Anda di halaman 1dari 36

EVALUASI KINERJA UNIT INSTALASI PENGOLAHAN

AIR LIMBAH BOJONGSOANG BANDUNG

MUHAMMAD IHSAN FIRDAUS

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kinerja Unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang Bandung adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2017

Muhammad Ihsan Firdaus


NIM F44130018
ABSTRAK
MUHAMMAD IHSAN FIRDAUS. Evaluasi Kinerja Unit Instalasi Pengolahan
Air Limbah Bojongsoang, Bandung. Dibimbing oleh SATYANTO KRIDO
SAPTOMO dan JOANA FEBRITA.

Pengolahan air limbah diperlukan agar kualitas air limbah sesuai dengan
baku mutu dan tidak membahayakan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui kualitas air limbah berdasarkan parameter BOD, COD, TSS, dan pH
di influen serta efluen masing-masing unit instalasi pengolahan air limbah (IPAL),
membandingkan efisiensi penurunan konsentrasi pencemar dengan literatur, dan
membandingkan kualitas air limbah di outlet dengan baku mutu. Penelitian
menggunakan sampel yang diambil di IPAL Bojongsoang Bandung dan pengujian
dilakukan di Laboratorium PDAM Kota Bandung. Efisiensi pengurangan
pencemar terbesar pada unit set A yaitu untuk parameter TSS 66,67%, BOD
87,55%, dan COD 81,28%. Pada unit set B efisiensi pengurangan pencemar
terbesar adalah parameter TSS sebesar 55,88%, BOD 73,91%, dan COD 73,05%.
Unit pengolahan di set A telah memenuhi syarat untuk parameter BOD dan COD
untuk oxidation ditch (80-90%). Konsentrasi di outlet pada unit set A untuk TSS
50 mg/l, BOD 27 mg/l, COD 67 mg/l, dan pH 6,5, sedangkan di unit set B untuk
TSS 75 mg/l, BOD 21 mg/l, COD 45 mg/l, dan pH 6,5. Dibandingkan dengan
baku mutu yang berlaku nilai parameter COD dan pH telah memenuhi standar.

Kata kunci: BOD, COD, evaluasi kinerja, IPAL, pH, TSS

ABSTRACT
MUHAMMAD IHSAN FIRDAUS. Performance Evaluation of Wastewater
Treatment Plant Unit Bojongsoang, Bandung. Supervised by SATYANTO
KRIDO SAPTOMO and JOANA FEBRITA.

Wastewater treatment is required in order to improved wastewater quality in


accordance with the water quality standard and not harm the environment. The
purpose of this research were to determine the quality of wastewater based on
BOD, COD, TSS, and pH parameters in the influent and effluent of each unit of
wastewater treatment plant (IPAL), to compare the efficiency in reducing
pollutant concentration with the literature, and comparing the quality of
wastewater at outlets with water quality standards. The research used samples
taken in IPAL Bojongsoang Bandung and the test were done at PDAM Bandung
laboratory. The highest efficiency of pollutant reduction in unit set A for TSS
parameter was 66.67%, BOD 87.55%, and COD 81.28%. While for unit set B the
biggest pollutant reduction efficiency for TSS parameter was 55.88%, BOD
73.91%, and COD 73.05%. The processing unit set A had been eligible for BOD
and COD parameters for oxidation ditch (80-90%). Concentrations at outlets in
unit set A for TSS was 50 mg/l, BOD 27 mg/l, COD 67 mg/l, and pH 6.5, while in
unit set B TSS was 75 mg/l, BOD 21 mg/l, COD 45 mg/l, and pH 6.5. Comparing
to the water quality standard the value of COD and pH had fulfill the standard.

Keywords: BOD, COD, performance evaluation, IPAL, pH, TSS


EVALUASI KINERJA UNIT INSTALASI PENGOLAHAN
AIR LIMBAH BOJONGSOANG BANDUNG

MUHAMMAD IHSAN FIRDAUS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan karunia dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Evaluasi Kinerja Unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang Bandung” ini dapat diselesaikan.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan.
Penelitian dan penyusunan skripsi dapat dilaksanakan atas dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih disampaikan kepada:
1. Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP., M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Joana
Febrita, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang senantiasa membimbing dan
mengarahkan dalam penyelesaian skripsi, memberikan banyak ilmu, dan
memberikan banyak saran yang bermanfaat,
2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr. atas kesediaan menjadi dosen penguji dan memberi
saran,
3. Kedua orang tua, Bapak Uki Marzuki dan Ibu Lida Amalia yang selalu
mendukung dalam bentuk do’a maupun materi,
4. Pihak PDAM Tirtawening Kota Bandung yang telah memberikan izin
penelitian serta pihak IPAL Bojongsoang atas pengarahannya selama di
lapangan,
5. Teman – teman satu bimbingan, M. Haykal, Sadewo Kusumo, Irfan Risyad,
dan Abang Zuhri yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya dalam
penyusunan skripsi,
6. Teman – teman satu perjuangan, Cahyandika Yoga, Ramananda A, Irfan
Risyad, M. Yahya F, Fikali Maklas, dan Ario Bimo W yang selalu menemani,
memberikan dukungan dan semangat setiap harinya untuk menyelesaikan
skripsi,
7. Teman-teman di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian
Bogor angkatan 50 (SIL 50) untuk setiap semangat dan bantuannya dalam
penyelesaian skripsi ini.
Harapannya segenap pihak yang terkait dapat memberikan saran, tanggapan,
dan solusi yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat nyata terhadap perkembangan pengolahan air limbah.

Bogor, September 2017

Muhammad Ihsan Firdaus


i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR ii
DAFTAR LAMPIRAN ii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Limbah Cair Domestik 2
Instalasi Pengolahan Air Limbah 3
Kualitas Air 6
METODE PENELITIAN 8
Waktu dan Lokasi Penelitian 8
Alat dan Bahan 8
Prosedur Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Instalasi Pengolahan Air Limbah 11
Kualitas Air Limbah 13
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 24
RIWAYAT HIDUP 28
ii

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik limbah cair 3
Tabel 2 Perbandingan proses kolam pengolahan 6
Tabel 3 Tingkatan pencapaian pengolahan dari berbagai unit operasi dan
unit proses 7
Tabel 4 Baku mutu air limbah domestik 11
Tabel 5 Unit pengolahan di IPAL Bojongsoang 11
Tabel 6 Perbandingan desain 12
Tabel 7 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi BOD 14
Tabel 8 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi COD 16
Tabel 9 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi TSS 17
Tabel 10 Baku mutu limbah cair SK.Gubernur Jabar No. 6 Tahun 1999 19
Tabel 11 Hasil pengukuran parameter Bulan April 19

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Cara kerja kolam anaerobik 4


Gambar 2 Cara kerja kolam fakultatif 5
Gambar 3 Bagan alir penelitian 9
Gambar 4 Kadar BOD dengan metode grab 13
Gambar 5 Kadar BOD dengan metode time detention 14
Gambar 6 Kadar COD dengan metode grab 15
Gambar 7 Kadar COD dengan metode time detention 15
Gambar 8 Kadar TSS dengan metode grab 16
Gambar 9 Kadar TSS dengan metode time detention 17
Gambar 10 Kadar pH 18

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah 24
Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian 24
Lampiran 3 Pelayanan Jaringan Air Limbah 26
Lampiran 4 Unit di IPAL Bojongsoang 27
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa


Barat yang kini telah mengalami pencemaran yang sangat kuat akibat
pemanfaatan yang melebihi daya dukungnya. Aktivitas yang ada di DAS ini
antara lain adalah pertanian/perkebunan, pemukiman, industri, perikanan, dan
pembangkit listrik (Garno 2002). Limbah domestik yang dihasilkan dari
pemukiman di Kota Bandung yang termasuk kedalam daerah pelayanan PDAM
Tirtawening Kota Bandung diolah di IPAL Bojongsoang Bandung. Komposisi
limbah domestik umumnya didominasi oleh bahan organik, parameter yang umum
digunakan berdasarkan PERMEN LHK NOMOR P.68 Tahun 2016 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik diantaranya ternasuk biochemical oxygen demand
(BOD), chemical oxygen demand (COD), total suspended solid (TSS), dan pH.
Beban pencemaran domestik untuk setiap orang berbeda-beda. Setiap orang
di Indonesia diperkirakan akan mengeluarkan BOD sebesar 25 g/orang/hari dan
COD sebesar 57 g/orang/hari (Salim 2002). Rata-rata pemakaian air bersih setiap
orang adalah 150 l/hari. Jumlah air limbah yang dihasilkan sebesar 105 l/org/hari
(PDAM 2015). Air limbah memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
kesehatan manusia, menurut Salim (2002) limbah cair domestik yang masuk ke
badan air akam menyebabkan dampak terhadap kualitas air antara lain:
eutrophication, water borne disease, mempercepat korosivitas, dan biaya
pengolahan bagi keperluan air bersih menjadi lebih mahal dan sulit akibat beban
polutan yang tinggi dan beragam komposisinya.
Agar kualitas air limbah sesuai dengan baku mutu dan tidak membahayakan
lingkungan, maka diperlukan desain instalasi pengolahan air limbah. Sarana air
kotor secara perpipaan lengkap dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
dibangun melalui proyek BUDP Dewi Sartika Tahap I dan Tahap II dalam rangka
penataan sanitasi lingkungan di Kota Bandung dan dikelola oleh PDAM Kota
Bandung. Instalasi pengolahan ini mempunyai kapasitas ± 243.000 m3 dan dapat
melayani ± 400.000 jiwa penduduk untuk daerah pelayanan Bandung Timur,
Bandung Tengah, dan Bandung Selatan. Instalasi ini dijalankan dengan proses
melalui sistem kolam stabilisasi yang sangat bergantung kepada faktor alam.
Instalasi ini terletak di Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung dengan areal
85 Ha (PDAM 2015).
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Siregar (2004) di laboratorium
Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung menunjukkan bahwa pada tahun
2004 konsentrasi BOD di inlet bernilai 739,5 mg/l dan di outlet 53,39 mg/l,
sedangkan COD di inlet 134,5 mg/l dan di outlet 108,79 mg/l. Jika dibandingkan
dengan baku mutu limbah cair SK.Gubernur Jabar No. 6 Tahun 1999 nilai BOD
dan COD tidak masuk ke dalam standar yaitu 50 mg/l dan 100 mg/l. Sehingga
perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kinerja dari unit IPAL tersebut terlebih
lagi karena ada pergantian nilai baku mutu air limbah domestik Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia 2016 Nomor 68 untuk nilai
BOD 30 mg/l dan COD 100 mg/l. Serta ditambahkan peninjauan dengan
parameter TSS dan pH.
2

Perumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut di atas maka rumusan masalah penelitian


adalah:
1. Berapa besar nilai BOD, COD, TSS, dan pH pada influen dan efluen pada
setiap unit IPAL?
2. Bagaimana efisiensi penyisihan pencemar pada masing-masing unit IPAL?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:


1. Mengetahui kualitas air limbah berdasarkan parameter BOD, COD, TSS, dan
pH di influen serta efluen masing-masing unit.
2. Membandingkan kualitas air limbah di outlet dengan baku mutu.
3. Membandingkan efisiensi setiap unit pengolahan air limbah dalam
menurunkan konsentrasi pencemar dengan literatur.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada


pengelola IPAL Bojongsoang mengenai kinerja IPAL Bojongsoang dan efisiensi
kerja unit pengolahan air limbah dalam menurunkan konsentrasi pencemar.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:


1. Penelitian ini membahas mengenai evaluasi penurunan konsentrasi pencemar
pada limbah di setiap unit pengolahan air limbah dan bagaimana unit IPAL
bekerja.
2. Pengambilan sampel dilakukan di IPAL Bojongsoang Bandung dan pengujian
dilakukan di Laboratorium Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang
Bandung.
3. Parameter yang diukur meliputi COD, BOD, TSS, dan pH.

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Cair Domestik


Limbah cair adalah limbah yang mempunyai sifat cair yang komposisinya
meliputi bahan organik, anorganik, dan lainnya. Bahan organik dan anorganik
adalah bahan yang dapat mengalami degradasi oleh mikroorganisme. Limbah cair
yang mengandung bahan ini pada umumnya berasal dari kegiatan manusia di
permukiman (Nasution 2003).
Karakteristik air limbah dapat diketahui berdasarkan parameter – parameter
tertentu seperti BOD, COD, TSS, TDS, dan lainnya. Oleh karena pencemaran
lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia
maka perlu dilakukan pengurangan pencemaran lingkungan atau apabila mungkin
3

dihilangkan sama sekali (Isyuniarto dan Andrianto 2009). Sementara menurut


Metcalf dan Eddy (2003) karakteristik limbah cair yang berasal dari domestik
memiliki kadar yang terkandung dalam air seperti pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik limbah cair


Parameter Satuan Kadar rata-rata
BOD mg/l 220
COD mg/l 500
TSS mg/l 220

Pengolahan limbah merupakan usaha untuk mengurangi atau membuat


stabil zat-zat pencemar sehingga saat dibuang tidak membahayakan lingkungan
dan kesehatan. Tujuan utama dari pengolahan air limbah adalah mengurangi
kandungan bahan pencemar yang berupa organik, padatan tersuspensi, mikroba
patogen, dan senyawa organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
alami (Wulandari 2014).

Instalasi Pengolahan Air Limbah


Menurut Wulandari (2014) instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau
wastewater treatment plant (WWTP) adalah sebuah infrastruktur yang dirancang
untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air sehingga memungkinkan
air tersebut untuk dapat digunakan kembali pada aktivitas yang lain. Tujuan utama
pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam
air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa
organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam.
Unit pengolahan fisik yang terdapat di IPAL yaitu:
1. Bar screen yaitu unit untuk menyaring menyaring benda terapung sejenis
sampah agar tidak sampai masuk ke intake. Sampah yang masuk ke instalasi
pengolahan akan mengganggu kerja pompa, valve, perpipaan, dan
perlengkapan lain oleh karena itu unit ini harus manjadi yang pertama kali
diperhatikan.
2. Grit chamber adalah tempat proses pengolahan air yang memiliki fungsi
menghilangkan tanah kasar, pasir dan partikel halus mineral dari air yang akan
diolah sehingga tidak mengendap dalam saluran ataupun pipa dan melindungi
pompa dan mesin dari abrasi. Secara teoretis, partikel yang bisa diendapkan
oleh grit chamber ini adalah partikel yang berukuran >200 mm. Pada instalasi
digester aerob dan anaerob, unit grit chamber digunakan untuk mengurangi
frekuensi pembersihan digester akibat akumulasi pasir (Chakrabarti 1970).
3. Comminutor terdiri dari peralatan seperti grinder dan memotong material yang
tertangkap oleh screen. Comminutor dilengkapi dengan gigi pemotong atau
peralatan pencacah dalam drum yang berputar (Hamer 1986). Alat ini
meringankann beban kerja unit pengolahan, terutama saat proses pengendapan,
serta mampu mengoptimalkan kinerja pengolahan biologis. Alat ini juga dapat
dipasang diantara grit chamber dan primary septic tank untuk mengurangi bau
yang menyengat.
4. Bak ekualisasi ini berfungsi untuk mengatur debit air limbah yang akan diolah
serta untuk menyeragamkan konsentrasi zat pencemarnya agar homogen dan
proses pengolahan air limbah dapat berjalan dengan stabil. Selain itu dapat juga
digunakan sebagai bak aerasi awal pada saat terjadi beban yang besar secara
4

tiba-tiba (shock load). Waktu tinggal di dalam bak ekualisasi umumnya


berkisar antara 6 – 10 jam (Reynolds 1985).
5. Sedimentasi adalah pemisahan partikel secara gravitasi setelah endapan
terbentuk dari proses koagulasi flokulasi berbentuk lumpur. Unit ini
menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa
lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Pada bak sedimentasi, akan
terpisah antara air dan lumpur. Bak sedimentasi dilengkapi plat settler yang
bertujuan mempercepat proses pengendapan. Plat settler yang dipasang
memiliki kemiringan 600 supaya partikel koloid yang berat akan mudah
mengendap saat menabrak plat settler (Raharjo 2003).
Proses pengolahan limbah cair oleh mikroba dalam mendegradasi senyawa
kimia yang berbahaya di lingkungan sangat penting. Mikroba menggunakan
senyawa kimia tersebut untuk pertumbuhan dan reproduksinya melalui berbagai
proses oksidasi misalnya mengubah bahan kimia menjadi air dan gas yang tidak
berbahaya seperti metan, air, dan CO2. (Munir 2006). Menurut Widayat dan Said
(2005), ada beberapa pengolahan air limbah secara biologis, yaitu :
1. Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan
menggunakan aktifitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa polutan
yang ada didalam air. Contoh proses ini antara lain proses lumpur aktif
konvensional, step aeration, contact stabilization, dan lainnya.
2. Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan air limbah
dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga
mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh
teknologi pengolahan air dengan sistem ini antara lain trickling filter atau
biofilter, rotating biological contractor (RBC), dan lain-lain.
1. Kolam anaerobik pada tahap ini prinsip yang digunakan adalah aktivitas
mikroorganisme anaerobik untuk menguraikan zat-zat tertentu. Proses dalam
kolam anaerobik terjadi dua tahapan reaksi yaitu tahap pembentukan alam dan
pembentukan metana (Siregar 2004). Metana adalah gas yang mudah larut,
yang berevolusi dari larutan dan dikumpulkan untuk penggunaan selanjutnya.
Evolusi metana menurunkan COD dari air limbah dan menyediakan
mekanisme untuk menstabilkan bahan organik biodegradable yang terkandung
di dalamnya (Grady et. al. 1999).

