Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

1.1 PASIEN SAKIT KRITIS


1.1.1 Definisi
Pasien sakit kritis menurut AACN (American Association of Critical
Nursing) didefinisikan sebagai pasien yang berisiko tinggi untuk masalah
kesehatan aktual ataupun potensial yang mengancam jiwa. Semakin kritis
sakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi sangat rentan,
tidak stabil dan kompleks, membutuhkan terapi yang intensif dan asuhan
keperawatan yang teliti (Nurhadi, 2014).
Pasien sakit kritis merupakan kondisi dimana pasien mengalami
ketidakstabilan fisiologis dan atau terjadi disfungsi pada satu atau lebih
sistem tubuh yang menyebabkan kesakitan atau kecacatan (morbiditas)
atau kematian (mortalitas) dalam waktu beberapa menit atau jam yang
sangat singkat.
1.1.2 Klasifikasi
1) Pasien sakit kritis akut
Pasien sakit kritis akut merupakan pasien dengan kondisi akut karena
suatu penyakit akut atau trauma yang memerlukan penanganan segera
sesaat setelah kejadian karena beresiko mengancam nyawa jika tidak
segera ditangani. Pasien dengan penyakit kritis akut bisa melibatkan
gangguan satu atau lebih organ tubuh yang sesuai dengan riwayatnya
atau gangguan beberapa sistem seperti kardiovaskuler, gastrointestinal,
muskuloskeletal, imunitas dan pernapasan (Britt et al, 2005). Contoh dari
pasien sakit kritis akut antara lain trauma berat, sindrom koroner akut
(SKA), gagal ginjal akut, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan
gagal napas akut yang dapat menyebabkan nyeri akut dan
ketidakstabilan hemodinamik, serta gangguan neurologis seperti
penurunan kesadaran dan koma (Fink et al, 2005).
2) Pasien sakit kritis kronis
Pasien sakit kritis kronis merupakan pasien dengan penyakit kritis
yang berkembang dari penyakit kritis akut yang membutuhkan perawatan
khusus tingkat tinggi dalam beberapa bulan bahkan tahun di ruang rawat

1
2

intensif (Neil, 2012). Menurut Nelson et al (2010) pasien sakit kritis kronis
dapat didefinisikan sebagai pasien sakit kritis yang menggunakan
ventilasi mekanik dalam waktu yang lama, atau mendapatkan terapi
intensive yang lama, pasien sakit kritis akut yang dirawat dalam waktu
yang lama atau menahun, serta riwayat penyakit kronisnya yang
menyebabkan disfungsi organ, abnormalitas kondisi fisik dan penurunan
imunologi serta neuroendokrin. Penyakit kritis kronis adalah semua
penyakit kritis baik yang diawali dengan penyakit kronis atau akut yang
mendapatkan perawatan lama di ruang intensive dalam rentang 15-25
hari dengan komplikasi atau tidak, termasuk Multiple Organ Dysfungtion
Syndrome (Wiencek dan Winkelmen, 2010).
1.1.3 Karakteristik pasien sakit kritis
1) Hemodinamik yang tidak stabil
2) Memerlukan alat bantu nafas untuk membantu mempertahankan
hidup (misalnya ventilator mekanik) sehingga memerlukan monitoring
ketat dan perawatan intensif.
3) Pasien yang mengalami dekompensasi fisiologis dan karena itu
memerlukan pemantauan konstan dan kemampuan tim intensive care
untuk melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya
penyakit yang merugikan.
1.1.4 Prioritas Pasien sakit kritis
1) Pasien prioritas 1
Pasien prioritas 1 merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil, yang
memerlukan perawatan intensif, dengan bantuan alat-alat ventilasi,
monitoring dan obat-obatan vasoaktif kontinyu dan obat anti nyeri.
Pasien prioritas 1 ini meliputi pasien bedah kardiotorasik, atau pasien
shock septik. Pasien prioritas 1 ini perlu di pertimbangkan derajat
hipoksemia, hipotensi, dibawah tekanan darah tertentu.
2) Pasien prioritas 2
Pasien prioritas 2 merupakan pasien yang memerlukan pelayanan
pemantauan yang intensif (ventilator mekanik, monitor jantung, CVC,
PAC, urine output). Pasien yang tergolong prioritas 2 misalnya pada
pasien penyakit jantung, paru, ginjal, yang telah mengalami
pembedahan mayor. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas
macam terapi yang diterimanya.
3

3) Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 merupakan jenis pasien yang kritis dan tidak
stabil dari status kesehatan sebelumnya. Kondisi ini karena penyakit
yang mendasarinya atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau
kombinasinya. Contoh – contoh pasien ini adalah pasien dengan
keganasan metastasik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade
atau sumbatan jalan napas atau pasien menderita penyakit jantung
atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-
pasien prioritas 3 kemungkinan mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut berat, tetapi usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmoner.
1.2 SPIRITUAL CARE
1.2.1 Definisi Spiritual
Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritusyang berarti
hembusan atau bernafas, kata ini memberikan makna segala sesuatu
yang penting bagi hidup manusia. Seseorang dikatakan memiliki spirit
yang baik jika orang tersebut memiliki harapan penuh, optimis dan berfikir
positif, sebaliknya jika seseorang kehilangan spiritnya maka orang
tersebut akan menunjukkan sikap putus asa, pesimis dan berfikir negatif
(Blais et al, 2002; Roper, 2002).
Terdapat berbagai defenisi spiritual menurut sudut pandang masing-
masing. Mahmoodishan (2010) dan Vlasblom (2012) mendefenisikan
spiritualitas merupakan konsep yang luas, sangat subjektif dan
individualis, diartikan dengan cara yang berbeda pada setiap orang.
Spiritualitas adalah kepercayaan seseorang akan adanya Tuhan, dan
kepercayaan ini menjadi sumber kekuatan pada saat sakit sehingga akan
mempengaruhi keyakinannya tentang penyebab penyakit, proses
penyembuhan penyakit dan memilih orang yang akan merawatnya (Blais
et al, 2002; Hamid, 2008).
1.2.2 Definisi Spiritual Care
Spiritual Care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh
perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien
(Cavendish et al, 2003). Menurut Meehan (2012) spiritual care adalah
kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan
melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai
4

keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas


kasih, ketenangan dankelemahlembutan.
Chan (2008) dan Mc Sherry & Jamieson (2010) mengatakan bahwa
spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental
dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien.
Spiritual care berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang
ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan
memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya
(Mahmoodishan, 2010). Spiritual care tidak mempromosikan agama atau
praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamannya melainkan
memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan
kebutuhan mereka, dan memberdayakan mereka terkait dengan
penyakitnya (Souza et al, 2007 dalam Sartori,2010).
1.2.3 Kebutuahan Spiritual
Setiap manusia memiliki dimensi spiritual dan semua pasien memiliki
kebutuhan spiritual dan kebutuhan ini menonjol pada saat keadaan stres
emosional, sakit, atau bahkan menjelang kematian. Oleh karena itu
perawat harus sensitif akan kebutuhan spiritual pasien dan berespon
dengan tepat. Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat
meningkatkan perilaku koping dan memperluas sumber-sumber kekuatan
pada pasien (Kozier et al,2004).
Hamid (2008) mengatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai, adanya rasa keterikatan, kebutuhan untuk
memberi dan mendapat maaf. Speck (2005, dalam Sartori, 2010)
menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai bagian penting dari
kehidupan kita yang dapat membantu kita untuk mengatasi kondisi kita,
menemukan makna dan tujuan, serta harapan dalam hidup. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hodge et al (2011) menemukan enam
kebutuhan spiritual pasien yaitu:
1) Makna, tujuan dan harapan hidup
Merupakan kebutuhan untuk memahami peristiwa dalam kehidupan
secara keseluruhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang
penyakitnya, mengapa penyakit ada pada dirinya, dengan adanya
penjelasan diharapkan pasien tidak putus asa, berfikir positif,
5

mensyukuri berkat Tuhan, fokus pada hal-hal yang baik,membuat


hidup menjadi lebih berarti. Kebutuhan akan makna, tujuan, dan
harapan erat kaitannya dengan kebutuhan akan hubungan dengan
Tuhan.
2) Hubungan dengan tuhan
Bagi pasien hubungan dengan Tuhan menjadi kebutuhan yang
sangat penting yang dapat membantu mereka menghadapi masa-
masa sulit, memberikan rasa yang utuh tentang makna dan tujuan
serta memberikan harapan untuk masa kini, masa depan, dan masa
akhirat. Perilaku yang ditunjukkan pasien adalah memohon,
komunikasi dengan Tuhan, menerima kehendak Tuhan, menerima
rencana Tuhan, percaya bahwa Tuhan yang menyembuhkan
penyakitnya, yakin akan kehadiran Tuhan pada masa-masa
perawatan penyakitnya dan pasien percaya Tuhan yang memelihara
dan mengawasi mereka.
3) Praktek spiritual
Pasien mempunyai keinginan untuk terlibat dalam kegiatan ibadah
secara rutin. Dengan kegiatan ibadah pasien berharap dapat
meningkatkan hubungan dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi
segala cobaan yang mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh
pasien adalah berdoa, membaca kitab suci, pelayanan keagamaan,
mendengar musik rohani dan membaca buku yang bertema rohani.
4) Kewajiban agama
Hal ini berhubungan dengan tradisi agama pasien misalnya adanya
makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan proses
penguburan yang harus dihormati
5) Hubungan interpersonal
Hal ini berhubungan dengan tradisi agama pasien misalnya adanya
makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan proses
penguburan yang harus dihormati
6) Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya
Pasien berharap memiliki interaksi dengan perawat dan tenaga
kesehatan lainnya. Pasien membutuhkan para tenaga kesehatan
memiliki ekspresi wajah yang ramah, kata-kata dan bahasa tubuh
yang baik, menghormati, empati, peduli, memberikan informasi
6

tentang penyakitnya secara lengkap dan akurat, dan mendiskusikan


tentang pilihanpengobatan.
Narayanasamy (1991, 2001 dalam McSherry, 2006) mengatakan
bahwa kebutuhan spiritual pasien adalah kebutuhan akan makna dan
tujuan, kebutuhan akan cinta dan hubungan yang
harmonis,kebutuhan akan pengampunan, kebutuhan akan sumber
pengharapan dan kekuatan, kebutuhan akan kreativitas, kebutuhan
akan kepercayaan, kebutuhan untuk mengekspresikan keyakinan
pribadi, kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual, dan
keyakinan pada Tuhan ataudewa.
1.2.4 Distress Spiritual
Monod (2012) menyatakan distres spiritual muncul ketika kebutuhan
spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien
mengalami depresi, cemas, dan marah kepada Tuhan. Distres spiritual
dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).
Kozier (2004) juga mengidentifikasi beberapa faktor yang
berhubungan dengan distres spiritual seseorang meliputi masalah-
masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit terminal, penyakit yang
menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan organ atau
fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah terapi atau
pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan
pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah situasional
antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai,
ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual (Carpenitto, 2002
dalam Kozier et al, 2004). Karakteristik pasien yang mengalami distres
spiritual menurut Dover (2001) antara lain: pasien putus asa, tidak
memiliki tujuan dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi Tuhan, dan
tidak melakukan kegiatan ibadah.
Ketika sakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang untuk sembuh. Selama sakit atau
kehilangan, misalnya saja, individu merasa kurang mampu untuk merawat
diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain. Distres spiritual dapat
berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang
terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing.
7

Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual


kedalam proses keperawatan (Potter & Perry,2004).

1.2.5 Kesehatan/kesejahteran Spiritual


Kesehatan spiritual atau disebut juga kesejahteraan spiritual adalah
rasa keharmonisan, saling adanya kedekatan antara diri sendiri dengan
orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi. Rasa
keharmonisan ini tercapai ketika seseorang menemukan adanya
keseimbangan antara nilai, tujuan, dan keyakinan mereka akan
hubungannya dengan diri sendiri dan orang lain (Potter & Perry, 2004).
Ellison (1983 dan Pilch 1988 dalam Kozier et al, 2004) mendefenisikan
kesehatan spiritual adalah suatu cara hidupyang penuh makna, berguna,
menyenangkan dan bebas untuk memilih setiap ada kesempatan yang
sesuai dengan nilai-nilai spiritual.
Manusia memelihara dan meningkatkan spiritualnya dengan berbagai
cara, ada yang memfokuskan pada pengembangan dirinya sendiri yaitu
dialognya dengan Tuhan melalui doa, meditasi, melalui mimpi,
berkomunikasi dengan alam, atau melalui ekspresi dibidang seni seperti
drama, musik dan menari, sementara yang lain lebih memfokuskan pada
dunia luar yaitu dengan mencintai orang lain, melayani orang lain,
gembira, tertawa, terlibat dalam pelayanan keagamaan, persahabatan
dan aktivitas bersama, rasa haru, empati, pengampunan, dan harapan
(Kozier et al, 2004). Hasil penelitian Dover (2001) dan Monod (2012)
menyimpulkan ketika penyakit menyerang seseorang maka kesehatan
spiritualnya dapat membantu untuk sembuh karena yakin semua usaha
yang dilakukannya akan berhasil, pasien mampu melewati masa-masa
sulit dalam hidupnya, dan tidak menyerah denganpenyakitnya.
1.2.6 Peran Perawat dalam Spiritual Care
Dahulu spiritual care belum dianggap sebagai suatu dimensi Nursing
Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual
care menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan
spiritual pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas
legitimasi dalam domain keperawatan (O′Brien, 1999). Perawat
merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan
kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering
8

menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care
(Cavendish, 2003)
1.2.6.1 Panduan penerapan spiritual Care
Penelitian Baldacchino (2006) dan Cavendish et al (2003)
menemukan jika perawat melakukan kegiatan spiritual care, jenis dan
frekwensi dari intervensi tidak diketahui karena spiritual care jarang
bahkan tidak pernah didokumentasikan. Menurut Broten (1997 dalam
Cavendish et al (2003) mengatakan beberapa perawat tidak
mendokumentasikan kegiatan spiritual care karena tidak ada petunjuk
pelaksanaan. Cavendish et al (2003) mengungkapkan bahwa dalam
memberikan spiritual care pada pasien, perawat dapat menggunakan
petunjuk pelaksanaan Nursing Interventions Classification (NIC) Labels.
Kegiatan perawat dalam memberikan spiritual care dikategorikan menjadi
10 kategori yaitu: fasilitasi pertumbuhan spiritual, dukungan spiritual,
kehadiran, mendengarkan dengan aktif, humor, sentuhan, terapi
sentuhan, peningkatan kesadaran diri, rujukan, dan terapi musik. Sepuluh
kategori tersebut akan diuraikan pada tabel2.1.
Tabel 2.1. Standar Operasional Prosedur Spiritual Care berdasarkan

Nursing Interventions Classification (NIC) Labels

No NIC Label perencanaan NIC Implementasi NIC


Fasilitasi 1 Mendorong pasien 1 Menanyakan pasien
pertum- untuk tentang
buhan mengungkapkan perasaannya
spiritual perasaannya 2 Mendorong
2 Mendorong pasien pasienberdoa
melakukan praktek 3 Mendoakanpasien
spiritual 4 Mendorong
3 Mendukung pasien keluarga, kerabat
aktif dalam berdoa bersama
kegiatan pasien
keagamaan 5 Meminta keluarga,
4 Mendorong pasien kerabat agar
meningkatkan membantu
hubungan dengan memenuhi
keluarga, orang kebutuhan
lain dan pemuka spiritualpasien
agama 6 Meminta keluarga,
5 Mempromosikan kerabat peduli
hubungan dengan denganspiritual
orang lain untuk pasien
kegiatan 7 Memberikan kartu
keagamaan ucapan padapasien
9

6 Menciptakan 8 Menyediakan
lingkungan yang lingkungan
nyaman yangnyaman
9 Merujuk kepemuka
agama
10 Menyediakan
tempat berdoa
pasien dengan
pemuka agama
Dukung 1. Mendorong pasien 1. Mengingatkan
an melakukan kegiatan pasien untuk ibadah
spiritual keagamaan, jika 2. Mengantar
diinginkan pasienibadah
2. Mendorong pasien 3. Menawarkan
menggunakan spiritualcare
sumber daya spiritual 4. Menanyakan apakah
jika diinginkan pasien dan keluarga
3. Menyediakan artikel butuh pemukaagama
keagamaan 5. Menyediakanartikel
4. Menfasilitasi pasien keagamaan
menggunakan 6. Mengijinkan pasien
meditasi, doa, ritual untuk meditasi,
dan tradisi agama berdoa, dan
lainnya rituallainnya
5. Mendengarkan 7. Mendengarkan
dengan aktif dengan aktif
6. Meyakinkan pasien ungkapan pasien
bahwa perawat tentangperasaannya
mendukung pasien 8. Menghiburpasien
9. Mendiskusikan tentang
penyakit dan kematian
Kehadiran 1. Menunjukkan sikap 1. Mengakui pasien
menerima sebagai individu
2. Mengungkapkan yangunik
secara verbal 2. Berbicara dengan
bahwa perawat keluarga pasien
empati terhadap 3. Menawarkan
pengalaman pasien dukungan emosional
3. Membangun kepada pasien
kepercayaan dan dankeluarga
hal positif 4. Penguatan melalui
4. Mendengarkan sentuhan:memeluk,m
keprihatinan pasien embelai,
5. Menyentuh pasien berpegangan tangan
untuk menunjukkan 5. Bertindak sebagai
keprihatinan advokat:
6. Perawat hadir secara
fisik untuk membantu
keluarga dan pasien.
Mendenga 1. Menetapkan tujuan 1. Membiarkan pasien
rkan untukberinteraksi bercerita tentang
dengan 2. Menunjukkan pasien sendiri
10

aktif kesadaran dan 2. Mendorong pasien


kepekaan terhadap untukselalusemangat
emosipasien 3. Melakukan diskusi
3. Mendorong pasien tentang hal-hal
untuk merefleksikan yang tidakpasti
sikap, pengalaman
masa lalu dengan
situasi saatini
Humor Membuat cerita Membuat
lucusehingga pasien humordengancerita lucu
gembira
Sentuhan Memegang tangan Memegang tangan
pasien untuk memberi- pasien
kan dukunganemosio-
nal
Terapi Memegang tangan Menyampaikan energy
sentuhan pasiendengan lembut positifmelalui sentuhan
Peningkat Membantu pasien Menyampaikan pada
an untuk mengidentifika- pasien tentang
Kesadaran si sumber motivasi keyakinan yang positif
diri
Rujukan Mengidentifikasiasuh Mengidentifikasi
an kebutuhan
keperawatan/kesehat spiritualpasien
anyang dibutuhkan
pasien
Terapi Memfasilitasi Menyanyikan lagu-lagu
musik partisipasi aktif rohani bersama pasien
pasien, misalnya untuk
memainkan alat menenangkanpasien
musik atau bernyanyi
jika hal ini diinginkan
danlayak

