Laporan Surveilance Epidemiologi Penyaki
Laporan Surveilance Epidemiologi Penyaki
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
WHO mendefinisikan kesehatan adalah kondisi fisik, mental dan social yang
sempurna, bukan hanya ketidakhadiran penyakit belaka. Jika definisi ini dikaji
lebih jauh, tidak banyak manusia yang benar-benar sakit. Tetapi hal ini bukan
berarti bahwa semua manusia selalu mempunyai penyakit. (Soekidjo
Natoatmodjo. 2007).
Sedangkan penyakit menurut cunningham dan saigo (2001), Penyakit
merupakan perubahan yang mengganggu kondisi tubuh sebagai respon dari faktor
lingkungan yang mungkin berupa nutrisi, kimia, biologi atau psikologi. Dalam hal
ini lingkungan paling berpengaruh pada terjadinya penyakit.
H.L Blum menjelaskan ada empat faktor utama yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Keempat faktor tersebut merupakan faktor determinan
timbulnya masalah kesehatan. Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor
perilaku/gaya hidup (life style), faktor lingkungan (sosial, ekonomi, politik,
budaya), faktor pelayanan kesehatan (jenis cakupan dan kualitasnya) dan faktor
genetik (keturunan). Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang
mempengaruhi kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat.
Salah satu penyakit yang terkait dengan faktor determinan di atas adalah TB
(Tuberkulosis) yang merupakan suatu penyakit yang di dapat dari fenomena alam
dan lingkungan yang menyerang organ paru-paru, dan di sebabkan oleh bakteri.
Penyakit Tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu
penyakit infeksi kronis menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit yang
sudah cukup lama ada ini merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Hal-hal yang menjadi
penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC di dunia antara lain karena
1
kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur usia manusia
yang hidup, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi di negara-negara
miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TBC di antara para dokter,
kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan kasus TBC serta
adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.
Di negara maju dapat dikatakan penyakit TBC dapat dikendalikan, namun
adanya peningkatan kasus penyakit HIV merupakan ancaman yang sangat
potensial dalam peningkatan kasus penyakit TBC baru. Pada tahun 1995 di
seluruh dunia terdapat 17 juta kasus infeksi HIV dan kira - kira ada 6 juta kasus
AIDS pada orang dewasa dan anak sejak timbulnya pandemi HIV. Kira-kira
sepertiga dari semua orang yang terinfeksi HIV juga teinfeksi tuberkulosis, Dari
jumlah ini 70% berada di Afrika, 20% di Asia dan 80% di Amerika latin.
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC pada tahun 1993,
karena di sebagian besar negara di dunia, penyakit TBC tidak terkendali. Hal ini
disebabkan banyaknya penderita TBC yang tidak berhasil disembuhkan.
Dinegara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang
terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia.
Pada tahun 1995, ada sekitar 9 juta pasien TBC baru dan 3 juta kematian
akibat TBC di dunia. Diperkirakan 7-8 juta yang terkena TBC di negara
berkembang, ini terjadi karena tidak ada peningkatan yang signifikan di dalam
upaya pencegahannya dalam tahun 1999-2020. WHO memperkirakan dalam dua
dekade pertama di abad 20, satu miliar orang akan terinfeksi per 200 orang
berkembang menjadi TBC aktif dan 70 juta orang akan mati akibat penyakit ini.
Penyebab kematian wanita akibat TBC lebih banyak daripada akibat kehamilan,
persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TBC adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TBC
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 - 30
%. Jika meninggal akibat TBC, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
2
tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TBC juga memberikan dampak buruk
lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan
Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TBC didunia.
Diperkirakan pada tahun XXXX, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang sedangkan angka kematian di Indonesia tahun XXXX
sebesar 41/100.000 penduduk.
Survei pravelensi TBC yang di lakukan di enam propinsi pada tahun 1983-
1993. Menunjukan bahwa pravelensi TBC di indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65
%. Sedangkan menurut laporan penanggulangan TBC Global yang di keluarkan
oleh WHO pada tahun 2004, angka insiden TBC pada tahun 2002 mencapai
555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46 % di antaranya di
perkirakan merupakan kasus baru.
Hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukan
bahwa Tuberkulosis merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan
pada tahun 1986 meruoakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO
Global Surveilance memperkirakan di indonesia terdapat 583.000 penderita
Tuberkulosis baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insiden rate kira-
kira 130 per 100.000. penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis di perkirakan
menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.
