DISUSUN OLEH:
INGGRIA
1701145
Sandstone
100 %
Limy Shaly
Sandstone Sandstone
Sandy Sandy
Limestone Shale
a. Batuan Pasir
Batupasir (sandstone) merupakan batuan yang paling sering
dijumpai di lapangan, 60 % daripada semua batuan reservoar adalah
batupasir. Batupasir merupakan hasil dari proses sedimentasi mekanik,
yaitu berasal dari proses pelapukan dan disintegrasi, yang kemudian
tertransportasi serta mengalami proses kompaksi dan pengendapan.
b. Batuan Karbonat
Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah
limestone, dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone
adalah istilah yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang
mengandung paling sedikit 80 % calciumcarbonate atau magnesium. Pada
limestone fraksi disusun terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada
dolomite mineral penyusun utamanya adalah mineral dolomite.
Dolomit adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50%.
c. Batuan Shale
Batuan shale mempunyai butir yang halus dan mempunyai
permeabilitas yang mendekati nol (impermeable). Batuan ini dapat
menjadi batuan reservoir bila mengalami perekahan dan pelarutan.
Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite.
Keterangan :
= Porositas, %
Vb = volume batuan total (bulk volume), cm3
Vg = volume padatan batuan total (volume grain), cm3
Vp = volume ruang pori-pori batuan, cm3
Connec ted or
Effec tive
Porosity
Total
Porosity
Isolated or
Non-Effec tive
Porosity
90 o
o
90
90 o
90 o
90 o
90 o
b. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai ukuran suatu ruang pori batuan
yang dapat dialiri atau dilewati fluida. Definisi kuantitatif permeabilitas
pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam hubungan
empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :
k dP
v x
dL ……………………………...….(1-4)
Keterangan :
v = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, darcy
1 1
Effective Permeab ility to Water, k w
0 0
0 Oil Saturation, So 1
1 Water Sa turation, Sw 0
c. Saturasi Fluida
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan
volume pori-pori total pada suatu batuan berpori. Dalam batuan reservoir
minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam fluida. Secara
matematis, besarnya saturasi untuk masing-masing fluida dituliskan dalam
persamaan berikut :
d. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan batuan untuk
dibasahi oleh fasa fluida, jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immisible). Pada bidang antar muka cairan dengan benda padat terjadi
gaya tarik-menarik antara cairan dengan benda padat (gaya adhesi), yang
merupakan faktor dari tegangan permukaan antara fluida dan batuan. Pada
umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara
fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan
dan akan lebih mudah mengalir.
e. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang
ada antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan kedua fluida tersebut. Perbedaan tekanan dua fluida ini
adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting fasa” (Pnw) dengan
fluida “wetting fasa” (Pw).
Pc = Pnw – Pw ………………………………..(1-14)
Dimana:
Pc = Tekanan kapiler, dyne/cm2
Pnw = Tekanan non wetting fasa, dyne/cm2
Pw = Tekanan wetting fasa, dyne/cm2
2. Golongan Siklik
Sedangkan hidrokarbon golongan siklik mempunyai rantai tertutup
(susunan cincin). Golongan ini terdiri dari naftena dan aromatik. Golongan
siklis dibagi menjadi dua golongan, yaitu golongan naftena dan golongan
aromatik.
Golongan Naftena
Golongan naftena sering disebut golongan sikloparafin, atau
golongan sikloalkana, yang mempunyai nrumus umum C nH2n..
Golongan ini dicirikan oleh adanya atom C yang diatur menurut
rantai tertutup (berbentuk cincin) dan masing-masing atom
dihubungkan dengan ikatan tunggal.
Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari
golongan ini adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan
bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal dan tiga ikatan
rangkap dua secara berselang-seling.
2. Senyawa Oksigen
Kadar oksigen dalam minyak bumi bervariasi antara 1 % sampai 2
% beratnya. Peningkatan kadar oksigen dalam minyak bumi dapat terjadi
karena kontak minyak bumi dan udara. Hal ini disebabkan adanya proses
oksidasi minyak bumi dengan oksigen dari udara.
3. Senyawa Nitrogen
Kadar nitrogen dalam minyak bumi pada umumnya rendah dan
bervariasi pada kisaran 0,1 % sampai 2 % beratnya. Senyawa nitrogen
terdapat dalam semua fraksi minyak bumi, dengan konsentrasi yang
semakin tinggi pada fraksi-fraksi yang mempunyai titik didih yang lebih
tinggi. Senyawa nitrogen yang sering terdapat dalam minyak bumi antara
lain adalah piridin, qinoloin, indol dan karbosol.
