Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada organisme
yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan
adanya kemunduran sejalan dengan waktu dan proses alami yang disertai dengan
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial serta saling berinteraksi
satu sama lain. Proses menua yang terjadi pada lansia secara linier dapat digambarkan
melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional
limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan
dialami bersamaan dengan proses kemunduran.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pelayanan lansia, yaitu pelayanan
konsultasi, pelayanan mediasi, dan pelayanan advokasi. Pelayanan ini tidak lain untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan lansia, mewuujudkan kemandirian usaha sosial
ekonomi lansia.
Mengingat proyeksi penduduk lansia pada tahun 2020 akan meningkat menjadi
11,37 % penduduk Indonesia, maka keperawatan gerontik memiliki potensi kerja
yang cukup besar di masa mendatang. Perawat perlu membudayakan kegiatan
penelitian dan pemanfaatan hasil-hasilnya dalam praktik klinik keperawatan untuk
mempersiapkan pelayanan yang prima. Praktik yang bersifat evidence-based harus
dibuat sebagai bagian integral dari kebijakan organisatoris pelayanan kesehatan pada
semua tingkatan agar langkah-langkah tersebut dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan tersebut. Budaya ilmiah juga dapat
dimanfaatkan sebagai strategi akuntabilitas publik, justifikasi tindakan keperawatan,
dan bahan pengambilan keputusan.

B. TUJUAN
1. Mengetahui perspektif keperawatan gerontik.
2. Mengetahui aspek legal keperawatan gerontik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERSPEKTIF KEPERAWATAN GERONTIK


1. Pengertian
Keperawatan yang berkeahlian khusus merawat lansia diberi nama untuk
pertama kalinya sebagai keperawatan geriatric (Ebersole et al, 2005). Namun,
pada tahun 1976, nama tersebut diganti dengan gerontological. Gerontologi
berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos berarti ilmu.
Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang lanjut usia dengan masalah-
masalah yang terjadi pada lansia yang meliputi aspek biologis, sosiologis,
psikologis, dan ekonomi. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific
approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan (Tamher&Noorkasiani,
2009). Menurut Miller (2004), gerontologi merupakan cabang ilmu yg
mempelajari proses manuan dan masalah yg mungkin terjadi pada lansia.
Geriatrik adalah salah satu cabang dari gerontologi dan medis yang mempelajari
khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotof,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang mencakup kesehatan badan, jiwa,
dan sosial, serta penyakit cacat (Tamher&Noorkasiani, 2009).
Sedangkan keperawatan gerontik adalah istilah yang diciptakan oleh Laurie
Gunter dan Carmen Estes pada tahun 1979 untuk menggambarkan bidang ini.
Namun istilah keperawatan gerontik sudah jarang ditemukan di literature
(Ebersole et al, 2005). Gerontic nursing berorientasi pada lansia, meliputi seni,
merawat, dan menghibur. Istilah ini belum diterima secara luas, tetapi beberapa
orang memandang hal ini lebih spesifik. Menurut Nugroho (2006), gerontik
adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala
permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Menurut para ahli,
istilah yang paling menggambarkan keperawatan pada lansai adalah
gerontological nursing karena lebih menekankan kepeada kesehatan ketimbang
penyakit. Menurut Kozier (1987), keperawatan gerontik adalah praktek
perawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses menua. Menurut
Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

2. Tujuan Keperawatan Gerontik


Adapun tujuan dari gerontologi adalah (Maryam, 2008):
a. Membantu individu lanjut usia memahami adanya perubahan pada dirinya
berkaitan dengan proses penuaan.
b. Mempertahankan, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan lanjut
usia baik jasmani, rohani, maupun social secara optimal.

