1. Mempertahankan Keseimbangan elektrolit, air, asam dan basa
Pada kondisi dehidrasi yang disebabkan antara lain karena diare atau muntah maka dapat diberikan cairan oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Pada kasus metabolik asidosis, dapat diberikan infsus larutan natriumhidrogenkarbonat 8,5% atau larutan trometamol 0,3 molar. Sedangkan pada metabolik alkalosis, maka diberikan infus Largininhidroklorida 1 molar atau L-lisinhidroklorida 1 molar dengan selalu mengawai kesetimbangan asam –basa. 2. Decontamination (Pembersihan) Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi absorbsi bahan racun dengan melakukan pembersihan. Hal ini tergantung dari bagaimana cara bahan tersebut masuk kedalam tubuh. a. Pertolongan pada keracunan eksterna Keracunan pada kulit Apabila racun mengenai kulit, maka pakaian yang terkena racun harus diganti. Kemudian daerah yang terkena dibilas dengan air hangat atau pasien diharuskan untuk mandi. Jika kulit terluka parah maka cuci dengan air (yang tidak terlalu hangat) dan sabun. Penanganan lain yang dapat dilakukan yaitu membersihkan dengan polietilenglikol 400. Kerusakan pada mata Jika zat merangsang mata (zat apapun tanpa membedakan jenis bahannya), maka mata harus dicuci bersih dengan menggunakan banyak air, sebaiknya pada kondisi kelopak mata terbalik. Kemudian mata dapat dibilas dengan larutan seperti larutan hidrogenkarbonat 2% jika mata tekena zat asam ATAU dibilas dengan asam asetat 1% / larutan asam borat 2% jika mata terkena alkali. Mata harus dibilas terus menerus selama 5- 10 menit sebelum dilakukan pemeriksaan. Bila mata terkena benda padat maka harus digunakan anastesi lokal untuk mengeluarkan benda tersebut dari mata. Untuk mencegah menutupnya mata dengan kuat sehingga dapat mempermudah pembersihan, dapat diberikan beberapa tetes larutan anastesi lokal. Jika terdapat air kapur masuk ke mata, hal ini dapat menyebabkan pengeruhan kornea tau penimbunan calsium pada permukaan mata. Penanganan hal ini dilakukan dengan pemberian Natrium edetan (dinatrium – EDTA – 0.35 sampai 1,85%). Larutan ini akan membuat endapan kalsium menjadi larut. Larutan lain yang kadang-kadang juga digunakan adalah amonium tartrat netral 10%. Apabila mata terkena gas air mata mengakibatkan terjadainya rangsangan yang intensif pada konjungtiva, menimbulkan nyeri menusuk pada mata sehingga terbentuk air mata yang banyak. Pada mata yang hanya terpejan sedikit gas air mata, maka pembentukan air mata adalah merupakan pertolongan yang dapat memulihkan mata dengan sendirinya. Tetapi pada kasus yang berat, maka mata sebaiknya dibilas dengan air atau lebih baik menggunakan larutan natriun hidrogen karbonat 2% dalam waktu cukup lama. Jika rasa sakit tetap dirasakan maka perlu digunakan anastesi lokal dengan dibawah pengawasan dokter. Pada konsentrasi yang tinggi, gas air mata dapat menyebabkan terjadinya kerusakan selaput lendir paru-paru dan bahkan kemungkinan dapat terjadi udema paru-paru. b. Penanganan pada keracunan oral Pada kasus keracunanan secara oral, ada beberapa penanganan yang bisa dilakukan: Menghindari absorbsi sejumlah racun yang ada dalam saluran pencernaan dengan memberikan adsorbensia dan atau laksansia dan pada kasus keracunan tertentu diberikan parafin cair. Adsorben yang paling banyak digunakan dan bermanfaat adalah karbon aktif. Dosis yang digunakan pada orang dewasa normal adalah 50 gram dalam ½ - 1 liter air. Racun akan diabsorbsi oleh karbon aktif dan air minum yang diminum bersama karbon aktif tersebut akan membantu mengencerkan racun. Pada keracunan basa organik dapat digunakan campuran Magnesium Oksida dan karbon aktif dengan perbandingan 1:2. Adsorbsi zat organic akan paling kuat bila zat tersebut dalam bentuk terdisosiasi. Penetralan lambung yang asam oleh magnesium hidroksida pada keracunan basa akan meningkatkan kerja adsorben. Pada suasana yang basa, akan membuat basa organik tetap dalam bentuk senyawanya dan tidak terdisosisi. Disamping itu dengan adanya peningkatan pH akan meningkatkan pengendapan ion logam berat. Sidat adsorbs dari karbon aktif tidak akan terpengaruh dengan keberadaan magnesium oksida atau laksansia garam (magnesium sulfat dan natrium sulfat.) Kadang tanin juga ditambahkan, dengan komposisi karbon aktif: magnesium oksida: tannin = 2 :1: 