Anda di halaman 1dari 13

Dewy Shinta Tenri D.

C014181099
GASTRITIS

1. DEFINISI

Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh diet yang tidak
benar, atau makanan atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Sedangkan
menurut Mansjoer tahun 2001, gastritis akut adalah lesi mukosa akut berupa erosi atau
perdarahan akibat faktor- faktor agresif atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.1

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung, secara
histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.
Gastritis adalah episode berulang nyeri epigastrium, gejala sementara atau cepat hilang, dapat
berhubungan dengan diet, memiliki respon yang baik dengan antasid atau supresi asam.1

Dari beberapa pengertian tentang gastritis menurut para ahli, penulis dapat
menyimpulkan bahwa gastritis adalah inflamasi yang terjadi pada mukosa lambung ditandai
dengan adanya radang pada daerah tersebut yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan
yang dapat meningkatkan asam lambung (seperti makanan yang asam atau pedas) atau bisa
disebabkan oleh kebiasaan merokok dan minum alkohol. 1

Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastritis akut adalah
kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas, biasanya
ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil. Sedangkan gastritis kronik merupakan suatu
peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun, yang disebabkan oleh ulkus
dan berhubungan dengan Helicobacter pylori.1

2. PATOFISIOLOGI
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif yang
berperan dalam menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor-faktor tersebut yang berperan
menimbulkan lesi pada mukosa. Dalam keadaan normal, faktor defensif dapat mengatasi
faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan atau kelainan patologi. 2

Tabel (1) : Faktor agresif dan protektif


Faktor agresif Faktor defensif

 Asam lambung  Mukus


 Pepsin  Bikarbonas mukosa
 OAINS  Prostaglandin mikrosirkulasi
 Empedu
 Infeksi virus
 Infeksi bakteri H. pylori
 Bahan korosif : asam dan basa kuat

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat
anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan
alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas. 1
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting
baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel
epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam
bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama
yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai
mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang
merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang
atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung. 2
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak
mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi
kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons
mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi
mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan
dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung
dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis. 3
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan
keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis
atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan
untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus
peptikum (Suyono, 2001). 2

3. KLASIFIKASI
3.1. Gastritis Akut
Definisi1
 Proses peradangan mukosa akut, biasanya bersifat transien.
 Peradangan superficial akibat terpapar oleh zat iritant seperti alcohol, aspirin, steroid,
asam empedu atau terinfeksi oleh Helicobacter Pylori.
 Peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan erosi dan perdarahan mukosa
lambung dan setelah terpapar pada zat iritan. Erosi tidak mengenai lapisan otot
lambung.

Klasifikasi3
a. Gastritis stress akut
yaitu disebabkan akibat pembedahan besar, luka, trauma, luka bakar atau infeksi berat
yang menyebabkan gastritis serta perdarahan pada lambung.
b. Gastritis erosife hemoragik difus
Biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan
perlunya reseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat
stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan.

Etiologi 1
- Kesembronoan diit, misalnya: makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan makanan
yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi
- Alkohol
- Aspirin
- Refluks empedu
- Terapi radiasi
- Gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat atau alkali, yang dapat
menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi

Manifestasi Klinis4
1. Dapat terjadi ulserasi superficial dan mengarah pada hemoragi
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia.
Mungkin terjadi muntah dan cegukan
3. Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik
4. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi
malah mencapai usus
5. Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun napsu makan mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari

3.2. Gastritis Kronis


Definisi
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang menahun.
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri Helicobacter pylori. 4

Etiologi
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa
lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan
terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan
sel chief hilang maka produksi HCL, Pepsin dan fungsi intrinsik lainnya akan menurun dan
dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga
bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser. 4
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel
permukaan gaster, memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang
kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster,
misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat. Karena sel desquamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan
peristaltic tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada
akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa
pada lapisan lambung, sehingga akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan
mukosa. Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. 14
a. Gastritis tipe A:
- Dihubungkan dengan penyakit autoimun, misalnya anemia pernisiosa.
b. Gastritis tipe B:
- Dihubungkan dengan bakteri Helicobacter pylori.
- Faktor diet, seperti minum panas dan pedas.
- Penggunaan obat
- Alkohol
- Merokok
- Refluks isi usus ke lambung

