Anda di halaman 1dari 16

SYIRKAH (KERJASAMA)

A. Pengertian dan Hukum Syirkah


Secara bahasa kata asy-syirkah (‫ )الشركه‬berarti al-ikhtilath (percampuran) dan
persekutuan. Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Sedangkan definisi sirkah secara etimologi dalam buku Fiqih Muammalah karya
Prof.DR. H. Rachmat Syafe’i, MA. adalah:

‫االختالطايخلطاحدالمالينباالخربحيثاليمتزانعنبعضهما‬
“Percampuran, yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya,
tanpa dibedakan antara keduanya”
Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama:

1. Menurut ulama Hanafiyah


‫عقدبينالمتشاركينفيراسالمالوالربح‬
Syirkah adalah akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta
(modal) dan keuntungan.
2. Menurut ulama malikiyah
‫اذنفىالتصرفلهمافىانفسهمافىماللهما‬
Syirkah adalah izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang
bekerjasama terhadap harta mereka.
3. Manurut hasby Assidiqy
‫غقدبينشخصينفاكثرعلىالتعونفىعمالكتسابىواقتسامارباحه‬
Syirkah adalah akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling
tolong menolong dalam satu usaha dan membagi keuntungannya.
4. Menurut ulama Hanabilah
‫االجتماعفىاستحقاقاوتصرف‬
Perhimpunan adalah hak (kewenangan) dan pengolahan harta (tasharruf)
5. Menurut ulama Syafi’iyyah
‫ثبوتالحقفىشئالثنينفاكثرعلىجهةالشيوع‬
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara
yang masyhur (diketahui).
Jika diperhatikan dari definisi-definisi di atas sesungguhnya perbedaan hanya
bersifat redaksional saja namun secara esensial prinsipnya sama yaitu bentuk
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dengan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.

B. Landasan Syirkah
Syirkah memiliki kedudukan yang sangat kuat dalam Islam.Sebab
keberadaannya diperkuat oleh al-Qur’an, hadits dan ijma para Ulama. Dalam al-
Qur’an terdapat ayat-ayat yang mengisyaratkan pentingnya syirkah diantaranya
terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12.

Artinya: Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu


dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada
kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui
bahwa kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya
lalu menyungkur sujud dan bertaubat. (QS.Shad: 24)
Sedangkan dalam hadis Rasulullah bersabda:
‫ عنابىهريرةرفعهالىالنبىصمقاالناللهعزوجليقول‬:
(‫اناثالثالشركينمالميخناحدهماصاحبهفاذاخانهخرجتمنبينهما )روهابوداود‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi SAW. Bahwa Nabi
saw bersabda,” Sesungguhnya Allah berfirman: Aku adalah orang
ketiga dari dua hambaku yang bekerjasama selama keduanya tidak
berkhianat. Jika salah satunya berkhianat maka Aku akan keluar dari
kaduanya dan penggantinya adalah syeitan”.(HR. Abu Dawud).
Berdasarkan sumber hukum diatas maka secara ijma para ulama
sepakat bahwa hukum syirkah itu adalah boleh.Hanya saja mereka
berbeda pendapat tentang jenisnya.

