Pertemuan 11MPI040815 PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Pertemuan 11: Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme

Tujuan Pembelajaran: Mahasiswa memahami aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme.


Uraian Singkat Materi:
a. Latar Belakang: perenialisme sebagai aliran filsafat pendidikan lahir pada abad XX,
muncul sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Menurut
Perenialisme, situasi dunia saat ini penuh kekacauan, ketidakpastian dan ketidakteraturan,
terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio-kultural. Perlu ada usaha untuk
menyelamatkan kebudayaan umat manusia dari ambang kehancuran. Jalan yang
ditempuh kaum Perenalis adalah dengan jalan mundur ke belakang, yakni kembali ke
nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kokoh
pada zaman kuno dan pertengahan. Peradaban Yunani kono dan Abad Pertengahan
dianggap sebagai dasar budaya bangsa-bangsa di dunia dari masa ke masa. Pandangan-
pandangan Plato dan Aristoteles mewakili Zaman Kuno dan Thomas Aquinas mewakili
Abad Pertengahan, dipercaya memiliki kualitas yang dapat diandalkan untuk dijadikan
tuntunan hidup dan kehidupan manusia guna mengisi kekosongan dan kekacauan yang
melanda dunia dewasa ini.
b. Prinsip-prinsip Pendidikan: Kaum perenialis berpendapat bahwa dalam kondisi dunia
dewasa ini yang tidak menentu, penuh kekacauan dan membahayakan, tidak ada satu pun
yang lebih bermanfaat selain kepastian tujuan pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku
pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme,
bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan
ideal yang tangguh dan telah teruji. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan
kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang kepada keadaan seperti
pada kebudayaan ideal, yaitu Kebudayaan Yunani Kuno dan kebudayaan Abad
Pertengahan. Jadi pilar pandangan pendidikan perenialisme dapat ditelusuri pada
bangunan filsafat ketiga tokohnya, yaitu: Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas.
c. Pilar Pandangan Pendidikan:
1) Plato (427-347 SM): Ia hidup pada zaman kebudayaan sofisme yang penuh dengan
ketidak pastian. Ukuran kebenaran dan moral manurut sofisme adalah manusia secara
pribadi sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral dan kebenaran,
karena tergantung pada individu masing-masing. Bahaya perang mengancam bangsa
Athena, siapa yang bisa memperoleh kebenaran secara retorik, dialah yang benar.
Plato ingi membangun tata kehidupan dunia ideal di atas tata kebudayaan yang tertib
dan sejahtera menuju kepada suatu kebajikan. Menurut Plato, realitas yang haiki
bersifat tetap, tidak berubah. Realitas itu telah ada pada setiap manusia sejak awalnya
karena berasal dari Realitas yang Hakiki, yakni yang bersumber dari dunia idea yang
bersifat Mutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum
manusia lahir. Manusia tidak menciptakan kebenaran, pengetahuan dan nilai moral,
melainkan berusaha menemukannya melalui penggunaan akal rasio. Manusia dapat
memperoleh pengetahuan dan kebenaran itu dengan jalan berfikir bukan dengan
pengamatan pancaindera. Manusia hendaknya memikirkan dan menyelidiki dirinya
sendiri dan seluruh alam semesta. Esensi realitas, pengetahuan dan nilai merupakan
manifestasi dari hukum universal yang abadi dan sempurna, yaitu idea mutlak yang
bersifat supernatural. Ketertiban sosial hanya akan mungkin terjadi bila idea-idea
tersebut dijadikan standar dalam segala aspek kehidupan. Tujuan utama pendidikan
adalah membina pemimpin yang sadar akan azas normatif tersbut dan
melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan. Masyarakat ideal adalah
masyarakat yang adil dan sejahtera, yang akan lahir hanya bila setiap warga
masyarakat melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan kedudukan dan
kemampuannya. Manusia terbaik adalah manusia yang hidup atas dasar Idea Mutlak,
karena Idea inilah yang akan membimbing manusia untuk menemukan kriteria moral,
politik, sosial dan keadilan.
