Catatan singkatan:
- AW: Ahli Waris
- ZF : Zul Faraid
- ZQ : Zul Qarabat
Mati Kalalah
Pendapat Hazairin (bilateral): Pewarisan tidak punya keturunan perempuan dan laki-laki baik
keturunan dari anaknya (cucu)
Pendapat Syafii (patrilineal): pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki, keturunan laki-laki dari
anak laki-laki (cucu laki-laki), ayah sudah meninggal sebelum pewaris meninggal
Pendapat KHI: Pewarisan tidak punya keturunan perempuan dan laki-laki, keturunan dari anak
perempuan dan laki-laki ditambah ayah meninggal sebelum pewaris
(kalo contoh kasus di ubah jadi punya 4 anak dari perkawinan 1, dan 1 anak dari
perkawinan kedua (anak D E F G H) jika begitu, MAKA C MENDAPATKAN SAMA
DENGAN BAGIAN TERKECIL (dibagi enam, maka D E F G H dan C masing-masing
mendapat 1/6)
2. “Le Mort Saisit Le Vife” = dengan meninggalnya pewaris, harta peninggalan pewaris
menjadi milik ahli waris meliputi hak dan kewajiban, ahli waris yang dimaksud adalah
ahli waris menurut undang-undang dan ahli waris menurut testamen (diatur dalam
pasal 955 KUHPerdata) Commented [WU1]:
Contoh case (A dan B menikah, punya anak B C dan D)
Ahli waris ada dua macam yaitu:
o Ahli waris menurut UU : ahli waris yang diatur didalam KUHPerdata, mewaris dari
kedua orang tuanya (maka Ahli Warisnya C, D)
o Ahli waris testamen (surat wasiat) : ahli waris yang diangkat/ditunjuk menurut
wasiat (misal A mengangkat/menunjuk X menjadi ahli waris berdasarkan surat
wasiat)
Perjanjian kawin pisah harta wajib dibuat dengan akta notaris, dan didaftarkan dikantor
pencatatan nikah, baik di catatan sipil (untuk non muslim=akta perkawinan) maupun KUA (untuk
beragama muslim=buku nikah), karena pencacatan perjanjian kawin adalah perintah UU 1 /1974
Ps. 29 yang menerangkan perjanjian kawin mengikat pihak ketiga saat dicatatkan ke pejabata
yang bersangkutan (capil/KUA)
Didalam pasal 833 ayat (1) KUHPerdata mengatakan sekalian ahli waris dengan sendirinya karena
hukum memperoleh hak dari harta peninggalan pewaris termasuk piutang-piutang, ketentuan ini
dikenal dengan istilah “SAISINE”. Commented [WU2]: Seluruh harta pewaris jatoh ke ahli
waris termasuk piutang
Ketentuan adopsi bermula diatur dalam stb, 1917 nomor 129 = bagi golongan tiong hoa yang
sudah menikah, dan tidak mempunyai anak laki-laki diperbolehkan mengadopsi anak laki-laki dari
anak keluarga lain, tujuan adopsi untuk meneruskan nama marga, POSISI ANAK ADOPSI = POSISI
ANAK SAH, maka bagiannya sama dengan anak sah. Anak adopsi pada saat di adopsi, maka
hubungan hukum dengan orang tua asalnya, berakhir.
Ada istilah “Pleeg Kind” = pemeliharaan anak, anak yang diasuh, tetap memiliki hubungan hukum
dengan kedua orang tua asal dan menjadi ahli waris dari kedua orang tua asal
Dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung RI nomor 6 tahun 1983 mengatakan untuk
melakukan adopsi harus melalui penetapan pengadilan negeri, timbul SEMA karena Indonesia
sudah menandatangani Konvensi Adopsi Anak di Den Haag
“Codicil” = ketentuan yang diatur dalam pasal 935 KUHPerdata, yaitu surat dibawah tangan yang
dibuat pewaris, isinya mengenai hal-hal yang berkaitan jika ybs meninggal dunia, harta
dimilikinya berupa perhiasan, pakaian, perabotan, termasuk penyelenggaraan penguburan,
diatur dalam surat tersebut
Pasal 831 KUHPerdata = meninggal dunia bersamaan waktu Antara beberapa orang karena satu
mala petaka yang sama, dan meninggal dunia dan tidak diketahui siapa yang meninggal terlebih
dahulu, maka dianggap meninggal pada saat detik yang sama dan tidak saling mewaris.
