Anda di halaman 1dari 23

PERAN PENDIDIKAN KELUARGA, SEKOLAH DAN MASYARAKAT

DALAM PEMBUDAYAAN KARAKTER BANGSA YANG BERSUMBER


NILAI-NILAI PANCASILA

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Pendidikan Kewarganegaraan

yang dibina oleh Bapak Dr. Mohammad Yudhi, S.H, M.Hum

dan Ibu Endrise Septina Rawanoko, S.Pd, M.Pd

oleh

Amin Gustilana 160514610097

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK MESIN

April 2017

i
KATA PENGANTAR

Asasalamualaikum, wr. wb.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
telah memberikan penulis kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan tugas
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Peran Pendidikan
Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat Dalam Pembudayaan Karakter Bangsa Yang
Bersumber Nilai-Nilai Pancasila” dapat selesai seperti waktu yang telah
direncanakan. Tersusunnya karya ilmiah ini tentunya tidak lepas dari peran serta
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Dosen Pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas


Negeri Malang.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat penulis selesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik yang
tulus dan ihklas kepada semua pihak yang penulis sebutkan diatas. Tak ada gading
yang tak retak, untuk itu penulispun menyadari bahwa makalah yang telah disusun
dan penulis kemas masih memiliki banyak kelemahan serta kekurangan-
kekurangan baik dari segi teknis maupun non-teknis. Untuk itu saya selaku penulis
membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada semua pihak agar dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan
mendatang. Dan apabila didalam makalah ini terdapat hal-hal yang dianggap tidak
berkenan di hati pembaca mohon dimaafkan.

Wassalamualaikum, wr. wb

Malang, 30 April 2017

Amin Gustilana
(161014610097)

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1 Karakter Berbangsa/Bernegara .................................................................. 2

2.2 Tujuan Pembudayaan Karakter Bangsa ..................................................... 3

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Karakter Bangsa .......................................... 4

2.4 Peran Pendidikan dalam Membangun Karakter Bangsa ............................ 6

2.4.1 Bentuk-bentuk Lembaga Pendidikan ................................................. 8

2.4.2 Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan ............................................. 9

2.5 Strategi Pengembangan Karakter Bangsa ................................................. 16

2.6 Revitalisasi Pembudayaan Karakter Bangsa ............................................ 17

2.7 Karakter Yang Diharapkan ....................................................................... 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................... 19

3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila dengan rumusan sila-silanya terdapat pada UUD NKRI telah menjadi
kepakatan nasional bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan jati diri bangsa
Indonesia. Namus sejak proklamasi hingga sekarang upaya untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila mengalami banyak hambatan, terlebih
lagi pada era reformasi dan globalisasi saat ini.
Sebagai negara dengan bermacam suku, ras, dan agama hal ini dirasa sangat
perlu untuk melestarikan karakter bangsa Indonesia melalui nilai-nilai Pancasila
terlebih di era globalisasi ini karakter bangsa indonesia kian digerus dan dilupakan
bahkan mengarah kepada hilangnya karakter bangsa pada diri setiap warga
negaranya. Pendidikan dan pembinaan karakter bangsa memiliki andil yang besar
untuk memajukan peradaban bangsa agar menjadi bangsa yang semakin terdepan
dengan Sumber Daya Manusia yang berilmu, berwawasan dan berkarakter.
Pembentukan, pendidikan dan pembinaan karakter bangsa sangat luas karena
terkait dengan pengembangan multiaspek potensi–potensi keunggulan bangsa.
Pembudayaan karakter bangsa ini sangat diharapkan untuk tetap menjaga kesatuan
dan persatuan serta karakteristik yang khas Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu karakter berbangsa/bernegara


2. Tujuan dari pembudayaan karakter bangsa
3. Faktor yang mempengaruhi karakter bangsa
4. Peran pendidikan dalam membangun karakter bangsa
5. Strategi pengembangan karakter bangsa
6. Revitalisasi pembudayaan karakter bangsa
7. Karakter seperti apa yang diharapkan

1.3 Tujuan Penulisan

Tulisan ini bertujuan agar pembaca dan khususnya penulis dapat mengetahui
pentingnya pembudayaan karakter bangsa khususnya melaui pendidikan yang
bersumber dari nilai-nilai Pancasila untuk pembentukan karakter bangsa, agar
dimasa yang akan datang bangsa indonesia tetap bisa mempertahankan jati diri dan
karakternya guna melawan daya saing bangsa lain agar tidak tergerus globalisasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakter Berbangsa/Bernegara

Ada tiga poin penting yang harus diperhatikan: (1) Karakter merupakan hal
sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. (2) Karakter berperan sebagai
kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing. (3)Karakter harus dibangun
dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang bermartabat. Dalam hal pembudayaan
karakter bangsa akan mengerucut pada tiga tujuan besar :

1. Untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa.


2. Untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, dan
3. Untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan
bangsa yang bermartabat juga mencintai lingkungan.

Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik
yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari
raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan terstruktur untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan karakter merupakan sifat khusus atau moral dari perorangan
maupun individu. Pendidikan karakter bangsa adalah usaha sadar dan terencana
dalam menanamkan nilai-nilai yang menjadi pedoman dan jati diri bangsa sehingga
terinternalisasi didalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam
sikap dan perilaku yang baik. Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya sistematik
suatu negara berkebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan
bernegara yang sesuai dengan dasar dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta
potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,
bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan
berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui proses
2
sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja
sama seluruh komponen bangsa dan negara.

2.2 Tujuan Pembudayaan Karakter Bangsa

Tujuan pembudayaan karakter bangsa adalah untuk menanamkan dan


membentuk sifat atau karakter yang diperoleh dari cobaan, pengorbanan,
pengalaman hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat membentuk nilai
intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku masyarakat bangsa ini. Nilai-nilai
yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku tersebut diberikan secara terus-
menerus sehingga membentuk sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan tersebut akan
menjadi karakter khusus bagi individu atau kelompok.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan perilaku
seseorang. Pendidikan yang menekankan pada karakterlah yang mampu
menjadikan seseorang mempunyai karakter yang baik. Pendidikan tidak hanya
sekedar menghasilkan manusia-manusia yang cerdas, namun juga manusia-
manusia yang berkarakter baik. Pendidikan karakter sangatlah penting untuk
menjawab permasalahan bangsa saat ini. Karena pendidikan karakter mampu
memajukan peradaban bangsa agar bisa menjadi bangsa yang semakin terdepan
dengan SDM yang berilmu dan berkarakter. Peran pendidikan bagi kemajuan
sebuah bangsa sangat penting, untuk itu perlu adanya bimbingan dan binaan khusus
bagi setiap individu atau kelompok untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.
Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia dalam malaksanakan
pembinaan dan pembudayaan karakter bangsa adalah:

1. Meningkatkan dan mengokohkan semangat religiositas bangsa.


2. Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4. Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan.
5. Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum.
6. Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
7. Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa.
8. Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter bangsa adalah
terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku secara santun berdasar
Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara baik dalam aspek politik,
ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat digambarkan bahwa pembinaan
karakter bangsa tersebut untuk dapat menghasilkan warganegara yang memiliki:

3
• Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat dan baik dalam
menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.
• Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan mendudukan hak
asasi manusia secara proporsional sesuai dengan konsep dan prinsip yang
terkandung dalam Pancasila.
• Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi existensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan golongan
selalu diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.
• Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan demokrasi
yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
• Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
• Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter
warganegara.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Karakter Bangsa

Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi


yang dikaitkan dengan berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang
disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan
antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga
dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu
dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-
nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan.
Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa. Berdasarkan indikasi
tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan
bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan
generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar
yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia
dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak
kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak
terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak
tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang
menguasai teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan
melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang
dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk. Perkembangan regional
Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir
dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang
4
tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya
dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa
Indonesia.
Keberhasilan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh besarnya sumber daya
alam yang dimiliki, tetapi kemampuan sumber daya manusianyalah yang
memegang peranan penting bagi berhasil tidaknya bangsa tersebut meraih
citacitanya. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi dari sisi
sumber daya manusianya masih belum memiliki kualitas yang memadai, tetapi
sebaliknya, Jepang, misalnya, dari sisi sumber daya alamnya terbatas, namun dapat
ditunjang dari sisi sumber daya manusianya yang telah memiliki kualitas yang
sangat baik sehingga mereka menjadi negara yang sangat maju.
Suhady dan Sinaga (2006: 5) Karakter manusia Indonesia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara merupakan kunci yang sangat penting
untuk mewujudkan cita-cita perjuangan guna terwujudnya masyarakat yang adil
dan makmur berlandaskan Pancasila. dikatakan penting karena karakter
mempunyai makna atau nilai yang sangat mendasar untuk mempengaruhi segenap
pikiran, tindakan, dan perbuatan setiap insan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai tersebut meliputi:

a. Nilai kejuangan
b. Nilai semangat
c. Nilai kebersamaan atau gotong royong
d. Nilai kepedulian atau solider
e. Nilai sopan santun
f. Nilai persatuan dan kesatuan
g. Nilai kekeluragaan
h. Nilai tanggung jawab.

Dan perkembangan politik di dalam negeri dalam Era Reformasi telah


menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah
direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan
otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep
demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum
memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan
bahkan mengganggu persatuan nasional. Harus diakui bahwa banyak kemajuan
yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka.
Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi hingga
pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur
pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti.
Kemajuan dibidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik,
termasuk membina karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh
dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman
5
pasca reformasi saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter
terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan
menekankan pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan
karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation and Character
Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde
Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman Reformasi,
sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap pembinaan karakter
bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.

