Anda di halaman 1dari 2

Gambar 10 yang ada di paper saya, memperlihatkan bahwa pada area

biogenic terdapat anomali dari nilai C2+. Umumnya, gas biogenik memiliki nilai
δ13 CCH4 yang ringan (lebih kecil dari -60‰) dan konsentrasi C2+ yang sangat
rendah, namun hasil plot-silang menunjukkan bahwa nilai C2+ pada daerah ini
cukup tinggi atau lebih besar 5%. Penambahan nilai C2+ ini disebabkan karena
adanya proses migrasi gas termogenik ke reservoir kemudian bercampur dengan
gas biogenik yang sudah terdapat di reservoir tersebut.
Pembentukan minyak bumi (oil generation) di cekungan Sumatera Selatan
diperkirakan berhubungan dengan tektonik miosen. Formasi Lahat / Formasi
Lemat dan Formasi Talang Akar merupakan batuan induk yang sangat berpotensi
untuk menghasilkan minyak bumi, karena memenuhi persyaratan kedalaman yang
cukup (5000 - 7400 kaki). Batuan induk berumur Oligosen – Miosen berada pada
sayap lipatan dengan kedalaman dan kemiringan yang besar dari Struktur Suban.
Batuan induk ini sedang atau telah melewati tahap jendela pembentukan gas-
kondensat. Proses migrasi hidrokarbon di cekungan Sumatera Selatan
diperkirakan berhubungan dengan tektonik Plio-Pleistosen. Migrasi vertikal dan
lateral terjadi pada waktu yang sama. Migrasi vertikal dari batuan induk kearah
batuan reservoir yang dangkal dikontrol oleh sesar-sesar. Migrasi lateral dikontrol
oleh kemiringan lapisan.

Interpretasi Data Isotop


Gas alam dapat terbentuk di berbagai lingkungan pengendapan. Aktivitas
bakteri dapat membentuk gas di rawa-rawa atau sedimen laut. Gas hasil aktivitas
bakteri dapat ditemukan di cekungan yang memiliki batuan sedimen yang kurang
matang (immature), contohnya gas yang kaya kandungan metananya namun tidak
berasosiasi dengan pembentukan minyak bumi. Pada strata yang lebih dalam,
pembentukan gas terutama berasosiasi dengan system petroleum. Gas-gas ini
merupakan hasil dari proses alterasi bahang sistem petroleum dan kandungan
organik pada batuan induknya. Pada daerah yang lebih matang, gas kering (dry
gas) dapat terbentuk sebagai hasil dari dekomposisi minyak dan kandungan
organik batuan induknya. Gas yang telah terbentuk akan mengalami migrasi ke
reservoir. Reservoir ini merupakan lingkungan yang baru bagi gas tersebut.
Lingkungan baru ini akan memiliki tingkat kematangan yang berbeda dengan
lingkungan tempat asal gas terbentuk. Gas-gas yang berbeda asalnya ini dapat
bercampur selama proses migrasi dari batuan induk ke reservoir. Proses primer
pembentukan gas dan perubahan-perubahan yang terjadi tadi (lebih dikenal
sebagai proses sekunder) harus dipertimbangan sebagai variasi gas alam. Schoell
(1983), berpendapat bahwa proses primer pembentukan gas alam dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hasil aktivitas bakteri (gas biogenik) dan
alterasi bahang dari material organik (gas termogenik).
Gas biogenik didefiniskan sebagai gas yang terbentuk pada suhu rendah
(T< 80 0C) dan melalui reaksi biokimia pada material organik di batuan sedimen,
sedangkan gas termogenik merupakan gas yang terbentuk sebagai hasil
pemecahan kerogen (cracking kerogen) pada suhu tinggi atau hasil pemecahan
minyak (cracking oil). Penggunaan isotop dalam menentukan tipe genesis gas
sering dilakukan oleh para peneliti maupun praktisi. Isotop suatu unsur berbeda
dalam jumlah neutron di dalam inti atom sedangkan jumlah proton dan
elektronnya sama. Mayoritas dari isotop mempunyai sifat tidak stabil. Isotop jenis
ini sering dipergunakan dalam penentuan umur geologi. Isotop yang sering
dipergunakan dalam analisis geokimia adalah isotop stabil, antara lain karbon,
hidrogen, sulfur dan nitrogen. Isotop stbil sangat berguna karena proporsi dua
isotop untuk suatu unsur bervariasi dari contoh ke contoh sebagai akibat efek
isotop tersebut. Pada umumnya, gas biogenik dicirikan oleh kandungan metana
lebih besar 98% (normalisasi), kandungan isotop metana δ13 CCH4 lebih kecil
dari 60‰. Pembentukan gas biogenik (metanogenesis) mempunyai dua
mekanisme utama yaitu reduksi CO2 dan fermentasi. Kedua mekanisme ini dapat
dibedakan berdasarkan kandungan isotop metana deuterium (δ D CH4).
Fermentasi mempunyai kandungan δDCH4 yang lebih ringan dari -200‰,
sedangkan reduksi CO2 mempunyai kandungan δDCH4 lebih besar dari 200‰.
Fermentasi umumnya berada pada lingkungan atau sistem air tawar sedangkan
reduksi CO2 berada pada lingkungan laut. Gas termogenik umumnya mempunyai
kandungan metana lebih kecil 98%, kandungan isotop metana δ13 C CH4 lebih
besar dari -55‰. Nilai isotop ini akan bertambah besar seiring dengan
bertambahnya tingkat kematangan bahang. Termogenik gas dapat dibagi menjadi
dua jenis yaitu gas basah (nilai C2+ > 5%) dan gas kering (nilai C2+ < 5%), hal
ini tergantung dari tingkat kematangan termalnya.

Anda mungkin juga menyukai