Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik. Pembentukan kualitas
SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat
bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini (Wulandari,
2009). Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam
kandungan sampai 5 tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas
hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental,
emosional, maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai
dengan potensi genetiknya. Pertumbuhan dan perkembangan anak secara
fisik, mental, sosial, emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan
pendidikan. Ini telah banyak dibuktikan dalam berbagai penelitian,
diantaranya penelitian longitudinal oleh Bloom mengenai kecerdasan yang
menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun pertama usia anak,
perkembangan kognitifnya mencapai sekitar 50%, kurun waktu 8 tahun
mencapai 80%, dan mencapai 100% setelah anak berusia 18 tahun.
Penelitian lain mengenai kecerdasan otak menunjukkan fakta bahwa untuk
memaksimalkan kepandaian seorang anak, stimulasi harus dilakukan sejak
3 tahun pertama dalam kehidupannya mengingat pada usia tersebut jumlah
sel otak yang dipunyai dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang
dewasa (Kemenkes, 2013).
Depkes RI (2006) menyatakan bahwa 16% balita Indonesia
mengalami gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik halus
dan kasar, gangguan pendengaran, kecerdasan kurang dan keterlambatan
bicara. Pada tahun 2010 di Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo di Surabaya,
dijumpai 133 kasus pada anak dan remaja dengan gangguan
perkembangan motorik kasar maupun halus (Suryawan A, Narendra M.B,
2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2009) mengatakan bahwa
Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya dan orang yang
paling pertama bertanggung jawab adalah orang tua. Orang tua
bertanggung jawab mengembangkan keseluruhan eksistensi anak.
Termasuk tanggung jawab orang tua adalah memenuhi kebutuhan anak,
baik dari sudut pandang organis-fisiologis maupun kebutuhan-kebutuhan
psikologis. Tapi belum menjelaskan secara spesifik bagaimana gambaran
tindakan stimulasi ibu terhadap perkembangan motorik kasar anak
khususnya usia bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian masa bayi dan balita?
2. Bagaimana tumbuh kembang bayi dan balita?
3. Bagaimana perkembangan psikis dan sosial bayi dan balita?
4. Bagaimana pembahasan jurnal mengenai masa bayi?
5. Bagaimana kaitan kasus tersebut terhadap aspek psikologi dan
sosial budaya dalam asuhan kebidanan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian masa bayi dan balita
2. Untuk mengetahui tumbuh kembang bayi dan balita
3. Untuk mengetahui perkembangan psikis dan sosial bayi dan balita
4. Untuk mengetahui pembahasan jurnal mengenai masa bayi
5. Untuk mengetahui kaitan kasus tersebut terhadap aspek psikologi
dan sosial budaya dalam asuhan kebidanan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Masa Bayi dan Balita

Bayi adalah anak yang baru lahir sampai berumur 1 tahun dan
mengalami proses tumbuh kembang. Proses tersebut berlangsung dengan
pesat dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan namun, berlangsung sangat
pendek dan tidak dapat diulangi lagi sehingga disebut sebagai “masa
keemasan” (golden period).

Masa bayi umumnya didefinisikan sebagai tahun pertama kelahiran


anak-anak kita, yaitu mulai mereka membuka mata di dunia sampai usia
satu tahun. Tangisan pertama bayi merupakan pertanda kehidupan baru
didunia ini. Tangisan dan jeritan tersebut merupakan semangat yang tak
terhingga baginya untuk mulai menghirup udara dengan paru-parunya
sendiri tanpa bantuan siapapun.

Meskipun si bayi sudah dapat bernafas dengan paru-parunya


sendiri, hal tersebut tak lantas membuatnya terbebas dari ketergantungan
kepada lingkungan sekitar terutama kedua orangtuanya. Dia perlu bantuan
demi keberlangsungan kehidupannya didunia ini. Gehlen (1941)
mengatakan bahwa bayi yang baru dilahirkan membutuhkan perlindungan.
Bayi belum bisa apa-apa, jadi perlu dan disusui. Pendek kata, bayi tersebut
benar-benar dalam keadaan tergantung pada orang lain.

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan
anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, masih tergantung penuh
kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang
air kecil (BAK), buang air besar (BAB), dan makan. Perkembangan
berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain
masih terbatas. Batita dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka
menerima jenis makanan yang disajikan orangtua. Untuk itu, orang tua
harus mengontrol ketat asupan makanannya, mulai jenis makanan yang
disukai, mudah dikunyah, mudah dicerna, dan mengandung nutrisi
lengkap.

Masa bayi dan balita adalah masa mereka mengalami masa


pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana
nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi
bangsa. Masa kritis anak pada usia 6-24 bulan, karena kelompok umur
merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth
failure) mulai terlihat (Sari, 2011).

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Balita


1. Pengertian Tumbuh dan Kembang

Tumbuh kembang merupakan dua proses yang berbeda, tetapi


keduanya tidak dapat berdiri sendiri, terjadi secara simultan, saling
berkaitan, dan berkesinambungan dari masa konsepsi hingga
dewasa.1Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran,
besar, jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu.
Pertumbuhan dapat diukur dengan satuan berat dan panjang badan,
sedangkan perkembangan merupakan peningkatan kemampuan struktur
dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur serta dapat
diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan.