1.2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan spiritual


care
Aspek spiritual sangat berperan penting bagi kesehatan,
kesejahteraan, dan kualitas hidup manusia. Dengan demikian, maka
pemberian spiritual care merupakan hal yang harus dilakukan perawat
agar dapat membantu memelihara dan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan pasien.Namun perawat selalu merasa kesulitan dalam
memberikan spiritual care pasien.
Menurut Mc Sherry (2006) faktor-faktor yang mempengarui perawat
dalam memberikan spiritual care dibagi dua yaitu faktor intrinsik terdiri
11

dari ketidakmampuan perawat berkomunikasi, ambiqu, kurangnya


pengetahuan tentang spiritual, hal yang bersifat pribadi, dan takut
melakukan kesalahan, faktor ekstrinsik terdiri dari organisasi dan
manajemen, hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya
waktu, masalah pendidikan perawat. Faktor intrinsik dan ekstrinsik
dijelaskan sebagai berikut:
1) Ketidakmampuan perawat untuk berkomunikasi.
Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif dapat mengakibatkan
pasien tidak mampu mengungkapkan kebutuhan spiritualnya,
sedangkan ada tidaknya kebutuhan spiritual pasien dapat diketahui
perawat dari pasien itu sendiri, hal ini akan berakibat pula pada
ketidakmampuan perawat menilai atau menafsirkan keadaan, hal ini
akan mengakibatkan pasien dan perawat putus asa, situasi ini tidak
mudah diatasi, karena tidak ada solusi yang mudah. Perawat dapat
mencoba mengatasi keadaan ini dengan berbagai tehnik untuk
mencoba menemukan apa yang menjadi kebutuhan spiritualpasien.
2) Ambigu
Ambigu muncul ketika perawat berbeda keyakinan dengan pasien
yang dirawatnya. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak aman,
sehingga perawat menghindar dari keadaan ini. McSherry (1998)
mengatakan ambigu mencakup kebingungan perawat, takut salah,
dan menganggap spiritual terlalu sensitif dan merupakan hak pribadi
pasien.
3) Kurangnya pengetahuan tentangspiritualcare
Ambigu juga dapat muncul ketka perawat tidak mengetahui tentang
spiritual care. Ozbasaran et al (2011) dan Hubbell et al (2006)
mengatakanbahwapersepsi perawat tentang spiritual caredapat
menjadi penghalang perawat dalam memberikan spiritual care. Jika
mereka percaya bahwa pemberian spiritual careadalah ibadah maka
persepsi ini akan secara langsung mempengaruhi kemampuan
mereka untuk mengatasi kebutuhan spiritual pasien. Kozier et al
(2004) mengatakan bahwa perawat yang memperhatikan spiritualitas
dirinya dapat bekerja lebih baik dalam merawat pasien yang memiliki
kebutuhan spiritual. Untuk dapat memberikan spiritual care pada
12

pasien, penting untuk menciptakan kondisi yang nyaman akan


spiritualitas diri sendiri.
Spiritual perawat itu sendiri juga merupakan faktor yang
mempengaruhi pemberian spiritual care, karena hal ini dapat
digunakan sebagai strategi dalam intervensi dan kekuatan yang
mendukung ditempat kerja. Persepsi perawat terhadap spiritualitas
secara langsung dapat mempengaruhi bagaimana mereka
berperilaku, bagaimana menangani pasien, dan bagaimana
berkomunikasi dengan pasien pada saat perawat memberikan
spiritual care(Mahmoodishan, 2010).
4) Hal yang bersifatpribadi
Perawat berpendapat bahwa spiritual merupakan hal yang bersifat
pribadi, sehingga sulit untuk ditangani oleh perawat. Dalam
mengekspresikan kebutuhan spiritualnya pasien mengharapkan
tersedianya ruangan atau kamar yang tenang dimana pasien dapat
dengan tenang menceritakan tentang masalah-masalah pribadinya
(McSherry, 1998)
5) Takut melakukankesalahan
Perawat merasa takut jika apa yang dilakukannya merupakan hal
yang salah, dalam situasi yang sulit hal ini dapat mengakibatkan
penolakan dari pasien.
6) Organisasi danmanajemen
Jika profesi perawat akan memberikan perawatan spiritual yang
efektif, maka manajemen harus mampu mengatasi hambatan
ekstrinsik. Manajemen harus bertanggungjawab dan mendukung
pemberian spiritual care.
7) Hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu,
masalahpendidikan
Merupakan hambatan terbesar dalam memberikan spiritual care.
McSherry (1998) dan Sartory (2010) menyimpulkan bahwa hambatan
ekonomi termasuk didalamnya adalah kekurangan perawat, waktu
dan masalah pendidikan, dimana perawat mengungkapkan bahwa
mereka kurang percaya diri dalam memberikan spiritual carekarena
kurangnya wawasan dan pengetahuan. Hasil penelitian Wong (2008)
menemukan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan sarjana lebih
13

baik dalam memberikan spiritual care, oleh karena itu pendidikan


mempunyai pengaruh yang positif terhadap pemberian spiritual
careoleh perawat kepada pasien (Fen Wu dan Ying Lin,2011).
Pendidikan keperawatan mempunyai peranan penting dalam
mempersiapkan perawat untuk memberikan spiritual care. Hasil
penelitian Hubbell (2006) mengatakan bahwa perawat mengakui
pendidikan tentang spiritual care yang mereka terima selama
pendidikan tidak memadai dan spiritual care terintegrasi dengan
pendidikan dasar mereka sehingga kompetensi
perawatpunberkurang.
Selain beberapa faktor diatas masih ada faktor lainnya yaitu
karakteristik perawat mencakup perbedaan gender, pengalaman
kerja, status perkawinan (Chan, 2008; Fen Wu dan Ying Lin, 2011;
Highfield, Taylor, & Amenta , 2000 dalam Mc Ewan,2003).
Fen Wu dan Ying Lin (2011) mengatakan bahwa wanita lebih baik
dalam mengekspresikan wajah mereka, berempati terhadap
perasaan-perasaan orang lain. Para wanita diyakini menjadi pengasih
dan penyayang, cepat merasa iba dan menghibur orang lain serta
sensitif pada kebutuhan-kebutuhan orang lain. Keistimewaan-
keistimewaan ini dianggap sebagai karakter perawat sampai saat ini.
Fen Wu dan Ying Lin (2011) juga menyimpulkan bahwa perawat yang
berpengalaman 10-19 tahun memiliki nilai yang tinggi tentang
spiritual caredaripada perawat yang memiliki pengalaman kurang dari
3 tahun. Chan (2008) mengemukakan bahwa perawat yang sudah
menikah memiliki tingkat persepsi terkait spiritual care yang cukup
tinggi.

