayakan dan menjaga
kredibilitas karakter bangsa dari arus globalisasi yang mendunia dan tanpa kenal
batas. Mempertahankan jati diri dan karakter bangsa merupakan cerminan sikap
yang menjadi identitas bangsa yang dapat melahirkan manusia-manusia yang
berkarakter baik, memajukan peradaban bangsa kita semakin terdepan dengan
sumber daya manusia yang berilmu dan berkarakter.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam
rangka menjaga identitas bangsa dari kegoyahan arus globalisasi, serta
menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan
dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri,
masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun
program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi
yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
19
DAFTAR PUSTAKA
20