Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan
Pasien datang ke poli RSUD Palembang Bari dengan keluhan anaknya 5
hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengeluh anaknya batuk dan pilek
disertai demam tinggi, nafsu makan dan minum berkurang karena pasien
mengeluh sakit tenggorokan pada saat menelan, mual ada, muntah tidak ada, BAB
dan BAK dalam batas normal.
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan, sebelumnya pasien sudah pernah
berobat di puskesmas di berikan obat paracetamol, ambroxol, dan obat warna
kuning dibagi empat. Karena ibu pasien merasa keluhan tidak berkurang ibu
pasien membawa anaknya ke dokter spesialis anak dan disarankan untuk dirawat
namun ibu pasien menolak. Setelah beberapa hari kemudian ibu pasien membawa
anaknya ke kembali ke RSUD Palembang BARI untuk dirawat.
Pada pemeriksaan fisik, dari tanda-tanda vital dan status gizi didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 119x/menit,
pernafasan 28x/menit dan suhu 39,8oC dan BB/TB diatas garis 3 SD (Gizi
Berlebih).

Pada pemeriksaan khusus didapatkan Konjungtiva anemis (-/-), Sklera


Ikterik (-/-), pada pemeriksaan Faring/Tonsil T3/T2 Hiperemis (+/+) dan detritus
di tonsil kanan, pembesaran KGB leher (+), pemeriksaan abdomen didapatkan
perut datar, lemas, bising usus normal, tidak didapatkan pembesaran hepar dan
lien, pada pemeriksaan kulit hiperpigmentasi (-) turgor kulit baik. Dari hasil
pemeriksaan penunjang tanggal 6 Agustus 2019 didapatkan bahwa Hb 12,5 gr/dl,
Eritrosit 4,48 /uL, Trombosit 19,7 /uL, Hematoktit 36 %, dan CRP Kualitatif (+).
Selain itu dari alloanamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien mengatakan bahwa di
keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang sama.

Dari Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka


diagnosis kerja pada kasus ini adalah Sepsis ec Tonsilofaringitis. Hal ini sesuai
dengan teori dimana manifestasi klinis Tonsilofaringitis menurut kriteria centor
adalah demam > 38oC, eksudat (tonsil), kelenjar getah bening leher membesar,
batuk (-). Dan dari pemeriksaan fisik terdapat faring hiperemis, pembesaran tonsil
(T3/T2), detritus (+), pembesaran KGB leher (+). Difteri dapat disingkirkan
karena pada difteri didapatkan panas tidak tinggi, Malaise, Anoreksia, suara serak,
sesak nafas, lesu, pucat lemah dan suara mengorok. Jadi diagnosis banding difteri
dapat disingkirkan.

Pasien diberikan obat IVFD D5 ½ NS 50 cc, Inj. Ampicilin 3 x 800 mg,


Ceftriaxone 1x 1 gr, Paracetamol sirup 3 x 1 cth.

Terapi caian Elektrolit memiliki fungsi untuk menjaga cairan dalam tubuh,
menjaga keasaman darah (pH), dan membantu kerja fungsi otot. Keseimbangan
elektrolit didalam tubuh dapat membantu kerja otot, darah, dan fungsi tubuh yang
lain. Eletrolit yang dibutuhkan tubuh adalah natrium, kalsium, kalium, klorida,
fosfat, dan magnesium.

Ampicillin memiliki struktur kimia berupa serbuk hablur, putih dan tak
berbau. Dalam air kelarutannya 1g/ml, dalam etanol absolut 1g/250ml dan praktis
tidak larut dalam eter dan kloroform (Wattimena, 1987).
Ampisilin merupakan derivat penisilin yang merupakan kelompok
antibiotik β –laktam yang memiliki spektrum antimikroba yang luas. Ampisilin
efektif terhadap mikroba Gram positif dan Gram negatif. Ampisilin digunakan
untuk infeksi pada saluran urin yang disebabkan oleh Escherichia coli dan juga
untuk infeksi saluran pernafasan, telinga bagian tengah yang disebabkan
Streptococcus pneumoniae (Brooks, 2001; Wattimena, 1987)
Mekanisme kerja ampisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri
dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida, karena sintesis dinding sel
terganggu maka bakteri tersebut tidak mampu mengatasi perbedaan tekanan
osmosa di luar dan di dalam sel yang mengakibatkan bakteri mati (Wattimena,
1987).
Ceftriaxone bekerja membunuh bakteri dengan menginhibisi sintesis
dinding sel bakteri. Ceftriaxone memiliki cincin beta laktam yang menyerupai
struktur asam amino D-alanyl-D-alanine yang digunakan untuk membuat

26
peptidoglikan. Tautan silang peptidoglikan dikatalisasi oleh enzim transpeptidase
yang merupakan Penicillin-Binding Proteins (PBP).
Karena strukturnya yang mirip dengan asam amino D-alanyl-D-alanine,
ceftriaxone secara ireversibel berikatan dengan Penicillin-Binding Proteins (PBP)
yang terletak pada membran dalam bakteri. Ikatan ini kemudian menginaktivasi
PBP sehingga mengganggu proses transpeptidasi peptidoglikan yang berperan
menentukan kekuatan dan rigiditas membran sel. Sebagai hasilnya, sel akan lisis
akibat rusaknya integritas membran sel.
Sebagai sefalosporin generasi ketiga, ceftriaxone adalah antibiotik
spektrum luas. Dibanding sefalosporin generasi pertama dan kedua, ceftriaxone
memiliki aksi yang lebih baik dalam melawan bakteri gram negatif, dan memiliki
efikasi yang lebih rendah dalam melawan bakteri gram positif.

27

Anda mungkin juga menyukai