Anda di halaman 1dari 11

TAFSῙR AL-QUR’ᾹN AL-‘ADHῙM KARYA IBNU KATHῙR

Oleh: Khilyatus Sa’adah dan Nopi Nafisatunnisa

I. Pendahuluan
Keberadaan Tafsir al-Qur’an al-Adzim yang lebih populer dengan
Tafsir Ibnu Kathir, sudah tidak asing lagi bagi para pengkaji dan peminat
studi al-Qur’an dan tafsirnya. Dewasa ini, seiring dengan meningkatnya
kesadaran dalam memahami dan mengamalkan al-Qur’an, keinginan para
pengkaji tafsir untuk memahami dan menyebarluaskan Tafsir Ibnu Kathir
dapat dikatakan semakin bagus. Ini terbukti antara lain dengan semakin
banyak dan baiknya penerbitan kitab tafsir ini di khazanah keilmuan tafsir.
Kitab ini pun beredar dalam bentuk CD dan terjemahan dalam bahasa
indonesia. Itu semua mengindikasikan bahwa kitab tafsir ini menempati
posisi yang sangat penting di antara kitab-kitab tafsir lainnya.
Selanjutnya untuk memahami Tafsir Ibnu Kathir, sebaiknya kita
mengetahui hal-hal yang terkait dengannya. Hal-hal yang dimaksud antara
lain biografi penulisnya, sistematika penyusunan kitab, serta corak dan
metode penafsirannya. Dalam makalah ini, akan penulis coba untuk
menguraikannya sesuai dengan harapan dapat menjadi pengantar dalam
memahami kitab ini.
II. Pembahasan
A. Seputar Pengarang Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim
1. Biografi Imam Ibnu Katsir
Nama lengkap beliau ialah Imam al-Jalil al-Hafidh ‘Imaduddin Abu
al-Fida’ Isma’il bin Umar bin Kathir bin Ḍau’ bin Kathir bin Zar’ al-Qurasyi
al-Dimasyqi1. Ia biasa dipanggil dengan sebutan Abu al-Fida’.2 Nama kecil
Ibnu katsir adalah Ismail. Beliau lahir di desa Mijdal dalam wilayah
Bushara (Bashrah), tahun 700 H. / 1301 M. Oleh karena itu ia mendapat
predikat al-busharawi (orang Bushra).
Ibnu Kathir berasal dari keluarga terhormat. Ayahnya seorang ulama
terkemuka di masanya, Shihab al-Din Abu Hafsh ‘ Amr Ibnu Kathir bin

1 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadits, 2012), 1:


210.

2 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
(Depok: Teras, 2004,), 132.

1
Dhau’ ibnu Zara’ al-Qurasyi. Ayahnya wafat pada tahun 703 H ketika
usianya tiga tahun.
Dalam usia kanak-kanak, setelah ayahnya wafat, Ibnu kathir dibawa
kakaknya (Kamal al-Din‘ Abd al-Wahhab) dari desa kelahirannya ke
Damaskus. Di kota inilah ia tinggal hingga akhir hayatnya. Karena
perpindahan ini, ia mendapat predikat al-Dimashqi (orang Damaskus).3
Beliau wafat dalam usia 74 tahun tepatnya pada bulan Sha’ban 774
H/Februari 1373 M di Damaskus. Beliau dimakamkan di samping makam
Ibnu Taimiyah, di Sufiyah Damaskus.4
2. Rihlah Keilmuan dan Guru Imam Ibnu Kathir
Sejak kehidupan Ibnu Katsir bersama kakaknya ke Damaskus tahun
707 H, ia mulai menjalani karir keilmuan. Peran yang tidak sempat
dimainkan oleh ayah dalam mendidik, dilaksanakan oleh kakaknya, Kamal
al-Din Abd al-Wahhab. Kegiatan keilmuan selanjutnya dijalani di bawah
bimbingan ulama’ ternama di masanya.
Ibnu Kathir dikenal sebagai seorang murid Ibn taimiyah, yang
merupakan sosok ulama’ kontroversial yang terbesar. Di samping Ibnu
Taimiyah, terdapat juga beberapa ulama’ yang telah mengajar berbagai
disiplin ilmu kepadanya, seperti:
a. Burhan al-Din al-Fazari (660-729), seorang ulama yang
terkemuka dan penganut madzhab Syafi’i, dan Kamal al-Din ibn
Qadhi Syuhbah. Dari keduanya Ibn Katsir belajar Fiqh dan mengkaji
kitab “al-Tanbih” karya al-Shirazi, sebuah kitab Furuq Shafi’iyah
dan kitab Mukhtashar ibn Hajib dalam bidang Ushul al-Fiqh.
Dengan menimba ilmu dari kedua ulama diatas, Ibn Katsir menjadi
ahli Fiqh sehingga menjadi tempat berkonsultasi para penguasa
dalam persoalan hukum.
b. Al-Hafizh Al-Birzali (w. 793 H), merupakan guru Ibnu
Katsir dalam bidang sejarah. Al-Hafiz al-Birzali adalah seorang
sejarawan dari kota Syam yang cukup besar. Selain itu ia juga
menulis Fadha’il Al-Qur’an yang berisi tentang ringkasan Al-
Qur’an, yang mengupas tentang peristiwa atau kejadian-kejadian di