2
c. Memotivasi dan menggerakkan masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan lanjut usia
d. Memenuhi kebutuhan lanjut usia sehari-hari
e. Mengembalikan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari
f. Mempercepat pemulihan atau penyembuhan penyakit
g. Meningkatkan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, sesuai dengan
keberadaannya dalam masyarakat
Tujuan dari geriatrik menurut Maryam (2008) adalah sebagai berikut:
a. Mempertahankan derajat kesehatan pada lanjut usia pada taraf yang setinggi-
tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan
b. Memelihara kondisi kesehatan dengan akticitas fisik dan mental
c. Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan
diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu
d. Mencari upaya semaksimal mungkin agar para lanjut usia yang menderita
suatu penyakit atau gangguan, masih dapat mempertahankan kebebasan yang
maksimal tanpa perlu suatu pertolongan (memelihara kemandirian secara
maksimal)
e. Bila para lanjut usia sudah tidak dapat disembuhkan dan bila mereka sudah
sampai pada stadium terminal, ilmu ini mengajarkan untuk tetap memberi
bantuan yang simpatik dan perawatan dengan penuh pengertian (dalam akhir
hidupnya, memberi bantuan moral dan perhatian yang maksimal sehingga
kematiannya berlangsung dengan tenang).
Tujuan keperawatan gerontik adalah memenuhi kenyamanan lansia,
mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian
dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan gerontik
(Maryam, 2008).

3. Fungsi Perawat Gerontik


Perawat memiliki banyak fungsi dalam memberikan pelayanan prima dalam
bidang gerontik. Menurut Eliopoulus (2005), fungsi dari perawat gerontologi
adalah :
a. Guide persons of all ages toward a healthy aging process (membimbing orang
pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat)
b. Eliminate ageism (menghilangkan perasaan takut tua)
c. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (menghormati
hak orang yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang
sama)
d. Overse and promote the quality of service delivery (memantau dan mendorong
kualitas pelayanan)
e. Notice and reduce risks to health and well being (memerhatikan serta
menguragi resiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan)
f. Teach and support caregives (mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan)
g. Open channels for continued growth (membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya)

3
h. Listen and support (mendengarkan dan member dukungan)
i. Offer optimism, encouragement and hope (memberikan semangat, dukungan,
dan harapan)
j. Generate, support, use, and participate in research (menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpartisipasi dalam penelitian)
k. Implement restorative and rehabilitative measures (melakukan perawatan
restorative dan rehabilitative)
l. Coordinate and managed care (mengoordinasi dan mengatur perawatan)
m. Asses, plan, implement, and evaluate care in an individualized, holistic maner
(mengkaji, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi perawatan
individu dan perawatan secara menyeluruh)
n. Link service with needs (memberikan pelayanan sesuai kebutuhan)
o. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya)
p. Understand the unique physical, emotical, social, spiritual aspect of each
other (saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, social, dan
spiritual)
q. Recognize and encourage the appropriate management of ethical concern
(mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja)
r. Support and comfort through the dying process (memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghadapi proses kematian)
s. 19. Educate to promote self care and optimal independence
(mengajarkan untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan
yang optimal)

4. Peran Perawat Gerontik


Peran perawat gerontik secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu peran secara umum dan peran spesialis. Peran secara umum yaitu
pada berbagai setting, seperti rumah sakit, rumah, nursing home, komunitas,
dengan menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, Touhy, &
Jett, 2005).
Perawat bekerja di berbagai macam bentuk pelayanan dan bekerja sama
dengan para ahli dalam perawatan klien mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
Peran secara spesialis terbagi menjadi dua macam yaitu perawat gerontik spesialis
klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat gerontik
pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP). Peran CNS yaitu perawat klinis
secara langsung, pendidik, manajer perawat, advokat, manajemen kasus, dan
peneliti dalam perencanaan perawatan atau meningkatkan kualitas perawatan bagi
klien lansia dan keluarganya pada setting rumah sakit, fasilitas perawatan jangka
panjang, outreach programs, dan independent consultant. Sedangkan peran GNP
yaitu memenuhi kebutuhan klien pada daerah pedalaman; melakukan intervensi
untuk promosi kesehatan, mempertahankan, dan mengembalikan status kesehatan
klien; manajemen kasus, dan advokat pada setting klinik ambulatori, fasilitas