2) Aristoteles (384-322 SM). Ia murid Plato, namun pemikiranya kemudian berkembang
menuju arah sebaliknya. Bila gurunya Plato terkenal sebagai peletak dasar aliran
Idealisme, maka Aristoteles mengembangkan aliran Realisme (klasik). Cara berfikir
Aristoteles berbeda dengan gurunya Plato, yang menekankan pada cara berfikir
rasional spekulatif. Aristoteles mengambil cara berfikir rasional empirik-realistik, ia
mengajarkan cara berfikir realistis yang lebih dekat pada alam kehidupan manusia
sehari-hari. Aristoteles hidup pada abad keempat sebelum Masehi, namun dinyatakan
sebagai Bapak pemikir Abad Pertengahan, karena hasil karyanya merupakan dasar
berfikir Abad Pertengahan yang melahirkan Renaissance. Sikap positifnya terhadap
inquiry, menyebabkan ia dijuluki sebagai Bapak Sains Modern. Menurut Aristoteles,
manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai makhluk materi
manusia menyadari bahwa hidupnya berada dalam kondisi alam materi dan sosial;
sebagai makhluk rohani manusia sadar bahwa ia akan menuju kepada suatu proses
yang lebih tinggi, yakni menuju manusia ideal atau manusia sempurna.
3) Thomas Aquinas. Tokoh Abad Pertengahan itu terkenal karena usahanya untuk
mempertemukan pertentangan yang muncul pada waktu itu, antara ajaran Kristen
dengan Filsafat (Aristoteles). Menurutnya, tidak terdapat pertentangan antara ajaran
Kristen dengan Filsafat Aristoteles. Ia secara terus terang mengakui bahwa
pandangan filsafatnya didasarkan pada pandangan Aristoteles. Tentang realitas, ia
berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada adalah karena diciptakan oleh Tuhan dan
tergantung kepadaNya. Tentang pengetahuan, Aquinas berpendapat bahwa
pengetahuan itu diperoleh sebagai persentuhan antara dunia luar dengan akal budi.
Selain pengetahuan manusia yang bersumber dari Wahyu, manusia juga dapat
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dan rasionya. Disiniliah ia
mempertemukan pandangan filsafat Idealisme Plato dan Realisme Aristoteles, serta
pandangan Kristen. Filsafat Aquinas sering disebut Tomisme. Perenialisme dalam
konteks filsfat adalah sama dengan Tomisme tersebut.
d. Prinsip-prinsip Pendidikan: 1) perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang
konsisten dan abadi atau perenial. Maka tujuan pendidikan adalah memastikan para siswa
memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan besar yang tidak
berubah. Kaum perenialis percaya bahwa dunia alamiyah dan hakikat manusia pada
dasarnya tetap tidak berubah. Jadi gagasan-gagasan besar terus memiliki potensi yang
paling besar untuk menyelesaikan permasalahan di setiap zaman; 2) maka kurikulum
perenialisme menekankan pada pertumbuhan intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk
menjadi “terpelajar secara kultural”, para siswa harus menguasai seni dan sains yang
merupakan karya terbaik dan paling signifikan yang pernah diciptakan manusia.
Kurikulum diorganisasi dan ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa dan ditujukan
untuk melatih aktivitas akal anak. Anak harus diberi pelajaran yang pasti. Anak tidak bisa
diberi pelajaran yang hanya penting untuk sesaat saja. Maka yang penting dalam
kurikulum adalah general education (Bahasa, sejarah, Matematika, IPA, Filsafat, Seni
dan 3R’s); 3) karena pada hakikatnya semua manusia adalah sama dimana dan kapan pun
juga, maka pendidikan dasar harusnya sama bagi semua orang, tujuan pendidikan adalah
sama dengan tujuan hidup, yaitu memperbaiki manusia sebagai manusia; 4) rasio
merupakan atribut tertinggi manusia yang harus digunakan untuk mengarahkan sifat
bawaannya sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Manusia adalah bebas, namun terus
belajar untuk memperluas pikirannya serta mengontrol seleranya; 5) pendidikan bukan
merupakan peniruan kehidupan melainkan suatu persiapan untuk hidup karena sekolah
tidak pernah menjadi suatu situasi kehidupan yang nyata. Sekolah bagi anak merupakan
peraturan-pertauran yang artifisial di mana ia berkenalan dengan hasil-hasil terbaik
sepanjang warisan sosial budaya.

Anda mungkin juga menyukai