Konsep Teori
1.1 Pengertian
Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok yang terdiri lebih dari 30 penyakit
genetik yang ditandai dengan kelemahan progresif dan degenerasi pada otot rangka yang
mengendalikan gerakan
1.2 Etiologi
Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang berbeda.
Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan dengan pola terkait X
resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan penyakit ini terletak pada
kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu salinan yang berubah dari gen ini
pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan kelainan ini. Pada wanita mutasinya
harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang
jarang, pada kariier yang menunjukkan gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X).
Pada pria oleh karenanya terkena penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan
wanita.
1
k. Pseudohipertrophy (mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi
pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak.
l. Mengalami kesulitan belajar
m. Jangkauan gerak terbatas
n. Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot hamstring) karena serat
otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul pada jaringan ikat.
o. Gangguan respiratori
p. Ptosis
q. Atrofi Gonad
r. Scoliosis
s. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy atau aritmia
1.4 Patofisiologi
Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa bentuk
yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Gangguan-gangguan
ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan kelemahan otonya (ada beberapa
bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung), onset usia, tingkat progresifitas, dan pola
pewarisannya.
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana penderitanya
semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10- 12 tahun penderita tidak dapat bergerak
lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh
otot skeletal sudah atrofik.
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD yang dapat
diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam DMD, anak-anak mulai
menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3 tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan juga
mungkin dapat terpengaruh , munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan
biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit ini dapat dilakukan
melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin. Tindakan pembedahan dan
rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan duduk.
1.5 Penatalaksanaan
a. Pemberian kortikosteroid, seperti prednisolon pada pasien DMD dapat mempertahankan
fungsi dan kekuatan otot, serta memperlambat proses degenerasi penyakit.
2
b. Latihan fisik berupa fisioterapi
c. Pemakaian alat bantu dapat diberikan, seperti :
- Pemakaian ankle foot orthosis (AFO) pada waktu malam
- knee ankle foot orthosis (KAFO) digunakan saat otot quadriceps mulai lemah yang
disertai berkembangnya fleksi kontraktur lutut sehingga membantu pasien untuk dapat
berdiri dan berjalan
3
TINJAUAN KASUS
Seorang pasien pria berusia 12 tahun melapor ke departemen dengan keluhan utama dari gigi busuk
yang menyakitkan di daerah rahang kanan bawah. Orang tuanya memberikan riwayat medis jatuh
berulang, kelelahan, kelemahan otot, dan ketidakmampuan untuk menaiki tangga. Tidak ada riwayat
nyeri otot dan keterlibatan saraf kranial. Hasil kecerdasannya diklaim berada dalam kisaran normal.
Riwayat keluarga pasien mengungkapkan bahwa salah satu paman dari pihak ibu meninggal karena
penyakit yang sama pada usia muda. Pada pemeriksaan fisik umum, anak tersebut memiliki penampilan
yang gemuk dan mengalami kesulitan dalam berdiri, berjalan, bangun dari posisi duduk dan menaiki
tangga, kelemahan proksimal, hipertrofi betis, kontraktur otot hamstring, dan tanda Gower yang positif
[Gambar [Gambar 11 dan and2] .2]. Tidak ada penipisan dan kedutan otot, tonus otot, dan pemeriksaan
saraf kranial juga ditemukan normal. Pemeriksaan intraoral menunjukkan gigitan terbuka anterior,
posterior cross bite kiri, lidah membesar, berkerumun di anterior yang lebih rendah, pembusukan 46,
dan status kebersihan mulut yang buruk. Pasien menjadi sasaran investigasi radiologis dan laboratorium.