1.3 HEMODINAMIK
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik
melalui sirkulasi sistemik (sirkulasi besar) maupun sirkulasi pulmonal
(sirkulasi dalam paru paru). Dalam kondisi normal, hemodinamik akan selalu
dipertahankan dalam kondisi yang fisiologis dengan kontrol neurohormonal.
Namun, pada pasien-pasien sakit kritis mekanisme kontrol tidak melakukan
fungsinya secara normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil.
Monitoring hemodinamik menjadi komponen yang sangat penting dalam
14

perawatan pasien-pasien sakit kritis karena status hemodinamik yang dapat


berubah dengan sangat cepat.
1.3.1 Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan darah arteri terdiri dari tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan
sistolik adalah tekanan darah maksimal ketika darah dipompakan dari
ventrikel kiri. Range normal berkisar 100-130 mmHg. Sedangkan tekanan
diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung relaksasi, tekanan
diastolik menggambarkan tahanan pembuluh darah yang harus dihadapi
oleh jantung. Range normal berkisar 60-90 mmHg 3. Mean Arterial
Pressure atau tekanan arteri rata-rata selama siklus jantung. MAP dapat
diformulasikan dengan rumus : Sistolik + 2. Diastolik x 1/3. MAP
menggambarkan perfusi aliran darah ke jaringan. Cara mengukur tekanan
darah menggunakan tensi meter (digital atau manual) dan
sphygmomanometer.
1.3.2 Pernafasan (Respirasi)
Respirasi adalah gerakan bernafas yang terdiri dari inspirasi dan
ekspirasi yaitu gerakan dada dan saluran pernafasan pada saat
menghirup dan mengeluarkan udara dalam rongga thoraks. Faktor yang
mempengaruhi pernafasan adalah olahraga, aktivitas, stress
(kecemasan), peningkatan suhu tubuh, dan peningkatan intrakranial.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-20 x/menit.
1.3.3 Denyut Jantung
Denyut jantung adalah gelombang dari darah yang ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel kiri, denyut jantung mencerminkan stroke volume dan
jumlah darah yang masuk ke dalam arteri pada setiap kontraksi ventrikel.
Ukuran kecepatannya dapat diukur pada beberapa titik denyut misalnya
denyut arteri radialis (dipergelangan tangan), arteri brachialis (dilengan
atas), arteri karotis (di leher), arteri poplitea (di belakang lutut), arteri
dorsalis pedis (dikaki) (Brunner & Suddart, 2008). Orang dewasa memiliki
denyut jantung sekitar 60-100 x/menit. Nadi yang cepat (> 100 x/menit)
disebut tachicardia, nadi yang lambat (< 60 x/menit) disebut bradicardia.
1.3.4 Saturasi oksigen
Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri. Pemantauan saturasi oksigen
15

menggunakan pulse oximetry untuk mengetahui prosentase saturasi


oksigen dari hemoglobin dalam darah arteri. Pulse oximetry merupakan
salah satu alat yang sering dipakai untuk observasi status oksigenasi
pada pasien yang portable, tidak memerlukan persiapan yang spesifik,
tidak membutuhkan kalibrasi dan non invasif. Nilai normal saturasi
oksigen perifer adalah 95-100% (Fergusson, 2008).

1.4 TERAPI MURROTAL


1.4.1 Definisi
Al-Quran berarti bacaan yang merupakan mu’jizat diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan menjadi suatu ibadah jika
membaca, menterjemahkan sampai dengan mengamalkan. Seni baca Al-
Quran atau disebut dengan Tilawatil Quran ialah bacaan kitab suci Al-
Quran yang bertajwid diperindah oleh irama dan lagu. Orang yang
membacanya disebut qori’. Menurut Purna (2006), pengertian dari
murottal merupakan rekaman suara Al-Quran yang dilagukan oleh
seorang qori’ (pembaca Al- Quran).
Menurut Ad-Dihami (2005), bacaan Al-Quran merupakan obat yang
komplet untuk segala jenis penyakit, baik penyakit hati maupun penyakit
fisik, baik penyakit dunia maupun penyakit akhirat. Menurut Yani (2002)
menyatakan bahwa Al-Quran bermanfaat sebagai obat, penawar dan
penyembuh dari berbagai persoalan hidup manusia.
1.4.2 Sejarah
Ayat suci Al-Quran diturunkan di kota Makkah dan di kota Madinah
Munawarah. Al-Quran adalah kalam Allah SWT yang merupakan mu’jizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran adalah kitab
suci yang diyakini kebenarannya, dan dijadikan salah satu syarat
keimanan bagi setiap muslim (Asti, 2009).
Al-Qadhi, direktur utama Islamic Medicine for Education and Research
yang berpusat di Amerika sekaligus konsultan ahli sebuah klinik di
Panama City, Florida Amerika serikat telah melakukan penelitian tentang
pengaruh Al-Quran pada manusia dalam perspektif fisiologis dan
psikologis yang terbagi dalam 2 tahapan. Tahap pertama bertujuan untuk
menentukan kemungkinan adanya pengaruh Al-Quran pada fungsi organ
16

tubuh sekaligus mengukur intensitas pengaruhnya jika ada (Mahmudi,


2011).
Hasil eksperimen Al- Qadhi, membuktikan bahwa 97% responden,
baik muslim maupun non-muslim, baik yang mengerti bahasa Arab
maupun tidak, mengalami beberapa perubahan fisiologis yang
menunjukkan tingkat ketenangan urat syaraf reflektif. Hasilnya
membuktikan bahwa Al-Quran memiliki pengaruh yang mampu
merelaksasi ketegangan urat syaraf tersebut. Fakta ini secara tepat
terekam dalam sistem detektor elektronik yang didukung komputer guna
mengukur perubahan apapun dalam fisiologi (organ) tubuh (Mahmudi,
2011).
Penelitian tersebut diketahui bahwa ketegangan urat syaraf dapat
mengurangi daya tahan tubuh yang disebabkan terganggunya
keseimbangan fungsi organ dalam tubuh untuk melawan sakit atau
membantu proses penyembuhan. Eksperimen yang kedua untuk
mengetahui efek relaksasi yang ditimbulkan Al-Quran pada ketegangan
syaraf beserta perubahan- perubahan fisiologis yang mengiringinya
benar-benar disebabkan oleh kalimat-kalimat Al-Quran sendiri secara
definitif, tanpa memandang apakaH kalimat-kalimat itu dapat dipahami
oleh pendengar atau tidak (Mahmudi, 2011).
1.4.3 Manfaat
Menurut Heru (2008) manfaat dari murottal (mendengarkan bacaan
ayat-ayat suci Al-quran) antara lain: mendapatkan ketenangan jiwa dan
sebagai perantara untuk penyembuhan. Suara- suara ayat Al-Quran
dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorfin
alami, meningkatkan perasaan rileks, mengalihkan perhatian dari rasa
takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernapasan, detak
jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang
lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme
yang lebih baik.
Terapi bacaan Al-Quran dapat berpengaruh adanya perubahan arus
listrik di otot, perubahan sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan
kadar darah pada kulit. Perubahan tersebut menunjukan adanya relaksasi
17