3 Nur Faiz Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2002), 35.

4 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
(Depok: Teras, 2004,), 134.

2
zaman dahulu kala. Ibn Katsir mendasarkan pada kitab Tarikh karya
gurunya tersebut. Berkat al-Birzali dan kitab tarikhnya, Ibn Katsir
menjadi sejarawan besar yang karyanya sering dijadikan rujukan.
c. Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah (661-728 H). Dari Ibn
Taimiyyah, Ibn Katsir belajar tentang tafsir dan ilmu tafsir. Hal ini
dilakukan pada usia 11 tahun setelah Ibnu Katsir menyelesaikan
hafalan Al-Qur’an dan dilanjutkan memperdalam ilmu qiroat,
sehingga metode penafsiran Ibn Taimiyyah menjadi acuan pada
penulisan Tafsir Ibn Katsir.
d. Dalam bidang Hadith, Ibnu Kathir belajar dengan ulama
Hijaz dan mendapatkan ijazah dari Alwani serta diriwayatan secara
langsung dari Huffaz terkemuka pada masanya, seperti Syekh Najm
al-Din Ibn al-Asqalani dan Syihab al-Hajjar (w. 730 H) yang lebih
dikenal dengan sebutan al-Syahnah. Kepada al-Hafizh al-Mizzi (w.
742 H), penulis kitab Tahzibul Kamal, Ibn Katsir belajar dalam
bidang Rijal al-Hadits.5
3. Karya-karya Imam Ibnu Kathir
Selama hayatnya, Ibnu Katsir telah menghasilkan banyak karya tulis.
Karya-karyanya sebagian besar dalam bidang hadith, diantaranya adalah
Kitab Jāmi’ al-Masānīd wa al-Sunan, al-Kutub al-Sittah, At-Takmilah fi
Ma’rifat al-Siqat wa ad-Ḍu’afa’ wa al-Mujahal, Al-Mukhtaṣar dari
Muqadimah li’Ulum al-Ḥadith karya Ibnu Salah, dan Adillah al-Tanbih li
Ulum al-Hadits.
Dalam bidang sejarah, sekurang-kurangnya ada lima buku yang
ditulisnya, diantaranya yaitu Qaṣaṣ al-Anbiya’, Al-Bidayah wa al-Nihayah,
Al-Fuṣul fi Sirah al-Rasūl, Tabaqat al-Shafi’iyah, dan Manaqib al-Imam al-
Syafi’i.6
4. Gelar Imam Ibnu Kathir
Para ahli memberikan beberapa gelar keilmuan kepada Ibnu katsir,
sebagai kesaksian atas kepiawaiannya dalam beberapa bidang keilmuan
yang ia geluti yaitu:

5 Nur Faiz Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2002), 39-40.

6 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
(Depok: Teras, 2004), 133-134.

