Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia yang berakal sehat pasti memiliki pengetahuan, baik berupa fakta,
konsep, prinsip, maupun prosedur tentang suatu objek. Pengetahuan dapat dimiliki berkat
adanya pengalaman atau melalui interaksi antar manusia dan lingkungannya.
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan yang mungkin ada baik bersifat
abstrak ataupun riil meliputi Tuhan, manusia dan alam semesta. Sehingga untuk faham betul
semua masalah filsafat sangatlah sulit tanpa adanya pemetaan-pemetaan dan mungkin kita
hanya bisa menguasai sebagian dari luasnya ruang lingkup filsafat.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu;
epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh
pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang
melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna
pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam
memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya saja
berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologi sebagai teori
pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu
dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologi membahas tentang apa objek yang kita
kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan
aksiologi sebagai teori nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas,
klasifikasi, tujuan dan perkembangannya.
Akan tetapi untuk sekarang ini penulis akan menitik-beratkan pembahasannya kepada
masalah ontologi yang mana membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana
wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi ontologi ?
2. Apa saja objek dan aliran-aliran yang ada dalam ontologi ?

(1)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Ontologi
Ontologi dalam bahasa Inggris “ontology”, Tokoh pertama yang membuat istilah
ontologi adalah Christian Wolff (1679-1714). Istilah itu berakar dari bahasa Yunani, yang
terdiri dari dua kata, yaitu ontos berarti “yang berada atau keberadaan”, dan logos berarti
ilmu pengetahuan atau ajaran atau juga pemikran (Lorens Bagus:2000). Maka ontologi dapat
diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada pada ilmu. Menyoal tentang
wujud hakiki objek ilmu dan keilmuan (setiap bidang ilmu dalam jurusan dan program studi)
itu apa ?
Dan juga dapat diartikan bahwa ontologi adalah pemikiran mengenai yang ada dan
keberadaannya. Sedangkan menurut Jujun S .Suriasumantri dalam Pengantar Ilmu dalam
Perspektif mengatakan, ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”,
Menurut Pandangan The Liang Gie Ontologi adalah bagian dari filsafat dasar yang
mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya meliputi persoalan-
persoalan.
0bjek ilmu atau keilmuan itu empirik, dunia yang dapat dijangkau dengan panca indra.
Jadi objek ilmu adalah pengalaman indrawi. Dengan kata lain ontology adalah ilmu yang
mempelajari hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada penalaran
logis. Bidang pembicaraan teori tentang ontologi (hakikat) ini luas sekali, segala yang ada
dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai. Nama lain untuk
teori tentang hakikat ialah teori tentang keadaan (Langeveld).
Apa itu hakikat ? hakikat ialah realitas; realitas adalah ke-real-an; real artinya kenyataan
yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan sebenarnya
sesuatu, bukan keadaan sementara atau menipu, bukan keadaan yang berubah.1[1]
Dari teori hakikat (ontologi) ini kemudian munculah beberapa aliran dalam filsafat,
antara lain: Filsafat Materialisme, Filsafat Idealisme, Filsafat Monoisme, Filsafat Dualisme,
Filsafat Skeptisisme, dan Filsafat Agnostisisme.2[2]
Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM) dengan teori
ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal dari setiap
sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai idea atau konsep
universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam nyata ini, baik itu kuda yang
berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang hidup ataupun yang sudah mati. Idea itu
adalah paham, gambaran atau konsep universal yang berlaku untuk seluruh kuda yabg berada
di Benua manapun di Dunia ini. 3[3]
Demikan pula manusia juga punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah “badan
hidup” yang kita kenal dan dapat berfikir, dengan kata lain, idea manusia adalah “binatang
yang berfikir”. Konsep binatang ini bersifat universal, berlaku untuk semua manusia baik itu
besar atau kecil, tua atau muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, India, Asia, China, dan
sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea inilah yang merupakan
hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea-idea itu berada di balik yang nyata
dan idea itulah yang abadi.
Benda-benda yang kita lihat atau yang dapat ditangkap oleh panca-indra senantiasa
berubah. Karena itu, ia “bukanlah hakikat”, tetapi hanya “bayangan”, “kopi” atau
“gambaran” dari idea-idea-nya. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan
panca-indra ini hanyalah khayal dan ilusi belaka.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (objek-
objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam rangka tradisional. ontologi
dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal ada, sedangkan dalam hal
pemakaianya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Para ahli memberikan pendapatnya tentang realita itu sendiri, diantaranya Bramel. Ia
mengatakan bahwa ontologi ialah interpretasi tentang suatu realita dapat bervariasi, misalnya
apakah bentuk dari suatu meja, pasti setiap orang berbeda-beda pendapat mengenai
bentuknya, tetapi jika ditanyakan bahanya pastilah meja itu substansi dengan kualitas materi,
inilah yang dimaksud dari setiap orang bahwa suatu meja itu suatu realita yang kongkrit.
Plato mengatakan jika berada di dua dunia yang kita lihat dan kita hayati dengan kelima
panca indra kita nampaknya cukup nyata atau real.