atau penurunan ketegangan urat saraf reflektif yang mengakibatkan


terjadinya pelonggaran pembuluh nadi dan penambahan kadar darah
dalam kulit, diiringi dengan penurunan frekuensi detak jantung. Terapi
murottal bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari
luar (terapi Al- Quran), maka otak memproduksi zat kimia yang disebut
neuropeptide. Molekul ini mengangkutkan kedalam reseptor-reseptor
yang ada didalam tubuh dan memberikan umpan balik berupa
kenikmatan atau kenyamanan (O’Riordon, 2002). Penelitian yang
dilakukan Widhowati (2010) menunjukan bahwa terapi audio murottal
surat Ar Rahman lebih efektif dalam menurunkan perilaku kekerasan di
RSJD. Hady, Wahyuni, & Purwaningsih (2012) membuktikan adanya
pengaruh terapi murottal terhadap perkembangan anak autis dengan
memperdengarkan rekaman Surat Al Baqarah.
1.4.4 Prosedur
Penelitian Eskandari, Keshavars, Ashayeri, Jahdi, & Hosseini (2012)
terdapat pengaruh fisiologis pada bayi prematur yang diperdengarkan
rekaman surat Yusuf ayat 7-23 dibacakan oleh Shahat Mohammad Anwar
selama 20 menit. Upoyo, Ropi, & Sitoru (2012) stimulasi murottal Al-
Quran mempengaruhi peningkatan nilai GCS pada pasien struke iskemik
durasi 30 menit sehari selama 3 hari. Penilaian GCS dilakukan di hari
pertama dan ketiga. Menurut Nani & Dewi (2012) dari hasil penelitiannya
menunjukan bahwa pengambilan data setelah hari ke-3 lebih
berpengaruh dalam penurunan denyut nadi bayi prematur dibandingkan
hari ke-6 yang diberikan terapi musik mozart.
Menurut Smith dalam Upoyo, Ropi, & Sitoru (2012) menerangkan
bahwa intensitas suara yang rendah merupakan intensitas suara
kurang dari 60 desibel mampu menimbulkan kenyamanan dan tidak nyeri.
Murottal merupakan salah satu musik dengan intensitas 50 desibel yang
membawa pengaruh positif bagi pendengarnya (Wijaya, 2009).
Eskandari, dkk (2012) bacaan Al-Quran yang diperdengarkan melalui
headphone dengan kisaran volume 50-60 desibel dapat meningkatkan
respon fisiologis bayi baru lahir prematur termasuk tingkat saturasi
oksigen, pernapasan dan detak jantung.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendasar dari penelitian
sebelumnya terhadap fisiologis bayi prematur yaitu terapi murottal dengan
18

memperdengarkan rekaman surat Yusuf ayat 1-55 dengan durasi 20


menit yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut pada bayi prematur.
Peneliti memperdengarkan rekaman Al-Quran pada bayi prematur
didalam inkubator dengan nada rendah yaitu 50-60 desibel, menurut
American Academy of Pediatrics merekomendasikan volume untuk bayi
tidak lebih dari 75 desibel, sehingga volume 50-60 desibel masih aman
untuk pendengaran bayi yang dapat mempengaruhi fisiologisnya (Smith
dalam Upoyo, Ropi, & Sitoru, 2012).
Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemudian ditangkap
melalui organ pendengaran dan ditransfer didalam sistem saraf tubuh dan
kelenjar otak yang selanjutnya mereorganisasi intepretasi bunyi kedalam
ritme internal pendengarannya. Ritme internal mempengaruhi kerja
metabolisme tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan
baik. Tubuh akan mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap
kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma, 2002) dalam (Nani &
Apriliana, 2012). Perubahan pada gelombang otak dapat mempengaruhi
perubahan dalam fungsi tubuh lainnya. Perubahan tersebut diatur oleh
system saraf otonom, seperti pernapasan dan detak jantung juga dapat
diubah oleh musik dapat membawa perubahan. Hal ini dapat
memperlambat pernapasan, denyut jantung dan aktivasi dari respons
relaksasi (Satiadarma, 2001 dalam Nani & Apriliana, 2012).
Menurut Gusmiran (2005) yang dikutip dalam penelitian Faradisi
(2009), terapi bacaan Al-Quran yang merupakan terapi religi dimana
seseorang dibacakan ayat-ayat Al-Quran selama beberapa menit atau
jam sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang. Bacaan
Al Quran secara murottal mempunyai efek relaksasi dan dapat
menurunkan kecemasan apabila diperdengarkan dengan tempo murotal
Al-Quran antara 60-70 permenit, irama konstan, teratur, dan tidak ada
perubahan yang mendadak, serta nadanya rendah (Widayarti, 2011).
Penelitian Eskandari, dkk (2012) menunjukkan bahwa bacaan Al-
Quran dapat digunakan sebagai perawatan komplementer karena bacaan
Al- Quran tidak mempengaruhi perawatan rutin di rumah sakit. Menurut
hasil penelitian Haslbeck (2004) suara ayat- ayat Al-Quran dapat
digunakan untuk mengurangi stres dan meningkatkan situasi fisiologis.
19

1.5 ISI JURNAL


1.5.1 Identitas Jurnal
1) Judul Jurnal
Pengaruh Light Massage dan Murottal Terhadap Perubahan
Hemodinamik Pada Pasien Dengan Gagal Jantung Di RSUD Prof.
DR. Margono Soekardjo Purwokerto
2) Autors (Penulis)
Galih Noor Alivian
1.5.2 Topik Jurnal
Topik dalam jurnal ini yaitu mengenai pengaruhlight massage dan
murottal terhadap perubahan hemodinamik pasien gagal jantung
1.5.3 Latar Belakang
Masalah yang paling sering muncul pada pasien gagal jantung adalah
ketidakstabilan hemodinamik, dimana hemodiamik merupakan indikator
penting untuk mengetahui fungsi sirkulasi sistemik tubuh
Upaya pelayanan asuhan keperawatan yang dapat membantu
memperbaiki hemodinamik responden adalah denga terapi music. Terapi
music adalah kombinasi dari irama, harmoni, melodi dan nada yang dapat
memberikan sensasi rileks dan mengurangi kecemasan. Murottal
merupakan salah satu music denga intensitas 50 desibel yang membawa
pengaruh positif bagi pendengarnya (Wijaya, 2009). Terapi murottal dapat
mengurangi kecemasan pasien, selain itu juga terbukti dapat menurunkan
rasa nyeri dan dapat membuat perasaan menjadi rileks (Hamel, 2001;
Mottaghi, Esmaili & Rohani, 2011).
Terapi lain yang dapat berfungsi untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan relaksasi otot, salah satunya dengan pijatan. Pijatan dapat
memperbaiki sirkulasi darah dan mengurangi kegelisahan serta depresi
(Handoyo, 2000). Penelitian yang dilakukan Givi (2013) dan Achmad, et
al., (2014) menyebutkan bahwa terapi pijatan aman, efektif dan murah
dalam mengendalikan tekanan darah dan dapat digunakan di pusat
perawatan kesehatan. Light massage adalah dasar dari terapi pijat, dapat
memberikan rasa yang lebih besar dari kesenangan dan relaksasi.
Kecepatan dan tekanan selama pemijatan dilakukan secara halus.
Manfaat light massage adalah merangsang saraf aferen yang menuju ke
20

