Anda di halaman 1dari 14

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN
NOMOR :

TENTANG

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan


mewujudkan efektivitas pelayanan di rumah sakit, maka
perlu dibuatkan panduan mengatasi hambatan dalam
populasi pasien guna mencegah terjadinya kekeliruan
dalam proses pemberian pelayanan;
2. Bahwa agar pemberian pelayanan dapat berjalan dengan
baik dan lancar serta pengambilan keputusan yang tepat
maka diperlukan panduan pelaksanaan;
3. Bahwa untuk pelaksanaan butir 1 (satu) dan 2 (dua)
tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktek Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
3. Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit;
5. ……………….
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PANDUAN SKRINING PASIEN


KESATU : Memberlakukan Panduan Skrining Pasien di RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH BANTEN sebagaimana terlampir
dalam Surat Keputusan Direktur;
KETIGA : Apabila dikemudian hari terdapat kekurangan dan
kekeliruan dalam penetapan keputusan ini maka akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana
mestinya.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditandatangani.

Ditetapkan di Banten
Pada tanggal 18 September
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Banten,

dr. Hj. SUSI BADRAYANTI, M.Pd


NIP. 19620518 199909 2 001
DAFTAR ISI

BAB I DEFINISI ......................................................................................... 1


BAB II RUANG LINGKUP ........................................................................... 2
2.1 Hambatan Fisik dalam Proses Komunikasi (disabilitas) ................ 2
2.2 Hambatan Semantik dalam Proses Komunikasi ........................... 3
2.3 Hambatan Psikolohi dalam Proses Komunikasi ............................ 4
2.4 Jenis-jenis Hambatan Lain .......................................................... 4
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................. 5
3.1 Upaya dalam Mengatasi Hambatan .............................................. 5
3.2 Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi dengan Pasien Difabel .... 6
3.3 Cara Mengatasi Hambatan Bahasa Asing dan atau Bahasa Daerah
6
BAB IV DOKUMENTASI ............................................................................. 8
BAB V PENUTUP ....................................................................................... 9
LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR
NOMOR :
TANGGAL :

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN


DALAM POPULASI PASIEN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

BAB I
DEFINISI

Rumah sakit sering kali melayani komunitas dengan berbagai keragaman.


Ada pasien yang mungkin telah berusia tua, atau menderita cacat, kendala
bahasa maupun dialek, juga budaya yang beragam. Rumah sakit
mengidentifikasi hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk
mengurangi hambatan bagi pasien yang mencari pelayanan di RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH BANTEN.
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami.
Gangguan ini masih termasuk dalam hambatan komunikasi. Efektivitas
komunikasi salah satunya akan sangat tergantung pada seberapa besar
hambatan komunikasi yang terjadi. Disabilitas adalah kelainan fisik atau
mental yang dapat menggangu atau menghambat bagi yang menderitanya
untuk melakukan kegiatan secara normal. Tujuan kegiatan ini antara lain
agar pelayanan atau pengobatan berjalan lancar dan meningkatkan kepuasan
pelanggan

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 1


BAB II
RUANG LINGKUP

Hambatan dapat terjadi di semua unit pelayanan dan menjadi tanggung jawab
seluruh unit untuk mengupayakan pengurangan hambatan.
2.1 Hambatan Fisik dalam Proses Komunikasi (disabilitas)
jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran, tuna netra,
tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun komunikan
harus saling bertkomunikasi secara optimal. Bantuan panca indra juga
berperan penting dalam komunikasi ini.
Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa
kategori yaitu :
1. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya
lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas
pada umumnya. Tuna netra dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Kurang awas (low vision) yaitu seseorang dikatakan kurang awas
bila masih memiliki sisa pengelihatan sedemikian rupa sehingga
masih dapat sedikit melihat atau masih dapat mebedakan gelap dan
terang.
b. Buta (blind) yaitu sesorang yang sudah tidak memiliki sisa
penglihatan sama sekali sehingga tidak dapat membedakan gelap
dan terang.
2. Tuna daksa
Seseorang dikatakan tuna daksa apabila terdapat kelainan anggota
tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah
bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk
melakukan gerakan gerakan tubuh tertentu dan untuk
mengoptimalkan potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus.
Tuna daksa dibagi dalam 2 kategori :

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 2


a. Tuna daksa orthopedic yaitu mereka yang megalami kelainan atau
kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi
tubuh.
b. Tuna daksa syaraf yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh
yang disebabkan karena gangguan pada syaraf.
3. Tuna rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila kehilangan daya dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a. Ringan
Umumnya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya
kata kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung
sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat
b. Sedang
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara
radio dengan volume maksimal
c. Berat
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan
orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama
kerasnya dengan jalan pada jam jam sibuk. Biasanya mereka
mengandalkan kemampuan membaca gerak bibir atau bahasa
isyarat untuk komunikasi atau menggunakan alat bantu dengar.
4. Tuna wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami
kesulitan bicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya
alat alat berbicara seperti rongga mulut, lidah, langit langit dan pita
suara. Masalah utama pada diri seorang tuna wicara adalah
mengalami kehilangan atau terganggunya fungsi pendengaran dan
atau fungsi bicara yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan
maupun penyakit.