Manifestasi klinis
- Bervariasi dan tidak jelas
- Perasaan penuh, anoreksia
- Distress epigastrik yang tidak nyata
- Cepat kenyang
- Mual dan muntah
- Nyeri epigastrium setelah makan
- Rasa pahit pada mulut

Klasifikasi
Klasifikasi gastritis kronis berdasarkan :
1. Gambaran histopatology
- Gastritis kronik superficial
- Gastritis kronik atropik
- Atrofi lambung
- Metaplasia intestinal
- Perubahan histology kalenjar mukosa lambung menjadi kalenjar-kalenjar
- mukosa usus halus yang mengandung sel goblet.

2.Distribusi anatomi
- Gastritis kronis korpus ( gastritis tipe A).
Sering dihubungkan dengan proses autoimun dan berlanjut menjadi anemia pernisiosa
karena terjadi gangguan absorpsi vitamin B12 dimana gangguan absorpsi tersebut
disebabkan oleh kerusakan sel parietal yang menyebabkan sekresi asam lambung
menurun.
- Gastritis kronik antrum (gastritis tipe B)
Paling sering dijumpai dan berhubungan dengan kuman Helicobacter pylori.
- Gastritis tipe AB
Anatominya menyebar ke seluruh gaster dan penyebarannya meningkat seiring
bertambahnya usia.

4.DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran endoskopi dan histopatologi. Gambaran
endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion,
perdarahan, endematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain menggambarkan
perubahan morfologi sering juga dapat menggambarkan proses yang mendasari, misalnya
otoimun atau respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi berupa
degradasi epitel, hyperplasia foveolar, infiltrasi netrofil, inflamasi sel mononuklear, folikel
limpoid, atropi, intestinal metaplasia, hyperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan kuman H. pylori. 1

Untuk Gastritis akut, ada 3 cara dalam menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis,
gambaran lesi mukosa akut di mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan tepi
rata pada endoskopi, dan gambaran radiologi (atrofi; mukosa yg menipis, hipertrofi; mukosa
kasar bisa disertai dengan hipersekresi, foto 3 lapis). 14

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan


dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung. Perlu pula dilakukan
kultur untuk membuktikan adanya infeksi H. pylori apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum mengingat angka kejadianya cukup tinggi yakni 100 %.5

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap ( bila ditemukan leukositosis  terdapat tanda


infeksi)

2. Radiologis : gambaran atrofi/hipertrofi mukosa gaster , foto 3 lapis  khas untuk gastritis
(dengan kontras ganda)

3. Endoskopi : lokasi terbanyak kelainan di lambung ialah sekitar angulus, antrum, dan
prepilorus.

4. Gastroskopi : untuk melihat mukosa lambung, misalnya warna, licin tidaknya mukosa
lambung, ada tidaknya kelainan, dimana letak kelainan ditemukan. (mulai dari fundus, korpus,
dinding anterior, dan posterior, kurvatura minor dan mayor, angulus, antrum, prepilorus, dan
pilorus)

4. pemeriksaan histopatologi

6. PENATALAKSANAAN
Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 129), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut
adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-
obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor
H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor
berupa sukralfat dan prostaglandin. 5
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko
tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat
menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian
antasida dan antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi
perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan. 5
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis
yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik
adalah dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa. 5
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek
teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si
pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa
mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi
arteri gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar absolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar
disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai
permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik
atau fundal) dan tipe B (antral). 6
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila
terdapat ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.
Namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang
diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang
disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa
harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai. 5
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,
mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik
(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan gastritis
tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12. 7

7. TERAPI NON-MEDIKAMENTOSA
 DIET. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang
dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang
aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik
daripada makan yang sekaligus kenyang. 8
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin,
makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu
pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan makanan
biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang. 7
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat
pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks dudenogastrik
akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus.
Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam lambung tetapi dapat
memperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan angka kematian karena efek
peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit jantung koroner.
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang asam,
coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah
sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan
sebaiknya jangan diminum sewaktu perut kosong. 8
 OBAT-OBATAN. OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral
(supositorik dan injeksi) tidak terbukti lebih aman. Bila diperlukan dosis OAINS
diturunkan atau dikombinasikan dengan ARH2/PPI/misoprostrol. Pada saat ini
sudah tersedia COX 2 inhibitor yang selektif untuk penyakit OA/RA yang kurang
menimbulkan keluhan perut. Agen inhibitor COX-2 selektif dibedakan menurut
susunan sulfa (rofecoxib, etoricoxib) dan sulfonamida (celecoxib, valdecoxib).
Penggunaan parasetamol atau kodein sebagai analgesik dapat dipertimbangkan
pemakaiannya. 2