Sumber: Siregar (2004)


Gambar 1 Cara kerja kolam anaerobik
5

Kolam anaerobik beroperasi tanpa ada oksigen terlarut di dalamnya dan


pada kolam ini tidak terjadi proses pencampuran secara mekanis. Pencampuran
biasanya terjadi dengan penambahan air limbah di influen dan dengan evolusi
gas. Sebagai konsekuensinya, kondisi campuran yang baik umumnya tidak
terjadi serta padatan tersuspensi menetap dan terakumulasi di bioreaktor
(Grady et. al. 1999). Kolam anaerobik ini memiliki kedalaman yang relatif
lebih dalam yaitu 2-6 meter menurut Grady et. al. (1999), agar terjadi kondisi
anaerob.
2. Kolam fakultatif terjadi proses pengendapan lumpur yang lebih rendah dari
kolam anaerobik. Proses yang terjadi pada kolam fakultatif yaitu pada lapisan
atas terjadi aerobik dan pada lapisan dasar terjadi anaerobik. Pada siang hari
alga memproduksi oksigen pada lapisan atas dan bakteri menggunakannya
sebagai akseptor elektron. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh bakteri
berfungsi sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan alga, sementara sinar
matahari memberikan energi yang diperlukan. Namun, bila cahaya tidak ada,
alga menggunakan oksigen molekuler untuk mengoksidasi bahan organik
biodegradable dan mendapatkan energi dengan metabolisme heterotrofik
(Grady et. al. 1999).

Sumber: Grady et. al. 1999


Gambar 2 Cara kerja kolam fakultatif

Meskipun alga menghasilkan sebagian besar oksigen yang dibutuhkan oleh


bakteri untuk metabolisme aerobik, namun juga dapat menghasilkan penurunan
stabilisasi limbah karena sebagian karbondioksida yang dihasilkan oleh bakteri
diubah kembali menjadi bahan organik partikulat dalam bentuk sel alga. Sehingga
kebanyakan alga tidak mengatasinya dengan baik lalu menyumbang bahan
organik biodegradable dan padatan tersuspensi total.
Kolam maturasi merupakan tahap terakhir. Pada kolam aerobik bahan
organik distabilkan dengan menggunakan oksigen sebagai akseptor elektron.
Pertumbuhan alga dibatasi dengan mempertahankan padatan dalam suspensi
untuk membatasi penetrasi cahaya dan dengan mempertahankan HRT (hydraulic
residence time) di zona perairan bersih di bawah nilai minimum yang diperlukan
untuk pertumbuhan alga (umumnya sekitar 2 hari) (Grady et. al. 1999). Menurut
Siregar (2004) ketiga kolam tersebut diklasifikasikan ke dalam unit oxidation
ditch dan nilai efisiensi dimasukkan ke dalam kategori unit oxidation ditch.
Perbandingan kelebihan dan kekurangan masing-masing kolam stabilisasi
menurut Grady et. al. (1999) disajikan pada Tabel 2. Instalasi pengolahan air
limbah dalam melakukan prosesnya memiliki berbagai tingkat pencapaian untuk
mereduksi konsentrasi dari pencemarnya. Tabel 3 memperlihatkan bagaimana
6

tingkatan pencapaian pengolahan dari unit operasi dan unit proses


(Tchobanoglous 2002 dan Qasim 1999)

Tabel 2 Perbandingan proses kolam pengolahan


Proses Kelebihan Kekurangan
Konstruksi sederhana & biaya
Sulit mengontrol proses
rendah
Operasi sederhana Berpotensi menimbulkan bau
Kolam Anaerobik Produksi padatan rendah Memerlukan proses lanjutan di efluen
Efektif dan efisien Luas lahan yang diperlukan besar
Beban dan aliran rata
Ada pemulihan energi
Konstruksi sederhana & biaya
Luas lahan yang diperlukan besar
rendah
Operasi sederhana Sulit mengontrol proses
Kolam fakultatif Aliran rata Menimbulkan bau
Produksi padatan rendah
Pengelolaan padatan secara berkala
Penghancuran patogen
Konstruksi sederhana & biaya
Luas lahan yang diperlukan besar
rendah
Kulaitas di efluen baik Biaya operasi sedang
Kolam aerobik
Operasi sederhana
(maturasi)
Pengelolaan padatan secara berkala
Produksi lumpur rendah
Sedikit menimbulkan bau

Kualitas Air
Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter mengenai kualitas air.
Tersedianya oksigen terlarut didalam air sangat menentukan kehidupan di perairan
tersebut (Mubarak et. al. 2010). Oksigen terlarut dalam suatu perairan diperoleh
melalui difusi dari udara ke dalam air, aerasi mekanis, dan fotosintesis tanaman
akuatik. Sementara itu, oksigen terlarut dalam air dapat berkurang akibat adanya
respirasi dan pembusukan bahan organik pada dasar perairan. Ketika air banyak
mengandung bahan organik, bakteri aerob akan berkembang dan kadar oksigen
terlarut berkurang. Sementara bakteri anaerob membantu penguraian sampah
organik. Semakin tinggi kandungan dissolved oxygen (DO) semakin bagus
kualitas air tersebut (Simanjutak 2007). Nilai DO ini berbanding terbalik dengan
nilai BOD dan COD.
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya
oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,
pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik
ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh
dari proses oksidasi (Pescod 1973). Penentuan BOD sangat penting untuk
menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara (Salmin 2005). Nilai
BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar, namun
nilai BOD yang tinggi tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya,
melainkan hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan buangan (Fardiaz 1992). Selama pemeriksaan BOD,
contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi
dari oksigen yang ada di udara bebas. Sawyer dan McCarty (1978) juga
7

mengatakan nilai BOD 5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5
hari merupakan 70 - 80% dari nilai BOD total.

Tabel 3 Tingkatan pencapaian pengolahan dari berbagai unit operasi dan unit
proses
Nilai efisiensi penyisihan (%)
Unit pengolahan
BOD COD TS
Bar screen 0 0 0
Grit chamber 0-5 0-5 0-5
Lumpur aktif
80-95 80-85 80-90
konvensional
Trickling filter
a. High rate dengan
65-80 60-80 60-85
media batu
65-85 65-85 65-85
b. Super rate
dengan media plastik
Rotating biological
60-85 80-85 80-85
contactor
Klorinasi 0 0 0
Koagulasi dan
sedimentasi setelah
40-70 40-70 50-80
pengolahan primer
dan sekunder
Koagulasi di
80-90 80-90 70-90
pengolahan biologis
Oxidation ditch 80-90 80-90 70-90
Penambahan kapur
satu tahapan di 80-90 80-90 70-80
pengolahan biologis
Ammonia stripping 0 0 0
Filtrasi 20-50 20-50 60-80
Penambahan kapur
dua tahapan setelah
pengolahan biologis 50-85 50-85 50-90
atau pengolahan
primer
Adsorbsi karbon 50-85 50-85 50-80
Reverse osmosis 90-100 90-100 0
Elektrodialisis 20-60 20-60 0
Pertukaran ion 0 0 0