4
jangka panjang, dan independent practice. Hal ini sedikit berbeda dengan peran
perawat gerontik spesialis klinis. Perawat gerontik spesialis klinis memiliki peran,
diantaranya:
a. Provider of care
Perawat klinis melakukan perawatan langsung kepada klien, baik di
rumah sakit dengan kondisi akut, rumah perawatan, dan fasilitas perawatan
jangka panjang. Lansia biasanya memiliki gejala yang tidak lazim yang
membuat rumit diagnose dan perawatannya. Maka perawat klinis perlu
memahami tentang proses penyakit dan sindrom yang biasanya muncul di usia
lanjut termasuk faktor resiko, tanda dan gejala, terapi medikasi, rehabilitasi,
dan perawatan di akhir hidup.
b. Peneliti
Level yang sesuai untuk melakukan penelitian adalah level S2 atau
baccalaureate level. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas perawatan klien
dengan metode evidence based practice. Penelitian dilakukan dengan
mengikuti literature terbaru, membacanya, dan mempraktekkan penelitian
yang dapat dipercaya dan valid. Sedangkan perawat yang berada pada level
undergraduate degrees dapat ikut serta dalam penelitian seperti membantu
melakukan pengumpulan data.
c. Manajer Perawat
Manajer perawat harus memiliki keahlian dalam kepemimpinan,
manajemen waktu, membangun hubungan, komunikasi, dan mengatasi
perubahan. Sebagai konsultan dan sebagai role model bagi staf perawat dan
memiliki jiwa kepemimpinan dalam mengembangkan dan melaksanakan
program perawatan khusus dan protokol untuk orang tua di rumah sakit.
Perawat gerontik berfokus pada peningkatan kualitas perawatan dan kualitas
hidup yang mendorong perawat menerapkan perubahan inovatif dalam
pemberian asuhan keperawatan di panti jompo dan setting perawatan jangka
panjang lainnya
d. Advokat
Perawat membantu lansia dalam mengatasi adanya ageism yang sering
terjadi di masyarakat. Ageism adalah diskriminasi atau perlakuan tidak adil
berdasarkan umur seseorang. Seringkali para lansia mendapat perlakuan yang
tidak adil atau tidak adanya kesetaraan terhadap berbagai layanan masyarakat
termasuk pada layanan kesehatan. Namun, perawat gerontology harus ingat
bahwa menjadi advokat tidak berarti membuat keputusan untuk lansia, tetapi
member kekuatan mereka untuk tetap mandiri dan menjaga martabat,
meskipun di dalam situasi yang sulit.
e. Edukator

5
Perawat harus mengambil peran pengajaran kepada lansia, terutama
sehubungan dengan modifikasi dalam gaya hidup untuk mengatasi
konsekuensi dari gejala atipikal yang menyertai usia tua. Perawat harus
mengajari para lansia tentang pentingnya pemeliharaan berat badan,
keterlibatan beberapa jenis kegiatan fisik seperti latihan dan manajemen stres
untuk menghadapi usia tua dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Perawat
juga harus mendidik lansia tentang cara dan sarana untuk mengurangi risiko
penyakit seperti serangan jantung, stroke, diabetes, alzheimer, dementia,
bahkan kanker.
f. Motivator
Perawat memberikan dukungan kepada lansia untuk memperoleh
kesehatan optimal, memelihara kesehatan, menerima kondisinya. Perawat
juga berperan sebagai inovator yakni dengan mengembangkan strategi untuk
mempromosikan keperawatan gerontik serta melakukan riset/ penelitian untuk
mengembangkan praktik keperawatan gerontik
g. Manajer kasus
Manajemen kasus adalah metode intervensi lain yang dapat
mengurangi penurunan fungsional klien lansia berisiko tinggi dirawat di
rumah sakit. Umumnya, manajemen kasus disediakan bagi klien yang
mendapatkan berbagai perawatan yang berbeda.