Jumlah penderita TBC dari tahun ke tahun di indonesia terus meningkat. Saat
ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di indonesia.
Berdasarkan data pada puskesmas Wajo, penyakit Tuberkulosis merupakan
salah satu penyakit dari sepuluh penyakit terbesar yang di derita masyarakat
setempat. Pada puskesmas Wajo dari tahun 2006 – 2010 terjadi peningkatan
penderita, hal ini menunjukan bahwa upaya-upaya yang di lakukan pihak
puskesmas mengalami keberhasilan. Adapun upaya-upaya yang di lakukan pihak
puskesmas baik dari segi promotif preventif melalui penyuluhan, maupun kuratif
melalui pemeriksaan dahak dan pemberian obat.
3
1.2.Tujuan Penulisan
1.3.Manfaat Penulisan
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2. Definisi
Bahasa Perancis CDC :“the on going systematic collection,analysis and
interpretation of health data essential to the planning, implementation,and
evaluation of public health practice,closely integrated with the timely
disemanation of these data to those who need to know. The final link of the
surveillance chain is the application of these data to prevention and control”
Noor Nasry Noor : survailance epidemiologi adalah pengamatan secara
teratur dan terus-menerus terhadap semua aspek tertentu baik keadaan maupun
penyebarannnya dalam suatu masyarakat terteentu untuk kepentingan pencegahan
dan penanggulangannya.
Dalam surveilans terdapat kegiatan pokok yaitu :
1) Pengumpulan data
a. Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung pada orang
yang yang terlibat langsung.
b. Data sekunder adalah data yang sudah ada dari institusi tertentu
seperti puskesmas dll.
5
2) Pengolahan data adalah suatu sistem yang akan mengolah masukan berupa
bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa bahan
jadi.
3) Analisis data adalah proses pengelompokan data menurut orang yang
terdiri dari jenis kelamin, umur, menurut waktu kejadian dan menurut
tempat (lokasi kejadian).dengan menggunakan statistik deskriptif
2.2.2. Gejala
Gejala penyakit TBC digolongkan menjadi dua bagian, yaitu gejala umum
dan gejala khusus. Sulitnya mendeteksi dan menegakkan diagnosa TBC adalah
disebabkan gambaran secara klinis dari si penderita yang tidak khas, terutama
pada kasus-kasus baru.
6
1. Gejala umum (Sistemik)
o Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
"mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak
o Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
o Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
o Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
o Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, Maka
TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien
TBC dewasa. Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan
penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30%
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
7
Penegakan Diagnosis pada TBC
2.2.3. Penyebab
8
Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan
infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang
berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru
berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk
jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant)
seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk
tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang
memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami
perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang
banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang
yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa
disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.
2.2.5. Pengobatan
9
2.2.6. Pencegahan
1) Faktor umur
Faktor umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyakit Tuberkulosis. Dari hasil penelitian yang di laksanakan di
New York pada panti penempungan orang-orang gelandangan
menunjukan bahwa kemungkinan mendapat infeksi Tuberkulosis aktif
meningkat bermakna sesuia dengan umur. Insiden tertinggi
Tuberkulosis paru mengenai usia dewasa muda.
10
3) Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap
pengetahuan seseorang di antaranya mengenai rumah yang memenuhi
syarat kesehatan dan pengetahuan pentakit TBC, sehingga dengan
pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat
pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaanya.
4) Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko apa yang harus di
hadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang
berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC. Jenis
pekerjaan sesorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga
yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari di
antara kondisi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan
mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala
keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan bagi anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang
kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi di
antaranya TB paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan
mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumahyang
dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan
mempengaruhi terjadinya penularan penyakit TBC.
5) Kebiasaan merokok
Merokok di ketahui mempunyai hubungan dengan
meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penykit
11
jantun koroner, brinchhitis kronik dan kanker kandung kemih.
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terjadi infeksi TBC.
6) Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan
penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat
perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit di bersihkan
akan memyebabkan penumpukan debu, sehingga akan di jadikan
sebagai media yang baik bagi berkembang biakan kuman
mycobacterium tuberkulosis.
7) Status gizi
Hasil penelitian menunjukan bahwa orang dengan status gizi
kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB paru berat di
bandingkan dengan orang yang berstatus gizinya cukup atau lebih.
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
9) Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan.
Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan,
bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan
12
perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber
penularan bagi orang di sekelilingnya.