Menurut Lumaela et. al. (2013) chemical oxygen demand (COD) merupakan
jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi. Limbah rumah tangga dan industri merupakan sumber utama limbah
organik dan merupakan penyebab utama tingginya konsentrasi COD. Angka COD
yang terkandung menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan agar bahan
organik di dalam limbah cair dapat teroksidasi dengan baik (Munawaroh et. al.
2013). Sementara menurut Nurhasanah (2009) nilai COD merupakan penanda
bagi tingkat pencemaran yang disebabkan oleh bahan organik. Secara umum,
kadar COD akan lebih tinggi pada musim kemarau dibandingkan pada musim
hujan. Air hujan yang jatuh di perairan dapat mengencerkan pencemar bahan
organik sehingga dapat menurunkan kadar BOD dan COD (Ratna 2011).
8

TSS adalah jumlah berat dalam mg/liter kering lumpur yang ada dalam
limbah setelah mengalami penyaringan (Sugiharto 1987). Penentuan zat padat
tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air limbah
domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air
(BAPPEDA 1995). Menurut Rahmawati dan Azizah (2005) total suspended solid
adalah semua zat terlarut dalam air yang tertahan membran saring yang berukuran
0,45 mikron yang kemudian dikeringkan dan partikel yang mengapung dan zat-zat
yang menggumpal yang tidak tercampur dalam air, terlebih dahulu dipisahkan
sebelum pengujian.
Derajat keasaman merupakan aktivitas ion hidrogen dalam perairan yang
menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan.
Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan
bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi
dan Hefni 2003). Perubahan keasaman pada air limbah, baik kearah alkali atau
basa (pH naik) maupun ke arah asam (pH turun) dapat mengganggu kehidupan
biota perairan (Kristanto 2002). Pengaruh pH yang terjadi pada proses instalasi
pengolahan air salah satunya yaitu terjadi korosi pada pipa distribusi air karena
nilai pH bersifat asam (Effendi dan Hefni 2003)

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengumpulan data primer dilaksanakan selama bulan April 2017.


Sementara data Januari sampai Maret merupakan data sekunder dari laboratorium
BPAL Kota Bandung. Penelitian menggunakan sampel yang diambil di unit
pengolahan air limbah Bojongsoang Bandung dan pengujian dilakukan di
Laboratorium BPAL Kota Bandung yang ditampilkan pada Lampiran 2.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah erlenmeyer, labu ukur,
pipet, wingkler, oven, dan kertas saring. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah
sampel air limbah, KOH, K2Cr2O7 0,1 N, dan H2SO4.

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di inlet, outlet kolam anaerobik, outlet


kolam fakultatif, dan outlet kolam maturasi dan dilakukan antara pukul 8-10 pagi.
Pengambilan sampel dilakukan dengan dua metode yaitu metode grab dan time
detention. Metode grab (langsung) merupakan metode pengambilan sampel
dengan sekali pengambilan dari inlet sampai outlet langsung. Pengukuran metode
time detention dilakukan dengan pengambilan sampel di inlet pada hari pertama
dan selanjutnya di masing-masing kolam sesuai waktu detensinya. Metode
pengambilan dengan metode time detention ini akan terpengaruh oleh kondisi
cuaca karena cuaca dalam satu minggu tidak akan seragam dan akan
9

mempengaruhi proses pengolahan pada kolam stabilisasi. Bagan alir penelitian


disajikan pada Gambar 3.

Mulai

Studi literatur

Pengambilan
sampel air
limbah

Analisis kualitas air (COD, BOD, TSS,


dan pH) di inlet dan outlet masing-
masing unit

Bandingkan
efisiensi unit dan
nilai pencemar Tidak sesuai
dengan baku mutu

Sesuai

Selesai

Gambar 3 Bagan alir penelitian

Pengukuran kadar BOD


Prosedur pengujian BOD dilakukan dengan metode manometri yaitu
pegukuran oksigen terlarut yang dilakukan dengan penurunan tekanan udara
akibat penurunan tekanan oksigen. Oksigen yang terlarut dalam air digunakan
untuk mikroorganisme mengurai zat organik, pengurangan oksigen menyebabkan
tekanan udara berkurang dan terbaca pada manometer air raksa. Pertama sampel
limbah cair dimasukkan ke dalam botol BOD sebanyak 160 ml kemudian ditutup.
Pada tutupnya dimasukkan tiga butir KOH sebagai oksidator. Setelah itu botol
10

sampel dimasukkan ke dalam alat BOD apparatus dan sampel disimpan selama
30 menit lalu botol disambungkan dengan alat pembaca digital. Konsentrasi BOD
yang diambil adalah nilai BOD pada pengukuran hari kelima.

Pengukuran kadar TSS


Prosedur pengujian TSS mengacu pada ketentuan yang berlaku (BSN
2004b). TSS (total suspended solid) ditentukan dengan metode Gravimetri.
Sebanyak 100 ml akuades disaring dengan kertas Whatman nomor 40. Kemudian
kertas saring tersebut dipanaskan di dalam oven dengan suhu 105 oC selama 1 jam
dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit, lalu ditimbang berat awalnya.
Diambil 100 ml sampel limbah dengan menggunakan kertas saring yang telah
diketahui beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama
1 jam. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 15 menit,
lalu ditimbang berat akhirnya. Kandungan total padatan tersuspensi dihitung
dengan menggunakan persamaan (1) (BSN 2004b).

( ) ( ) ( ) (1)

Keterangan :
a = berat awal kertas saring (mg)
b = berat akhir kertas saring (mg)

Pengukuran kadar COD


Prosedur pengujian COD mengacu pada ketentuan yang berlaku (BSN
2004a) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri. Penelitian dimulai dengan
memasukkan sebanyak 2,5 ml contoh uji air limbah ke dalam tabung COD,
kemudian diambahkan 1,5 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N dan 3,5 ml larutan pereaksi
H2SO4 pekat kemudian kedua larutan tersebut dihomogenkan. Tabung kemudian
ditutup dengan klem lalu dipanaskan di COD reaktor selama 2 jam pada suhu
150oC. Kemudian setelah di dinginkan, sampel dimasukkan ke dalam alat
spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm (BSN 2004a).

Pengukuran pH
Prosedur pengujian mengacu pada ketentuan yang berlaku dengan
menggunakan alat pH meter (BSN 2004c). Prosedur yang dilakukan adalah
kalibrasi alat pH-meter dengan larutan penyangga. Keringkan dengan kertas tisu
selanjutnya bilas elektroda dengan air suling. Bilas elektroda dengan contoh uji.
Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan
pembacaan yang tetap. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari
pH meter.

Efisiensi
Perhitungan dilakukan agar diketahui nilai efisiensi dari sistem pengolahan
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dalam mengolah limbah domestik sebelum
dialirkan ke badan air. Nilai efisiensi dihitung dengan persamaan (2).

(2)
11

Keterangan :

A = Kadar parameter pada inlet


B = Kadar parameter pada outlet

Perbandingan dengan baku mutu


Baku mutu yang digunakan untuk kualitas air limbah domestik adalah
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK 2016).
Standar baku mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Baku mutu air limbah domestik


Parameter Satuan Kadar maksimum
pH - 6,0-9,0
BOD mg/l 30
COD mg/l 100
TSS mg/l 30
Minyak & lemak mg/l 5
Amoniak mg/l 10
Total coliform Jumlah/100ml 3000
Debit l/orang/hari 100

HASIL DAN PEMBAHASAN


Instalasi Pengolahan Air Limbah

Daerah pelayanan Instalasi Pengolahan Air Limbah Bojongsoang yaitu Kota


Bandung sedangkan lokasi dari IPAL terletak di Kabupaten Bandung. IPAL
Bojongsoang memiliki tujuan untuk mengolah limbah rumah tangga dan
menurunkan tingkat pencemaran sungai-sungai di Kota Bandung. Unit
pengolahan yang terdapat di IPAL Bojongsoang ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Unit pengolahan di IPAL Bojongsoang


Ideal IPAL Bojongsoang
Pre/Primary Treatment Bar Screen Ada
Grit Removal unit Ada
Flotation unit -
Comminutor -
Fat Flotation -
Sedimentation Ada
Secondary Treatment Tangki Aerasi Tidak ada, digantikan
Secondary Sedimentation dengan 3 kolam:
anaerobik, fakultatif,
Trickling Filter
maturasi
Advance/Tertiary Treatment Proses Kimia -
Proses Biologi -
Proses Fisika -
12