1. Kombinasi ini dikenal dengan antidote universal. Tanin berfungsi untuk mengndapkan zat tertentu yang berasal dari tanaman terutama alkaloid. Pemakaian karbon aktif ini tidak mempengaruhi pembilasan lambung. Tetapi jika direncanakanakan dilakukannya pembilasan lambung maka sebaiknya cairan yang diberikan bersama karbon aktif dibatasi. Hal ini untuk mencegah masuknya racun dari lambung ke usus. Jika racun bersifat korosif (asam atau basa kuat) maka pemberian protein (seperti susu) sangat bermanfaat karena dapat menetralisasi, mengadsorbsi, dan meringankan keluhan. Garam Laksansia bekerja dengan merangsang peristaltik pada saluran cerna dan penggunaan pada penanggulangan keracunan dapat memberikan hasil yang baik. Garam laksansia dapat mengencerkan racun dengan memperlambat absorbsi air karena efek osmotic yang ditimbulkan. Contoh garam laksansia adalah natrium sulfat. Untuk penggunaannya:10 gram natrium sulfat dilarutkan dalam 100 ml air hangat. Efek kerja terjadi setelah 3 – 5 jam. Minyak parafin digunakan untuk mengatasi keracunan pelarut organik. Minyak parafin ini mempunyai sifat yang sulit untuk diabsorbsi. Minyak parafin akan bercampur dengan pelarut organik, dengan cara ini maka akan menurunkan absorbsi dari pelarut organic tersebut. Menetralkan atau menginaktivasi racun secara kimia menjadi bentuk yang kurang/tidak toksik, yaitu dengan membentuk garam yang sukar larut atau perubahan menjadi senyawa yang tidak berkhasiat atau tidak toksik. Penetralan racun yang bersifat asam dapat dinetralkan dengan susu atau antasida, dan Basa dapat dinetralkan dengan asam encer (seperti dengan 3 sendok makan cuka dapur dalam segelas air). Pembentukan garam yang sukar larut, misalnya dilakukan pada kasus keracunan asam oksalat. Pemberian kalsium gluconat dapat membentuk garam kalsium oksalat yang sukar larut dalam air. Contoh perubahan menjadi senyawa yang tidak aktif : pemberian kalium permanganate bersama cairan pembilas lambung (pada perbandingan 1:10000) pada keracunan Hal ini akan merusak secara oksidatif menjadi fosfat yang tidak toksik. Mengosongkan saluran cerna dengan cepat dengan cara seperti: bilas lambung atau membuat muntah sebelum absorbsi terjadi. Pembilasan lambung dapat dilakukan pada indikasi tertentu (misalnya keracunan organo fosfat seperti baygon), sehingga racun yang masuk dapat dihilangkan. Pembilasan lambung harus selalu dibawah pengawasan dokter sesuai dengan keadaan pasien. Setelah dilakukan bilas lambung, lebih baik diberikan adsorbensia dan laksansia garam jika didapat dugaan bahwa sebagian racun masuk ke usus. Merangsang muntah dapat dilakukan oleh orang awam. Merangsang muntah tidak boleh dilakukan pada keracunan bahan korosif dan minyak tanah, serta penderita dengan kesadaran menurun / kejangkejang. Merangsang muntah ini dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: dengan rangsangan mekanis (= memasukkan jari kedalam kerongkongan), atau pemberian larutan natriumm klorida hangat (2 sengok makan penuh dalam segelas air), tetapi hal ini tidak boleh dilakukan pada anak-anak. Bila tidak terjadi muntah setelah pemberian natrium klorida maka dapat terjadi hipernatriemia dengan udema otak. Pada kasus ini, maka harus segera dilakukan pembilasan lambung. Keracunan pada anak-anak dapat diberikan Sirup Ipecacuanhae. Pada orang yang pingsang tidak boleh diberikan zat yang merangsang muntah karena dapat menyebakan bahaya aspirasi. Selain itu juga tidak boleh diberikan kepada orang yang keracunan detergen, hidrokarbon (seperti bensin) atau hidrokarbon terhalogenasi ( Carbon tetraklorida), atau asam/ basa / obat yang melumpuhkan pusat muntah (seperti sedativa). Tindakan merangsang muntah pada kasus keracunan, seringkali masih menimbulkan pertanyaan. Misal pemakaian sirup ipecacuanhae baru efektif bekerja15 – 30 menit setelah pemberian. Selama waktu tersebut maka racun dapat masuk ke usus sehingga penggunaan emetika tidak bermanfaat. Usaha merangsang muntah dapat memperlambat penggunaan adsorbensia, yang sering lebih efektif dalam penanggulangan keracunan. Dan pada pasien penggunaan adsorbensia lebih menyenangkan. Selain itu karbon aktif adapat mengadsorbsi zat emetika sehingga zat tersebut menjadi tidak efektif. Pada dasarnya , penanganan keracunan harus disesuaikan dengan kondisi pasien dan sebaiknya dipilih cara yang lebih mudah terlebih dahulu jika keadaan memungkinkan. Yang lebih penting diatas semuanya adalah keselamatan pasien. 