Anak memiliki satu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan
berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang
membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak
menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai
dengan usianya.

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel jaringan


interseluler, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian
atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat.
Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan. Berbeda
dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan hasil interaksi
kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya,
misalnya perkembangan sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi
dan sosialisasi. Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam
kehidupan manusia yang utuh.

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang


pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga
disebut sebagai fase "Golden Age". Golden age merupakan masa yang
sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat
agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu,
penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat
meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga
kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010).

Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan


yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus
periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi
dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang
optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak
memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan
berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang
bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani,
2010).

Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan


berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan
intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada
"masa kritis" tersebut di atas. Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi
Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi
Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988
dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas. Kegiatan ini
dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk
kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga
lainnya), masyarakat (kader, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat) dengan tenaga professional. Pemerintah telah melakukan
beberapa upaya dalam mendukung pelaksanaan SDIDTK. Salah satu
program pemerintah untuk menunjang upaya tersebut adalah
diterbitkannya buku Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar.
Upaya lain yang dilakukan adalah pelatihan SDIDTK bagi tenaga
kesehatan baik di Kabupaten, Kota maupun di Puskesmas. Salah satu
upaya mendapatkan anak yang berkualitas dapat dicapai dengan
melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita dengan
stimulasi deteksi dini tumbuh kembang (SDIDTK). Kementerian
Kesehatan RI telah mengeluarkan sarana untuk melakukan pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan yang sederhana yaitu KPSP (Kemenkes,
2013). Deteksi dini dan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
merupakan upaya mengetahui sedini mungkin gangguan perkembangan
pada anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menyediakan
sarana atau alat yaitu Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
untuk mendeteksi dini pertumbuhan dan perkembangan anak secara
sederhana dan mudah dilakukan oleh keluarga, kader ataupun tenaga
kesehatan.

2. Ciri-ciri dan Prinsip Tumbuh Kembang Anak

Proses tumbuh kembang anak mempunyai ciri-ciri yang saling


berkaitan. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.

a. Perkembangan menimbulkan perubahan.


Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap
pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya
perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai
pertumbuhan otak dan serabut saraf.
b. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan
perkembangan selanjutnya.
Setiap anak tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan
sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Sebagai contoh, seorang
anak tidak akan bisa berjalan sebelum ia bisa berdiri. Seorang anak
tidak akan bisa berdiri jika pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain
yang terkait dengan fungsi berdiri anak terhambat. Karena itu
perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan
menentukan perkembangan selanjutnya.
c. Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang
berbeda. Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan fisik
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, baik pertumbuhan fisik
maupun perkembangan fungsi organ dan perkembangan masing-
masing anak.
d. Perkembangan berkolerasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun
demikian, terjadi peningkatan mental, memori, daya nalar, asosiasi
dan lain-lain. Anak sehat, bertambah umur, bertambah berat badan
dan tinggi badannya serta bertambah kepandaiannya.
e. Perkembangan mempunyai pola yang tetap
Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut dua hukum
tahap, yaitu:
a) Perkembangan terjadi terlebih dahulu didaerah kepala,
kemudian menuju ke arah kaudal/ anggota tubuh (pola
sefalokaudal)
b) Perkembangan terjadi lebih dahulu didaerah proksimal (gerak
dasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang
mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal)
f. Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang teratur dan
berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa menjadi terbalik,
misalnya anak terlebih dahulu mampu membuat lingkaran sebelum
mampu membuat gambar kota, anak mampu berdiri sebelum
berjalan dan sebagainya.

Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling


berkaitan. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar


Kematangan merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan
sendirinya, sesuai dengan potensi yang ada pada individu. Belajar
merupakan perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha.
Melalui belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan
sumber yang diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.
b. Pola perkembangan dapat diramalkan
Terdapat persamaan pola perkembangan bagi semua anak. Dengan
demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ke tahapan
spesifik, dan terjadi berkesinambungan.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tumbuh Kembang
Pada umumnya anak memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan normal yang merupakan hasil interaksi banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Adapun faktor-
faktor tersebut antara lain:
a. Faktor dalam (internal) yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak.
a) Ras/etnik atau bangsa
Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika, maka ia tidak
memiliki faktor herediter ras/bangsa indonesia atau
sebaliknya.
b) Keluarga
Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh
tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
c) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa
prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja.
d) Jenis kelamin
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih
cepat daripada laki-laki. Tetapi setelah melewati masa
pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.
e) Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu
potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa
kelainan genetic yang berpengaruh pada tumbuh kembang
anak seperti kerdil.
f) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan
pertumbuhan pada sindroma Down’s Sindroma Turner’s.
b. Faktor luar (eksternal)
Faktor Prenatal
a) Gizi
Nutrisi ibu hamil terutama dalam trimester akhir
kehamilan akan mempengaruhi pertumbuhan janin.
b) Mekanis
Posisi petus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan
congenital seperti club foot.
c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti aminopterin, thalidomide,
dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti
palatoskisis.
d) Endokrin
Diabetes melitus dapat menyebabkan makrosomia,
kardiomegali, hyperplasia adrenal.
e) Radiasi
Paparan radium dan sinar rontgen dapat mengakibatkan
kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida,
retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
kelainan kongenital mata, kelainan jantung.
f) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH
(toksoplasma, rubella, sitomegalo virus, herpes) dapat
menyebabkan kelainan pada janin: katarak, bisu, tuli,
mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung
congenital.
g) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan
darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk
antibody terhadap sel darah merah janin, kemudian
melalui plasenta masuk peredaran darah janin dan akan
menyebabkan hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan
hiperbilirubinemia dan kem icterus yang akan
menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi
plasenta menyebabkan fungsi pertumbuhan terganggu
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan
salah/kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.
Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,
asfiksia dapat menyebabkab kerusakan jaringan otak.
Faktor Pascasalin
1. Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan
yang adekuat.