otak yang berkaitan dengan emosi positif dan menurunkan EEG yang
berhubungan dengan afek dan mood negative (Fried, et al., 1996).
Hasiil studi pendahuluan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto, belum ada prosedur tetap untuk membantu memperbaiki
hemodinamik pasien dengan metode alternatif, oleh karena itu, berbekal
latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui pengaruh light massage
dan terapi murottal terhadap perubahan hemodinamik pasien gagal
jantung di RSUD Prof. DR. Margono Soekardjo Purwokerto.
1.5.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh light
massage dan murottal terhadap perubahan hemodinamik pada pasien
dengan gagal jantung di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Tujuan umum adalah menjelaskan pengaruh light massage dan
murottal terhadap perubahan hemodinamik pada pasien dengan gagal
jantung di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Tujuan khusus: 1) menganalisis perbedaan hemodinamik (tekanan
darah, pernafasan, denyut jantung, SpO2 dan EKG) pada pasien dengan
gagal jantung setelah dilakukan tindakan light massage; 2) menganalisis
perbedaan hemodinamik (tekanan darah, pernafasan, denyut jantung,
SpO2 dan EKG) pada pasien dengan gagal jantung setelah dilakukan
tindakan murottal; 3) menganalisis perbedaan hemodinamik (tekanan
darah, pernafasan, denyut jantung, SpO2 dan EKG) pada pasien dengan
gagal jantung setelah dilakukan tindakan light massage dan murottal; 4)
menganalisis perbedaan hemodinamik (tekanan darah, pernafasan,
denyut jantung, SpO2 dan EKG) antara kelompok dengan murottal dan
light massage pada pasien dengan gagal jantung; 5) menganalisis
efektifitas tingkat kecemasan pada pasien dengan gagal jantung sebelum
dan setelah pemberian murottal.
1.5.5 Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental, yaitu
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan melibatkan kelompok
kontrol dan kelompok eksperimental. Variabel independent adalah terapi
light massage dan murottal. Variabel dependent adalah peruahan
hemodinamik (tekanan darah, pernafasan, denyut jantung, SpO2 dan
EKG). Populasi penelitian adalah pasien gagal jantung yang dirawat di
21

RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Metode pengambilan


sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah responden
sebanyak 60 orang. Responden terbagi menjadi 3 kelompok perlakuan
dan 1 kelompok kontrol. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah: 1) pasien
yang mengalami gagal jantung yang dilakukan perawatan, 2) usia dewasa
baik laki-laki maupun perempuan, 3) beragama Islam, 4) keluarga
menyetujui informed consent, 5) pasein yang mengalami ketidakstabilan
hemodinamik baik salah satu maupun keseluruhan. Kriteria eksklusi: 1)
pasien gagal jantung dengan komplikasi edema paru, 2) terpasang
ventilator. Penelitian dilakukan di RSUD Prof Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto selama bulan Januari – Maret 2018.
Instrumen penelitian: Zung Self-Rating Anxiety Scale untuk mengukur
tingkat kecemasan, Mp3 player,rekaman bacaan murotal Al-quran bentuk
file mp3 yang terdiri dari surat Ar Rahman, headset, dan lembar observasi
hemodinamik serta alat ukur hemodinamik yang sudah dikalibrasi.
Perlakuan yang dilakukan adalah dengan memberikan terapi light
massage dan murottal kepada pasien gagal jantung yang mengalami
ketidakstabilan hemodinamik (tekanan darah, pernafasan, denyut jantung,
SpO2, dan EKG). Intervensi light massage dan murottal diaplikasikan
sehari 2 kali (pagi dan sore) setiap ahri selama 5 hari pada responden. Uji
statistik yang digunakan antara lain: uji Kolmogrov-Smirnov untuk uji
normalitas; Paired t-test dan uji multivariate Manova untuk mengetahui
perbedaan hemodinamik kelompok intervensi dan kelompok kontrol; uji
Wilcoxon test untuk mengetahui tingkat kecemasan responden sebelum
dan sesudah diberi intervensi murottal.
Rancangan penelitian
22
23

Keterangan:
O1: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi sebelum perlakuan
O2: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi setelah perlakuan
O3: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi sebelum perlakuan
O4: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi setelah perlakuan
O5: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi sebelum perlakuan
O6: penilaian hemodinamik pada kelompok intervensi setelah perlakua
O7: penilaian hemodinamik awal pada kelompok kontrol
O8: penilaian hemodinamik akhir pada kelompok kontrol
X1: Perbedaan rata-rata perubahan hemodinamik sebelum dan setelah
perlakuan pada kelompok intervensi
X2: Perbedaan rata-rata perubahan hemodinamik sebelum dan setelah
perlakuan pada kelompok kontrol
Y1: Perbedaan rata-rata perubahan hemodinamik sebelum perlakuan
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Y2: Perbedaan rata-rata perubahan hemodinamik setelah perlakuan
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
1.5.6 Hasil Jurnal
Hasil uji statistic didapatkan terdapat pengaruh light massage dan
murottal terhadap perubahan hemodinamik P <0,05, terdapat perbedaan
perubahan elektrokardiografi (EKG) pre dan post dengan p value 0,000
(p<0,05), dan perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan setelah
diperdengarkan murottal dengan p value 0,000 (P<0,05), sedangkan
pada uji Manova didapatkan p < α 0,05. Kesimpulan hasil penelitian
adalah light massage dan murottal meningkatkan status hemodinamik
pada pasien gagal jantung di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto. Light massage memberikan pengaruh terhadap kestabilan
hemodinamik pasien gagal jantung pada variabel tekanan darah,
pernafasan, denyut jantung, dan SpO2. Pemberian murottal dapat
mengurangi kecemasan pasien gagal jantung.
1.5.7 Aplikasi jurnal di Setting Keperaatan Indonesia
Light massage dan terapi murottal dapat diterapkan di Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang untuk meningkatkan hemodinamik dan menurunkan
kecemasan pasien rawat inap, khususnya pasien dengan kebutuhan
monitoring hemodinamik secara intensif karena terapi tersebut mudah
24

diaplikasikan dengan resiko minimal. Selain itu, latar belakang budaya


masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan umum akan
terapi pijat memudahkan penerapan terapi light massage dan murottal
secara langsung.