C. Rukun dan Syarat Syirkah


Rukun syirkah ialah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung.
Ada perbedaan pendapat terkait dengan rukun syirkah.Menurut ulama hanafiyah
rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab (ungkapan penawaran melakukan
perserikatan) dan qabul (ungkapan penerimaan perserikatan). Istilah ijab kabul sering
disebut dengan serah terima. Contoh lafadz ijab qabul, seseorang berkata kepada
partnernya “ Aku bersyirkah untuk urusan ini” partnernya menjawab “telah aku
terima”. Jika ada yang menambahkan selain ijab qabul dalam rukun syirkah seperti
adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut hanafiyah itu bukan
termasuk rukun tapi termasuk syarat.Sedangkan menurut Abdurrahman Al-Jaziri
rukun syirkah meliputi dua orang yang berserikat, shigot, obyek akad syirkah baik itu
berupa harta maupun kerja. Sedangkan menurut jumhur Ulama rukun syirkah sama
dengan apa yang diungkapkan oleh al-jaziri di atas.
Jika dikaitkan dengan pengertian rukun yang sesungguhnya maka sebenarnya
pendapat al-jaziri atau jumhur uama lebih tepat sebab didalamnya terdapat unsur-
unsur penting bagi terlaksananya syirkah yaitu dua orang yang berserikat dan obyek
syirkah.Sedangkan pendapat Hanafiyah yang membatasi rukun syirkah pada ijab dan
qabul saja masih bersifat umum karena ijab dan qabul berlaku untuk semua transaksi.
Sedangkan syarat syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum
dilaksanakannya syirkah.Jika syarat tidak terwujud maka transaksi syirkah batal.
Menurut hanafiyah syarat-syarat syirkah terbagi menjadi empat bagian:
- syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta maupun
lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat: pertama berkaitan dengan benda
yang diakadkan (ditransaksikan) harus berupa benda yang dapat diterima
sebagai perwakilan. Kedua yang berkaitan dengan keuntungan,
pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya
setengah, sepetiga dan sebagainya.
- syarat yang terkait dengan harta (maal). Dalam hal ini ada syarat yang harus
dipenuhi, yaitu pertama modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari
alat pemabaran yang sah (nuqud) seperti riyal, rupiah, dolar. Kedua, adanya
pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik jumlahnya sama atau
berbeda
- syarat yang terkait dengan syirkah mufawadhah yaitu: pertama, modal pokok
harus sama. Dua, orang yang bersyirkah adalah ahli kafalah.Tiga, objek akad
disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau perdagangan.
Selain syarat-syarat diatas juga ada syarat lain yang perlu dipenuhi dalam
syirkah menurut Idris Ahmad, syarat tersebut meliputi:
1. mengungkapkan kata yang menunjukkan izin anggota yang berserikat
kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2. anggota serikat saling mempercayai. Sebab masing-masing mereka adalah
wakil dari yang lainya.
3. mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing,
baik berbentuk mata uang atau yang lainya.
Malikiyah menambahkan bahwa orang yang melaksankan akad syirkah
disyaratkan merdeka, balig dan pintar (rusyd).
Dalam buku Fiqih Muamalah karangan Prof. Dr. H. Rahmat Syafei,
MA.terdapat syarat-syarat syirkah ‘uqud. Menurut ulama Hanafiah syarat syirkah
‘uqud terbagi atas dua macam yaitu syarat ‘am (umum) dank has (khusus).
1. Syarat syirkah uqud
Syarat-syarat umum syirkah adalah:
- Dapat dipandang sebagai perwakilan, masing-masing dapat memnjadi wakil
bagi yang lainnya.
- Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan
- Laba merupakan bagian umum dari jumlah
2. Syarat khusus pada syirkah amwal baik pada syirkah inan maupun syirkah
mufawwadhah:
a. Modal syirkah harus ada dan jelas
Jumhur ulama berpendapat modal harus ada, dan jelas, tidak boleh berupa
hutang atau harta yang tidak ada ditempat baik ketika akad maupun pada saat
jual beli. Namun demikian jumhur ulama diantaranya ulama Hanafiah,
Malikiyah, dan Hanabilah tidak mensyaratkan harus bercampur terlebih dahulu
sebab penekanan syirkah terletak pada akad bukan pada hartanya.Maksud akad
adalah pekerjaan dan laba.Dengan demikian tidak disyaratkan adanya
percampura harta seperti pada mudharabah.Selain itu syirkah adalah akad dalam
hal mendayagunakan harta yang mengandung unsur perwakilan maka
dibolehkan mengelolanya sebelum bercampur. Ulama malikiyah memandang
bahwa tidak disyaratkannya percampuran tidak berarti menghilangkan sama
sekali tetapi dapat dilakukan secara nyata atau berdasarkan hukumnya. Ulama
syafiiyyah, Zafar dan Zahiriyah mensyaratkan adanya percampuran harta
sebelium akad.Dengan demikian jika dlakukan percampuran harta setelah akad
hal itu dipandang tidak sah.
b. Modal harus bernilai dan berharga secara mutlak
Ulama fikih dari empat madzhab sepakata bahwa modal harus berupa sesuatu
yang bernilali secara umum, seperti uang.
3. Syarat khusus syirkah mufawadah
a. Setiap aqid harus ahli dalam hal perwakilan dan jaminan, keduanya harus
merdeka, baligh, berakal, sehat dan dewasa.
b. Ada kesamaan modal, dari segi ukuran,harga awal dan akhir.
c. Apapun yang pantas dijadikan modal dari salah seorang yang bersekutu
dimasukkan dalam pengongsian
d. Ada kesamaan dalam pembagian keuntungan
e. Ada kesamaan dalam berdagang. Tidak boleh dikhususkan pada seorang yang
atas saja juga tidak berserikat dengan orang kafir.\
f. Pada saat transaksi atau akad harus menyebutkan mufawwadhah.
Persyaratan diatas harus terpenuhi, jika tidak atau ada yang kurang, maka
perserikatan tersebut berubah menjadi al-inan.
D. Macam-Macam Syirkah
Para ulama Fikih membagi syirkah menjadi dua macam:
1. Syirkah amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
2. Syirkah al-uqud ( perserikatan berdasarkan aqad)