13
BAB 3
ANALISIS SITUASI
14
5. Kelurahan Tangana Pada dengan luas wilayah kurang lebih 2 km2
15
3.1.3. Jumlah Dan Distribusi Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wajo sampai tahun 2010
adalah jiwa dengan distribusi sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Jumlah dan Distribusi Penduduk
NO. KELURAHAN LAKI – LAKI PEREMPUAN JUMLAH
16
3.4. Distribusi Penyakit Menurut Waktu
Tabel 3.2
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Waktu di Puskesmas wajo Kel.Murhum
Tahun 2006 s.d 2010
TAHUN PENDERITA %
2006 6 5,04
2007 23 19,32
2008 28 23,52
2009 22 18,48
2010 40 33,61
JUMLAH 119 100
Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010
17
3.5. Distribusi Penyakit Menurut Tempat
Tabel 3.3
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Tempat di Puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d 2010
KELURAHAN PENDERITA %
WAJO 29 24,36
LAMANGGA 28 23,52
MELAI 12 10,08
BAADIA 11 9,24
TANGANAPADA 31 26,05
LAINNYA 8 6,77
JUMLAH 119 100
Sumber Data Sekunder Tahun 2006 s.d. 2010
18
3.6. Distribusi penyakit menurut orang
Tabel 3.4
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Orang pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2010
19
Tabel 3.5
Distribusi penderita penyakit tuberkulosis
Menurut jenis kelamin pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d. 2010
Grafik 3.1.
Distribusi penderita penyakit tuberkulosis
Menurut jenis kelamin pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d. 2010
30
24
25
20
16
14 14 13 LAKI-LAKI
15
11 12
9 PEREMPUAN
10
4
5 2
0
2006 2007 2008 2009 2010
20
3.7. Distribusi Penyakit Tuberkulosis Di Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006
Sampai 2010.
Tabel 3.6.
Distribusi Penderita Tuberkulosis
Menurut Waktu pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 sampai 2010
PENDERITA TUBERKULOIS %
TAHUN JUMLAH
LAKI-LAKI PEREMPUAN
2006 2 4 6 5,04
2007 11 12 23 19,32
2008 14 14 28 23,52
2009 13 9 22 18,48
2010 24 16 40 33,61
JUMLAH 64 55 119 100
Sumber : data sekunder 2006 s.d. 2010
21
BAB 4
ANALISIS MASALAH
Tabel 4.1
Distribusi Penderita Tuberkulosis
Menurut waktu pada puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d.2009
PENDERITA TUBERKULOSIS
TAHUN JUMLAH %
LAKI-LAKI PEREMPUAN
2006 2 4 6 5,04
2007 11 12 23 19,32
2008 14 14 28 23,52
2009 13 9 22 18,48
2010 24 16 40 33,61
JUMLAH 64 55 119 100
Sumber : Data Sekunder 2006 s.d. 2010
22
Grafik 4.1
Distribusi Penderita Tuberkulosis
Menurut Waktu pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2009
45 40
40
Jumlah Penderita
35
28
30
23 22
25
20
15
10 6
5
0
2006 2007 2008 2009 2010
JUMLAH 6 23 28 22 40
23
4.4. Distribusi Penyakit Menurut Tempat
Tabel 4.2.
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Tempat di Puskesmas wajo
Tahun 2006 s.d 2010
KELURAHAN PENDERITA %
WAJO 29 24,36
LAMANGGA 28 23,52
MELAI 12 10,08
BAADIA 11 9,24
TANGANAPADA 31 26,05
LAINNYA 8 6,77
JUMLAH 119 100
Grafik 4.2.
Grafik Distibusi Penyakit Menurut Tempat
pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d. 2010
35 31
Penderita Tuberkulosis
29 28
30
25
20
15 12 11
10 8
5
0
LAMANGG TANGANAP
WAJO MELAI BAADIA LAINNYA
A ADA
PENDERITA 29 28 12 11 31 8
24
Berdasarkan grafik di atas, di ketahui bahwa penderita tuberkulosis
tertinggi terdapat di kelurahan Tanganapada jika di bandingkan dengan kelurah-
kelurahan yang lain. Karena pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang tinggi
akan penyakit TBC sehingga mereka mau memeriksakan diri dan setelah di
periksa mereka mengidap penyakit ini. Dan sebagian besar mereka yang datang
memeriksakan diri berasal dari kelurahan tanganapada. Sedangkan pada
masyarakat kelurahan wajo dan lamangga lebih memilih pengobatan ke tempat
dokter praktek.