Tabel 6 Perbandingan desain


Parameter Standar Hasil Keterangan
Bar screen
Jarak antar kisi* 2,5 – 5 cm 5 cm Sesuai
Sump well
Kedalaman min.*** 0,75 m 1m Sesuai
Luas min.*** 0,25 m2 9 m2 Sesuai
Screw pump
Satu unit tidak
Jumlah**** 3 2
berfungsi
Mechanical bar screen
Jarak antar kisi* 1,5 – 7,5 cm 5 cm Sesuai
Conveyor belt**** - - Berfungsi
Grit chamber
Waktu detensi* 45 – 90 det - Tidak ada data
Periode pengurasan* 41 hari Situasional Tidak sesuai
Grit rake Ada Ada Sesuai
Kolam anaerobik
Luas area**** 4,04 Ha 4,04 Ha Sesuai
Kedalaman** 2–6m 4m Sesuai
Waktu detensi** <10 hari 2 hari Sesuai
Ketinggian lumpur** 0,25 – 0,5 m - Tidak ada data
Kolam fakultatif
Luas area**** 29,8 Ha 28,29 Ha Tidak sesuai
Kedalaman** 1–2m 2m Sesuai
Waktu detensi** 5 – 30 hari 5 – 7 hari Sesuai
Kolam maturasi/aerobic
Luas area**** 32,5 Ha 32,33 Ha Tidak sesuai
Kedalaman** 0,3 – 0,6 m 1,5 m Tidak sesuai
Waktu detensi** 3 – 5 hari 3 hari Sesuai
Aerasi mekanis** Ada Tidak ada Tidak sesuai
*: Metcalf 2003; **: Grady et. al. 1999; ***: U.S. EPA 2001;
****: PDAM 2003

Tabel 6 menunjukkan perbandingan antara standar desain menurut beberapa


literatur dengan kondisi desain di lapangan yang didapat. Meskipun desain sesuai
namun apabila tidak disertai pemeliharaan dan pengoperasian yang baik maka
hasil tidak akan maksimal. Kendala yang dapat terjadi pada unit mechanical bar
screen yaitu ada sampah keras yang lolos dari bar screen awal dan dapat
tersangkut pada rantai mechanical bar screen yang menyebabkan tidak
berfungsinya alat. Hal tersebut dapat dikurangi apabila penyaringan pada bar
screen awal sempurna atau tidak ada sampah yang lolos.
Waktu detensi pada unit grit chamber tidak didapatkan data. Waktu detensi
yang tidak sesuai dengan standar desain akan menyebabkan unit grit chamber
tidak bekerja dengan baik. Misalnya pasir dapat terbawa oleh aliran dari unit
karena tidak sempat mengendap. Ketinggian lumpur di kolam anaerobik tidak
didapatkan data. Apabila ketinggian lumpur ini diatas standar yang ditentukan, hal
tersebut dapat mengganggu proses yang terjadi pada kolam. Misalnya dapat
mengurangi waktu detensi dan keadaan anaerobik pada kolam.
Masalah yang dapat mengganggu proses stabilisasi di kolam fakultatif salah
satunya yaitu masuknya air dari jalan samping kolam dapat mengganggu proses
stabilisasi. Kolam maturasi akan lebih baik jika diberikan alat aerasi untuk
13

menghasilkan oksigen bagi bakteri aerob. Air keluaran dari kolam maturasi harus
memenuhi standar baku air bersih namun belum dapat digunakan untuk konsumsi.
Setelah melalui seluruh proses pengolahan, air dialirkan menuju sungai Citarum.

Kualitas Air Limbah

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat


air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (Alaerts dan
Santika 1987). Hasil pengukuran kadar BOD di inlet dan outlet untuk set A dan
set B untuk metode grab disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 untuk
unit kompartemen set A nilai untuk pengukuran BOD pada bulan Februari
menunjukkan nilai terbesar pada inlet yaitu 233 mg/l dan untuk inlet set B
memiliki nilai terbesar pada bulan April dengan 184 mg/l. Nilai di inlet tersebut
jika mengacu pada karakteristik limbah cair (Metcalf 2003) dengan kadar BOD
rata-rata 220 mg/l maka konsentrasi di inlet untuk set A pada bulan Februari ini
melebihi dari kadar rata-rata dari karakteristik limbah cair. Selebihnya kadar di
inlet pada bulan lainnya masuk ke dalam kriteria.

250

200
BOD (mg/l)

150 inlet Set A


inlet Set B
100 outlet Set A
outlet Set B
50
Baku Mutu

0
1 2 3 4
Bulan
Gambar 4 Kadar BOD dengan metode grab

Konsentrasi di outlet terkecil untuk set A berada pada bulan Januari yaitu 27
mg/l dan konsentrasi terbesar di outlet set A yaitu 70 mg/l. Sementara untuk outlet
set B memiliki nilai terkecil pada bulan Januari dengan 21 mg/l dan terbesar pada
bulan Februari dengan 49 mg/l. Kompartemen set A untuk bulan Januari, Februari,
dan April sudah memenuhi kriteria baku mutu yaitu 30 mg/l (KemenLHK 2016),
sedangkan untuk set B hanya pada bulan Januari saja yang memenuhi baku mutu.
Hasil pengukuran metode time detention disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan
Gambar 5 nilai di inlet tersebut masuk dengan kadar BOD rata-rata 220 mg/l
(Metcalf 2003) karena nilai terbesar yaitu 152 mg/l pada bulan Februari.
Sementara untuk kadar BOD di outlet untuk set A maupun set B tidak ada yang
memenuhi baku mutu (KemenLHK 2016). Nilai terkecil untuk set A di outlet
yaitu 42 mg/l dan di set B 56 mg/l.
14

160
140
BOD (mg/l) 120
100 inlet Set A
80 inlet Set B
60 outlet Set A
outlet Set B
40
Baku Mutu
20
0
1 2 3
Bulan
Gambar 5 Kadar BOD dengan metode time detention

Tabel 7 menunjukkan nilai efisiensi pengurangan konsentrasi BOD. Untuk


set A pada bulan Februari menunjukkan nilai terbesar dengan efisiensi
pengurangan 87,55%, demikian juga untuk set B nilai efisiensi terbesar adalah
67,76%. Efisiensi untuk pengolahan set A masuk ke dalam rentang kriteria
menurut Qasim (1999) dengan rentang 80-90% untuk unit oxidation ditch
sementara untuk pengolahan di set B belum. Sementara nilai efisiensi terkecil
untuk set A yaitu 11,54% dan set B 28,21% dengan metode time detention.
Meskipun nilai efisiensi tidak masuk ke dalam rentang kriteria namun hasil di
outlet dapat masuk ke dalam baku mutu karena hal tersebut juga bergantung pada
konsentrasi di inlet dan cuaca di lapangan.

Tabel 7 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi BOD


Metode grab Metode time detention
Bulan
Set A Set B Set A Set B
Januari 70,97 65,57 64,71 45,38
Februari 87,55 67,76 65,79 61,18
Maret 24,73 66,18 11,54 28,21
April 48,98 73,91 - -

Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap parameter COD, pengukuran


COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik
yang terdapat di dalam air. Hasil pengukuran COD untuk metode grab
ditampilkan pada Gambar 6. Konsentrasi di outlet terkecil untuk set A berada
pada bulan April yaitu 63,95 mg/l dan konsentrasi terbesar di outlet set A yaitu 99
mg/l. Sementara untuk outlet set B memiliki nilai terkecil pada bulan Januari
dengan 45 mg/l dan terbesar pada bulan Februari dengan 102 mg/l. Konsentrasi
COD di outlet sudah memenuhi kriteria baku mutu (KemenLHK 2016) yaitu 100
mg/l. Tetapi pada bulan Februari di set B nilai di outlet melebihi baku mutu
dengan 102 mg/l akan tetapi nilai tersebut hanya melebihi sedikit saja dari baku
mutu.
15

400

350

300

250
COD (mg/l)
inlet Set A
200 inlet Set B

150 outlet Set A


outlet Set B
100
Baku Mutu
50

0
1 2 3 4
Bulan
Gambar 6 Kadar COD dengan metode grab

Hasil pengukuran metode time detention disajikan pada Gambar 7.


Berdasarkan Gambar 7 nilai di inlet tersebut masuk dengan kadar COD rata-rata
500 mg/l (Metcalf 2003) karena nilai terbesar yaitu 234 mg/l pada bulan Februari.
Kadar COD di outlet untuk set A maupun set B telah memenuhi baku mutu yaitu
100 mg/l (KemenLHK 2016). Nilai terkecil untuk set A di outlet yaitu 86 mg/l
dan di set B 93 mg/l.