1. Syirkah amlak
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan syirkah amlak adalah bila lebih
dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa aqad baik yang bersifat ikhtiari
atau jabari.Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa didahului
oleh aqad.9
Sedangkan menurtu Rahmat Syafei, syirkah amlak adalah syirkah yang
didalamnya terdapat dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya aqad.
Hak kepemilikan tanpa akad itu bisa disebabkan oleh dua sebab:
a. ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ihktiari) yaitu perserikatan yang muncul
akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli
satu barang atau keduanya menerima hadiah, wasiat atau wakaf dari orang lain
maka benda-benda tersebut menjadi harta serikat (bersama) bagi mereka berdua.
b. Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang muncul secara paksa
(bukan keinginan orang yang berserikat) artinya hak milik bagi mereka berdua
atau lebih tanpa dikehendaki oleh mereka. Seperti harta warisan yang mereka
terima dari bapaknya yang sduah wafat.Harta warisan tersebut menjadi hak milik
bersama bagi mereka yang memiliki hak warisan.

Hukum syirkah amlak


Menurut para fuqoha hukum kepemilikan syirkah amlak disesuaikan dengan
hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum.Artinya seseorang
tidak berhak untuk menggunakan atau menguasai milik mitranya tanpa izin dari yang
bersangkutan. Karena masing-masing mempunyai hak yang sama. Hukum yang
terkait syirkah amlak ini secara luas dibahas dalam fiqih bab wasiat, waris, hibah dan
wasiat.
2. syirkah ‘uqud
Yang dimaksud dengan syirkah ‘uqud adalah dua orang atau lebih melakukan
aqad untuk bekerjasama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya
kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan
pembagian keuntungannya.
- pembagian syirkah uqud dan hukumnya
a. syirkah inan yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang
tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal yang lebih besar
dari pihak lain. Demikian halnya dengan beban tanggung jawab dan kerja, boleh
satu pihak bertanggungjawab penuh sedangkan pihak lain tidak.Keuntungan
dibagi dua sesuai prosesntase yang telah disepakati.Jika mengalami kerugian
maka resiko ditanggung bersama dilihat dari prosesntase modal. Sesuai dengan
kaidah:
‫الربحعلىماشرطاوالوضيعةعلىقدرالمالين‬.
“keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan
modal masing-masing.”
Para ulama fiqih sepakat bahwa bentuk perserikatan ini hukumnya
boleh.Hanya saja mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratannya
sebagaimana mereka berbeda pendapat dalam memberikan namanya
Sedangkan dalam bukunya Bapak Rahmat Syafei dikatakan bahwa
perserikattan inan adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk
erdagang secara bersama-sama dan membagi laba atau kerugian bersama-
sama.Perserikatan jenis ini banyak dilakukan manusia karena didalamnya tidak di
sayaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengelolaan (tasharruf).