8. TERAPI MEDIKAMENTOSA
 ANTASIDA. Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering
digunakan untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang
mengandung magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek
samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc. 1

 KOLOID BISMUTH (COLOID BISMUTH SUBSITRAT/CBS DAN BISMUTH


SUBSALISILAT/BSS). Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh
asam dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG,
bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS neuro
toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta adanya
efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan relaps
berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa tinja
berwarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan. 3
 SUKRALFAT. Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti
dengan aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui
pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul
protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang melindungi ulkus
dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesa prostaglandin,
menambah sekresi bikarbonat dan mukus, meningkatkan daya pertahanan dan
perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr sehari. 5

 PROSTAGLANDIN. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung


menambah sekresi mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang
kuat dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya
ulkus lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis anjuran 4x200 mg
atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan
menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjuran pada orang hamil dan
yang menginginkan kehamilan. 6

 ANTAGONIS RESEPTOR H2/ARH2. (Cimetidin, Ranitidine, Famotidine,


Nizatidine), struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir
efek histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan sekresi
asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih dominan dalam
rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam dalam potensi
yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari famotidin karena
dosis terapeutik lebih besar.
 PROTON PUMP INHIBITOR/ PPI (Omeprazol, Lanzoprazol, pantoprazol,
Rabeprazol, Esomesoprazol). Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim
K+ H+ ATPase yang akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen
lambung. PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,
menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor
agresif pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs
regimen. 7
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari

 REGIMEN TERAPI HELICOBACTER PYLORI


Terapi Triple. Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan
adalah: bismuth, metronidazole, tetrasiklin. Regimen triple terapi (PPI 2x1,
Amoxicillin 2x1000, klaritromisin 2x500, metronidazole 3x500, tetrasiklin 4x500)
dan yang banyak digunakan saat ini: 6
1. Proton pump inhibitor (PPI) 2x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2x500
2. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin)
3. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x 1000
4. PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Lama pengobatan eradikasi HP 1 minggu (esomesoprazol), 5 hari rabeprazole. Ada
anjuran lama pengobatan eradikasi 2 minggu, untuk kesembuhan ulkus, bisa
dilanjutkan pemberian PPI selama 3-4 minggu lagi. Keberhasilan eradikasi
sebaiknya di atas 90%. Efek samping triple terapi 20-30%.7
Kegagalan pengobatan eradikasi biasanya karena timbulnya efek samping dan
compliance dan resisten kuman. Infeksi dalam waktu 6 bulan pasca eradikasi
biasanya suatu rekurensi denfan infeksi kuman lain.
Tujuan eradikasi HP adalah mengurangi keluhan/gejala, penyembuhan ulkus,
mencegah kekambuhan. Eradikasi selain dapat mencegah kekambuhan ulkus, juga
dapat mencegah perdarahan dan keganasan. 8
Terapi Quadripel. Jika gagal dengan terapi triple, maka dianjurkan memberikan
regimen terapi Quadripel yaitu: PPI 2x sehari, Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ
4x250, Tetrasiklin 4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan triple terapi.
Bila belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas. 7

9. KOMPLIKASI 8
1. Gastritis akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah hematemesis atau melema.
2. Gastritis kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan anemia karena gangguan
absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).

10. PROGNOSIS 8

1. Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.


2. Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe A.
3. Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala klinis yang
berulang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta: EGC; 1996.
Hal. 551- 2; 556-9.
2. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI
3. Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Vol 1 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
4. Price, and Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
5. Okviani, Wati. 2011. Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-
pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf
6. Setiadi. 2007. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu
7. Hirlan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
8. Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E, et al
(eds). Harrison’s principles of internal medicine 16th editions. United States: McGraw-
Hill Companies; 2015. p. 1746- 56.

Anda mungkin juga menyukai