250

200
COD (mg/l)

150 inlet Set A


inlet Set B
100 outlet Set A
outlet Set B
50 Baku Mutu

0
1 2 3
Bulan
. Gambar 7 Kadar COD dengan metode time detention

Efisiensi pengurangan konsentrasi COD dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8


menunjukkan nilai efisiensi pengurangan konsentrasi COD, untuk set A pada
bulan Februari menunjukkan nilai terbesar dengan efisiensi pengurangan 81,28%.
Pada pengukuran COD untuk set B nilai efisiensi terbesar adalah 73,05% pada
bulan Januari. Efisiensi untuk pengolahan set A masuk ke dalam rentang kriteria
menurut Qasim (1999) dengan rentang 80-90% untuk unit oxidation ditch
sementara untuk pengolahan di set B belum. Sementara nilai efisiensi terkecil
untuk set A yaitu 18,85% dan set B 18,85% dengan metode time detention.
16

Tabel 8 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi COD


Metode grab Metode time detention
Bulan
Set A Set B Set A Set B
Januari 64,10 73,05 53,76 46,24
Februari 81,28 56,41 61,54 60,26
Maret 42,77 51,52 18,85 18,85
April 37,87 72,98 - -

Meskipun nilai efisiensi tidak masuk ke dalam rentang kriteria namun hasil
di outlet dapat masuk ke dalam baku mutu karena hal tersebut juga bergantung
pada konsentrasi di inlet dan cuaca di lapangan. Kadar BOD dan COD yang tinggi
dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan, yang dapat
mengakibatkan kematian organisme akuatik (Isyuniarto dan Andrianto 2009).
Sementara Grady et. al. (1999) mengatakan semakin lama limbah berada pada
secondary treatment maka akan terjadi degredasi oleh mikroorganisme lokal
dengan waktu yang lebih lama sehingga akan menaikan efisiensi removal pada
BOD dan COD.
Kandungan zat-zat organik dalam limbah yang tinggi akan menyebabkan
lebih banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik
tersebut, sehingga nilai BOD dan COD limbah akan tinggi. Oleh karena itu untuk
menurunkan nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat
organik yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan.
Pengurangan kadar zat-zat organik yang ada pada limbah cair sebelum dibuang ke
perairan, dapat dilakukan dengan mengadsorpsi zat-zat tersebut menggunakan
adsorben. Salah satu adsorben yang memiliki kemampuan adsorpsi yang besar
adalah zeolit alam (Wahistina et. al. 2013).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap parameter TSS. Penentuan zat
padat tersuspensi (TSS) berguna untuk mengetahui kekuatan pencemaran air
limbah domestik, dan juga berguna untuk penentuan efisiensi unit pengolahan air
(BAPPEDA 1995). Hasil pengukuran TSS untuk metode grab ditampilkan pada
Gambar 8.

200
180
160
140
inlet Set A
TSS (mg/l)

120
100 inlet Set B
80 outlet Set A
60 outlet Set B
40 Baku Mutu
20
0
1 2 Bulan 3 4
Gambar 8 Kadar TSS dengan metode grab
17

Berdasarkan Gambar 8 untuk unit kompartemen set A nilai untuk


pengukuran TSS pada bulan Januari menunjukkan nilai terbesar pada inlet yaitu
180 mg/l dan untuk inlet set B memiliki nilai terbesar pada bulan Maret dengan
185 mg/l. Nilai di inlet tersebut jika mengacu pada karakteristik limbah cair
(Metcalf 2003) dengan kadar TSS rata-rata 220 mg/l maka konsentrasi di inlet
untuk set A dan set B telah masuk ke dalam kriteria.
Konsentrasi di outlet terkecil untuk set A berada pada bulan April yaitu 50
mg/l dan konsentrasi terbesar di outlet set A yaitu 90 mg/l. Sementara untuk outlet
set B memiliki nilai terkecil pada bulan Februari dengan 75 mg/l dan terbesar
pada bulan dengan 90 mg/l. Konsentrasi TSS di outlet belum memenuhi kriteria
baku mutu yaitu 30 mg/l (KemenLHK 2016). Hasil pengukuran metode time
detention disajikan pada Gambar 9.

200
180
160
140
TSS (mg/l)

120 inlet Set A


100 inlet Set B
80 outlet Set A
60 outlet Set B
40 Baku Mutu
20
0
1 2 3
Bulan
Gambar 9 Kadar TSS dengan metode time detention

Berdasarkan Gambar 9 nilai di inlet tersebut masuk dengan kadar TSS rata-
rata 220 mg/l (Metcalf 2003) karena nilai terbesar yaitu 180 mg/l pada bulan
Januari. Kadar TSS di outlet untuk set A maupun set B juga belum memenuhi
baku mutu yaitu 30 mg/l (KemenLHK 2016). Nilai terkecil untuk set A di outlet
yaitu 75 mg/l dan di set B 80 mg/l. Efisiensi pengurangan konsentrasi TSS dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Efisiensi (%) pengurangan konsentrasi TSS


Metode grab Metode time detention
Bulan
Set A Set B Set A Set B
Januari 47,22 48,57 44,44 44,44
Februari 54,29 55,88 55,88 52,94
Maret 45,45 48,65 48,48 50,00
April 66,67 47,06 - -

Tabel 9 menunjukkan nilai efisiensi pengurangan konsentrasi TSS, untuk set


A pada bulan April menunjukkan nilai terbesar dengan efisiensi pengurangan
66,67%. Pada pengukuran TSS untuk set B nilai efisiensi terbesar adalah 55,88%
pada bulan Februari. Efisiensi untuk pengolahan set A maupun B belum masuk ke
dalam rentang kriteria menurut Qasim (1999) dengan rentang 80-90% untuk unit
18

oxidation ditch. Sementara nilai efisiensi terkecil untuk set A yaitu 44,44% dan
set B 44,44% dengan metode time detention. Konsentrasi di outlet yang
terkandung dalam air limbah bergantung pada konsentrasi di inlet dan cuaca di
lapangan. Masuknya padatan tersuspensi (TSS) ke dalam air dapat menimbulkan
kekeruhan air, yang menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya, sehingga produktivitas primer perairan menurun (Fardiaz
1992).
Pengurangan kadar TSS dapat dilakukan salah satunya dengan
menggunakan koagulasi dan flokulasi. Koagulasi merupakan proses terjadinya
peristiwa pembentukan partikel-partikel kecil dengan menggunakan bahan
koagulan (PAC atau alum) dan flokulasi merupakan proses pengadukan lambat
terhadap partikel yang terdestabilisasi dan membentuk pengendapan flok dengan
cepat (Gurses 2003). Pengurangan TSS juga dapat dilakukan dengan penggunaan
jaring sebagai alat penyaring yang diletakkan pada setiap inlet, akan tetapi perlu
dilakukan maintenance yang rutin agar padatan pada saringan tidak menyumbat.
Selanjutnya untuk parameter pH, penentuan pH sangat berpengaruh terhadap
korosi yang biasanya terjadi pada pipa distribusi air (Effendi dan Hefni 2003).
Hasil pengukuran pH disajikan pada Gambar 10.

9
8
7
6
inlet Set A
5
inlet Set B
4
outlet Set A
3
outlet Set B
2
Baku Mutu
1
0
1 2 Bulan 3 4

Gambar 10 Kadar pH

Berdasarkan Gambar 10 untuk unit kompartemen set A dan set B nilai


pengukuran pH di inlet yaitu dalam rentang 6,5 sampai 7. Hasil di outlet juga
menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan di inlet yaitu rentang 6,5
sampai 7. Jika mengacu pada baku mutu yang berlaku (KemenLHK 2016)
parameter pH telah masuk ke dalam rentang kadar yang dibolehkan yaitu 6
sampai 9.
Salah satu penyebab konsentrasi parameter yang berada di atas baku mutu
yang ditetapkan (KemenLHK 2016) adalah adanya pergantian standar baku mutu
dari SK.Gubernur Jabar No. 6 Tahun 1999 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Industri di Jawa Barat yang memiliki nilai konsentrasi parameter yang
berbeda. Pada perencanaan awal desain IPAL, baku mutu yang menjadi acuan
adalah baku mutu lama sehingga adanya pergantian menyebabkan konsentrasi
yang awalnya sudah memenuhi baku mutu dengan desain awal IPAL sedemikian
menjadi tidak masuk baku mutu khususnya untuk parameter TSS yang memiliki
19

perbedaan baku mutu sangat jauh. Nilai konsentrasi baku mutu SK.Gubernur
Jabar No. 6 Tahun 1999 untuk parameter BOD, COD, TSS, dan pH disajikan pada
Tabel 10.