2.4 Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa

Macam – Macam Tujuan Pendidikan Menurut M.J Langevel berdasarkan


ruang lingkup (luas dan sempitnya) tujuan yang ingin dicapai, Langeveld
mengemukakan bahwa jenis-jenis tujuan pendidikan adalah:

A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah tujuan akhir yang akan dicapai oleh seseorang melalui
pendidikan. Dengan demikian, apabila tujuan pendidikan adalah kedewasaan, maka
semua kegiatan pendidikan harus tertuju pada kedewasaan agar tujuan umum
pendidikan itu dapat tercapai. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir
pendidikan adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna. (Amir
Daien,1973) sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan umum/akhir pendidikan ialah
membentuk insan kamil yang dewasa jasmani dan rohaninya baik secara moral,
intelektual, sosial, estesis, dan agama.
Contoh: Seorang guru meminta siswa kelas 1 untuk merapikan crayon dan meja
lipat setelah mewarnai, secara tidak langsung anak telah diajarkan tentang
tanggungjawab. Sikap bertanggungjawab ini akan membentuk sebuah kedewasaan
dalam diri anak.

B. Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum. Kita tahu bahwa
tujuan umum pendidikan adalah kedewasaan. Kedewasaan disini masih general
sifatnya. Banyak faktor yang membentuk kedewasaan, sehingga dapat dikatakan
tujuan khusus dari pendidikan mencakup segi-segi tertentu. Pengkhususan tujuan
ini dapat disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan
dengan:
• Jenis-jenis kelamin anak didik
• Pembawaan anak didik
• Usia/taraf perkembangan anak didik
• Tugas lembaga yang mendidik anak seperti keluarga, sekolah, masyarakat,
masjid dan sebagainya.
6
• Falsafah Negara
• Kesanggupan pendidik.

C. Tujuan Insidental/sesewaktu
Tujuan insidental (insiden: peristiwa), ialah tujuan yang menyangkut suatu
peristiwa khusus. Boleh dikatakan sukar mencari hubungan antara tujuan insidental
dengan tujuan umum (kedewasaan), namun sebenarnya tujuan insidental tersebut
terarah kepada pencapaian tujuan umum. Contoh ibu melarang anaknya bermain di
pintu terbuka, karena dapat menyebabkan kecelakaan terjepit pintu misalnya, atau
karena pintu merupakan arah masuknya angin bisa saja anak masuk angin, atau
mengganggu lalu lintas orang yang lewat di pintu.

D. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang terdapat dalam langkah-langkah untuk
mencapai tujuan umum (merupakan pijakan untuk mencapai tujuan yang lebih
tinggi). Dengan kata lain, tujuan sementara adalah tujuan pendidikan yang dicapai
seseorang pada setiap fase perkembangan. Misalnya saat seorang anak diajarkan
untuk dapat berjalan ia harus mengalami beberapa tahapan dari merangkak, berdiri,
berjalan terpatah-patah sampai akhirnya dia bisa berjalan. Inilah yang disebut
tujuan sementara.

E. Tujuan Tak Lengkap


Tujuan tak lengkap adalah tujuan yang hanya membahas tentang salah satu
aspek pendidikan. Tujuan ini erat hubungannya dengan aspek-aspek
pendidikanyang akan membentuk aspek-aspek kepribadian manusia,
sepertimisalnya aspek-aspek pendidikan yaitu kecerdasan, moral,
sosial,keagamaan, estetika, dan sebagainya.

F. Tujuan Intermedier/perantara
Tujuan perantara ini merupakan alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
yang lain. Misalnya saja seseorang yang bersekolah tujuannya adalah akhirnya
adalah lulus, ketika dia naik kelas dari kelas satu ke kelas dua dan dari kelas dua ke
kelas tiga itu merupakan tujuan intermedier/tujuan perantara.

Keenam tujuan tersebut menurut Langeveld intinya dapat disederhanakan


menjadi satu macam saja, yaitu “tujuan umum” dimana kelima tujuan yang lainnya
diarahkan untuk pencapaian tujuan umum pendidikan yaitu terbentuknya
kehidupan sebagai insan kamil, satu kehidupan dimana ketiga inti hakikat manusia
baik sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila/religius dapat
terwujud secara harmonis.

7
Mengacu pada perkembangan teori-teori pendidikan, saat ini para penggiat
pendidikan karakter mencoba menjabarkan pilar-pilar penting dalam pendidikan
karakter menjadi sembilan, yaitu:
1) responsiblity (tanggung jawab), 2) respect (rasa hormat), 3) fairness
(keadilan), 4) courage (keberanian), 5) honesty (kejujuran), 6) citizenship
(kewargaegaraan), 7) self-discipline (disiplin diri), 8) caring (peduli), dan 9)
perseverance (ketekunan) (M.Suparlan,2008: 9).