Penggantian terjadi jika ahli waris dari pewaris meninggal terlebih dahulu dari pewaris dan
mempunyai anak, maka anaknya menjadi pengganti dari ayahnya yang meninggal
Penggantian terjadi untuk garis lurus kebawah tanpa batas
Penggantian tidak berlangsung untuk garis kesamping
Contoh:
A menikah B (campur harta), lahir C (punya anak E) dan D, C meninggal terlebih dahulu daripada
pewaris (A)
Karena campur harta, B mendapat ½ bagian
Sisanya ½ bagian dibagi Antara B, C dan D = ½ x 1/3 = 1/6
B menerima = ½ + 1/6= 4/6
C dan D mendapat masing-masing 1/6
Karena C meninggal maka E menggantikan (jadi B = 4/6, E = 1/6, D = 1/6)
*notaris dilarang membuat akta jika untuk orang yang masih masuk derajat ketiga dari notaris)
(Derajat 1 garis notaris, derajat 2 garis sodara disamping, derajat ke3 garis ke bawah anak
sodara tadi)
Penolakan bisa juga terjadi karena alasan yang menolak bukan lagi WNI dalam hal kepemilikan
tanah. Pasal 21 ayat (30) UU 5/60 bahwa yang hanya bisa memiliki HM adalah WNI tunggal, jadi
jika ada WNI beralih ke WNA, atau menikah dengan WNA tanpa pisah harta, dalam jangka waktu
paling lama 1 tahun sejak terjadinyap peristiwa tsbt, wajib mengalihkan ke pihak WNI, dengan
ancaman jika tidak dilakukan, haknya menjadi gugur, dan tanah akan dikuasai oleh Negara.
Ketentuan tersebut berlaku juga untuk sertifikat HGB (Ps 36 ayat (2) UUPA). Atau bisa juga buat
akta kesepakatan bersama, tanah HM itu dijual dulu, baru nanti hasilnya tetep bagi rata (ga
pakai penolakan, dengan pertimbangan biar adil).
UIT EIGEEN HOOFDE / MEWARIS UNTUK DIRI SENDIRI = jika semua AW menolak dan ada anak-
anak dari AW, maka anak-anak mewaris untuk diri sendiri.
A meninggal dunia, ada 3 anak B (anak E F dan G), C (anak H) dan D (anak I dan J), BCD menolak,
maka langsung dibagi ke EFGHIJ masing-masing 1/6
Seseorang yang telah dewasa jika berusia 21 tahun sesuai pasal 330 BW, ketentuan lain
mengatakan dewasa adalah 18 tahun diatur dalam peraturan:
a. Yurisprudensi MA tanggal 13 Oktober 1976 nomor 477
b. Pasal 50 UU nomor 1 tahun 1974 (berlaku 1 Oktober 1975)
c. Pasal 39 ayat (1) UU nomor 30 tahun 2004
d. Surat edaran Menteri Agraria nomor 4/SE/I/2015 tanggal 26 Januari 2015
Yang perlu diperhatikan jika yang menghadap belum menikah, serta usianya 18,19 dan/atau 20
tahun, maka notaris wajib meminta surat pernyataan dari kedua orang tua penghadap tersebut
yang isinya memberikan persetujuan atas tindakan hukum anaknya tersebut dan surat
pernyataan tersebut ditandatangani diatas materai oleh kedua orang tuanya.
MENINGGAL BERSAMAAN
A nikah dengan B (pisah harta), punya anak C,D,E(anak, F). A dan E mati bersama-sama
(kecelakaan)
2 orang yang meninggal secara bersamaan tidak saling mewaris, karena E meninggal bersamaan,
maka F tidak bisa mewaris. Maka di bagi 1/3 ke B, C, D.
*bagian pengganti, jika pengganti lebih dari 1, dia dibagi rata dari bagian orang yang digantinya
Soal:
- A menikah pertama dengan B (meninggal), punya anak D, menikah lagi dengan C, punya
anak E. Harta peninggalan A uang tunai 10.000.000, bagaimana harta peninggalan A
- A menikah pertama dengan B (meninggal dunia), punya 3 orang anak C,D, dan E, A nikah
lagi dengan X, dari perkawinan kedua, dilharikan 3 orang anak K L dan M. bagaimana
pembagian harta peninggalan si A, dan A tinggalin deposito 700 juta.
- A menikah dengan prtm x dengan B(+), punya anak C, A nikah lagi dengan X, bagaimana
harta peninggalan A, harta peninggalan uang tunai senilai 400 juta
- A menikah B (pisah harta), punya anak C,D,E(punya anak F), E meninggal duluan daripada
A. harta peninggalan A uang sejumlah 400 juta
- A menikah B campur harta, punya 3 orang anak C,D,E E meninggal duluan daripada A.
punya satu anak F, B C dan D menolak harta peninggalan A. uang tunai sejumlah 100 juta
rupiah
- A menikah dengan B, pisah harta punya 3 orang anak C (anak G dan H), D dan E, D menolak
harta peninggalan A, C meninggal lebih dulu daripada si A, bagaimana pembagian harta
peninggalan A, A ninggalin deposito 600 juta rupiah
- A meninggal, dengan 2 anak B dan C, C mati lebih dahulu punya 3 anak, D E dan F.
bagaiman pembagian harta peninggalan A, uang tunai 600 juta
- A meninggal, punya 1 anak B mati dluan, punya 3 orang anak, C D dan E. C mati dluan
punya 3 anak F G dan H. harta A 900 juta rupiah.
- A nikah pisah harta dengan B, anak 3 C,D dan E. E punya 2 orang anak F dan G, C menolak
warisan A. D menolak warisan A. harta A 100 juta
- A meninggal dunia, anak 1 B, B mati dluan, ninggalin 2 anak C dan D. harta A 100 juta
rupiah.