5. Masalah Kesehatan Lansia


Penampilan penyakit pada lanjut usia (lansia) sering berbeda dengan pada
dewasa muda, karena penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-
kelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya,
sehingga tidak dapat berthan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Demikian juga, masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan
istilah 14 I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan
tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser buang air kecil dan atau buang
air besar), intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia), infection
(infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication,
convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan,
dan kulit), impaction (sulit buang air besar), isolation (depresi), inanition (kurang
gizi), impecunity (tidak punya uang), iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-
obatan), insomnia (gangguan tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang
menurun), impotence (impotensi).

6
Masalah kesehatan utama tersebut di atas yang sering terjadi pada lansia
perlu dikenal dan dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan
perawatan lansia agar dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat
kesehatan yang seoptimal mungkin.
a. Kurang bergerak: gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan
pembuluh darah.
b. Instabilitas: penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-
hal yang berkaitan dengan keadaan tubuh penderita) baik karena proses
menua, penyakit maupun faktor ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar
tubuh) seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan. Akibat yang paling
sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka bakar
karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi.
Selain daripada itu, terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi
pergerakannya.
c. Beser: beser buang air kecil (bak) merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan
kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah kesehatan atau sosial. Beser
bak merupakan masalah yang seringkali dianggap wajar dan normal pada
lansia, walaupun sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia
tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai masalah, baik
masalah kesehatan maupun sosial, yang kesemuanya akan memperburuk
kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan beser bak sering
mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut,
sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga berkurangnya
kemampuan kandung kemih. Beser bak sering pula disertai dengan beser
buang air besar (bab), yang justru akan memperberat keluhan beser bak tadi.
d. Gangguan intelektual: merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi
gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga
menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan shari-hari. Kejadian ini
meningkat dengan cepat mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu
kurang dari 5 % lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami dementia
(kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian ini
meningkat mendekati 50 %. Salah satu hal yang dapat menyebabkan
gangguan interlektual adalah depresi sehingga perlu dibedakan dengan
gangguan intelektual lainnya.
e. Infeksi: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,
karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang

7
menyebabkan keterlambatan di dalam diaggnosis dan pengobatan serta risiko
menjadi fatal meningkat pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan
lansia mudah mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh:yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh, terdapatnya
beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan daya tahan
tubuh yang sangat berkurang. Selain daripada itu, faktor lingkungan, jumlah
dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
f. Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit: akibat prosesd
menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikian juga gangguan
pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat
menyebabkn terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering,
rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.
g. Sulit buang air besar (konstipasi): beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya konstipasi, seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang
sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu
dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi
usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras
dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat
berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
h. Depresi: perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi
salah satu pemicu munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering
sekali gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan
fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena
gejala-gejala depresi yang muncul seringkali dianggap sebagai suatu bagian
dari proses menua yang normal ataupun tidak khas. Fejala-gejala depresi
dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian,
tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya
ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatian, kurangnya
minat, hilangnya kesenangan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang
lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan
gejala-gejala fisik lainnya. Akan tetapi pada lansia sering timbul depresi
terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit
kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang, gangguan pencernaan dan
lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak jelas.
i. Kurang gizi: kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan
lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa
ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing

8
dari masyarakat) terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan baru
kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi kesehatan berupa
penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
j. Tidak punya uang: dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan
fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan
ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya
sehingga tidak dapat memberikan penghasilan. Untuk dapat menikmati masa
tua yang bahagia kelak diperlukan paling sedikit tiga syarat, yaitu :memiliki
uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak, mempunyai peranan di
dalam menjalani masa tuanya.
k. Penyakit akibat obat-obatan: salah satu yang sering didapati pada lansia
adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat
yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering menggunakan obat dalam
jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obat yaqng digunakan.
l. Gangguan tidur: dua proses normal yang paling penting di dalam kehidupan
manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya sangat penting akan
tetapi karena sangat rutin maka kita sering melupakan akan proses itu dan
baru setelah adanya gangguan pada kedua proses tersebut maka kita ingat
akan pentingnya kedua keadaan ini. Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka
pada umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak.
Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia,
yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur. tidurnya tidak dalam dan mudah
terbangun, tidurnya banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali,
terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
m. Daya tahan tubuh yang menurun: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya
umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini disebabkan oleh proses
menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang
sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja diderita
(akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian
juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi
organ-organ tubuh dan lain-lain.
n. Impotensi: merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang
memuaskan yang terjadi paling sedikit 3 bulan. Menurut Massachusetts Male
Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang dilakukan pada pria usia 40-70
tahun yang diwawancarai ternyata 52 % menderita disfungsi ereksi, yang

9
terdiri dari disfungsi ereksi total 10 %, disfungsi ereksi sedang 25 % dan
minimal 17 %. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran
darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh
darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun penyakit, dan juga
berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin serta
berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan (Siburian,
2009).

6. Mitos pada Lansia


a. Mitos kedamaian dan ketenangan
1) Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
2) Depresi
3) Kekhawatiran
4) Paranoid
5) Masalah psikotik
b. Mitos konservatisme dan kemunduran
1) Konservatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah berubah
8) Keras kepala
9) Cerewet
c. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses
manua.
d. Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian
otak
e. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau
sudah berkurang
f. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat,
dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
g. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

7. Pendekatan pada Lansia


1) Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien
lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat

10
kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang
dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut
usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
1) Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya
sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar
perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung
dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
2) Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung
dan interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi
dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk
keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip
triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat
ahrus mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar
mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
3) Pendekatan social
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan
untuk berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk
membaca surat kabar dan majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi,
baik dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan
dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan
keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.
8. Tempat Pemberian Pelayanan Bagi Lansia
a. Pelayanan social di keluarga sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia
yang dilakukan di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia.
Tujuan pelayanan yang diberikan adalah membantu keluarga dalam mengatasi

11
dan memecahkan masalah lansia sekaligus memberikan kesempatan kepada
lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya. Pelayanan ini dapat
diberikan oleh:
1) Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
2) Keluarga
3) Kelompok
4) Lembaga / organisasi sosial
5) Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan
kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari,
minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.
b. Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan
sosial yang diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar
lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain karena keluarganya tidak dapat
memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran
pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh keluarganya
sendiri. Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa:
1) Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan memberi makanan
2) Peningkatan gizi
3) Bantuan aktivitas
4) Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
5) Pendampingan rekreasi
6) Olah raga
c. Pusat santunan keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh
daritempat tinggal lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu
keluarga/lanjut usia dalam mengatasi permasalahan, memenuhi kebutuhan,
memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia
untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan
keluarga sendiri atau keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi
mengalami keterbatasan ekonomi.
d. Panti social Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan
perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki
kehidupan secara wajar.
9. Model Keperawatan Gerontik Menurut Ahli
1) Model Konseptual Adaptasi Callista Roy
Model adaptasi Roy merupakan salah satu teori keperawatan yang
berfokus pada kemampuan adaptasi klien terhadap stressor yang dihadapinya.
Dalam penerapannya Roy menegaskan bahwa individu adalah makhluk
biopsikososial sebagai satu kesatuan utuh yang memiliki mekanisme koping
untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefinisikan
lingkungan sebagai semua yang ada di sekeliling kita dan berpengaruh pada