Di samping itu, pendidikan karakter memang harus di mulai di bangun di


rumah (home), dan di kembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), bahkan
di terapkan secara nyata di dalam masyarakat (comunity) termasuk juga dalam
dunia usaha dan dunia industri (bussiness).
Berkait dengan pendidikan karakter ini, UNESCO merumuskan 4 pilar
pendidikan, bahwa pendidikan harus mengandung: (a) belajar untuk tahu (learning
to know), (b) belajar untuk berbuat (learning to do), (c) belajar untuk menjadi
(learning to live together). Pilar pertama dan kedua, lebih di orientasikan pada
pembentukan having, yakni sumber daya manusia mempunyai kulitas dalam
pengetahuan dan keterampilan atau skill. Pilar ketiga lebih di orientasikan pada
being, yakni menuju pembentukan karakter bangsa. Sedangkan pilar keempat di
maksudkan untuk membangkitkan rasa nasionalisme sempit; penanaman etika
berkehidupan bersama, termasuk berbangsa dan bernegara; pemahaman hak asasi
manusia secara benar, menghargai perbedaan pendapat, tidak memaksakan
kehendak, pengembangan sentivitas sosial dan lingkungan dan sebagainya,
merupakan beberapa hal dari pilar pendidikan melalui belajar untuk hidup bersama.

2.4.1 Bentuk-bentuk Lingkungan Pendidikan

1. Lingkungan Keluarga
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS disebutkan bahwa
keluarga merupakan bagian dari lingkungan pendidikan informal/non-formal.
Selain itu keluarga juga disebut sebagai satuan pendidikan diluar sekolah. Oleh
karena itu, keluarga mesti menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak
didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana tujuan dalam
pendidikan.

2. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan formal, sekaligus membentuk
kepribadian anak didik yang tujuannya untuk mencapai 3 faktor yaitu aspek
kognitif, afektif, psikomotorik.

8
3. Lingkungan Masyarakat
Pendidikan di lingkungan masyarakat adalah pendidikan non-formal yang
dibedakan dari pendidikan di keluarga dan di sekolah. Bertujuan sebagai
penambah atau pelengkap pendidikan formal dan informal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Masyarakat memiliki peran yang besar
dalam pelaksanaan pendidikan nasional. Peran masyarakat itu antara lain
menciptakan suasana yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan nasional,
ikut menyelengglarakan pendidikan non pemerintah (swasta) dan yang lainnya.
Tripusat pendidikan (Keluarga, Sekolah, Masyarakat) saling berhubungan dan
berpengaruh. Keterkaitan ketiga pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat masing-masing memiliki fungsi tersendiri dengan satu tujuan yaitu
menolong pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara optimal, untuk
mencapai tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia yang seutuhnya, berjati
diri, memiliki integritas, dan martabat.
Agar fungsi pendidikan dapat tercapai dengan baik, harus terjadi kerjasama yang
harmonis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sejalan dengan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggariskan peran serta
masyarakat dalam pendidikan.

2.4.2 Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan

Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik


dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya.

1. Lembaga Pendidikan Keluarga


Sebagai transmisi pertama dan utama dalam pendidikan, keluarga memiliki
tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup
keagamaan. Dikatakan pertama karena keluarga adalah tempat dimana anak
pertama kali mendapat pendidikan. Sedangkan dikatakan utama karena hampir
semua pendidikan awal yang diterima anak adalah dalam keluarga. Karena itu,
keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan
kodrati. Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak
berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik.
Hasil penelitian Thomas Lickona (1991:33) mengemukakan, bahwa orang
tua sekarang rata-rata hanya memiliki waktu dua menit dalam sehari untuk
melakukan dialog yang bermakna dengan anak-anaknya (that parents spent an
average of two minutes a day in “meaningful dialog” with their children) dengan
situasi yang demikian, maka perlu di carikan suatu cara yang efesien sehingga
hubungan antara ayah, ibu dan anak yang makin terbatas ini akan terjadi lebih
bermakna. Ia juga mencetuskan sebelas prinsip pendidikan karakter berikut ini:

9
11 Prinsip Pendidikan Karakter Thomas Lickona

1. Komunitas sekolah mengembangkan dan meningkatkan nilai-nilai inti


etika dan kinerja sebagai landasan karakter yang baik.
2. Sekolah berusaha mendefinisikan “karakter” secara komprehensif, di
dalamnya mencakup berpikir (thinking), merasa (feeling), dan
melakukan (doing).
3. Sekolah menggunakan pendekatan yang komprehensif, intensif, dan
proaktif dalam pengembangan karakter.
4. Sekolah menciptakan sebuah komunitas yang memiliki kepedulian
tinggi (caring).
5. Sekolah menyediakan kesempatan yang luas bagi para siswanya untuk
melakukan berbagai tindakan moral (moral action).
6. Sekolah menyediakan kurikulum akademik yang bermakna dan
menantang, dapat menghargai dan menghormati seluruh peserta didik,
mengembangkan karakter mereka, dan berusaha membantu mereka
untuk meraih berbagai kesuksesan.
7. Sekolah mendorong siswa untuk memiliki motivasi diri yang kuat.
8. Staf sekolah ( kepala sekolah, guru dan TU) adalah sebuah komunitas
belajar etis yang senantiasa berbagi tanggung jawab dan mematuhi
nilai-nilai inti yang telah disepakati. Mereka menjadi sosok teladan bagi
para siswa.
9. Sekolah mendorong kepemimpinan bersama yang memberikan
dukungan penuh terhadap gagasan pendidikan karakter dalam jangka
panjang.
10. Sekolah melibatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra
dalam upaya pembangunan karakter.
11. Secara teratur, sekolah melakukan asesmen terhadap budaya dan iklim
sekolah, keberfungsian para staf sebagai pendidik karakter di sekolah,
dan sejauh mana siswa dapat mewujudkan karakter yang baik dalam
kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya keluarga terbentuk melalui perkawinan yang sah menurut


agama, adat atau pemerintah dengan proses yang diawali dengan adanya
interaksi antara pria dan wanita, interaksi dilakukan berulang-ulang, lalu
menjadi hubungan sosial yang lebih intim sehingga terjadi proses perkawinan.
Setelah terjadi perkawinan, terbentuklah keturunan, kemudian terbentuklah
keluarga inti untuk mendapatkan keturunan dan untuk meningkat derajat dan
status sosial baik pria maupun wanita, serta mendekatkan kembali hubungan
kerabat yang sudah renggang.

10
A. Fungsi dan Peran Pendidikan keluarga

1. Pertama Masa Kanak-Kanak


Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama yang
merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Sebagaimana
telah dijelaskan bahwa pendidikan keluarga adalah yang pertama dan utama.
Pertama, berarti bahwa kehadiran anak di dunia disebabkan hubungan kedua
orang tuanya. Orang tua adalah orang dewasa, maka merekalah yang harus
bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar
memelihara eksistensi anak untuk menjadikannya seorang pribadi, namun juga
memberi pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Sedangkan utama, berarti bahwa orang tua bertanggung jawab pada
pendidikan anak. Hal itu memberikan pengertian bahwa seorang anak dilahirkan
dalam keadaan tidak berdaya, dalam keadaan penuh ketergantungan dengan
orang lain, tidak mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya
sendiri. Ia lahir dalam keadaan suci bagaikan meja lilin berwarna putih (a sheet
of white paper avoid of all characters) atau dikenal dengan istilah Tabularasa
(John Lock dalam Hasbullah : 1999). Oleh karena itu, orang tua berkewajiban
memberikan pendidikan pada anaknya dan yang palig utama di mana hubungan
orang tua dengan anaknya bersifat alami dan kodrati.

2. Menjamin Kehidupan Emosional Anak


Tiga hal yang menjadi pokok dalam pembentukan emosional anak, adalah:
✓ Pemberian perhatian yang tinggi terhadap anak, misalnya dengan menuruti
kemauannya, mengontrol kelakuannya, dan memberikan rasa perhatian
yang lebih.
✓ Pencurahan rasa cinta dan kasih sayang, yaitu dengan berucap lemah
lembut, berbuat yang menyenangkan dan selalu berusaha menyelipkan nilai
pendidikan pada semua tingkah laku kita.
✓ Memberikan contoh kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi anak, yang
diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian anak dalam
melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

3. Menanamkan Dasar Pendidikan Moral


Seperti kata pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”. Anak akan selalu
berusaha menirukan dan mencontoh perbuatan orang tuanya. Karenanya, orang
tua harus mampu menjadi teladan yang baik misalnya dengan mengajarkan tutur
kata dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya. Segala nilai yang dikenal anak
akan melekat pada orang-orang yang disenangi dan dikaguminya, dan dengan
melalui inilah salah satu proses yang ditempuh anak dalam mengenal nilai.

11
4. Memberikan Dasar Pendidikan Sosial
Keluarga merupakan satu tempat awal bagi anak dalam mengenal nilai-nilai
sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi contoh kecil pendidikan sosial bagi anak,
misalnya memberikan pertolongan bagi anggota keluarga yang lain, menjaga
kebersihan dan keindahan dalam lingkungan sekitar.

5. Peletakkan Dasar-dasar Keagamaan


Keluarga juga berperan penting dalam proses internalisasi dan transformasi
nilai-nilai keagamaan ke dalam pribadi anak. Masa anak-anak adalah masa yang
paling baik untuk meresapkan dasar-dasar agama, dalam hal ini tentu saja terjadi
dalam keluarga. Kehidupan dalam keluarga hendaknya memberikan kondisi
kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.

