االختالطايخلطاحدالمالينباالخربحيثاليمتزانعنبعضهما
“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya,
tanpa dibedakan antara keduanya”
Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama:
B. Landasan Syirkah
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam Islam.Sebab
keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadits dan ijma para Ulama. Dalam al-
Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya
terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12.
1. Syirkah amlak
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan syirkah amlak adalah bila lebih
dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa aqad baik yang bersifat ikhtiari
atau jabari.Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa didahului
oleh aqad.9
Sedangkan menurtu Rahmat Syafei, syirkah amlak adalah syirkah yang
didalamnya terdapat dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya aqad.
Hak kepemilikan tanpa akad itu bisa disebabkan oleh dua sebab:
a. ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ihktiari) yaitu perserikatan yang muncul
akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli
satu barang atau keduanya menerima hadiah, wasiat atau wakaf dari orang lain
maka benda-benda tersebut menjadi harta serikat (bersama) bagi mereka berdua.
b. Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang muncul secara paksa
(bukan keinginan orang yang berserikat) artinya hak milik bagi mereka berdua
atau lebih tanpa dikehendaki oleh mereka. Seperti harta warisan yang mereka
terima dari bapaknya yang sduah wafat.Harta warisan tersebut menjadi hak milik
bersama bagi mereka yang memiliki hak warisan.
c. Syirkah al-‘Abdan
yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai
dengan kesepakatan. Artinya perserkatan dua orang atau lebih untuk menerima suatu
pekerjaan seperti tukang besi, kuli angkut, tukang jahit, tukang celup, tukang service
elektronik dan sebagainya.Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja),
syirkah shana’i (para tukang) dan syirkah taqabbul (penerimaan).
Tentang hukum-nya ulama malikiyah, hanafiyah hanabilah, zahidiyah
memperbolehkan syirkah abdan ini.Karena tujuannya syirkah ini mencari
keuntungan dengan modal pekerjaan secara bersama. Namun dengan ulama
malikiyah mensyaratkan untuk keshahihan syirkah itu ya itu harus ada kesatuan
usaha. Selain itu keduanya harus berada ditempat yang sama, kemudian hendaklah
pembagian keuntungan sesuai dengan kadar pekerjaan dari orang yang bersekutu.
Ulama hanabilah meperbolehkan syirkah ini sampai pada hal-hal yang mubah
seperti: pengumpulan kayu bakar, rumput, dan lain-lain hanya saja mereka dilarang
kerjasama dalam hal makelar.
Ulama Syafi’iyyaah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah
berpendapat bahwa syirkah ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta dan
tidak pada pekerjaan. Mereka beralasan antara lain perserikatan dalam bidang
pekerjaan mengandung unsure penipuan sebab salah seorang dari yang bersekutu
tidak mengetahui apakah temannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua orang
tersebut bebeda dalam segi postur tubuh, aktiviitas dan kemampuannya.
d. Syirkah al-wujuh
yaitu perserikatan tanpa modal artinya dua orang atau lebih membeli suatu
barang tanpa modal, yang terjadi adalah hanya berpegang kepada nama baik dan
kepercayaan para pedagang terhdap mereka. Dengan catatan keuntungan untuk
mereka.Syirkah ini adalah syirkah tanggungjawab yang tanpa kerja dan modal.
Artinya dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dapam melakukan
pembelian dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai. Syirkah semacam ini
sekarang mirip dengan makelar. Mereka berserikat membeli barang dengan kredit
kemudian di jual dengan cara tunai dan keuntungannya dibagi bersama. Menurut
syafi’iyah, malikiyah, zahiriyah dan syi’ah imamiyah syirkah semacam ini
hukumnya bathil karena modal dan kerja tidak jelas.Sedangkan dalam syirkah harus
ada modal dan kerja. Sedangkan menurut ulama hanafiyah, hanabilah, dan zahidiyah
hukumnya boleh karena masih berbentuk suatu pekerjaan dan masing-masing pihak
dapat bertindak sebagai wakil disamping itu mereka beralasan syirkah ini telah
banyak dilakukan oleh umat islam dan tidak ada ulama yang menentangnya.
Syirkah wujuh disebut syirkah wujuh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah
antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja
(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal
(maal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhrabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.Bentuk kedua syirkah wujuh
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa
konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan B adalah tokoh yang
dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujuh, dengan cara membeli barang
dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-
masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang
tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan
kepada C (pedagang).Dalam syirkah wujuh kedua ini, keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang
dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan.Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
‘abdan.Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama
sebenarnya termasuk syirkah mudharabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah
‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya
dalam syariat Islam.Namun demikian, ketokohan yang dimaksud dalam syirkah
wujuh adalah kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah), bukan semata-semata
ketokohan di masyarakat.Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang
tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur,
atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.Sebaliknya, sah syirkah wujûh
yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap
memiliki kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur
dan tepat janji dalam urusan keuangan.
e. Syirkah mudharabah
yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seorang pekerja untuk
mengelola uang dari pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu yang
keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Sedangkan kerugian
ditanggung oleh pemilik modal saja. Menurut hanabilah mudharabah dapat dikatakan
sebagai syirkah jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. pihak-pihak yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil
2. modalnya berbentuk uang tunai
3. jumlah modal jelas
4. diserahkan langsung kepada pekerja (pengelola) dengan itu setelah akaq
disetujui
5. pembagian keuntungan diambil dari hasil perserikatan itu bukan dari harta yang
lain.