Radiografi panoramik menunjukkan tidak ada kelainan kecuali karies yang menandakan abses periapikal
kronik [Gambar 4]. Analisis serologis menunjukkan tingkat kreatin kinase (CK) meningkat menjadi 7342 U
/ L, laktat dehidrogenase hingga 595 μg / dl, dan tingkat alanin transaminase menjadi 124 U / L. Pada
pemeriksaan elektromiografi, analisis pola interferensi menunjukkan pola miopatik pada broadus
lateralis kanan yang menunjukkan penyakit otot primer. Biopsi otot deltoid mengungkapkan positif
untuk alpha, beta, gamma, delta-sarcoglycan dan negativitas untuk DYS1, DY2, dan DYS3. Berdasarkan
riwayat, pemeriksaan klinis dan investigasi, diagnosis DMD ditetapkan. Anak itu disarankan untuk
berkonsultasi dengan dokter anak mengenai status kesehatan umum dan fisiknya. Dia dinasihati untuk
menjalani fisioterapi harian, terapi steroid, dan penilaian rutin untuk kerusakan otot dan jantung /
pernapasan.
4
2. ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
N ama : An. A
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Tanggal pasien masuk : 03-11-2016 (Jam : 09.00)
Tanggal Pengkajian : 03-11-2016 (Jam : 10.00)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri di rahang kanan bawah
P : gigi busuk
Q:
R : Pada rahang kanan bawah
S:
T:
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
GCS : 4,5,6
Akral : Terapa hangat
TTV
TD :100/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
6
Suhu : 37,1 C
Respirasi : 24x/menit
Sp02 : 98%
a. Pemeriksaan kepala
Inspeksi : Bentuk kepala : Normopchepal
Rambu : warna rambut putih (beruban), persebaran rambut merata.
Kondisi kepala : tampak bersih, tidak terdapat lesi.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
b. Pemeriksaan mata
Inspeksi : Tidak terdapat kemerahan pada mata, pupil isokor, tidak terdapat tanda-tanda
anemis.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada mata.
c. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : Tepat berada ditengah, tidak terdapat secret, persebaran warna kulit merata,
tidak ada bekas luka, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan.
d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Daun telinga: simetris
Kondisi lubang telinga: bersih, terdapat sedikit serumen, membrane timpani
utuh
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
e. Pemeriksaan mulut
Inspeksi : terdapat gigitan terbuka anterior, posterior cross bite kiri, lidah membesar,
berkerumum di anterior yang lebih rendah, pembusukan 46, dan status kebersihan mulut
yang buruk.
f. Pemeriksaan leher
Inpeksi: Kondisi kulit: bersih, tidak ada lesi
Palpasi: Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid.
7
Vena jugularis : tidak ada pembesaran vena jugularis.
Trakea : tidak ada deviasi trakea
Kalenjar limfe : tidak teraba pembesaran kalenjar limfe.
Tidak terdapat benjolan leher pada bagian dexstra
Tidak menggunakan otot bantu pernafasan leher
g. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi: Dada : simetris, tidak terdapat bekas luka, tidak
ada lesi, persebran warna kulit merata
Jantung : tampak detakan ictus cordis pada ICS 5
Paru-paru : pergerakan dinding dada kanan dan kiri
simetris.
Palpasi: Pada dada : tidak ada nyeri tekan.
Jantung : Teraba getaran ictus cordis 1 cm di ICS
midklavikular garis sinistra.
Paru-paru : getaran suara pada lapang paru sama,
simetris antara paru-paru kanan dan kiri
Perkusi: Jantung : pada ICS 3-5 kiri terdengar pekak
Paru-paru : pada ICS 1 -5 kanan terdengar sonor pada
ICS 1-2 kiri terdengar sonor
h. Pemeriksaan Abdomen
I nspeksi : Bentuk abdomen normal, tidak terdapat lesi,tidak ada
bekas operasi.
Auskultasi : Bising usus 16x/menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dibagian abdomen, tidak
terdapat benjolan.
Perkusi : terdengar suara timpani pada abdomen.
8
i. Pemeriksaan Muskoloskeletal
Inspeksi : tidak ada penipisan dan kedutan otot Anak berpenampilan gemuk dan
mengalami kesulitan dalam berdiri, berjalan, bangun dari posisi duduk dan
menaiki tangga, kelemahan proksimal, hipertrofi betis, kontraktur otot
hamstring dan tanda gower yang positif.