b) Penyakit Kronis/Kelainan Congenital

Tuberkolosis, anemia, kelainan jantung bawaan


mengakibatkan tretardasi pertumbuhan jasmani.

c) Lingkungan Fasis Dan Kimia

Lingkungan sering disebut melieu adalah anak tersebut


hidup yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar
anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik,
kurangnya sinar matahari, paparan sinar matahari, paparan
sinar radioaktif, zat kimia tertentu (Pb, mencuri, rokok dll)
mempunyai dampak zat negatif terjhadap pertumbuhan
anak.

d) Psikologis

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak


yang dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu
merasa tertekan, akan mengalami hambatan didalam
pertumbuhan dan perkembangannya.

e) Endokrin

Gangguan hormon, misalnya penyakit hipertiroid akan


menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

f) Sosio-Ekonomi
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan,
kesehatan lingkungan yang jelek dan ketidaktahuan, ankan
menghambat pertumbuhan anak.

g) Lingkungan Pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu anak sangat


mempengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Stimulasi

perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi


khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.

i) Obat-Obatan

Pemakaian kartikosteroid jangka lama akan mengambat


pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian obat
poerangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan
terlambatnya produksi hormon pertumbuhan.

4. Pengaruh Peran Keluarga dan Dukungan Sosial Dalam Proses


Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi Balita
Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu fungsi afektif, sosialisasi dan
penempatan sosial, perawatan kesehatan, reproduksi dan ekonomi.
Keluarga berperan dan menjadi aktor kunci dalam menentukan tindakan
yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan anggota keluarga
(Zulaekah, 2014; Setiadi, 2008). Penelitian oleh Purwandari H (2011),
menunjukkan dukungan keluarga yang diwujudkan dalam pemberian
rangsang atau stimulasi tumbuh kembang pada bayi terbukti mampu
meningkatkan skor perkembangan bayi pada kelompok intervensi. Bayi
dan balita membutuhkan stimulasi yang baik. Fase balita adalah fase
keemasan tapi juga rentan dalam perkembangannya. Stimulasi yang
kurang akan mengakibatkan kemampuan sosialisasi, bahasa, motorik halus
dan kasar menjadi terlambat (Depkes RI, 2009).

Pada tahun 2010, dari hasil penelitian yang dilakukan Purwandari,


(2011), menemukan implementasi SDIDTK untuk bayi, baru
terdokumentasi 13,28%. Namun dokumentasi ini dirasakan kurang efektif
karena hanya terfokus pada bayi (0-12 bulan), padahal dalam setiap
posyandu terdapat balita yang lain (usia 12 bulan ke atas sampai 72 bulan).
Balita (0-72 bulan) merupakan sasaran utama dalam pengukuran SDIDTK.
Cakupan SDIDTK yang rendah karena beban kerja bidan yang tinggi.
Hasil observasi di lapangan saat penelitian tahun 2011 menunjukkan bidan
justru tidak dapat mendampingi posyandu karena harus melakukan
pelayanan kesehatan umum dan lansia. Banyaknya tugas lain yang
dibebankan pada Bidan menyebabkan pengukuran pertumbuhan dilakukan
kader kesehatan.

Berdasarkan fakta ini, perlu dikembangkan model pemberdayaan


keluarga dengan melibatkan kader kesehatan/relawan untuk membantu
pendampingan stimulasi pada balita. Hasil riset sebelumnya menunjukkan
model pemberdayaan hanya dengan melibatkan keluarga inti (ayah dan
ibu), menggunakan media modul, video, alat permainan terbukti mampu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga (Purwandari, 2011).
Fakta lain menunjukkan bidan tidak efektif melakukan skreening tumbuh
kembang dan lebih melibatkan kader kesehatan, maka pada pengembangan
model pemberdayaan keluarga tahun kedua ini dilakukan dengan
melibatkan tenaga kader kesehatan/relawan untuk melakukan
pendampingan stimulasi pada area yang lebih luas yaitu pada balita dan
waktu implementasi diperpanjang lebih 4 bulan.