E. Hikmah Syirkah
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama
dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dangan prinsip saling tolong
menolong dan saling menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa
kerjasma maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.Syirkah pada hakikatnya
adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam mengembangkan
potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh karena itu islam
menganjurkan umtanya untuk bekerjasama kepada siapa saja dengan tetap
memegang prinsip sebagaimana tersebut di atas. Maka hikmah yang dapat kita ambil
dari syirkah adalah adanya tolong menolong, saling membanatu dalam kebaikan,
menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari kelemahan dan
kekurangan dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat dan lain
sebagainya. Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah,, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-
binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan
dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.
Rasulullah bersabda:
“ Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling
berkhianat.”
JI’ALAH (MENGUPAH)
B. Landasan hukumnya
Jumhur fuqoha sepakat bahwa hukum jialah mubah. Hal ini didasari karena
jialah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Jialah merupaka akad yang sangat
manusiawi. Karena seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua
pekerjaan dan keinginannya kecuali jika ia memberikan upah kepada oramh lain
untuk membantunya. Contoh orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar jika
ia mencari sendiri dompetnya yang hilang tanpa bantuan dari orang lain. Maka ia
meminta kepad orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari
pekerjaannya itu.
Dalam hal lain yang masih termasuk jialaah, Rasulullah membolehkan
memberikan upah atas pengobatan yang menggunakan bacaan Al-Qur’an dengan
surat al-fatihah. Dalam al-qur’an dengan tegas Allah membolehkan memberikan
upah kepada orang lain yang telah berjasa menemukan barang yang hilang. Hal itu
ditegaskan dalam al-qur’an surat Yusuf ayat 72
Artinya : “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya".”
C. Pelaksaan Jialah
Teknis pelaksanaan jialah bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama bisa
ditentukan orangnya mislanya si Budi.Maka si Budi dengan sendirinya berusaha
mencari barang yang hilang. Kedua bias secara umum artinya orang yang diberi
pekerjaan mencari barang bukan satu orang tapi bersifat umum yaitu siapa saja.
Misalnya seseorang berkata: “Siapa saja yang mengembalikan binatangku yang
hilang maka aku akan berikan imbalan sekian”.
Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa jialah tidak disyaratkan datang dari si
pemilik barang yang hilang. Siapa saja yang mengatakan “siapa yang dapat
mengembalikan barang yang hilang kepunyaan si fulan maka ia akan ku berikan
upah sekian”. Kemudian ada orang yang mengembalikan barang tersebut baik dia
mendengar berita itu dari yang mengatakan tadi ataupun berita itu disampaikan oleh
orang lain ketelinganya maka ia berhak menerima jialah(upah). Hal tersebut dapat
dibenarkan karena dalam jialah tidak disyaratkan kehadiran dua pihak yang berakad
namun disyaratkan besar jumlah upah yang harus diterima artinya ia harus tahu
berapa jumlah upah yang harus ia terima artinya ia harus tahu berapa jumlah yang
akan ia terima jika berhasil mengembalikan barang karena hal ini sama dengan sewa-
menyewa. Kalau upah yang akan diberikan itu majhul (tidak diketahui) maka
hukumnya fasid (rusak). Bagaimna jika orang yang mengembalikan barang yang
hilang itu jumlahnya bukan satu orang. Maka upahnya dibagi rata karena mereka
semua sama-sama bekerja meskipun kualitas kerjanya tidak sama.
E. Rukunnya
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah:
1. lafadz. Lafadz itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak
ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seijin orang yang menyuruh
(yang punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika
barang itu ditemukan.
2. orang yang menjanjikan memberikan upah. Bisa berupa ornag yang kehilangan
barang atau orang lain.
3. pekerjaan (mencari barang yang hilang)
4. upah harus jelas, sudah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum
melaksanakan pekerjaan (menemukan barang).
F. Pembatalan jialah
Masing-masing pihak boleh menghentikan(membatalkan) perjanjian sebelum
bekerja. Jika yang membatalkannya orang yang bekerja, maka ia tidak mendapat
upah, sekalipun ia sudah bekerja. Tetapi jika yang membatalkannya adalah pihak
yang menjanjikan upah, maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak
pekerjaan yang sudah dia kerjakan.
G. Hikmahnya
Jialah merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa materi
karena orang itu telah bekerja dan membantu mengambalikan sesiuatu yang
berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan
kesehatan atau membantu seseorang menghafal al-Qur’an.Hikmah yang dapat dipetik
adalah dengan jialah dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan,
menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang
saling tolong menolong dan bahu membantu. Dengan jialah akan terbangun sebuah
semangat dalam melakukan sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan jialah sebagai sebuah pekerjaan yang baik, islam mengajarkan
bahwa Allah selalu menjanjikan balasan surga bagi mereka yang mau melaksanakan
perintahNya seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia
kerjakan. Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7