(2)

(3)
Dengan demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau paling Dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedang
metafisika khusus masih dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi.
Kosmologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam
semesta. Psikologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakn tentang jiwa
manusia. Teologi adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.

B. Objek Ontologi
1. Objek Materi
Secara antologis, artinya metafisis umum, objek materi yang dipelajari dalam plural
ilmu pengetahuan, bersifat monistik pada tingkat yang paling abstrak. Seluruh objek materi
pluralitas ilmu pengetahuan, seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan zat kebendaan
berada pada tingkat abstrak tertinggi, yaitu dalam kesatuan dan kesamaannya sebagai
makhluk. Kenyataan itu mendasari dan menentukan kesatuan pluralitas ilmu pengetahuan.
Dengan kata lain, prulalitas ilmu pengetahuan berhakikat satu, yaitu dalam kesatuan objek
materinya.
Kesatuan ilmu pengetahuan tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber
asal seluruh perbedaan objek materi itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas
ilmu pengetahuan, secara sistematis berhubungan dengan proses kausalistik.
Keberadaan manusia didahului dengan keberadaan binatang; keberadaan binatang
didahului keberadaan tumbuh-tumbuhan; dan keberadaan tumbuh-tumbuhan didahului oleh
zat kebendaan. Secara sistematis, masing-masing berada dalam sistem saling bergantung (
interdependence ), dan zat kebendaan terkecil ( atom ) secara eksistensial berfungsi sebagai
sumber ketergantungan makhluk-makhluk lain sesudahnya. Tetapi secara substansial,
keberadaan atom sebagai zat kebendaan terkecil itu bukanlah dalam tingkat kesempurnaan
(berdiri sendiri), melainkan berada pada tingkat aksidental, artinya berada dengan cara
ditentukan.
Keberadaan zat kebendaan demikian ditentukan oleh penyebab terdahulu, sekaligus
sebagai penyebab pertama dan terakhir, yang disebut ‘causa prima’. Oleh karena itu, pada
tingkat substansi tertinggi, seluruh pluralitas ilmu pengetahuan, sebagai akibat prulalitas
objeknya, berada dalam satu kesatuan di dalam diri causa prima-nya.

(4)
2. Obek Forma
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak
terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun
segala sumber yang ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek forma ontologi adalah hakikat
seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi
kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus, metode dalam ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan
abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik
mendeskripsikan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk
mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi
metafisik mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realita.
Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik karena dalam
ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.4[4]
Menurut Lorens Bagus, metode pembuktian dibagi menjadi dua yaitu : pembuktian a
priori dan pembuktian a posteriori.5[5] Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term
tengah berada lebih dahulu dari predikat dan kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan, sedangkan pembuktian a posteriori disusun dengan term tengah ada
sesudah realitas kesimpulan, dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan
dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktiannya disusun dengan tata silogistik, dimana
term tengah dihubungkan dengan subjek sehingga term tengah menjadi akibat dari realitas
kesimpulan.6[6]
Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang, yang selanjutnya
menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah selanjutnya ilmu
pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung saling terpisah antara
satu dengan yang lain.
Dibandingkan dengan pengetahuan pada umumnya atau filsafat. Ilmu pengetahuan
pada umumnya atau filsafat, ilmu pengetahuan mempersoalkan kebenaran secara khusus,

(5)
konkret dan objektif, yang selanjutnya desebut kebenaran objektif, yang selanjutnya disebut
kebenaran objektif. Kebenaran demikian tingkat kepastiannya lebih kuat, karena didukung
oleh fakta-fakta konkret dan empirik objektif. Dalam hubunganya dengan perilaku,
kebernaran objektif memberikan landasan stabil dan es tabil sehingga suatu perilaku dapat
diukur nilai kebenarannya, dan bisa dipakai sebagai pedoman bagi semua pihak. Sedangkan
objektifitas suatu objek materi, apapun jenisnya, bukan terletak pada keseluruhan tetapi pada
bagian-bagian kecil dari objek itu. Mengingat di dalam diri objek materi terdapat bagian-
bagian yang prular, dan mengingat keterbatasan subjek, maka dalam kegiatan ilmiah, subjek
prular memilah-milah objek studi ke dalam bagian-bagian, dan kemudian memilih salah satu
bagian sebagai lapangan studi. Lapangan studi inilah yang dimaksud dengan objek forma.