Perkembangan yang diukur, lebih difokuskan pada perkembangan


personal sosial, bahasa dan motorik. Tujuan secara umum adalah untuk
mengidentifikasi peran keluarga dan dukungan sosial (kader
kesehatan/relawan) pada proses pertumbuhan dan perkembangan balita.
Tujuan khusus:

1. Mengidentifikasi kebutuhan keluarga untuk melakukan stimulasi


tumbuh kembang pada balita
Hasil penelitian menunjukkan 100% responden teridentifikasi
adanya kebutuhan untuk mendapatkan informasi stimulasi
tumbuh kembang balita. Hasil survei ini menunjukkan adanya
kebutuhan keluarga untuk melakukan stimulasi tumbuh kembang.
Stimulasi tumbuh kembang adalah kegiatan merangsang
kemampuan dasar anak, agar tumbuh kembang secara optimal.
Latihan diberikan untuk merangsang kemampuan personal sosial,
bahasa, motorik halus dan kasar (Depkes, 2009).
2. Mengidentifikasi model pemberdayaan keluarga yang sesuai
Dukungan sosial untuk balita dapat diberikan melalui ibu
balitanya yaitu dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan
stimulasi dini tumbuh kembang untuk balita. Kegiatan ini terdiri
dari pelatihan klasikal selama 2 sesi. Sesi I, membahas praktik
perawatan anak, dilanjutkan materi pertumbuhan dan
perkembangan, cara melakukan stimulasi tumbuh kembang
dengan melakukan demonstrasi kepada keluarga. Setelah
pelatihan, keluarga diberikan modul untuk pengingat aktivitas
yang harus dilakukan selama di rumah. Keluarga balita kemudian
dikumpulkan dalam kelompok kecil berisi 8-10 orang, untuk
kemudian diberikan pendampingan setiap 2 minggu sekali.
Pendampingan ini dilakukan oleh kader, tenaga relawan dan
didampingi peneliti. Aktivitas selama pendampingan adalah
mengevaluasi praktik stimulasi yang telah dilakukan, memberikan
feedback dan mengajarkan praktik stimulasi untuk usia di
atasnya. Media menggunakan modul dan video. Dalam modul
terdapat lembar kunjungan, dan setiap kunjungan dituliskan apa
yang menjadi permasalahan keluarga, untuk kemudian diberikan
solusi. Stimulasi yang diberikan adalah stimulasi perkembangan
motorik halus, kasar, personal sosial dan bahasa sesuai dengan
tahapan usia. Proses ini berlangsung selama 5 bulan. Hasil
temuan pada riset ini sesuai dengan penelitian Rustina, (2007),
menemukan adanya kebutuhan video untuk media pembelajaran
orangtua dalam meningkatkan partisipasi perawatan bayi
prematur.
3. Membuat media pembelajaran dalam bentuk modul dan video
tumbuh kembang balita
Kompetensi pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan balita diukur dari
pengetahuan terhadap prinsip stimulasi, kemampuan
mengidentifikasi kebutuhan stimulasi, kemampuan
mengidentifikasi jenis aktivitas stimulasi, dan kemampuan
mendemonstrasikan stimulasi perkembangan pada anak.
Kegiatan penyuluhan dan pelatihan dapat meningkatkan
pengetahuan ibu tentang stimulasi tumbuh kembang anak. Riset
sebelumnya yang dilakukan Purwandari (2011) menemukan
pelatihan yang diberikan dengan media modul dan video mampu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga dalam
menstimulasi tumbuh kembang bayi. Hasil penelitian tentang
pengetahuan keluarga tentang jenis aktivitas yang dibutuhkan
untuk stimulasi, yang skor menurun setelah pelatihan. Kondisi ini
dimungkinkan karena jumlah aktivitas stimulasi setelah intervensi
jumlahnya semakin meningkat, seiring dengan meningkatkan usia
anak. Kondisi ini dapat membingungkan orangtua, sehingga saat
dikaji kembali setelah intervensi pengetahuan keluarga tentang
jenis aktivitas stimulasi pada anak, skor menurun.
4. Melatih kader kesehatan/tenaga relawan untuk melakukan
pendampingan proses stimulasi tumbuh kembang balita
Siddiqi (2007), menemukan stimulasi dini akan memberikan efek
peningkatan perkembangan pada anak yang kerdil, kelebihan atau
kekurangan gizi. Pemberian suplementasi zinc dan stimulasi
psikososial mampu meningkatan perkembangan anak yang
mengalami kurang gizi. Hasil riset ini sesuai dengan hasil riset
sebelumnya. Suatu program stimulasi yang diberikan dirumah
oleh pengasuh dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan
motor anak yang terinfeksi HIV (Potterton, 2010).
Rangsang atau stimulasi dini oleh keluarga dan ssoal diberikan
dengan memberikan pelatihan kepada orangtua cara melakukan
stimulasi dini untuk personal sosial, bahasa, motorik halus dan
kasar kepada keluarga. Selain itu, keluarga diberikan permainan
sederhana untuk melatih stimulasi. Hamadani (2006),
mengembangkan indikator yang mempengaruhi perkembangan
anak usia 18 bulan diantaranya: kegiatan bermain, variasi alat
permainan, sumber permainan, keberadaan buku dan majalah.
5. Mengidentifikasi gambaran pengetahuan dan ketrampilan
keluarga sebelum dan setelah intervensi
Penerapan model pemberdayaan memberikan dampak terhadap
pengetahuan keluarga, khususnya terkait prinsip dan kemampuan
identifikasi jenis stimulasi yang dibutuhkan dalam melakukan
stimulasi tumbuh kembang. Namun demikian, model
pemberdayaan tidak memberikan dampak terhadap pengetahuan,
khususnya terkait aktivitas stimulasi. Sementara untuk
ketrampilan melakukan stimulasi, model pemberdayaan tidak
terbukti memberikan dampak terhadap kemampuan ketrampilan
dalam melakukan stimulasi.
6. Mengidentifikasi gambaran pertumbuhan serta perkembangan
balita sebelum dan setelah intervensi
Menurut Croesnoe (2009), menemukan pemberian stimulasi
kognitif di rumah dan taman kanak-kanak memberikan dampak
positif pada anak dengan orang tua yang memiliki pendapatan
rendah. Studi lain yang dilakukan dilakukan Nahar (2009),
menunjukkan intervensi psikososial yang terintegrasi untuk anak
kurang gizi berat mampu meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia 6-24 bulan.
Intervensi psikososial dilakukan dengan melakukan pertemuan
rutin setiap hari dengan ibu dan anak, serta sesi pertemuan secara
individu selama 2 minggu di rumah sakit. Kegiatan ini diikuti
dengan kunjungan rumah secara rutin selama 6 bulan. Hasil
temuan menunjukkan model pemberdayaan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Hasil riset ini
selaras dengan hasil-hasil riset sebelumnya.
Riset yang dilakukan Hamadani (2006), Huda, Khatun dan
Grantham-McGregor (2006) menunjukkan pemberian stimulasi
psikososial pada anak usia 6-24 bulan dengan kurang gizi di
Bangladesh, mampu meningkatkan perkembangan mental,
kemampuan vokalisasi, kooperatif, sikap terhadap penguji, nada
emosional, dan pengetahuan ibu tentang pengasuhan. Intervensi
psikososial dilakukan dengan mengajarkan pentingnya interaksi
anak-orangtua dan mempertahankan perkembangan anak
(memberikan pujian, umpan balik positif, permainan yang sesuai,
pengajaran tentang pemberian label dan hukuman). Studi yang
dilakukan Nair (2009), menemukan pemberian stimulasi dini (di
rumah) pada satu tahun pertama kehidupan, efektif meningkatkan
indeks perkembangan mental dan psikomotor bayi. Intervensi
psikososial pada tahap perkembanga kritis (di bawah 5 tahun)
dapat mencegah perilaku kekerasan pada usia remaja dan dewasa
(Grantham-McGregor, 2011).
Bonnier (2008) menemukan program stimulasi dini dalam bentuk
Newborn Individualized Developmental Care and Assessment
Program serta Infant Health and Development Program, efektif
untuk mempertahankan kemampuan kognitif dan interaksi
orangtua dan anak, kemampuan gerak kasar meningkat
dibandingkan dengan individu yang berisiko lainnya. Sementara
Barros (2008), menemukan stimulasi kognitif yang kuat mampu
memberikan pengaruh pada anak dengan orangtua yang memiliki
pendidikan rendah. Riset yang dilakukan Egami (2009),
menemukan latihan pergerakan mata dengan penanda mampu
mengestimasi kemampuan penglihatan pada masa kanak-kanak.
Hasil studi ini menunjukkan stimulasi visual memberikan manfaat
positif bagi anak
C. Perkembangan Psikis dan Sosial