3
1. Al-Hafiz, orang yang mempunyai kapasitas hafal 100.000
hadis, matan maupun sanad.
2. Al-Muhaddis, orang yang ahli mengenai hadis riwayah dan
dirayah, dapat membedakan cacat atau sehat, mengambilnnya dari
imam-imamnya, serta dapat menshahihkan dalam mempelajari dan
mengambil faedahnya.
3. Al-Mu’arrikh, seorang yang ahli dalam bidang sejarah atau
sejarawan
4. Al-Faqih, gelar bagi ulama yang ahli dalam ilmu hukum
Islam (fiqih), namun tidak sampai dalam tingkat mujtahid.
5. Al-Mufassir, seorang yang ahli dalam bidang tafsir, yang
menguasai beberapa peringkat berupa ulum al-Qur’an dan
memenuhi syarat-syarat mufassir.
Di antara lima predikat tersebut, al-Hafizh merupakan gelar yang
paling sering disandang pada Ibnu katsir. Ini terlihat pada penyebutan
namanya pada karya-karyanya atau ketika menyebut pemikirannya.7
B. Seputar Tafsir Ibnu Kathir
1. Tentang Nama Tafsirnya

Mengenai nama tafsir yang dikarang oleh Ibnu Kathir ini, tidak ada
data yang dapat memastikan berasal dari pengarangnya. Hal ini karena
dalam kitab tafsir dan karya-karya lainnya, Ibnu Kathir tidak menyebutkan
judul/nama bagi kitab tafsirnya, padahal untuk karya-karya lainnya ia
menamainya. Demikian pula dalam kitab-kitab biografi yang disusun oleh
ulama klasik. Meski demikian, para penulis sejarah al-Qur’an seperti al-
Dhahabi dan al-Sabuni menyebut tafsir karya Ibnu Kathir ini dengan nama
tafsir Tafsῑr al-Qur’an al-Adhim. Dalam berbagai cetakan yang terbit pun
pada umumnya diberi judul Tafsῑr al-Qur’an al-Adhim, namun ada pula
yang memakai judul Tafsir Ibnu Katsir.

2. Sejarah Tafsir Ibnu Kathir


Dari masa hidup penulisnya, diketahui bahwa kitab tafsir ini muncul
pada abad ke-8 H/14M. Kitab ini pertama kali diterbitkan di Kairo pada
tahun 1342 H/1932 M, yang terdiri dari empat jilid.
3. Sistematika Penulisan Tafsir Ibnu Kathir

7 Nur Faiz Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Menara Kudus, 2002), 37.

4
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Kathir berdasarkan sistematika tertib
susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Qur’an, yang lazim
disebut sebagai sistematika tartῑb mushafῑ. Secara rinci, kandungan dan
urutan tafsir, yang terdiri dari empat jilid ini adalah:
a) Jilid 1 berisi tafsir surat al-Fatihah – surat al-Nisa,
b) Jilid 2 berisi tafsir surat al-Mᾱidah – surat al-Nahl
c) Jilid 3 berisi tafsir surat al-Isrᾱ’ – surat Yᾱsῑn
d) Jilid 4 berisi surat al-Ṣaffᾱt – surat al-Nᾱs 8
Adapun cara beliau dalam menafsirkannya: pertama-tama dengan
menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkannya dengan redaksi yang
mudah serta ringan dan menyertainya dengan dalil-dalil dari ayat yang lain,
lalu membandingkan ayat-ayat tersebut sehingga arti dan maksudnya
menjadi jelas.9
4. Sumber Penafsiran
Sumber penafsiran yang dilakukan oleh Ibnu Kathir ialah sebagai
berikut:
a. Al-Qur’an
b. Hadits Nabi SAW.
c. Pendapat Sahabat
d. Pendapat Tabi’in
e. Pendapat para ulama’
f. Pendapat beliau sendiri
g. Kitab tafsir terdahulu, yaitu:
1.) Tafsir Ibnu Jarir
2.) Tafsir Ibnu Abi Hatim
3.) Tafsir Ibnu Athiyyah10
5. Corak dan Metode Penafsiran
Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan
corak dan orientasi tafsīr bi al ma’thūr, karena dalam tafsir ini ia sangat
dominan memakai riwayat, pendapat ṣahabat dan tabi’in.
Adapun metode yang ditempuh oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan
al-Quran dapat dikategorikan sebagai manhaj tahlili (metode analitis).
Dikarenakan pengarangnya menafsirkan ayat demi ayat secara analitis
menurut urutan mushaf al-Qur’an. Meski demikian, metode penafsiran kitab
8 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
(Depok: Teras, 2004), 135.

9 Muhammad Ali al-Ṣᾱbῡniy, Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin, (Bandung: Pustaka Setia,
1998), 314.

10 Muhammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Dar al-Hadits, 2012), 1:


212.