B. Tanggung Jawab Keluarga

Dasar-dasar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya


meliputi hal-hal :
• Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang
tua dan anak.
• Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang
tua terhadap keturunannya yang meliputi nilai agama atau nilai spiritual.
• Tanggung jawab sosial, merupakan perwujudan kesadaran tanggung jawab
kekeluargaan yang dibina oleh darah, keturunan dan kesatuan keyakinan.
• Memelihara dan membesarkan anaknya. Juga bertanggung jawab dalam hal
melindungi dan menjamin kesehatan anaknya, baik secara jasmaniah maupun
rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang dapat
membahayakan diri anak tersebut.
• Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak.

2. Lembaga Pendidikan Sekolah


Pendidikan karakter melalui sekolah (formal education/pendidikan formal)
tidak hanya semata-mata pembelajaran pengetahuan semata (kognitif), yang
hanya merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga
pembelajaran aspek afektif dan psikomotorik, misalnya yang luhur sebagai
sarana pembudayaan (enkulturisasi) yang tentu saja sebagai pembentukan
karakter dan watak (nation and character building). Peranan sekolah sekolah
sebagai wahana psikopedagogis dan sosiopedagogis yang berfungsi sebagai
kawasan pendidikan karakter menjadi semakin penting, pada saat di mana hanya
sebagian kecil anak yang mendapat pendidikan karakter dari orang tuanya di
samping peran pranata sosial lainnya yang termasuk prananta keagamaan yang
semakin kecil (Budimansyah, 2010:149). Tentu saja dalam proses pelaksanaan
12
pendidikan karakter di sekolah, harus mempertimbangkan tingkat
perkembangan kejiwaan peserta didik yang di kaitkan dengan jenjang
pendidikan yang mereka ikuti di sekolah.
Pendidikan dasar memiliki peranan yang penting dan strategis dalam
pembudayaan pancasila, karena tahap perkembangan anak usia sekolah dasar
(SD), adalah merupakan suatu masa di mana mereka mempersiapkan diri untuk
kelangsungan perkembangan kehidupannyadi kemudian hari. Sangat tergantung
pada keberhasilan anak dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
tersebut adalah: a) mempelajari keterampilan fisik, b) membangun sikap yang
sehat mengenai diri sendiri, c) belajar menyesuaikan diri dengan teman-
temannya, d) mulai mengembangkan peran sosial, e) mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, f)
mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari, g) mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tata nilai, h)
mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga, dan i) mencapai
kebebasan pribadi. Dengan demikian pada pendidikan dasar, pemahaman pada
aspek sikap merupakan suatu hal yang penting, yang tentu saja tidak berarti
meninggalkan aspek-aspek yang lain.
Secara teori, perkembangan kognitif anak pada usia SD mencapai 80%,
terkait dengan hal itu penggunaan otak, baik otak kanan maupun otak kiri pada
usia dini harus di lakukan secara optimal. Progam pendidikan karakter tentu saja
tidak cukup hanya di selenggarakan pada pendidikan dasar saja, pendidikan
karakter harus di kembangkan dengan mendasarkan prinsip2 berkelanjutan,
yaitu mulai dari pendididkan dasar, di lanjutkan terus ke pendidikan menengah
dan sampai ke perguruan tinggi. Dalam konteks persekolahan, baik pendidikan
dasar, menengah maupun perguruan tinggi, menuntut upaya untuk
mengimplementasikan pendidikan karakter melalui pendekatan holistik, yaitu
mengintegraikan perkembangan karakter ke dalam setiap aspek kehidupan
sekolah, dengan ciri sebagaimana di jabarkan oleh Elkind dan sweet (Suyatno,
2010) berikut ini:
1. Segala sesuatu di lembaga pendidikan di atur berdasarkan perkembangan
antara peserta didik, pendidik di lembaga pendidikan dan masyarakat.
2. Lembaga pendidikan merupakan masyarakat peserta didik yang yang peduli
di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan peserta didik, pendidik
di lembaga pendidikan dan lembaga pendidikan.
3. Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik.
4. Kerjasama dan kolaborasi di antara sesama peserta didik menjadi hal utama
di bandingkan pesaing.
5. Nilai-nilai seperti keadilan, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran
sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas.

13
6. Pesertaa didik banyak di berikan kesempatan untuk mempraktekkan
perilaku moralnya melalui kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran
memberikan pelayanan.
7. Disiplin dan pengolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah di
bandingkan hadiah dan hukuman.
8. Model pembelajaran yang berpusat pada pendidik harus di tinggalkan dan
beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk
membangun kesatuan, norma, serta memecahkan masalah.