Tabel 4.3
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Orang pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2010
25
Tabel 4.3
Distribusi Penyakit Tuberkulosis
Menurut Orang pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d.2010
38
40
35
Jumlah Penderita
30
25 20
18 19
20
15 11
8
10 5
5
0
1 – 10 11 – 20 21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70
JUMLAH 5 18 38 19 20 11 8
26
4.6. Grafik Distribusi Penyakit Tuberkulosis Puskesmas Wajo Dari Tahun 2006
Sampai Tahun 2010.
Grafik 4.2.
Grafik Distibusi Penyakit Tuberkulosis
pada Puskesmas Wajo
Tahun 2006 s.d. 2010
35 31
29 28
30
25
Jumlah Penderita
20
15 12 11
8
10
5
0
LAMANG TANGANA
WAJO MELAI BAADIA LAINNYA
GA PADA
PENDERITA 29 28 12 11 31 8
27
4.7. Analisis Penyebab Maslah TBC di wilayah kerja Puskesmas Wajo
Kurangnya perhatian
Rendahnya tingkat
pembinaan wilayah Kurang tersedianya media
pengetahuan penderita
dalam pemantauan TBC informasi tentang TB
dan masyarakat tentang
(spanduk, leaflet, stiker,
penyakit TBC
poster)
MAN MATERIAL
28
4.8. Plan of Action
PLAN OF ACTION
Tujuan
Tujuan Umum : Menurunkan penderita TBC di Puskesmas Wajo
Penanggung Biaya
No Masalah Kegiatan Sasaran Tujuan Materi Metode Waktu Tempat Evaluasi
jawab
Jumlah Sumber
Penyuluhan
pada pengertian, pemberi Kepala > 80 % =
Tingginya penduduk di menurunkan ciri-ciri TBC bagus
masyarakat an Puskesmas,
angka wilayah kerja angka Aula
tentang materi, kepala 1x setiap APBD, < 80 % =
kesakitan Puskesmas insiden dan Rp. Puskes
1 pentingnya pengobatan tanya bagian awal APBN, kurang
TBC di dan prevalensi 10.000.000 mas
pencegahan TBC jawab program bulan LSM bagus
Puskesmas Penderita penderita Wajo
dan dan P2M
Wajo TBC TBC
pengobatan diskusi Puskesmas
TBC dampakTBC
29
4.9. Monitoring dan evaluasi
Rencana Monev
No Kegiatan
Input Proses Output Outcome
MAN :
Penyuluhan pada tersedianya penduduk meningkatkan
masyarakat sumber daya dan program
terlaksananya
tentang tenaga penderita TB surveilans
1 penyuluhan
pentingnya kesehatan (1 Paru P2M,
kepada
pencegahan dan Dokter, 1 SKM, 1 mendapatkan khususnya
masyarakat
pengobatan TBC Perawat, 1 informasi program TB
tentang
Sanitarian) penyuluhan
pentingnya
tentang
pencegahan
penduduk pentingnya
dan menurunkan
berjumlah pencegahan
pengobatan angka insiden
17.091 orang dan dan
TBC dan
penderita TBC pengobatan
prevalensi
pada tahun ......... TBC
penderita TBC
Orang
cukupnya
dana yang
Money :
dianggarkan
tersedianya biaya
dalam
yang dianggarkan
pelaksanaan
oleh puskesmas,
proses
APBD, APBN
penyuluhan
sebesar Rp.
10.000.000,-
Material
30
tersedianya
bahan materi
presentase,
absensi, ATK,
undangan
....orang
adanya spanduk,
poster, pamflet
sesuai dengan
tema penyuluhan
mesin yang
Machine : tersedia
laptop, proyektor digunakan
sebanyak..... dalam
Buah pelaksanaan
penyuluhan
tersedianya
mickrophone
sebanyak... Dan
speaker
sebanyak....
Method : adanya
langkah-langkah
prsentase materi, terlaksananya
diskusi dan tanya metode
jawab penyuluhan
dengan cara
presentase
31
BAB 4
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan data penderita penyakit tuberkulosis pada
puskesmas wajo kecamatan murhum dapat di simpulkan bahwa :
32
4.2. Saran
1) Bagi puskesmas
Kinerja puskesmas sudah sangat baik, saran kami hanya lebih
meningkatkan lagi kinerjanya agar lebih baik lagi.
2) Bagi masyarakat
Senantiasa menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit
Tuberkulosis.
33