b. Syirkah al-mufawwadhah. Secara etimologi, mufawadhah artinya persamaa.


Dinamakan mufawadhah antara lain karena dalam syirkah ini diharuskan
adanya kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.
Menurut istilah mufawadhah adalah transaksi dua orang atau lebih untuk berserikat
dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah modal, peelitian keuntungan,
pengolahan serta agama yang dianut. Dengan demikian, setiap orang akan menjamin
yang lain, baik dalam pembelian atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut
saling mengisi dalam hak dan kewajibannya yakni masing-masing menjadi wakil
yang lain.
Ulama hanafiah dan zaidiyah membolehkan perserikatan jenis ini berdasarkan sabda
Nabi saw:
‫فاوضوافانهاعظمللبركة‬
“Samakanlah modal kalian sebab hal itu lebih memperbesar barokah”
Alasan lainnya adalah masyarakat banyak yang melakukan perserikatan ini
disetiap generasi, namun tidak ada ulama yang menolanya.
Ulama maliki membolehkan jenis perserikatan ini namun bukan dengan
pengertian yang dikemukakan hanafiah diatas.Mereka membolehkan perserikatan ini
dalam pengertian bahwa masing-masing yang melangsungkan akad memiliki
kewenangan atau kebebasan dalam mengolah modal tanpa membutuhkan pendapat
sekutunya.
Akan tetapi ulama syafiiyyah, hanabilah dan kebanyakan ulama fikih lainnya
menolak syirkah mufawadhah ini dengan alasan, syirkah semacam ini tidak
dibenarkan oeh syara’.Disamping itu untuk merealisasikan adanya kesamaan sebagai
syarat dalam pengongsian ini sangatlah sulit dan mengundang unsure penipuan
(gharar).Oleh karena itu dipadang tidak sah sebagaimana pada jual beli gharar.
Menurut sayyid sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
1. jumlah modal masing-masing sama, jika berbeda maka tidak sah
2. memiliki kewenangan bertindak yang sama. Maka tidak sah syirkah antara anak
kecil dengan orang dewasa
3. agama yang sama. Maka tidak sah syirkah antara muslim dengan non muslim
4. masing-masing pihak dapat bertindak menjadi penjamin bagi yang lain atas apa
yang dibeli dan dijual.

c. Syirkah al-‘Abdan
yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai
dengan kesepakatan. Artinya perserkatan dua orang atau lebih untuk menerima suatu
pekerjaan seperti tukang besi, kuli angkut, tukang jahit, tukang celup, tukang service
elektronik dan sebagainya.Syirkah abdan (fisik) juga disebut syirkah amal (kerja),
syirkah shana’i (para tukang) dan syirkah taqabbul (penerimaan).
Tentang hukum-nya ulama malikiyah, hanafiyah hanabilah, zahidiyah
memperbolehkan syirkah abdan ini.Karena tujuannya syirkah ini mencari
keuntungan dengan modal pekerjaan secara bersama. Namun dengan ulama
malikiyah mensyaratkan untuk keshahihan syirkah itu ya itu harus ada kesatuan
usaha. Selain itu keduanya harus berada ditempat yang sama, kemudian hendaklah
pembagian keuntungan sesuai dengan kadar pekerjaan dari orang yang bersekutu.
Ulama hanabilah meperbolehkan syirkah ini sampai pada hal-hal yang mubah
seperti: pengumpulan kayu bakar, rumput, dan lain-lain hanya saja mereka dilarang
kerjasama dalam hal makelar.
Ulama Syafi’iyyaah, imamiyah dan zafar dari golongan hanafiyah
berpendapat bahwa syirkah ini batal karena syirkah itu dikhususkan pada harta dan
tidak pada pekerjaan. Mereka beralasan antara lain perserikatan dalam bidang
pekerjaan mengandung unsure penipuan sebab salah seorang dari yang bersekutu
tidak mengetahui apakah temannya bekerja atau tidak. Selain itu kedua orang
tersebut bebeda dalam segi postur tubuh, aktiviitas dan kemampuannya.