Prinsip pendidikan yang meramu tiga domain sasaran pendidikan (kognitif,


afektif dan psikomotorik) bisa diimplememntasikan dalam bentuk pemberian
penghargaan (prizing) kepada yang berprestasi, pemberian hukuman
(punishment) kepada yang melanggar, menumbuh suburkan (cherising) nilai-
nilai yang baik dan sebaliknya mengecam dan mencegah (discowaging)
berlakunya nilai-nilai yang buruk. Akibat terbatasnya kemampuan orang tua
dalam mendidik anaknya, maka dipercayakanlah tugas mengajar itu kepada
orang dewasa lain yang lebih ahli dalam lembaga pendidikan formal. Sekolah
menjadi produsen penghasil individu yang berkemampuan secara intelektual dan
skill.

A. Fungsi dan Peran Lembaga Sekolah


• Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak
didik.
• Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
• Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan
sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan
efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
• Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial
yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
• Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya.
Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak
didik selaku generasi muda.
• Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk
melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk
terjun ke masyarakat.
• Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan
dengan karyawan.
• Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.

14
B. Tanggung Jawab Sekolah
• Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan
yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku, dalam hal ini undang-
undang pendidikan; UUSPN Nomor 20 Tahun 2003.
• Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat
pendidikan.
• Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola
dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan
ketentuan jabatannya.

C. Sifat-sifat Lembaga Sekolah


Sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah keluarga, bersifat
formal namun tidak kodrati. Meskipun demikian, banyak orang tua (dengan
berbagai alasan) menyerahkan tanggung jawab pendidikan anaknya kepada
sekolah. Dari kenyataan-kenyataan tersebut, sifat-sifat pendidikan sekolah
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tumbuh Sesudah Keluarga


Dalam sebuah keluarga tidak selamanya tersedia kesempatan dan
kesanggupan memberikan pendidikan kepada anaknya, sehingga keluarga
menyerahkan tanggung jawabnya kepada sekolah.

2. Lembaga Pendidikan Formal


Dinamakan lembaga pendidikan formal karena sekolah memiliki bentuk
yang jelas, yaitu memiliki program yang telah direncanakan dengan teratur dan
ditetapkan dengan resmi.

3. Lembaga Pendidikan Yang Tidak Bersifat Kodrati


Lembaga pendidikan didirikan tidak atas dasar hubungan darah antara guru
dan murid seperti halnya di keluarga, tetapi berdasarkan hubungan yang
bersifat kedinasan.

D. Macam-Macam Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sebenarnya mempunyai banyak ragam,
dan hal ini tergantung dari segi mana melihatnya.

• Ditinjau Dari Segi yang Mengusahakan


1. Sekolah Negeri, yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah, baik
dari segi pengadaan fasilitas, keuangan maupun pengadaan tenaga
pengajar.
2. Sekolah Swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah,
yaitu badan-badan swasta.

15
• Ditinjau Dari Sudut Tingkatan
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
1. Pendidikan Dasar, terdiri dari Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan
SMP/MTs.
2. Pendidikan Menengah, terdiri dari SMA/MA dan SMK/MAK.
3. Pendidikan Tinggi, terdiri dari Akademi, Institut, Sekolah Tinggi dan
Universitas.

• Ditinjau Dari Sifatnya


✓ Sekolah Umum
✓ Sekolah Kejuruan

4. Lembaga Pendidikan Masyarakat


Masyarakat sebagai lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat mempunyai peran penting dalam
upaya ikut serta menyelenggarakan pendidikan, karena membantu pengadaan
sarana dan prasarana dan menyediakan lapangan kerja. Partisipasi masyarakat
membantu pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan dalam masyarakat memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Diselenggarakan dengan sengaja di luar sekolah.
2. Peserta umumnya mereka yang tidak bersekolah atau drop out.
3. Tidak mengenal jenjang dan program pendidikan untuk jangka waktu
pendek.
4. Peserta tidak perlu homogen.
5. Ada waktu belajar dan metode formal, serta evaluasi yang sistematis.
6. Isi pendidikan bersifat praktis dan khusus.
7. Keterampilan kerja sangat ditekankan sebagai jawaban terhadap
kebutuhan.

2.5 Strategi Pengembangan Karakter Bangsa

Ada 3 pilar utama untuk mewujudkan Karakter Bangsa, yaitu:

➢ Aspek pada Tataran Individu


Nilai kehidupan diwujudkan dalam perilaku, diinternalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari secara konsisten. Pendidikan karakter bangsa dimulai
dengan pendidikan karakter individu.

➢ Aspek pada Tataran Masyarakat


Masyarakat adalah komunitas yang secara integral memiliki nilai yang
sama, dan akan committed menerapkan nilai yang mereka anggap baik.
16
Komunitas bisa terbentuk karena kepentingan, profesi atau tujuan bersama
contohnya PGRI, PMR atau Partai Politik.