Tabel 10 Baku mutu limbah cair SK.Gubernur Jabar No. 6 Tahun 1999
Parameter Satuan Konsentrasi (mg/l)
BOD mg/l 50
COD mgl/l 100
TSS mg/l 200
pH - 6,0-9,0

Skema pengolahan di IPAL Bojongsoang disajikan pada Lampiran 1, dalam


satu set IPAL memiliki tiga kolam anaerobik yang berasal dari satu inlet
kemudian dibagi lagi ke dalam dua kolam fakultatif, menuju ke kolam maturasi 1
dan berakhir di kolam maturasi 2 sebagai outlet. Konsentrasi pencemar diukur
pada masing-masing unit pengolahan dimulai dari inlet, kolam anaerobik (An),
kolam fakultatif (F), dan kolam maturasi (M) disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil pengukuran parameter Bulan April


TSS BOD COD pH
Tanggal Lokasi Sampling
(mg/l) (mg/l) (mg/l)
4/4/17 IPAL BJS set A
1 INLET 150 49 102,93 7
2 AN1A 70 55 104,75 6,5
3 AN2A 80 31 104,55 6,5
4 AN3A 70 76 159,66 7
5 F1A 50 58 108,97 7
6 F2A 60 65 136,52 7
7 M1A 60 50 105,78 7
8 M2A 50 25 63,95 6,5
6/4/17 IPAL BJS set B
1 INLET 170 184 293,65 6,5
2 AN1B 80 41 134,19 6
3 AN2B 70 59 149,95 6,5
4 AN3B 70 42 123,07 6
5 F1B 40 58 108,93 6
6 F2B 60 47 105,86 6,5
7 M1B 60 34 83,77 6,5
8 M2B 90 48 79,34 7

Berdasarkan Tabel 11 untuk parameter BOD dan COD pada set A di kolam
anaerobik 1 mengalami kenaikan konsentrasi dari inlet BOD 49 mg/l dan COD
102,93 mg/l menjadi BOD 55 mg/l dan COD 104,75 mg/l. Begitu pula dengan
kolam anaerobik 3 yang mengalami kenaikan hingga BOD 76 mg/l dan COD
159,66 mg/l. Hal ini menunjukkan adanya masalah yang terjadi di kolam
anaerobik 1 dan 3 set A yang mungkin terjadi adalah adanya pendangkalan kolam
akibat sedimentasi. Salah satu upaya pengurangan sedimentasi yang berlebih ini
dapat dilakukan dengan cara pengerukan secara berkala. Kemudian untuk kolam
pada set B ditemukan nilai konsentrasi parameter yang naik pada kolam maturasi
20

2 yang berasal dari kolam maturasi 1. Nilai untuk parameter TSS dan BOD pada
kolam maturasi 1 yaitu TSS 60 mg/l dan BOD 34 mg/l sedangkan pada kolam
maturasi 2 mengalami kenaikan konsentrasi dan didapatkan hasil TSS 90 mg/l dan
BOD 48 mg/l. Sehingga ada kemungkinan terjadi masalah pada kolam maturasi 2,
berdasarkan pengamatan di lapangan pada kolam maturasi 2 ini dijadikan warga
sebagai kolam ternak ikan sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi kualitas
air di kolam tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsentrasi parameter terkecil di outlet unit set A untuk TSS adalah 50 mg/l,
BOD 27 mg/l, COD 67 mg/l, dan pH 6,5. Sementara untuk unit set B konsentrasi
parameter terkecil di outlet TSS 75 mg/l, BOD 21 mg/l, COD 45 mg/l, dan pH 6,5.
Sementara konsentrasi parameter terbesar di outlet unit set A untuk TSS adalah
100 mg/l, BOD 70 mg/l, COD 99 mg/l, dan pH 7. Konsentrasi parameter terbesar
untuk unit set B adalah TSS 100 mg/l, BOD 65 mg/l, COD 102 mg/l, dan pH 7.
Berdasarkan pada baku mutu PERMEN LHK NOMOR P.68 Tahun 2016
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik untuk TSS 30 mg/l, BOD 30 mg/l,
COD 100 mg/l, dan pH 6-9 untuk parameter COD dan pH sudah masuk ke dalam
baku mutu. Beberapa parameter BOD sudah masuk ke dalam baku mutu, tetapi
lebih banyak hasil yang tidak memenuhi baku mutu.
Efisiensi pengurangan pencemar terbesar pada unit set A untuk parameter
TSS yaitu 66,67%, BOD yaitu 87,55%, dan COD yaitu 81,28%. Sementara untuk
unit pada set B efisiensi pengurangan pencemar terbesar pada unit set B untuk
parameter TSS yaitu 55,88%, BOD yaitu 73,91%, dan COD yaitu 73,05%. Jika
mengacu pada kriteria tingkatan pencapaian pengolahan dari unit operasi dan unit
proses untuk oxidation ditch adalah 80-90% unit pengolahan di set A telah
memenuhi syarat untuk parameter BOD dan COD.

Saran

Pengukuran dengan parameter lain diperlukan agar dapat melihat efisiensi


secara keseluruhan dari unit pengolahan di IPAL tersebut. Harus adanya
pengkajian ulang mengenai desain dari masing-masing unit IPAL supaya hasil di
outlet memenuhi standar baku mutu.

DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, Santika SS. 1984. Metoda Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha
Nasional.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah TK. I Jawa Timur. 1995.
Panduan Pelatihan Manajemen Laboratorium. Surabaya (ID): BAPPEDA.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004a. Air dan air limbah – Bagian 2: Cara
Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) dengan Refluks Tertutup Secara
Spektrofotometri. SNI 06-6989.2-2004. Jakarta (ID): BSN.
21

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004b. Air dan air limbah – Bagian 3: Cara
Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid, TSS) Secara
Gravimetri. SNI 06-6989.3-2004. Jakarta (ID): BSN.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004c. Air dan air limbah – Bagian 11:
Cara uji derajat keasaman (pH) dengan menggunakan alat pH meter. SNI
06-6989.11-2004. Jakarta (ID): BSN.
Chakrabarti T. 1970. Design Criteria for Aerated Grit Chambers. Utah (US):
Brigham Young University.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Fardiaz S. 1992. Polusi Air & Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Garno YS. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Yutrofikasi
di Perairan Waduk pada DAS Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan. 3(2):
112-120.
Grady CP, Lim HC, Daigger GT. 1999. Biological Wastewater Treatment, Second
Edition. New York (US): Marcel Dekker Inc.
Gurses A. 2003. Removal of Remazol Red RB by Using Al(III) as Coagulant
Flocculant: Effect of Some Variables on Settling Velocity. Turkey: Ataturk
University. Journal of Water, Air, and Soil Pollution. 146(1): 297-318.
Hamer MJ. 1986. Water and Wastewater Technology, Second Edition. New York
(US): Prentice-Hall Inc.
Isyuniarto, Andrianto. 2009. Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan
Kadar BOD, COD, TSS, dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit. Jurnal
IPTEK Nuklir Ganendra. 12(1): 45-49.
[KemenLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia. 2016. Baku Mutu Air Limbah Domestik. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Kristanto. 2002. Pencemaran Limbah Cair. Jakarta (ID) : Yudistira.
Lumaela AK, Widjanarko B, Sutikno. 2013. Pemodelan Chemical Oxygen
Demand (COD) Sungai di Surabaya Dengan Metode Mixed Geographically
Weighted Regression. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(1): 100-105.
Metcalf E. 2003. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse, 4th
Edition. New York (US): Mc. Graw Hill Series Water Resource and
Enviromental Engineering.
Mubarak, Satyari, Kusdarwati. 2010. Korelasi antara Konsentrasi Oksigen
Terlarut pada Kepadatan yang Berbeda dengan Skoring Warna Daphnia Spp.
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 2(1): 45-50.
Munawaroh U, Sutisna M, Pharmawati K. 2013. Penyisihan Parameter Pencemar
Lingkungan pada Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif
Mikroorganisme 4 (EM4) serta Pemanfaatannya. Reka Lingkungan Jurnal
Institut Teknologi Nasional. 1(2): 1-12.
Munir E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi
Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Medan (ID): FMIPA Universitas
Sumatera Utara.
Nasution A. 2003. Limbah Perkotaan. Jakarta (ID): Gramedia.
22