Anak usia dini mengalami masa keemasan (golden age) yang


merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitive untuk menerima
berbagi rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring
dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual, pada
masa peka ini merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan
kemampuan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial emosional,
perkembangan anak terdiri atas sejumlah aspek perkembangan yang perlu
ditingkatkan, aspek-aspek perkembangan tersebut meliputi perkembangan
moral, perkembangan kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan fisik
motorik dan perkembangan sosial emosional.
a. Perkembangan Psikis Bayi
Berpikir (kognitif) pada bayi ditandai oleh persyaratan rasa
ingin tahu. Dari sudut teori kognitif dari J.Piaget dikatakan bahwa
bayi berada pada tahap sensori-motorik. Mengetahui pancaindera dan
organ-organ tubuh lainnya ia berusaha “mengerti” dunia luar. (mual-
mula bayi menjelajahi lingkungan dengan mata, kemudian dengan
mulut, gig, tangan dan jari-jari). Tidak jarang terlihat bayi
memasukkan jari-jari tangan dan benda lain ke dalam mulut,
menggigit, menghisap dan melepaskannyakembali. Dengan
kemampuan menjangkau dan menggapai benda yang menjadi obyek
rasa ingin tahunya ia mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru
(dengan cara memainkan, mengenggam, menjatuhkan, melempar dan
sebagainya). Melalui bermain dengan alat permainan bayi melatih
koordinasi visual motorik dan kecakapan berpikir. Nampak bayi
senang memasukkan benda-benda kcil ke dalam lubang-lubang,
mengorek-ngoreknya dan mengeluarkannya. Ia senang mernarik-narik
mainan yang tergantung-gantung atau yang mengeluarkan bunyi-
bunyi tertentu. Ia berusaha mengikuti ke mana “hilangnya” suatu
benda yang tidak lagi dapat dilihatnya. Demikianlah perbuatan itu
dilakukan berulang-ulang tanpa bayi bosan. Dan melalui pengalaman
sensori-motorik inilah bayi belajar berpikir.
b. Perkembangan Psikis Balita
Perkembangan kognitif anak merupakan kelanjutan dari fase
egonsentris stadium preoperational, yakni kemampuan untuk bekerja
dengan tanggapan dan penegrtian objek, seperti saat anak berkata
kursi, maka dia sudah mempunyai berbagai pengertian, misalnya aku
harus duduk di kursi atau ayah duduk di kursi . Di sini anak memakai
simbol dan kata seakan-akan melakukan sesuatu menurut kata yang di
ucapkan, namun anak tidak dapat membedakan antara simbol dan arti
dan antara permainan dan impiannya.