d. Syirkah al-wujuh
yaitu perserikatan tanpa modal artinya dua orang atau lebih membeli suatu
barang tanpa modal, yang terjadi adalah hanya berpegang kepada nama baik dan
kepercayaan para pedagang terhdap mereka. Dengan catatan keuntungan untuk
mereka.Syirkah ini adalah syirkah tanggungjawab yang tanpa kerja dan modal.
Artinya dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali dapam melakukan
pembelian dengan kredit dan menjualnya dengan harga tunai. Syirkah semacam ini
sekarang mirip dengan makelar. Mereka berserikat membeli barang dengan kredit
kemudian di jual dengan cara tunai dan keuntungannya dibagi bersama. Menurut
syafi’iyah, malikiyah, zahiriyah dan syi’ah imamiyah syirkah semacam ini
hukumnya bathil karena modal dan kerja tidak jelas.Sedangkan dalam syirkah harus
ada modal dan kerja. Sedangkan menurut ulama hanafiyah, hanabilah, dan zahidiyah
hukumnya boleh karena masih berbentuk suatu pekerjaan dan masing-masing pihak
dapat bertindak sebagai wakil disamping itu mereka beralasan syirkah ini telah
banyak dilakukan oleh umat islam dan tidak ada ulama yang menentangnya.
Syirkah wujuh disebut syirkah wujuh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah
antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja
(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal
(maal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhrabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya.Bentuk kedua syirkah wujuh
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa
konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan B adalah tokoh yang
dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujuh, dengan cara membeli barang
dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-
masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang
tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan
kepada C (pedagang).Dalam syirkah wujuh kedua ini, keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang
dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan.Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
‘abdan.Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama
sebenarnya termasuk syirkah mudharabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah
‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya
dalam syariat Islam.Namun demikian, ketokohan yang dimaksud dalam syirkah
wujuh adalah kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah), bukan semata-semata
ketokohan di masyarakat.Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang
tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur,
atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.Sebaliknya, sah syirkah wujûh
yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap
memiliki kepercayaan finansial (tsiqah maaliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur
dan tepat janji dalam urusan keuangan.

e. Syirkah mudharabah
yaitu persetujuan antara pemilik modal dengan seorang pekerja untuk
mengelola uang dari pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu yang
keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Sedangkan kerugian
ditanggung oleh pemilik modal saja. Menurut hanabilah mudharabah dapat dikatakan
sebagai syirkah jika memenuhi syarat sebagai berikut:
1. pihak-pihak yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil
2. modalnya berbentuk uang tunai
3. jumlah modal jelas
4. diserahkan langsung kepada pekerja (pengelola) dengan itu setelah akaq
disetujui
5. pembagian keuntungan diambil dari hasil perserikatan itu bukan dari harta yang
lain.

Tapi menurut jumhur ulama (Hanafiyah, Malikiyah, syafi’iyyah, Zahiriyah,


dan syi’ah imamiyah) tidak memasukkan transaksi mudharabah sebagai salah satu
bentuk perserikatan, karena mudharabah menurut mereka merupakan akad tersendiri
dalam bentuk kerjasama yang lain yang tidak dinamakan dengan perserikatan.