Nurhasanah. 2009. Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada


Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet dan Domestik [Karya
Ilmiah]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
[PDAM] Perusahaan Daerah Air Minum. 2015. Air Limbah. Bandung (ID):
PDAM Tirtawening Kota Bandung. (pambdg.co.id)
[Pemprov Jabar] Pemerintah Provinsi Jawa Barat. 1999. Baku mutu limbah cair
bagi kegiatan industri di Jawa Barat. Surat Keputusan Gubernur Jabar No. 6
Tahun 1999. Bandung(ID): Pemprov Jabar.
Pescod MD. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for
Tropical Countries. Bangkok (TH): A.I.T.
Qasim SR. 1999. Wastewater Treatment Plants-Planning, Design, and Operation,
Second Ed. New York (US): CRC Press.
Rahardjo. 2003. Estimasi Kecepatan Sedimentasi Di Perairan Astanajapura,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Dalam Kaitanya Dengan Rencana
Pengembangan Pelabuhan). Jurnal Geologi Kelautan. 1(3): 19-28.
Rahmawati AA, Azizah R. 2005. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, dan MPN
Coliform Pada Air Limbah, Sebelum Dan Sesudah Pengolahan Di RSUD
Nganjuk. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 97-110.
Ratna S. 2011. Kualitas Air Sungai Cisadane Jawa Barat-Banten. Jurnal Ilmiah
Sains. 11 (2): 268-273.
Reynolds TD. 1985. Unit Operations and Processes In Environmental
Engineering. Boston (US): B/C. Engineering Division.
Salim H. 2002. Beban Pencemaran Limbah Domestik dan Pertanian di DAS
Citarum Hulu. Jurnal Teknologi Lingkungan. 3(2): 107-111.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
Sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal
Oseana. XXX(3): 21-26.
Sawyer CN, McCarty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering 3rd ed.
Tokyo (JP): Mc Graw Hill Kogakusha Ltd.
Simanjutak M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. 12(2): 59-66.
Siregar S. 2004. Studi Sistim Operasi dan Pemeliharaan (O&P) Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Studi Kasus IPAL Bojongsoang Kota
Bandung). [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta (ID): UIP.
Tchobanoglous G. 2002. Handbook of Solid Waste Management. New York (US):
McGraw-Hill.
[U.S. EPA] U.S. Environmental Protection Agency. 2011. Principles of Design
and Operations of Wastewater Treatment Pond Systems for Plant Operators,
Engineers, and Managers. Ohio (US): U.S. EPA.
Wahistina R, Ellyke, Pujiati RS. 2013. Analisis Perbedaan Penurunan Kadar BOD
Dan COD pada Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Zeolit (Studi di
Pabrik Tahu di Desa Kraton Kecamatan Kencong Kabupaten Jember).
[Artikel Ilmiah]. Jember (ID): Universitas Jember.
Widayat W, Said NI. 2005. Rancang Bangun Paket IPAL Rumah Sakit dengan
Proses Biofilter Anaerob-Aerob, Kapasitas 20-30 m3 per Hari. Jurnal Air
Indonesia. 1(1): 52-64.
23

Wulandari PR. 2014. Perencanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat (Studi
Kasus di Perumahan PT. Pertamina Unit Pelayanan III Plaju – Sumatera
Selatan). Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 2(3): 499-509.
Lampiran 1 Skema Instalasi Pengolahan Air Limbah
24
Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Google Earth


(6 September 2017)
25
26

Lampiran 3 Pelayanan Jaringan Air Limbah

Sumber: PDAM
27

Lampiran 4 Unit di IPAL Bojongsoang

Bar screen Sump well

Screw pump Pompa pengangkut

Mechanical bar screen Grit chamber

Grit rake Kolam stabilisasi


28

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Langsa, 26 Mei 1995. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Uki Marzuki dan Ibu Lida Amalia.
Penulis memulai pendidikan dasar di SD Kartika
Siliwangi 3 (2001-2007), kemudian melanjutkan ke
SMP Negeri 1 Garut (2007-2010). Penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Garut pada tahun 2013 dan pada tahun
yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur SNMPTN di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan. Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di organisasi
HIMATESIL periode 2015-2016 sebagai anggota dari Departemen
Communication and Information Development dan anggota divisi logistik dan
transportasi ICEF (Indonesian Civil and Environmental Festival) 2015. Penulis
melaksanakan kegiatan Praktik Lapang pada bulan Juli-Agustus 2015 di PDAM
Tirtawening Kota Bandung tepatnya di Instalasi Pengolahan Air Minum Dago
Pakar dan menulis laporan yang berjudul “Proses Pengolahan Air Minum dan
Kualitas Air di Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Dago Pakar”. Sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Evaluasi Kinerja Unit Instalasi Pengolahan Air Limbah
Bojongsoang Bandung”, di bawah bimbingan Dr. Satyanto Krido Saptomo, STP.,
M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Joana Febrita, S.T., M.T. selaku pembimbing
II.

Anda mungkin juga menyukai

  • Formulir-1721-A1-RDMP Balikpapan JO-Dec-2021-Dhea Novita
    Formulir-1721-A1-RDMP Balikpapan JO-Dec-2021-Dhea Novita
    Dokumen1 halaman
    Formulir-1721-A1-RDMP Balikpapan JO-Dec-2021-Dhea Novita
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Timeline
    Timeline
    Dokumen14 halaman
    Timeline
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Timeline
    Timeline
    Dokumen14 halaman
    Timeline
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Umkm
    Lampiran Umkm
    Dokumen1 halaman
    Lampiran Umkm
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Timeline
    Timeline
    Dokumen14 halaman
    Timeline
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Bab I, Ii, Iii
    Bab I, Ii, Iii
    Dokumen19 halaman
    Bab I, Ii, Iii
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Salinan Terjemahan 106995 - Introduction To Pinch Technology-LinhoffMarch
    Salinan Terjemahan 106995 - Introduction To Pinch Technology-LinhoffMarch
    Dokumen74 halaman
    Salinan Terjemahan 106995 - Introduction To Pinch Technology-LinhoffMarch
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • 2TS12808
    2TS12808
    Dokumen17 halaman
    2TS12808
    Muhammad Fauzi Andriansyah
    Belum ada peringkat
  • Modul 2 - P3
    Modul 2 - P3
    Dokumen3 halaman
    Modul 2 - P3
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • STUDI KASUS Modul P3
    STUDI KASUS Modul P3
    Dokumen2 halaman
    STUDI KASUS Modul P3
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Nametag Beserta Penjelasannya
    Nametag Beserta Penjelasannya
    Dokumen2 halaman
    Nametag Beserta Penjelasannya
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • No
    No
    Dokumen1 halaman
    No
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Modul 2 - P3
    Modul 2 - P3
    Dokumen3 halaman
    Modul 2 - P3
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen3 halaman
    Isi
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • No
    No
    Dokumen1 halaman
    No
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • LB
    LB
    Dokumen4 halaman
    LB
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Organisasi Fix
    Organisasi Fix
    Dokumen1 halaman
    Organisasi Fix
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Ramgkum
    Ramgkum
    Dokumen1 halaman
    Ramgkum
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Organisasi Fix
    Organisasi Fix
    Dokumen1 halaman
    Organisasi Fix
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen3 halaman
    Isi
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Isi
    Isi
    Dokumen3 halaman
    Isi
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Ramgkum
    Ramgkum
    Dokumen1 halaman
    Ramgkum
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Yang Dicari
    Yang Dicari
    Dokumen4 halaman
    Yang Dicari
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Ion Exchange
    Ion Exchange
    Dokumen3 halaman
    Ion Exchange
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Punya Sendiri
    Punya Sendiri
    Dokumen2 halaman
    Punya Sendiri
    Mega
    Belum ada peringkat
  • Notulensi Uts
    Notulensi Uts
    Dokumen5 halaman
    Notulensi Uts
    Mega
    Belum ada peringkat
  • Alasan Tangki
    Alasan Tangki
    Dokumen1 halaman
    Alasan Tangki
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • 1406 4392 2 PB
    1406 4392 2 PB
    Dokumen7 halaman
    1406 4392 2 PB
    dhea novita
    Belum ada peringkat
  • Ftyjdtyh
    Ftyjdtyh
    Dokumen40 halaman
    Ftyjdtyh
    dhea novita
    Belum ada peringkat