C. Aliran-aliran
Di dalam pemahaman ontologi dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok
pemikiran sebagai berikut:
1. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalism. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan
dan satu-satunya fakta. Yang ada hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh itu hanyalah
merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran dengan salah satu cara tertentu.
Kalau dikatakan bahwa materialisme sering disebut naturalism, sebenarnya ada sedikit
perbedaan diantara dua paham itu. Namun begitu, materlialisme dapat dianggap seatu
penampakan diri dari naturalism. Naturlisme berpendapat bahwa alam saja yang ada, yang
lainnya diluar alam tidak ada. Yang dimaksud alam disini ialah segala-galanya, meliputi
benda dan ruh. Jadi bnda dan ruh sama nilainya dianggap sebagai alam yang satu.
Sebaliknya, materlialisme menganggap ruh adalah kejadian dari benda. Jadi tidak sama nilai
benda dan ruh seperti dalam naturalisme.
Dalam perkembangannya, sebagai aliran yg paling tua, paham ini timbum dan
tenggelam seiring roda kehidupan manusia yang selalu diwarnai dengan filsafat dan agama.
Alasan mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang merupakan
hakikat adalah:
 Pada pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba, biasanya dijadikan
kebenaran terakhir. Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang
abstrak.
(6)
 Penemuan-penemuan menunjukkan betapa bergantungnya jiwa pada badan. Oleh sebab itu,
peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani. Jasmani lebih menonjol dalam
peristiwa ini.
 Dalam sejarahnya manusia memang bergantung pada benda seperti padi. Dewi Sri dan
Tuhan muncul disitu. Kesemuanya ini memperkat dugaan bahwa yang memperkuat hakikat
adalah benda.
2. Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealism yang dinamakan juga spiritualisme.
Idealisme berarti serba cita, sedang spiritualisme berarti serba ruh.
Idealism diambil dari kata “Idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh
(sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menepati ruang.
Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari penjelasan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit atau
sebangsanya adalah :
 Nilai ruh lebih tinggi dari pada badan, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan
manusia. Ruh ini dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya, bayangan atau penjelmaan saja.
 Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia diluar dirinya.
 Materi ialah kumpulan energy yang menempati ruang. Benda tidak ada, yang ada energi itu
saja.
Materi bagi penganut idealisme sebenarnya tidak ada. Segala kenyataan ini termasuk
kenyataan manusia adalah ruh. Ruh itu tidak hanya menguasai kenyataan manusia adalah ruh.
Ruh itu tidak hanya menguasai manusia perorangan, tetapi juga kebudayaan. Jadi kebudayaan
adalah perwujudan dari alam cita-cita itu adalah ruhani. Karenanya aliran ini dapat disebut
idealisme dan dapat disebut spiritualisme.
Aristoteles (284-322 SM) memberikan sifat keruhanian dengan ajarannya yang
menggambarkan alam ide itu sebagai sesuatu tenaga yang berada dalam benda-benda itu
sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu.
(7)
3. Dualisme
Setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi ataupun ruhani,
ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua aliran ini disebut dualisme.
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul
dari ruh, dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu
masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Ubungan keduanya
menciptakan kehidupan dalam ala mini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama
kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.
Umumnya manusia tidak akam mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualisme
ini, kerana setiap kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh pancaindera kita, sedang
kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.

4. Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata. Pluralisme ddalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan sebagai
paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsure, lebih dari
satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah substansi yang ada itu
terbentuk dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Tokoh modern aliran ini William James (1842-1910 M). kelahiran New York dan
terkenal sebagai seorang psiolog dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth
james mengemukakan, tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal. Sebab sebab pengalaman kita berjalan
terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa
berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh
pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang khusus,
yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. Kenyataan terdiri dari banyak
kawasan yang berdiri sendiri.
(8)
5. Nihilisme
Nihilisme berasal dari Bahasa Latin yang berate nothing atau tidak ada. Sebuah dokrin
yang tidak mengakui validitas alternative yang positif.
Dokrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu
pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi tentang realitas.
Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Bukankah Zeno
juga perna sampai pada kesimpulan bahwa hasil pemikiran itu selalu tiba pada paradox. Kita
harus menyatakan bahwa realitas itu tunggal dan banyak, terbatas dan tak terbatas, dicipta
dan tak dicipta. Karena kontradiksi tidak dapat diterima, maka pemikiran lebih baik tid
menyatakan apa-apa tentag realitas.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu
tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu menyakinkan
kita tentang alam semesta ini karena kita telah dikukung oleh dilemma subjektif. Kita berfikir
dengan kemauan, ide kita, yang kita terapkan pada fenomena. Ketiga, sekalipun realitas itu
dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.

6. Agnotisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi ataupun hakikat ruhani. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya
orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang
berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu
kenyataan mutlak yang bersifat trancedent.
Agnostisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan manusia mengetahui
hakikat benda baik materi ataupun ruhani. Aliran ini mirip dengan skeptisisme yang
berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuannya mengetahui hakikat. Namun
tampaknya agnotisisme lebih baik dari itu karena menyarah sama sekali.
(9)

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan
logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut istilah, Ontologi adalah
ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak. Metafisika umum atau ontologi adalah
cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu
yang ada.
Objek ontologi terbagi menjadi dua, pertama, objek materi, Kesatuan ilmu pengetahuan
tersebut menjadi semakin jelas jika ditinjau dari sumber asal seluruh perbedaan objek materi
itu. Semua makhluk, sebagai objek materi pluralitas ilmu pengetahuan, secara sistematis
berhubungan dengan proses kausalistik.
Kedua, objek forma, Objek forma ini sering dipahami sebagai sudut atau titik pandang,
yang selanjutnya menenentukan ruang lingkup. Berdasarkan ruang lingkup studi inilah
selanjutnya ilmu pengetahuan berkembang menjadi prular, berbeda-beda dan cenderung
saling terpisah antara satu dengan yang lain.
Aliran-aliran yang ada pada ontologi yaitu materialisme, idealisme, dualisme,
pluralisme, nihilisme, agnotisisme.
(10)
DAFTAR PUTAKA

Adib, Mohammad. 2015. Filsafat Ilmu; Ontologi, Enpistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali; Dimensi Ontologi, dan Aksiologi, Bandung: Pustaka
Setia.
Hamersa, Harry. 2012. Pintu masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanius.

Mustansyir, Rizal, dkk. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Anwar, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi, (7 Januari
2014), https://plus.google.com/111276199-303520579310, diakses pada tanggal 10 April
2016.
Noor, J. (2013) Metodelogi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(11)
MAKALAH
FILSAFAT EKONOMI ‘’ONTOLOGI’’

DISUSUN OLEH :

1.AGUS GHOZALI
2.NENENG AUDIA NINGSIH
3.WIDYA NUR AROFA

PRODI EKONOMI SYARIAH II D

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


Jln. Widarasari III-Tuparev-Ciorebon Telp. 0231-246215
Daftar Isi

KATA PENGANTAR ……………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………….......... 1

 A. Latar Belakang ………………………………………….....1


 B. Rumusan Masalah ………………………………………. .1

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………….........2

 A. Definisi ontologi……………………………………...........2
 B. Objek ontologi …………………………………….......... 4
 Objek Forna………………………………………..................5
 Aliran-Aliran……………………………….............................6

BAB III KESIMPULAN …………………………………………..10

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 11


(ii)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
pertolongan
Nya-lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah mengenai Ontologi ini dengan tepat
waktu.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan salah satu tugas kelompok dari
mata kuliah Filsafat dan Logika. Dalam makalah ini dibahas mengenai pengertian ontologi,
komponen-komponen ontologi, dan aliran-aliran ontologi.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno, berasal dari Yunani.
Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles .
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan kenyataan.
Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu
berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri).
Dalam mempersiapkan, menyusun, dan menyelesaikan makalah ini, kami tidak terlepas
dari berbagai kesulitan dan hambatan yang dihadapi, baik dari penyusunan kalimat maupun
sistematikanya. Namun akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu kami
berharap kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.Kami juga menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan berbagai
masukkan yang bersifat membangun dari semua pihak, guna kelengkapan dan kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam kelancaran tahap demi tahap dalam penyusunan hingga penyelesaian makalah ini.
Sekian dan terima kasih

Cirebon,25 januari 2019


(i)

Anda mungkin juga menyukai