Perkembangan kognitif anak pada fase awal kanak-kanak


sangat imajinasi terhadap setiap objek yang di lihat sehingga anak
selalu melakukan percobaan pada objek yang baru di kenal dan
interprestasi banyak tertuju pada objek benda-benda mati atau
hidup sebagai simbol imajinatif dan eksporatif. Anak sudah
mampu berimajinasi terhadap setiap objek yang di lihat sehingga
anak selalu melakukan percobaan pada objek yang baru di kenal
dan interprestasi pada objek benda-benda mati atau hidup sebagai
simbol imajinasinya, misalnya kursi di analogikan sebagai kereta
api, kuda-kudaan atau mobil. Ada pun benda pola eksplorasi anak
terlihat dari perilaku mengutk atik benda benda permainannya.
c. Perkembangan Sosial Emosional Bayi dan Balita
Kehidupan sosial anak-anak berkembang dengan cara yang
relative dapat diprediksi. Jaringan sosial tumbuh dari hubungan
yang intim dengan orangtua atau pengasuh lain yang juga meliputi
anggota keluarga lain, orang dewasa yang bukan anggota keluarga,
dan teman sebaya.
Teori Erick Erison tentang perkembangan pribadi dan sosial
mengatakan bahwa, selama masa prasekolah, anak-anak harus
mengatasi krisis kepribadian antara inisiatif versus rasa bersalah.
Perkembangan sosial selama 2 tahun pertama meliputi
perkembangan tanda-tanda sosial diantara teman sebaya, gaya
sosial pada masa toddler berhubungan dengan sejarah kelekatan.
Perkembangan perilaku sosial/empati anak sudah mulai sejak usia
12 bulan, saat bayi merespon kesedihan orang lain, pada usia 0
sampai 12 bulan bayi dapat menunjukan kesedihan dirinya,
menangis, merespon jika diajak bercanda, anak mampu
menunjukan emosi tidak suka dengan berteriak, dan pada usia 18-
22 bulan bayi tersebut dapat mencoba menghibur teman sebaya
yang sedih, sudah mulai bisa berbagi dengan mainan orang lain,
anak mampu memperlihatkan ekspresi rasa takut.
Pada usia 2 sampai 6 tahun anak-anak secara bertahap
belajar bagaimana menjadi anggota sosial. Tugas utama selama
masa ini adalah sosialisasi. Proses sosialisasi dipengaruhi oleh pola
asuh orang tua, berhubungan dengan saudara kandung dan teman
sebaya, kondisi tempat tinggal dan lingkungan sekitar tempat
tinggal anak. Selama masa prasekolah teman sebaya mulai
memainkan peran yang makin penting dalam perkembangan sosial
anak-anak. Hubungan anak-anak dengan teman sebaya mereka
berbeda-beda dalam beberapa hal dari interaksi mereka dengan
orang dewasa. Permainan dengan teman sebaya memungkinkan
anak-anak berinteraksi dengan orang-orang lain yang tingkat
perkembangan mereka sendiri.
Prestasi dan menerima sosial sangat penting dalam
kehidupan anak. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh
kemampuan pengambilan peran sosial yang muncul. Mereka
menyadari pikiran, perasaan, dan sikap orang lain. Demikian pula
mereka menjadi lebih sadar dan perhatian terhadap pandangan
orang tentang dirinya. Citra positif atau negative anak dipengaruhi
oleh apakah dia berhasil atau tidak dalam pergaulan sosial.
Erickson mengungkapkan mengenai pembelajaran sosial-
emosional. Tahap perkembangan anak selama prasekolah
diantaranya basic trust vs mistrust, industry vs. inferiority, initiative
vs. guilt. Erison lahir pada tanggal 15 juni 1992 di Danish dekat
kota Frankfurt, Jerman. Dalam teorinya Erikson membagi delapan
tahap perkembangan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas
perkembangan yang khas yang menghadapkan individu dengan
suatu krisis yang harus dihadapi. Krisis disini bukan suatu bencana
melainkan suatu titik balik peningkatan kerentanan dan
peningkatan potensi.
a. Basic trust vs. mistrust (usia 0-1 tahun)
Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erickson
terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan
tingkatan paling dasar dalam hidup. Oleh karena bayi sangat
bergantung perkembangan kepercayaan didasarkan pada
ketergantungan dan Kualitas dari pengasuh kepada anak. Jika anak
berhasil membangunnkeprcayaan, dia akan merasa selamat dan
aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak bersedia
secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak
percaya diri kepada anak yang diasuh. Kegagalan dalam
mengembangkan keprcayaan akan menghasilkan ketakutan dan
kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat ditebak.