E. Hikmah Syirkah
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan. Ajaran islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama
dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dangan prinsip saling tolong
menolong dan saling menguntungkan, tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa
kerjasma maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.Syirkah pada hakikatnya
adalah sebuah kerjasama yang saling menguntungkan dalam mengembangkan
potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh karena itu islam
menganjurkan umtanya untuk bekerjasama kepada siapa saja dengan tetap
memegang prinsip sebagaimana tersebut di atas. Maka hikmah yang dapat kita ambil
dari syirkah adalah adanya tolong menolong, saling membanatu dalam kebaikan,
menjauhi sifat egoisme, menumbuhkan saling percaya, menyadari kelemahan dan
kekurangan dan menimbulkan keberkahan dalam usaha jika tidak berkhianat dan lain
sebagainya. Allah swt berfirman dalam surat al-Maidah ayat 2:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-
syi'ar Allah,, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-
binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan
dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)
kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.
Rasulullah bersabda:
“ Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling
berkhianat.”
JI’ALAH (MENGUPAH)

A. Pengerian Dan Hukum Ji’alah


Kata ji’alah secara bahasa berarti mengupah. Secara syara’ sebagaimana
dikemukakan oleh sayyid sabiq.
‫عقدعلىمنفعةيظنحصوله‬
“Sebuah aqad untuk mendapatkan materi (upah) yang diduga kuat dapat
diperoleh.” Istilah ji’alah dalam kehidupan sehari-hari diartikan oleh para fuqoha
adalah memberi upah kepada orang lain yang dapat menemukan barangnya yang
hilang atau mengobati orang yang sakit atau menggali sumur sampai memancarkan
air atau seseorang menang dalam sebuah kompetisi. Jadi ji’alah bukan hanya
terbratas pada barang yang hilang namun bisa pada setiap pekerjaan yang bisa
menguntungkan seseorang.
Menurut H. Sulaiman Rasidj, dalam bukunnya fiqih islam, ji’alah adalah
meminta agar mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang ditentukan.
Sedangkan dalam sebuah artikel dikatakan bahwa ji’alah menurut Bahasa: “Barang
yang dijanjikan untuk seseorang atas janji sesuatu yang akan dia kerjakan”.
Menurut Istilah syara’: Tindakan penetapan orang yang sah pentasarrufannya tentang
suatu ganti yang telah diketahui jelas atas pekerjaan yang ditentukan .
Ji’alah ialah meminta agar mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang
ditentukan. Misalnya seseorang kehilangan kuda, dia berkata, ”Barangsiapa yang
mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kepadaku, aku bayar sekian”.
Kata ji’alah bisa dibaca ja’alah.Pada zaman Rasulullah ji’alah sudah dipraktekkan.
Dlam sahih bukhari dan muslim terdapat hadis yang menceritakan tentang seorang
badui yang disengat kemudian dijampi oleh seorang sahabat dengan upah bayaran
beberapa ekor kambing.

B. Landasan hukumnya
Jumhur fuqoha sepakat bahwa hukum jialah mubah. Hal ini didasari karena
jialah diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.Jialah merupaka akad yang sangat
manusiawi. Karena seseorang dalam hidupnya tidak mampu untuk memenuhi semua
pekerjaan dan keinginannya kecuali jika ia memberikan upah kepada oramh lain
untuk membantunya. Contoh orang yang kehilangan dompet maka sangat sukar jika
ia mencari sendiri dompetnya yang hilang tanpa bantuan dari orang lain. Maka ia
meminta kepad orang lain untuk mencarinya dengan iming-iming upah dari
pekerjaannya itu.
Dalam hal lain yang masih termasuk jialaah, Rasulullah membolehkan
memberikan upah atas pengobatan yang menggunakan bacaan Al-Qur’an dengan
surat al-fatihah. Dalam al-qur’an dengan tegas Allah membolehkan memberikan
upah kepada orang lain yang telah berjasa menemukan barang yang hilang. Hal itu
ditegaskan dalam al-qur’an surat Yusuf ayat 72

Artinya : “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa
yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya".”