12
perkembangan manusia. Sehat adalah suatu keadaan atau proses dalam
menjaga integritas diri, respon yang menyebabkan penurunan integritas tubuh
menimbulkan adanya suatu kebutuhan dan menyebabkan individu berespon
terhadap kebutuhan tersebut melalui upaya atau prilaku tertentu. Menurutnya
peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang
ada.
2) Model Konseptual Human Being Rogers
Marta Rogers (1992) mengungkapkan metaparadigma lansia. Dia
menyajikan lima asumsi tentang manusia. Setiap manusia diasumsikan
sebagai kesatuan yang dengan individualitas. Manusia secara kontinyu
mengalami pertukaran energi dengan lingkungan. Manusia mampu abstraksi,
citra, bahasa, pikiran, sensasi, dan emosi. Manusia diidentifikasi dengan pola
dan mewujudkan karakteristik dan perilaku yang berbeda dari bagian dan
yang tidak dapat diprediksi dengan pengetahuan tentang bagian - bagiannya.
1) Lingkungan terdiri dari semua pola yang ada di luar individu. Keduanya,
individu dan lingkungan dianggap sistem terbuka. Lingkungan
merupakan, tereduksi terpisahkan, energi lapangan pandimensional
diidentifikasi dengan pola dan integral dengan bidang manusia (Rogers,
1992).
2) Perawatan utamanya adalah seni dan ilmu dan humanistik kemanusiaan.
Ditujukan terhadap semua manusia dan berkaitan dengan sifat dan arah
pembangunan manusia. Tujuannya untuk berpartisipasi dalam proses
perubahan sehingga orang dapat mengambil manfaat (Rogers, 1992).
3) Kesehatan tidak secara khusus diatur, Malinski (1986) dikutip dari
komunikasi pribadi dengan Rogers di mana di negara bagian Rogers
bahwa ia memandang kesehatan sebagai sebuah nilai. Komunikasi ini
menegaskan kesimpulan sebelumnya bahwa penyakit, patologi dan
kesehatan adalah sebuah nilai.
3) Model Konseptual Keperawatan Neuman
Neuman menyatakan bahwa keperawatan memperhatikan manusia
secara utuh dan keperawatan adalah sebuah profesi yang unik yang
mempertahankan semua variabel yang mempengaruhi respon klien terhadap
stressor. Melalui penggunaan model keperawatan dapat membantu individu,
keluarga dan kelompok untuk mencapai dan mempertahankan level
maksimum dari total wellness. Keunikan keperawatan adalah berhubungan
dengan integrasi dari semua variabel yang mana mendapat perhatian dari
keperawatan. Neuman (1981) menyatakan bahwa dia memandang model
sebagai sesuatu yang berguna untuk semua profesi kesehatan dimana mereka
dan keperawatan mungkin berbagi bahasa umum dari suatu pengertian.
Neuman juga percaya bahwa keperawatan dengan perspektif yang luas dapat

13
dan seharusnya mengkoordinasi pelayanan kesehatan untuk pasien supaya
fragmentasi pelayanan dapat dicegah.
4) Model Konseptual Keperawatan Henderson
Fokus keperawatan pada teori Henderson adalah klien yang memiliki
keterikatan hidup secar individual selama daur kehidupan, dari fase
ketergantungan hingga kemandirian sesuai dengan usia, keadaan, dan
lingkungan. Perawat merupakan penolong utama klien dalam melaksanakan
aktivitas penting guna memelihara dan memulihkan kesehatan klien atau
mencapai kematian yang damai. Bantuan ini diberikan oleh perawat karena
kurangnya pengetahuan kekeuatan, atau kemauan klien dalam melaksanakan
14 komponen kebutuhan dasar.
e. Model Konseptual Budaya Leininger
Model konseptual Leininger sering disebut sebagai Trancultural
Nursing Theory atau teori perawatan transkultural. Pemahaman yang benar
pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu, keluarga, kelompok,
maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock atau culture
imposition. Culture shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba
mempelajari atau beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu
(klien). Klien akan merasakan perasaan tidak nyaman, gelisah dan disorientasi
karena perbedaan nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan. Sedangkan culture
imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara
diam-diam maupun terang-terangan, memaksakan nilai-nilai budaya,
keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang dimilikinya kepada individu,
keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini bahwa
budayanya lebih tinggi daripada budaya kelompok lain.
f. Model Konseptual Perilaku Johnson
Teori Dorothy Johnson tentang keperawatan (1968) berfokus pada
bagaimana klien beradaptasi terhadap kondisi sakitnya dan bagaimana stress
actual atau potensial dapat mempengaruhi kemampuan beradaptasi. Tujuan
dari keperawatan adalah menurunkan stress sehingga klien dapat bergerak
lebih mudah melewati masa penyembuhannya (Johnson, 1968). Teori Johnson
berfokus pada kebutuhan dasar yang mengacu pada pengelompokkan perilaku
berikut:
1) Perilaku mencari keamanan
2) Perilaku mencari perawatan
3) Menguasai diri sendiri dan lingkungan sesuai dengan standar internalisasi
prestasi
4) Mengakomodasi diet dengan cara yang diterima secar sosial dan cultural
5) Mengeluarkan sampah tubuh dengan cara yang diterima secara sosial dan
cultural
6) Perilaku seksual dan identitas peran
7) Perilaku melindungi diri sendiri