5
ini pun dapat dikatakan semi tematik, karena ketika menafsirkan ayat, ia
mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke
dalam satu tempat baik satu atau beberapa ayat, kemudian ia menampilkan
ayat-ayat lainnya yang terkait untuk menjelaskan ayat yang sedang ditafsirkan
ini.11
6. Langkah-langkah Penafsiran
Langkah-langkah Ibnu Kathir dalam menafsirkan al-Qur’an adalah:
a) Tafsir Al-quran terhadap Al-quran sendiri. sebab banyak didapati
kondisi umum dalam ayat tertentu kemudian dijelaskan detail oleh ayat
lain.
b) Alternantif kedua ketika tidak dijumpai ayat lain yang
menjelaskan, mufassir harus menelisik sunnah yang merupakan
penjelas Al-quran. bahkan imam syafi'i seperti ditulis ibnu kathir
mengungkapkan, "setiap hukum yang ditetapkan rasulullah merupakan
hasil pemahamannya terhadap al-Qur’an.
c) Selanjutnya jika tidak didapati tafsir baik dalam al-Qur’an dan
Hadith, kondisi ini menuntut kita untuk merujuk kepada referensi
sahabat. sebab mereka lebih mengetahui karena menyaksikan langsung
kondisi dan latar belakang penurunan ayat. disamping pemahaman,
keilmuan dan amal shaleh mereka lebih khusus, kalangan ulama dan
tokoh besar sahabat seumpama empat khalifah yang bijak, Abdullah
bin mas'ud, Abdullah bin abbas, sepupu nabi sekaligus penerjemah Al-
quran.
d) Referensi tabi'in kemudian menjadi alternatif selanjutnya ketika
tidak ditemukan tafsir dalam Al-quran, hadis dan referensi sahabt.
sahabat-sahabat yang terkenal adalah Mujahid bin jabr. kemudian Sa'id
bin jabir, 'ikrimah, Sahaya ibn abbas, Atha' bin abi rabbah, Hasan al-
basri, Masruq bin al ajda', Sa'id bin Al-musayyab, Abi al'aliyah, Rabi',
bin anas, Dhahhak bin muzahim, tabi'in lain dan pengikut tabi'in yang
kerap menjadi rujukan dalam tafsir.12
7. Contoh Penafsiran

11 Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir,
138.

12 Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir:Kajian Komprehensif metode para ahli tafsir,
terj. Faisal Saleh, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), 60-61.

6
[٢:٣٧]َ ‫ب َالرهحيمم‬ ‫ه‬ ‫ه ه ه ت‬
‫ب َلعلييه ۚ َ َإهنرمه َمهلو َالترفروا م‬
‫فلفتلفلرقىى َآلدمم َمنِ َربه َلكللماَت َفلفلتاَ ل‬

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah


menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.

Dalam ayat ini beliau menafsirkan kata ‫ كلماَت‬dengan ayat berikut:

[٧:٢٣]َ ِ‫لاَهسهريِلن‬ ‫ه‬ ‫ه‬


‫لقاَلل َلربفرلناَ َظلليملناَ َلأنمفلسلناَ َلوهإنِ َرلي َتَلفيغفير َللناَ َلوتَلفيرلحيلناَ َلنلمكونلرنِ َملنِ َا يل‬

Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.

Abu Ja'far al-Razi meriwayatkan dari al-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah
sehubungan dengan makna firman-Nya: Kemudian Adam menerima
beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. (Al-
Baqarah: 37) Disebutkan bahwa sesungguhnya setelah melakukan
kesalahan, Adam berkata, "Wahai Tuhanku, bagaimanakah jika aku
bertobat dan memperbaiki diriku?" Allah berfirman, "Kalau begitu, Aku
akan memasukkan kamu ke surga." Hal inilah yang dimaksudkan dengan
pengertian 'beberapa kalimat'.