➢ Aspek pada Tataran Bangsa


Bangsa teridiri dari sekumpulan bangsa, masyarakat. Pada komunitas, baik
orang atau bangsa, terjadi kontrak sosial atau perasaan kebersamaan untuk
mendukung nilai-nilai luhur yang ada. Pada tataran bangsa, nilai-nilai luhur
tersebut telah berhasil dirumuskan menjadi dasar negara Bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila. Nilai-nilai luhur tersebut adalah: Iman dan taqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, Martabat Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan
Adil.

2.6 Revitalisasi Pembudayaan Karakter Bangsa

Untuk meneruskan peran protagonis yang berhasil dimainkan dengan indah


oleh para pemuda pejuang di era kemerdekaan, pemuda masa kini memiliki
kewajiban moral untuki meneruskan tradisi positif ini di era kemerdekaan.
Kongkritnya, pemuda harus bisa menjadi tumpuan bagi terciptanya kemakmuran,
kemajuan, serta kemandirian Indonesia. Menjadi dinamisator pembangunan agar
bangsa Indonesia memiliki daya saing tinggi, sehingga sejajar bahkan unggul dari
bangsa-bangsa lain. Ironisnya, kenyataan yang ada tidaklah demikian. Para pemuda
Indonesia saat ini seolah tidak berdaya menghadapi gempuran arus globalisasi yang
dihiasi ekspansi tradisi bangsa asing. Meskipun tidak ada bukti empiris yang
menunjukkan bahwa semua budaya asing memberikan dampak negatif bagi
generasi muda, namun jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin bangsa
Indonesia akan kehilangan jati dirinya, sehingga akan terjebak dalam kolonialisme
kontemporer, tergantung dan mudah dikendalikan bangsa lain.
Kehawatiran ini semakin membayang di depan mata ketika melihat realitas
pemuda masa kini yang pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya
nasinalnya menurun drastis. Mereka seakan lebih bangga mengidentifikasi diri
kepada bangsa lain yang lebih maju ilmu pengetahuan dan teknologinya. Supaya
realitas memprihatinkan ini segera berakhir, pemuda harus tampil di barisan
terdepan dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman hilangnya
identitas nasional. Inilah perjuangan berat yang terhampar di depan mata dan
menuntut komitmen utuh dari segenap pemuda Indonesia. Agar perjuangan ini
berhasil, setidaknya ada peran yang harus dijalankan oleh para pemuda yaitu :

a. Character Builder (Pembangun Karakter)


Tergerusnya karakter positif—seperti ulet, pantang menyerah, jujur, dan
kreatif—yang dibarengi tumbuhnya karakter negatif seperti malas, koruptif, dan
konsumtif di kalangan masyarakat Indonesia, menuntut pemuda untuk
meresponnya dengan cepat dan cerdas. Mereka harus menjadi pioner yang
17
memperlihatkan kesetiaan untuk memegang teguh kearifan lokal seperti yang
dicontohkan pemuda generasi terdahulu.

b. Character Enabler (Pemberdaya Karakter)


Pembangunan karakter bangsa tentunya tidak cukup jika tidak dilakukan
pemberdayaan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, pemuda harus memiliki
tekad untuk mejadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif.

c. Character Engineer (Perekayasa Karakter)


Peran ini menunut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.
Pasalnya, pengembangan karakter positif bangsa menunut adanya modifikasi dan
rekayasa yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman.

2.7 Karakter Yang Diharapkan

Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat


bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati
berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan
dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis,
kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan,
peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa
dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam
kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai
oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan
sebagai berikut:

• Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
• Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
• Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
• Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,
nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum,
cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,
dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam suku dan bangsa,
agama, budaya dan bahasa. Jika kita sebagai warga negara dan generasi penerus
bangsa ingin mempertahankan Indonesia tetap sebagai NKRI yang utuh kita
harus menjaga persatuan dan kesatuan serta membudayakan dan menjaga
kredibilitas karakter bangsa dari arus globalisasi yang mendunia dan tanpa kenal
batas. Mempertahankan jati diri dan karakter bangsa merupakan cerminan sikap
yang menjadi identitas bangsa yang dapat melahirkan manusia-manusia yang
berkarakter baik, memajukan peradaban bangsa kita semakin terdepan dengan
sumber daya manusia yang berilmu dan berkarakter.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam
rangka menjaga identitas bangsa dari kegoyahan arus globalisasi, serta
menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang
adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan
dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri,
masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun
program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi
yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Wiyono, Suko. 2016. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara, Malang: Universitas Wisnuwardhana Malang Press.

Permatasari, Lyta. 2016. Membangun dan Membina Karakter Bangsa


Berlandaskan Nilai-nilai Pancasila, (Online). (http://bpkad.banjarkab.go.id
/index.php), diakses 2 Mei 2017.

Budiharjo (Ed). 2015. Pendidikan Karakter: Membangun Karakter Bangsa,


(Online). (http://fisip.moestopo.ac.id), diakses 4 Mei 2017.

20

Anda mungkin juga menyukai