14
Menurut Johnson, perawat mengkaji kebutuhan klien berdasarkan
kategori perilaku diatas, yang disebut subsistem perilaku. Dalam kondisi
normal klien berfungsi secara efektif didalam lingkungannya.Akan tetapi
ketika stres mengganggu adaptasi normal, perilaku klien menjadi tidak dapat
diduga dan tidak jelas.Perawat mengidentikasi ketidakmampuan beradaptasi
seperti ini dan memberikan asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah
dalam memenuhi kebutuhan tersebut
g. Model Konseptual Self Care Orem
Konsep keperawatan Orem mendasari peran perawat dalam memenuhi
kebutuhan klien untuk mencapai kemandirian dan kesehatan yang optimal.
1) Teori Self care deficit
Inti dari teori ini menggambarkan manusia sebagai penerima
perawatan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan dirinya dan
memiliki berbagai keterbatasan-keterbatasan dalam mencapai taraf
kesehatannya.
2) Teori Self care
Ketika klien tidak mampu melakukan perawatan dirinya sendiri maka
deficit perawatan diri terjadi dan perawat akan membantu klien untuk
melakukan tugas perawatan dirinya.

15
3) Teori nursing system
Perawat menentukan, mendesain, dan menyediakan perawatan yang
mengatur kemampuan individu dan memberikannya secara terapeutik
sesuai dengan tiga tingkatan

B. ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN GERONTIK


1. Aspek Legal Keperawatan Gerontik
Aspek legal yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
UU RI No 13 Th 1998, tentang kesejahteraan lansia (GBHN’98-2003). Undang-
undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang Jompo
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747). Salah satu pasalnya
berbunyi “seseorang dapat dinyatakan orang jompo atau lanjut usia setelah yang
bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai pekerjaan atau tidak
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain.”
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :
a. Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan.
b. Upaya pemberdayaan.
c. Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak
potensial.
d. Pelayanan terhadap Lanjut Usia.
e. Perlindungan sosial.
f. Bantuan sosial.
g. Koordinasi.
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
i. Ketentuan peralihan.
1) Hak Lansia:
a. Meningkatkan kesejahteraan sosial, meliputi :
2) Pelayanaan keagamaan dan mental spiritual.
2) Pelayanan kesehatan.
3) Kesempatan kerja.
4) Diklat.
5) Kemudahan dan penggunaan fasilitas, serta sarana dan prasarana umum.
6) Mengamalkan dan mentransformasikan kemampuannya ke generasi
penerus.
7) Memberi keteladanan dalam segala aspek kehidupan untuk generasi
penerus.
b. Sama dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2) Kebijakan Khusus untuk Lansia
a. PBB NO 045/206 TH 1991 ; 1 Oktober “International Day For The Elderly’.
b. PERGERI (The Indonesian Society Of Gerontology, 14 Desember 1984).
c. GBHN 1993 : Lansia dapat didayagunakan untuk pembangunan.
d. HALUN : Mulai Th 1996, 29 Mei 1945, Radjiman Widiodiningrat (Lansia) :
“Perlu falsafah Negara (Pancasila), pandangan jauh ke depan dan wawasan
luas.