1.6 Pengaruh Terapi Murrotal terhadap Perubahan Satus Hemodinamik


Pasien
Salah satu terapi untuk membatu pemulihan pada pasien adalah dengan
terapi musik. Terapi musik adalah kombinasi dari irama, harmoni, melodi, dan
nada. Respons musik individu dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berbeda.
Terapi musik sebagai penggunaan musik dalam pencapaian tujuan terapeutik
dan peningkatan kesehatan mental dan fisik. Musik yang diberikan mampu
meningkatkan toleransi dan kemampuan mengendalikan stimulus yang
menyakitkan dan mengurangi kecemasan. Respon terhadap stres bervariasi,
tergantung pada persepsi masing-masing peristiwa. Tanda dan gejala stres
fisiologis akibat pengaktifan neuroendokrin simpatik dan sistem tubuh dapat
mempengaruhi semua bagian tubuh. Al Kaheel asal Suriah dalam
makalahnya menjelaskan bahwa solusi paling baik untuk seluruh penyakit
adalah, Al-Qur’an. Berdasarkan pengalamannya, ia mengatakan bahwa
pengobatan Al-Qur’an mampu mengobati penyakit yang di alaminya yang
tidak mampu di obati oleh tim medis. Dengan mendengarkan ayat-ayat mulia
dari Al-Qur’an, getaran neuron akan kembali stabil bahkan melakukan fungsi
prinsipilnya secara baik. (Yusri, 2006).
Terapi musik yang dapat membuat pasien rileks dan tenang salah
satunya dengan memperdengarkan bacaan Al Quran, disamping hal tersebut
hikmah yang terkandung dalam bacaan Al Quran akan memberikan
ketenangan pada pasien. Murottal merupakan salah satu musik dengan
intensitas 50 desibel yang membawa pengaruh positif bagi pendengarnya
(Wijaya, 2009). Penelitian Abdurrahman (2008) yang melakukan perekaman
Electro Enchepalo Grafi (EEG) setelah diperdengarkan murotal Al Qur’an
didapatkan hasil rekaman EEG didominasi oleh gelombang delta di daerah
frontal dan sentral, baik pada sisi kanan maupun kiri otak yang artinya otak
berada dalam kondisi ketenangan, ketentraman dan kenyamanan. Terapi
murotal (membaca Al-qur’an) yang dapat mengurangi tingkat kecemasan
25

pada pasien. Terapi ini murotal (membaca Al-qur ’an) terbukti berguna dalam
proses penyembuhan karena dapat menurunkan rasa nyeri dan dapat
membuat perasaan klien rileks (Hamel, 2001; Mottaghi, Esmaili, & Rohani,
2011). Spiritual dan keyakinan. Beragama sangat penting dalam kehidupan
manusia karena hal tersebut dapat mempengaruhi gaya hidup, kebiasaan
dan perasaan terhadap kesakitan. Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri
mempengaruhi seseorang, energi orang tersebut menipis, dan spirit orang
tersebut dipengaruhi (Potter & Perry, 2006).
Bacaan Al Quran dengan murottal dapat memberikan rangsangan suara
yang kontinue. Thompson (2011) mengungkapkan bahwa stimulasi suara
dapat mempengaruhi sistem fisiologis yang meliputi: denyut nadi, respirasi,
EEG, EKG dan lainnya. Mendengarkan bacaan Al Quran dapat
meningnkatkan dukungan spiritual pada pasien. Dukungan spiritual sangat
dibutuhkan pada pasien kritis karena dapat meningkatkan harapan,
semangat, kepercayaan diri, kenyamanan psikologis serta merupakan doa
yang membawa kekuatan (The Joanna Briggs Institute, 2010). Kebiasaan
spiritual dibutuhkan untuk pemulihan pasien kritis (Lamb, et al, 2008). Terapi
music adalah kombinasi dari irama, harmoni, melodi dan nada yang dapat
memberikan sensasi rileks dan mengurangi kecemasan. Murottal merupakan
salah satu music denga intensitas 50 desibel yang membawa pengaruh
positif bagi pendengarnya (Wijaya, 2009). Terapi murottal dapat mengurangi
kecemasan pasien, selain itu juga terbukti dapat menurunkan rasa nyeri dan
dapat membuat perasaan menjadi rileks (Hamel, 2001; Mottaghi, Esmaili &
Rohani, 2011).
Bacaan Al-Quran yang diperdengarkan dapat memperbaiki fungsi
jantung. Elzaky (2011) menjelaskan bahwa pasien yang menderita penyakit
jantung menunjukkan peningkatan sistem imunitas, perbaikan fungsi jantung
dan mampu menurunkan kekambuhan serangan jantung setelah
diperdengarkan suara Al quran. Perawatan monitoring yang dilakukan oleh
perawat terhadap pemantauan tekanan darah, denyut jantung menjadi kunci
dalam mempertahankan sirkulasi darah agar tetap baik sehingga kehidupan
pasien dapat dipertahankan (Potter & Perry, 2005).
Penelitian kedokteran Amerika Utara menunjukan bahwa dengan
membaca Al-Quran atau memperdengarkan dapat mengurangi ketegangan
susunan saraf secara spontan, sehingga lambat laun akan menjadi rileks,
26

tenang dan sembuh terhadap keluhan- keluhan fisik (Elzaky, 2011).


Dibuktikan oleh Wahyudi (2012) bahwa orang yang membaca Al Quran akan
memberikan perubahan arus listrik di otot, perubahan sirkulasi darah,
perubahan detak jantung dan perubahan kadar darah pada kulit.
Dalam penelitian Sadeghi (2009), melaporkan dengan mendengarkan
suara Al Quran sangat efektif untuk mengurangi tekanan darah diastolik,
sistolik, denyut jantung dan laju pernafasan pada pasien rawat inap untuk
angiograf. Asman (2008), adanya perubahan arus listrik di otot, perubahan
sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan kadar darah dalam kulit.
Perubahan tersebut menunjukkan adanya relaksasi atau penurunan
ketegangan urat saraf reflektif yang mengakibatkan terjadinya pelonggaran
pembuluh darah dan penambahan kadar darah dalam kulit, diikuti dengan
penurunan frekuensi detak jantung.

Anda mungkin juga menyukai