C. Pelaksaan Jialah
Teknis pelaksanaan jialah bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama bisa
ditentukan orangnya mislanya si Budi.Maka si Budi dengan sendirinya berusaha
mencari barang yang hilang. Kedua bias secara umum artinya orang yang diberi
pekerjaan mencari barang bukan satu orang tapi bersifat umum yaitu siapa saja.
Misalnya seseorang berkata: “Siapa saja yang mengembalikan binatangku yang
hilang maka aku akan berikan imbalan sekian”.
Hal lain yang perlu diperhatikan bahwa jialah tidak disyaratkan datang dari si
pemilik barang yang hilang. Siapa saja yang mengatakan “siapa yang dapat
mengembalikan barang yang hilang kepunyaan si fulan maka ia akan ku berikan
upah sekian”. Kemudian ada orang yang mengembalikan barang tersebut baik dia
mendengar berita itu dari yang mengatakan tadi ataupun berita itu disampaikan oleh
orang lain ketelinganya maka ia berhak menerima jialah(upah). Hal tersebut dapat
dibenarkan karena dalam jialah tidak disyaratkan kehadiran dua pihak yang berakad
namun disyaratkan besar jumlah upah yang harus diterima artinya ia harus tahu
berapa jumlah upah yang harus ia terima artinya ia harus tahu berapa jumlah yang
akan ia terima jika berhasil mengembalikan barang karena hal ini sama dengan sewa-
menyewa. Kalau upah yang akan diberikan itu majhul (tidak diketahui) maka
hukumnya fasid (rusak). Bagaimna jika orang yang mengembalikan barang yang
hilang itu jumlahnya bukan satu orang. Maka upahnya dibagi rata karena mereka
semua sama-sama bekerja meskipun kualitas kerjanya tidak sama.

E. Rukunnya
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam jialah:
1. lafadz. Lafadz itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak
ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seijin orang yang menyuruh
(yang punya barang) maka baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika
barang itu ditemukan.
2. orang yang menjanjikan memberikan upah. Bisa berupa ornag yang kehilangan
barang atau orang lain.
3. pekerjaan (mencari barang yang hilang)
4. upah harus jelas, sudah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum
melaksanakan pekerjaan (menemukan barang).

F. Pembatalan jialah
Masing-masing pihak boleh menghentikan(membatalkan) perjanjian sebelum
bekerja. Jika yang membatalkannya orang yang bekerja, maka ia tidak mendapat
upah, sekalipun ia sudah bekerja. Tetapi jika yang membatalkannya adalah pihak
yang menjanjikan upah, maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak
pekerjaan yang sudah dia kerjakan.

G. Hikmahnya
Jialah merupakan pemberian penghargaan kepada orang lain berupa materi
karena orang itu telah bekerja dan membantu mengambalikan sesiuatu yang
berharga. Baik itu berupa materi (barang yang hilang) atau mengembalikan
kesehatan atau membantu seseorang menghafal al-Qur’an.Hikmah yang dapat dipetik
adalah dengan jialah dapat memperkuat persaudaraan dan persahabatan,
menanamkan sikap saling menghargai dan akhirnya tercipta sebuah komunitas yang
saling tolong menolong dan bahu membantu. Dengan jialah akan terbangun sebuah
semangat dalam melakukan sesuatu bagi para pekerja.
Terkait dengan jialah sebagai sebuah pekerjaan yang baik, islam mengajarkan
bahwa Allah selalu menjanjikan balasan surga bagi mereka yang mau melaksanakan
perintahNya seseorang akan memperoleh pahala dari pekerjaan baik yang ia
kerjakan. Allah berfirman dalam surat al-Zalzalah ayat 7

Artinya “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya


dia akan melihat (balasan)nya.”

Anda mungkin juga menyukai