16
2. ETIK KEPERAWATAN GERONTIK
Kode Etik dalam Praktik Keperawatan :
a. Tanggung jawab terhadap klien.
b. Tanggung jawab terhadap tugas.
c. Tanggung jawab terhadap sesama perawat.
d. Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan.
e. Terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.
Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Perawat berkaitan dengan kode etik :
a) Perawat harus memberikan rasa hormat kepada klien tanpa memperhatikan
suku, ras, golongan, pangkat, jabatan, status sosial, masalah kesehatan.
b) Menjaga rahasia klien.
c) Melindungi klien dari campur tangan pihak lain yang tidak kompeten, tidak
etis, praktik illegal.
d) Perawat berhak menerima jasa dari hasil konsultasi dan pekerjaannya.
e) Perawat menjaga kompetensi keperawatan.
f) Perawat memberikan pendapat dan menggunakannya.
g) Kompetensi individu serta kualifikasi dalam meberikan konsultasi.
h) Berpartisipasi aktif dalam meningkatkan standar professional.
i) Perawat melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain atau ahli dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
termasuk lansia.
Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah
(Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
a. Empati : Istilah empati menyangkut istilah “simpati atas dasar pengertian yang
dalam” artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seseorang
lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa
penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut.
b. Non Malefience dan beneficence. Pelayanan lansia selalu didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik dan harus menghindari tindakan yang
menambah penderitaan. Sebagai contoh, upaya pemberian posisi baring yang
tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik (kalau perlu) yang
cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang
mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c. Otonomi yaitu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk
menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja
hak tersebut mempunyai batasan, tetapi dibidang geriatric hal tersebut
berdasar pada keadaan, apakah lansia dapat membuat keputusan secara
mandiri dan bebas. Dalam etika ketimuran, seringkali ini dibantu oleh
pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki, prinsip otonomi berupaya untuk
melindungi penderita yang fungsional masih kapabel (sedangkan
nonmalificence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang
inkapabel).
d. Keadilan yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan
yang sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita

17
secara wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang
tidak relevan.
e. Kesungguhan hati yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.

18
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada
lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi. Keperawatan gerontik bertujuan memberikan asuhan
keperawatan yang efektif terhadap klien yaitu lanjut usia. Asuhan diberikan agar klien
mendapatkan kenyamanan dalam hidup.
Peran perawat dalam gerontik adalah memberikan asuhan keperawatan dan
membantu klien dalam mengahadapi masalahnya dan membantu memenuhi
kebutuhan yang tidak bias dipenuhi sendiri oleh klien.

B. SARAN
Dalam keperawatan gerontik, seorang perawat hendaklah mengetahui asuhan
keperawatan yang akan diberikan terhadap klien yaitu para lansia sehingga lansia
merasa tercukupi kebutuhannya secara lebih efektif. Bagi keluarga klien juga
hendaklah mengetahui tentang cara-cara asuhan pada lansia sehingga lansia dapat
menjalani masa tuanya dengan lebih baik dan nyaman.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 23 Oktober
2012 dari http://ebookbrowse.com/konsep-dasar-keperawatan-gerontik-doc-
d189511678

Anonim.2016.Http://repository.unhas.ac.id/bitsream/handle/123456789/6604/Buku
%2520Kerja%2520Praktek%2520Profesi%2520Keperawatan%2520Gerontik.pdf
diakses pada 10 Okt 2017 pukul 19:00 WIB

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Nugroho, Wahjudi SKM. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC

Samsun, Ahmad. 2011. Keperawatan Gerontik. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://id.scribd.com/doc/57506594/Makalah-Keperawatan-Gerontik-i

Sri, Nina. 2010. Keperawatan Dasar. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2012 dari
http://cheezabluesecret.multiply.com/journal

20

Anda mungkin juga menyukai