b. autonomy vs. Shame and doubt (usia 2 tahun)

Tingkat kedua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini


terjadi pada usia 2 tahun masa awal kanak-kanak dan berfokus pada
perkembangan besar dari pengendalian diri. Erikson percaya bahwa
belajar untuk mengontrol fungsi tubuh sesorang akan membawa
kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. kejadian-
kejadian penting lain meliputi pemeroleh pengendalian lebih yakni
atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan
pakaian. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa
aman dan percaya diri, sementara yang tidakn berhasil akan merasa
tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.

c. initiative vs. Guil (3-5 tahun)

Terjadi pada usia 3-5 tahun. Selama masa usia prasekolah, anak
mulai menunjukkan kekuatan dan kontroling akan dunia melalui
permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Anak lebih
tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka
dituntut perilaku aktif dan bertujuan. Anak yang berhasil dalam
tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang
lain, mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan
bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak
tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Jurnal Mengenai Masa Bayi

Jurnal : Pratek Budaya Suku Kampung Yepase Terkait Perawatan


Kehamilan, Nifas dan Bayi di Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Vol 8.
2013. Jurnal promosi kesehatan indonesia.

Budaya Yapase Di Kabupaten Jayapura Papua


Suku yapase hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat.
Suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka, karena kebudayaan atau
kultur dapat membentuk kebiasaan dan respon terhadap kesehatan dan
penyakit dalam masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Didalam
masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk
mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup mereka.
Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran dan
perawatan bayi yang bertujuan supaya kesehatan ibu hamil, ibu bersalin
dan bayi selamat dan sehat. Ada tradisi yang selalu dilakukan sebagai
masyarakat kampung Yepase yang pola mata pencahariannya meramu dan
bercocok tanam, maka secara turun-temurun mereka memanfaatkan
sumber daya alam sebagai pengobatan tradisional. Adapun ibu pada masa
kehamilan, nifas dan bayi akan di anjurkan untuk menggunakan cara dan
ramuan tradisonal sebagai bahan pengobatan.
Praktek Perawatan Bayi di Suku Yepase
Perawatan bayi dilakukan tepat saat bayi dilahirkan ketika bidan
memberikan pada dukun, pertama kali dengan kopi kental dicampur air
kemudian diminumkan, setelah itu bayi ditidurkan dengan posisi
tengkurap ke bawah untuk mengeluarkan kotoran dari dalam mulut.
Bayi diberikan air susu pertama yang berwarna hijau kekuning-
kuningan. Meskipun diberikan ASI pertama, jika ASI kurang maka akan
ditambah dengan air kelapa muda yang diambil dari atas pohon dan tidak
boleh di jatuhkan ke bawah karena nanti anak minum bisa sakit atau buah
ketepeng hutan yang tumbuh dipinggir pantai dengan mengambil air
perasan sarinya lalu di minumkan untuk mencegah anak kehausan.
Untuk MP ASI bayi diberikan sagu dan betatas. Perawatan tali
pusat dukun atau orang tua menggunakan bakaran bekas tempurung kelapa
dan daun-daunan lalu panas api di panaskan pada tangan kosong dan
diraurau di pusat dan sekitar pusat anak sampai dengan tali pusatnya jatuh.
Untuk menghangatkan bayi anak di tidurkan didekat asap bakaran kayu
atau tempurung kelapa dalam ruangan kamar, agar bayi tidak kedingin
menurut suku pase ini adalah budaya yang benar.
B. Kaitan Kasus Tersebut Terhadap Aspek Psikologi Dan Sosial Budaya
Dalam Asuhan Kebidanan