3. Eliminasi Pada tindakan ini, dilakukan pembersihan racun dimana diperkirakan racun telah beredar dalam darah, dengan cara antara lain: peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin dan hemodialisa. Peningkatan ekskresi kedalam urin dengan cara diuresis dan pengubahan pH urin Zat lipofil yang umumnya termasuk asam dan basa lemah, bila dalam bentuk tak terionisasi dapat melewati sawar lipid tanpa kesulitan sehingga dapat masuk kedalam organ – organ penting seperti otak. Pada ginjal, setelah racun melewati proses ultrafiltrasi maka 90 % elektrolit dan air akan direabsorbsi dari urin, sehingga racun akan dipekatkan kurang lebih 10 kali konsentrasi dalam plasma. Dari jumlah ini, yang tidak terikat pada protein plasma tergantung dari jumlah racun yang pada urin. Selanjutnya racun dapat berdifusi kembali kedalam plasma melalui membran lipid epitel. Sehingga hampir 90% racun dalam urin dapat diabsorbsi kembali. Jadi hanya sekitar 10% saja yang benar-benar keluar bersama urin. Jika proses reabsorbsi pasif dapat dikurangi maka laju ekskresi dapat ditingkatkan sehingga waktu paruh akan turun. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah pH urin yaitu: membasakan urin / meningkatkat pH urin sehingga memperbesar ionisasi asam organik lemah, atau mengasamkan urin / menurunkan pH urin yang akan menaikkan ionisasi basa organik lemah. Zat organik yang terionisasi, tidak akan dibsorbsi kembali. Maka kecepatan ekskresi dalam urin akan meningkat. Dengan melihat nilai kecepatan absorbsi maka akan diketahui apakah pengubahan pH urin akan bermanfaat. Cara yang lain untuk meningkatkan ekskresi kedalam urin adalah penggunaan diuresis. Diuresis adalah zat yang dapat merangsang terjadinya ekskresi melalui urin. Diuresis paksa dapat dilakukan dengan pemberian Osmodiuretika (seperti manitol) atau diuretic jerat henle (seperti: furosemida) dalam bentuk infus. Selanjutnya dilakukan terapi penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Diuresis paksa tidak boleh dilakukan pada keadaan syok, dekompensasi jantung, gagal ginjal, edema paru, dan keracunan akibat bahan yang tidak dapat diekskresi melalui ginjal. Hemodialisa Pengertian proses hemodialisa dalam hal ini adalah terjadinya difusi pasif racun dari plasma kedalam cairan diálisis melalui sebuah membran. Tindakan ini dilakukan pada keracunan dengan koma yang dalam, hipotensi berat, kelainan asam basa dan elektrolit, penyakit ginjal berat, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit hati, dan pada kehamilan. Umumnya dilakukan pada keracunan pada dosis letal dari bahan alcohol, barbiturat,karbamat, paracetamol, aspirin, amfetamin, logam berat dan striknin. Pada proses hemodialisis ini menguntungkan karena susunan caiaran diálisis dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Pada proses dialisis in dapat ditambahkan adsorbensia. Adsorbensia cukup menguntungkan karena sifat ikatan yang kuat serta kapasitas ikatan yang tinggi untuk beberapa zat . Tetapi penggunanaan zat ini memiliki kerugian yaitu komponen yang tidak toksis seperti vitamin, hormon, asam amino dan bahan makanan juga dapat ditarik dari plasma. Pelaksanaan tindakan ini cukup merepotkan dan mahal, tetapi tindakan ini harus dilakukan pada kasus keracunan berat seperti pada keracuanan zat nefrotoksik kuat (misal : raksa (II florida). Zat nefrotoksik dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang parah sehingga eliminasi ginjal akan sangat berkurang. Langkah ini berlaku pada racun yang dapat melewati membran diálisis. Pada umumnya pada zat yang mengalami ultraflitrasi oleh ginjal. Berikut ini adalah zat yang perlu dilakukan diálisis jika kadar pada plasma melampaui konsentrasi berikut ini, antara lain untuk: metanol (50 mg/100 ml plasma), fenobarbital (20 mg/ 100 ml plasma), dan asam salisilat (90 mg / 100 ml plasma). Untuk zat yang eliminasinya cepat sehingga waktu paruh dalam plasma lebih singkat atau kurang lebih sama dengan dengan yang digunakan pada diálisis, tentu tidak perlu menggunakan proses ini.
Sumber : Ganiswara, S.G., 2007,Farmakologi dan Terapi,Edisi V, 826, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.