Palpasi :Tidak Terdapat nyer itekan
j. Pemeriksaan Kulit
Tidak ada kemerahan atau ulserasi pada kulit.
k. Pemeriksaan Neurologi
GCS = 4,5,6
l. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiografi panoramic :tidak ada kelainan kecuali karies
Analisis serologi:Kreatine kinase(CK) 7342 U/L
Laktat dehydrogenase 595 ug/dl (Normal:50-150)
Alanin transaminase:124 u/l
Elektromiografi: analisis pola interfensi menunjukkan pola miopatik pad broadus
lateralis kanan yang menunjukkan penyakit otot primer
Biopsi otot deltoid positif untuk alpha, beta, gamma, delta-sarcoglycan dan
negativitas untuk DYS1, DY2 dan DYS3
J. Progam Terapi
Pasien di diagnosa DMD dan menjalani fisioterapi harian, terapi steroid dan penilaian rutin
untuk kerusakan otot dan jantung/pernapasan.
9
2.2 Analisa Data
No Data-Data Etiologi Masalah
1 DS: Orang tua pasien Intoleransi terhadap Hambatan mobilitas Fisik
mengatakan bahwa pasien aktifitas
pernah jatuh berulang,
mengalami kelelahan,
kelemahan otot, dan
ketidakmampuan untuk
menaiki tangga.
DO: Penampilan pasien yang
gemuk dan mengalami
kesulitan dalam berdiri,
berjalan, bangun dari posisi
duduk dan menaiki tangga,
kelemahan proksimal,
hipertrofi betis, kontraktur
otot hamstring, dan tanda
Gower yang positif
2 DS: Pasien mengatakan nyeri Agen cidera biologis Nyeri Akut
pada daerah rahang kanan
bawah.
DO:
P : gigi busuk
Q:-
R : Pada rahang kanan bawah
S:-
T:-
10
2.4 Intervensi
No Diagnosa Kode NOC Kode NIC
Keperawatan
1 Hambatan 0005 Pasien akan meningkatkan toleransi 0226 Terapi latihan: Kontrol otot
mobilitas fisik terhadap aktivitas dari skala 2 -Tentukan kesiapan pasien untuk terlibat
b.d intoleransi (Banyak Terganggu) menjadi 5 dalam aktivitas atau protocol latihan
aktivitas (Tidak terganggu) selama dalam -Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik,
perawatan dengan kriteria hasil : okupasional dan rekreasional dalam
000517 Kekuatan tubuh bagian bawah mengembangkan dan menerapkan
000518 Kemudahan dalam melakukan ADL program latihan sesuai kebutuhan
-Jelaskan protocol dan rasionalisasi
latihan pada pasien dan keluarga
- Evaluasi fungsi sensori
-Evaluasi ulang kebutuhan terhadap alat
bantu saat jeda rutin dengan kolaborasi
dengan ahli terapi fisik, terapis
okupasional, atau terapis pernafasan.
2 Nyeri akut b.d 1605 Pasien akan menunjukan control 2210 Pemberian analgesic
agen cidera nyeri yang meningkat dari skala 1 -Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
biologis (Tidak pernah menunjukan) menjadi dan keparahan nyeri sebelum mengobati
5 (Secara konsisten ditunjukan) pasien
11
dengan kriteria hasil : -Cek perintah pengobatan meliputi obat,
160502 Mengenali kapan nyeri terjadi dosis, dan frekuensi obat analgesic yang
160501 Menggambarkan factor penyebab diresepkan
160504 Menggunakan tindakan -Cek adanya riwayat alergi obat
pengurangan nyeri tanpa analgesic -Evaluasi keefektifan pemberian
160509 Mengenali apa yang terkait dengan analgesic dengan interval yang teratur
nyeri pada setiap setelah pemberian
khususnya setelah pemberian pertama
kali, juga observasi adanya tanda dan
gejala efek samping.
1400 Manajemen Nyeri
-Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
-Pastikan perawatan analgesic bagi
pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat
-Kendalikan factor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan
-Kurangi atau eliminasi factor-faktor
yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
-Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (farmakolgi, non
12
farmakologi)
13