a) Perawatan bayi dilakukan langsung setelah persalinan dengan bidan


maupun dukun yaitu dilakukan dengan memberikan kopi kental
untuk mengeluarkan kotoran yang tertelan saat berada pada pintu
rahim, Bayi diberikan air kelapa muda dan ketepeng hutan serta
papeda cair sebagai penggati ASI saat ibu kekurangan air susu pasca
melahirkan atau selama ibu dalam perawatan. Semestinya ini tidak
bisa di lakukan karena yang paling utama yan bisa di minum oleh
bayi hanya adalah asi karena asi kaya akan nutrisi, jika di bayi di
berikan minuman lain bisa saja menimbulkan masalah lain, karena
usus dari bayi masih kecil dan belum bisa menerima semua
minuman.
b) Tradisi masyarakat kampung Yepase bayi lahir sampai dengan usia
satu bulan akan dihangatkan dengan sisa bakaran bara api yang
diletakan di samping bayi agar bayi tetap merasa hangat. Menurut
WHO (2012), polusi udara dalam ruangan sebagai akibat
penggunaan bakar biomassa seperti kayu bakar, batu bara atau
bakaran bahan-bahan lain dapat menyebabkan kematian 1,6 juta jiwa
pertahun sebagian besar terjadi pada bayi.
c) Memandikan bayi sudah dilakukan sejak turun-temurun berdasarkan
pengalaman orang tua dari missionaris (orang belanda) yang datang,
dalam memandikan bayi yang diperhatikan adalah alat kelamin,
karena kelamin anak perempuan berbeda dengan kelamin anak laki-
laki, informan utama penelitian juga mengatakan sebelum pusat anak
jatuh maka bayi tidak boleh dimandikan dengan cara mencelupkan
ke dalam air hanya dengan menyeka pada bagian tertentu dilakukan
2 kali sehari sampai dengan pusat anak jatuh. Pengetahuan
berdasarkan pengalaman yang dilakukan ibu ini sama dengan prinsip
memandikan bayi yang di ungkapkan Depkes RI (2008).
d) Perawatan tali pusat yang dilakukan secara tradisional yaitu hanya
menggunakan arang tempurung bekas bakaran dengan daun-daunan
dan di usap-usap (rau-rau) dengan tangan yang di hangatkan di panas
api di pusat dan sekitar pusat bayi sampai sudah agak kering setelah
itu di ikat dengan kain kasa 2 kali sehari setelah menyeka bayi.
Menurut kepercayaan mereka perawatan tali pusat yang dilakukan
lebih cepat kering dan jatuh. Menurut Depkes RI (2004) Kebiasaan
yang di lakukan oleh ibu sudah baik, karena ibu tidak menggunakan
daun-daun, ramuan atau obat bubuk, namun ibu harus
memperhatikan kebersihan tangannya karena kematian bayi banyak
disebabkan oleh Tetanus neonatorum akibat perawatan yang kurang
bersih. Kemudian juga untuk perawatan tali pusat sekarang yaitu
perawatan tali pusat terbuka, yaitu dengan tidak membukus tali pusat
dengan apapun.
e) Dalam perawatan bayi masyarakat Yepase memiliki pantangan-
pantangan yang dipercaya jika dilakukan oleh ibu dan ayah (suami)
dapat berdampak pada kesakitan dan kematian bayi. Pantangan-
pantangan tersebut seperti:
1) Ibu nifas tidak boleh bekerja berat sebelum pusat bayi terlepas,
karena bias memperlambat keringnya tali pusat
2) Suami tidak boleh memotong pohon atau tanaman di hutan
sebelum tali pusat anak terlepas karena darah bisa keluar dari
pusat anak.
3) Anak sakit akibat pelanggaran yang dilakukan oleh orang tua.
4) Suami tidak boleh menanam tanaman jangka panjang anak bisa
terlambat jalan.
5) Bayi biar kuat dan tidak menangis harus diberi makan seperti;
sagu, pisang, dan betatas.
6) Batuk pilek pada anak masih dihubungkan dengan alam, seperti
musim buah-buahan akan datang.
Padahal secara logika semua yang berkaitan dengan di atas tidak
ada sama sekali. Hanya saja suku yapase masih erat sekali dengan mitos-
mitos jaman dahulu. Pantangan pada masyarakat kampong Yepase dalam
melakukan perawatan bayi, sama halnya dengan kepercayaan budaya Jawa
yang percaya pada mitos-mitos mengenai ibu pada masa perawatan bayi.
Sedangkan Hasil penelitian menunjukan bayi diberi makan pisang usia
seminggu dicampur nasi agar tidak kelaparan faktanya salah; pasalnya
usus bayi di usia ini belum punya enzim yang mampu mencerna
karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi. Akibatnya bayi
jadi sembelit, karena makanan padat pertama adalah di usia 4 bulan yakni
bubur sun dan 6 bulan makanan padat ke dua.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa bayi dan balita adalah masa mereka mengalami masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting,
dimana nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas
penerus generasi bangsa. Masa kritis anak pada usia 6-24 bulan,
karena kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan kritis
dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Sari, 2011).

Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang


pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga
disebut sebagai fase "Golden Age". Golden age merupakan masa yang
sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara
cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan.
Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age
dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak
sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani,
2010).

Anak usia dini mengalami masa keemasan (golden age) yang


merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitive untuk menerima
berbagi rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda,
seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual, pada masa peka ini merupakan masa peletak dasar untuk
mengembangkan kemampuan moral, kognitif, bahasa, fisik motorik,
sosial emosional, perkembangan anak terdiri atas sejumlah aspek
perkembangan yang perlu ditingkatkan, aspek-aspek perkembangan
tersebut meliputi perkembangan moral, perkembangan kognitif,
perkembangan bahasa, perkembangan fisik motorik dan
perkembangan sosial emosional.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang bayi balita dalam aspek psikologi dan sosial
budaya dalam asuhan kebidanan untuk para pembaca dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Anda mungkin juga menyukai