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 3


2.2 Hambatan Semantik dalam Proses Komunikasi
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata.
Hambatan semantic dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Salah pengucapan kata atau terlalu cepat berbicara
2. Adanya perbedaan makna dan pengertian kata kata yang
pengucapannya sama
3. Adanya pengertian konotatif

2.3 Hambatan Psikologi dalam Proses Komunikasi


Disebut hambatan psikologik karena hambatan tersebut merupakan unsur
dari kegiatan psikis manusia. Hambatan psikologis dibagi menjadi 4, yaitu
:
1. Perbedaan kepentingan
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau
menhayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan stimulus yang ada
hubungannya dengan kepentingannya.
2. Prasangka
Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau
kelompok lain dan sikap serta perilakunta terhadap mereka.
3. Stereotip
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat
negative. Jadi stereotip terbentuk pada dirinya berdasarkan keterangan
keterangan yang kurang lengkap dan subjektif.
4. Motivasi
Merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alas an
alas an atau dorongan dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
manusia berbuat sesuatu.

2.4 Jenis-jenis Hambatan Lain


Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam
pelayanan kesehatan :

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 4


1. Kurangnya pengetahuan
2. Ketakutan dan ketidakpercayaan
3. Rasisme
4. Bias dan etnosentrisme
5. Stereotip perilaku
6. Ritual
7. Hambatan bahasa
8. Perbedaan dalam persepsi dan harapan

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 5


BAB III
TATA LAKSANA

Pelayanan untuk mengatasi hambatan diawali dengan melakukan


assessment hambatan fisik/ komunikasi pada pasien dan atau keluarga
(mengisi formulir identifikasi hambatan fisik/komunikasi untuk mendapatkan
pelayanan yang ada di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN).
Pelayanan umum yang diberikan RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN
untuk pasien difabel :
1. Hambatan fisik dari pasien atau keluarga pasien dapat dibantu oleh
petugas security yang sedang bertugas
2. Pasien difabel yang masih mampu berjalan
Pasien saat masuk RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN dapat
dibantu oleh petugas security dengan cara digandeng/ dipapah dan
kemudian dibantu diarahkan untuk melakukan pendaftaran di Front
Office. Setelah selesai pendaftaran petugas FO / perawat membantu
pasien menuju tempat yang dituju oleh pasien.
3. Pasien difabel dengan kondisi lemah
Pada saat pasien masuk RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN, petugas
security membantu mengantarkan pasien difabel dengan menggunakan
kursi rida atau brankar. Untuk kondisi darurat maka pasien segera
diantarkan ke IGD.

3.1 Upaya dalam mengatasi hambatan


1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan
Contoh “ apakah sudah mengerti pak?”
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
Contoh “apakah ada hal lain yang kurang jelas bu?”
3. Mengecek umpan balik atau hasil
“apakah tadi obat sudah diminum pak?”

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 6


4. Mengulangi pesan yang disampaikan, memperkuat dengan bahasa
isyarat
Contoh “obatnya diminum 3x sehari ya “
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
6. Membuat pesan secara singkat,jelas dan tepat

3.2 Cara Mengatasi Hambatan Komunikasi dengan Pasien Difabel


1. Tuna netra
Untuk mempermudah dan melancarkan penanganan pasien difabel
maka petugas RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN melakukan
komunikasi dengan pasien difabel dengan menggunakan :
a. Melakukan komunikasi efektif. Penyandang tuna netra memiliki daya
dengar yang sangat kuat.
b. Membicarakan dan menjelaskan pada keluarga pasien mengenai data
pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang harus
atau akan dilakukan.
2. Tuna rungu dan tuna wicara
Cara berkomunikasi dengan penderita tuna rungu dan tuna wicara
adalah :
a. Berbicara harus jelas dengan pengucapan yang benar
b. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat
c. Menggunakan komunikasi non verbal seperti gerakan tangan
d. Menggunakan media pulpen dan kertas atau papan dan spidol untuk
menyampaikan pesan
e. Berbicara sambil berhadapan muka, karena penderita ini biasanya
membaca gerak bibir
f. Membicarakan dan menjelaskan pada keluarga pasien mengenai data
pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang harus
atau akan dilakukan.

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 7


3.3 Cara Mengatasi Hambatan Bahasa Asing dan atau Bahasa Daerah
1. Diperlukannya seorang yang mahir dalam berbahasa asing / daerah
(translator)
2. Diperlukannya list dari translator dan jam dinas bersifat on call
3. Jika petugas translator tidak dapat datang segera, maka petugas
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN yang memiliki kemampuan
bahasa asing / bahasa daerah yang baik dapat sementara menangani
hambatan tersebut.
4. Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang dalam berbahasa
menggunakan bahsa asing atau daerah yang tidak dapat difahami maka
staff terkait dapat memanggil translator.

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 8


BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi disimpan pada formulir identifikasi hambatan fisik atau


komunikasi ketika mendapatkan pelayanan yang ada di RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH BANTEN.

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 9


BAB V
PENUTUP

Panduan mengatasi hambatan dalam populasi pasien ini dibuat dan


ditetapkan sebagai panduan di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN
dalam memberikan pelayanan. Bilamana ada perkembangan dan perbaikan
terhadap panduan ini maka dapat dilakukan koreksi demi kemajuan
pelayanan di RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN.

Ditetapkan di Banten
Pada tanggal 18 September
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Banten,

dr. Hj. SUSI BADRAYANTI, M.Pd


NIP. 19620518 199909 2 001

Panduan Mengatasi Hambatan dalam Populasi Pasien 10

Anda mungkin juga menyukai