Termasuk ke dalam pengertian 'beberapa kalimat' ialah perkataan Adam


yang tercantum dalam firman-Nya:

َ{ِ‫لاَهسهريِلن‬ ‫ه‬ ‫ه‬


‫}لربفرلناَ َظلليملناَ َألنيفمفلسلناَ َلوإهينِ َللي َتَلفيغفير َللناَ َلوتَلفيرلحيلناَ َلنلمكونلرنِ َملنِ َا يل‬

Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
paslilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 23)

7
Firman Allah Swt.:

َ{‫ب َالرهحيمم‬
‫}إهنرمه َمهلو َالترفروا م‬

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-


Baqarah: 37)

Yakni sesungguhnya Dia menerima tobat orang yang bertobat dan kembali
kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam
firman-Nya:

َ{‫}ألللي َيِلفيعلمموا َألرنِ َاللرله َمهلو َيِلفيقبلمل َالترفيوبللة َلعينِ َهعلباَهدهه‬

Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat dari hamba-


hamba-Nya. (At-Taubah: 104)

َ{َ‫}لولمينِ َيِلفيعلميل َمسومءا َأليو َيِلظيلهيم َنلفيفلسمه َ مرث َيِليستلفيغهفهر َاللرله َ لهيهد َاللرله َلغمفومرا َلرهحيمما‬

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,


kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 11)

َ{َ‫ب َإهلل َاللرهه َلملتاَمبا‬ ‫}ومنِ َلتَاَب َوعهمل َ ه‬


‫لاَ َفلهإنرهم َيِلفمتو م‬
‫صاَ م‬
‫لل ي ل ل ل ل ل‬

Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka


sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-
benarnya. (Al-Furqan: 71)

Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah Swt. mengampuni


semua dosa dan menerima tobat orang yang bertobat. Demikianlah
sebagian dari kelembutan Allah kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-

8
Nya kepada hamba-hamba-Nya; tidak ada Tuhan yang wajib disembah
selain Dia Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.13

8. Kelebihan dan Kekurangan


Kitab Manna’ al-Qattan menyebutkan kelebihan kitab Tafsir Ibnu
Kathir sebagai berikut:
Perhatiannya yang besar kepada masalah tafsir al-Qur’an bi al-
Qur’an (menafsirkan ayat dengan ayat). Tafsir ini merupakan tafsir yang
paling banyak memuat atau memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian
maknanya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadith-hadith
marfu’ yang relevan dengan ayat yang sedang ditafsirkan, menjelaskan apa
yang menjadi dalil dari ayat tersebut. Selanjutnya diikuti dengan athar para
sahabat, pendapat tabi’in dan ulama salaf sesudahnya.
Kelebihan lain dari tafsir ini yaitu daya kritisnya yang tinggi
terhadap cerita-cerita Israiliyat yang banyak tersebar dalam kitab-kitab
tafsir bi al-Ma’thur, baik secara global maupun mendetail.14
Kekurangan dari tafsir Ibnu Kathir yaitu:
a. Masih terhadapt hadith ḍa’if.
b. Masih terdapat kisah-kisah israiliyyat yang walau beliau kurang
menyukainya.
c. Bercampurnya yang shahih dan yang tidak shahih. Dari segi hadith
maupun athar.
III. Kesimpulan

Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim karya Ibnu Kathir merupakan kitab tafsir


paling masyhur, serta terhindar dari pembicaraan yang melebar pada ilmu-
ilmu lain yang tidak diperlukan dalam memahami al-Qur’an secara umum.

Kitab ini dapat dikategorikan sebagai salah satu kitab tafsir dengan
corak dan orientasi tafsīr bi al ma’thūr, dan metode nya dikategorikan
pada manhaj tahlili (metode analitis).

13 Abi al-Fida Isma’il bin ‘Umar bin Kathir al-Qurashi al-DImashqi, Tafsir al-Qur’an al-Adhῑm,
(Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000), 120.

14 Syaikh Manna ak-Qattan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni,
(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), 479.

9
Daftar Pustaka

Dzahabi (al), Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Dar al-


Hadits, 2012.

Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta. Studi
Kitab Tafsir. Depok: Teras, 2004.

Maswan, Nur Faiz. Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Menara Kudus,
2002.

Ṣᾱbῡniy (al), Muhammad Ali. Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aminuddin. Bandung:
Pustaka Setia, 1998.

Mahmud, Mani’ Abd Halim. Metodologi Tafsir:Kajian Komprehensif metode para


ahli tafsir. terj. Faisal Saleh. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Dimasyqi (al), Abi al-Fida Isma’il bin ‘Umar bin Kathir al-Qurashi. Tafsir al-
Qur’an al-Adhῑm. Beirut: Dar Ibn Hazm, 2000.

Qattan (al), Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. terj. Aunur Rafiq el-
Mazni. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005.

10
11

Anda mungkin juga menyukai