1. Densitas Minyak
Densitas didefinisikan sebagai perbandingan berat massa suatu
substansi dengan volume dari unit tersebut, sehingga densitas minyak (o)
merupakan perbandingan antara berat minyak (lb) terhadap volume
minyak (cuft). Densitas minyak biasanya dinyatakan dalam specific
gravity minyak (o), yang didefinisikan sebagai perbandingan densitas
minyak terhadap densitas air, yang secara matematis, dituliskan :
o
o
w ………………………………………..(1-15)
Keterangan :
o = specific gravity minyak
o = densitas minyak, lb/cuft
w = densitas air, lb/cuft
Industri perminyakan seringkali menyatakan specific
gravityminyak dalam satuan oAPI. Hubungan antara SG minyak dengan
0
API dapat dirumuskan sebagai berikut :
141,5
o
API = 131,5
o ………………………………..(1-16)
Grafik 1.6. Hubungan antara Tekanan dan Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)
Pb
1
0 Reservoir pressure, psia
………..(1-19)
Grafik 1.7. Hubungan antara Tekanan dan Kelarutan Gas dalam Minyak
4. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut:
1 V
Co
V P ………………………………..(1-20)
5. Viskositas Minyak
Viskositas didefinisikan sebagai ketahanan internal suatu fluida
untuk mengalir. Bila tekanan reservoir mula-mula lebih besar dari tekanan
gelembung (bubble point pressure), maka penurunan tekanan akan
memperkecil viskositasminyak (μo). Setelah mencapai Pb, penurunan
tekanan selanjutnya akan menaikkan harga viskositasminyak (μo) dan
dengan semakin naiknya temperatur reservoir akan menurunkan harga
viskositasminyak (μo). Hubungan antara tekanan dan viskositasminyak
dapat dilihat pada Grafik 1.9.
Grafik 1.9. Hubungan antara Tekanan dan Viskositas Minyak
3. Kompresibilitas Gas
Kompresibilitas gas didefinisikan sebagai perubahan volume gas
yang disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya.
Kompresibilitas gas didapat dengan persamaan :
C pr
Cg
Ppc
………………………………………..(1-31)
Keterangan :
Cg = kompresibilitas gas, psia -1
Cpr = pseudo reduced kompresibilitas, psia -1 ,
Cpc = pseudocritical pressure, psia
4. Viskositas Gas
Viskositas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran.
Viskositas gas hidrokarbon umumnya lebih rendah daripada viskositas gas
non hidrokarbon. Viskositas gas akan berbanding lurus dengan temperatur
dan berbanding terbalik dengan berat molekulnya. Jadi bila berat
molekulnya bertambah besar, maka viskositasnya akan mengecil,
sedangkan bila temperaturnya naik, maka viskositasnya akan semakin
besar.
Dalam viskositas sifat-sifat gas akan berlawanan dengan cairan.
Untuk gas sempurna, viskositasnya tidak tergantung pada tekanan. Bila
tekanannya dinaikkan, maka gas sempurna akan berubah menjadi gas tidak
sempurna dan sifat-sifatnya akan mendekati sifat-sifat cairan. Bila
komposisi campuran gas alam diketahui, maka viskositasnya dapat
diketahui dengan menggunakan persamaan :
g
YM gi i i
0,5
Y M i i
0,5
………………………………..(1-32)
Keterangan :
g = viskositas gas campuran pada tekanan atmosfer
gi = viskositas gas murni
Yi = fraksi mpl gas murni
Mi = berat molekul gas murni
Gas yang bersifat sebagai gas nyata / real gas tidak memenuhi
persamaan diatas, tetapi memberi penyimpangan sebesar z (faktor deviasi),
sehingga persamaan diatas menjadi :
P.V=z.n.R.T ………………………………………..(1-34)
Ada dua hal yang berlawanan yang perlu diperhatikan, yaitu pada suatu
interval tertentu tekanan akan naik hingga stabil, tetapi dengan bertambahnya
waktu maka tekanan akan turun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya
gangguan atau karena pengaruh interferensi sumur disekitarnya yang sedang
berproduksi, sehingga tekanan tersebut tidak stabil. Dengan alasan tersebut maka
tekanan dasar sumur biasanya diukur dalam interval waktu tertentu, kemudian
tekanan yang didapat dari hasil pengukuran diplot dan diekstrapolasikan untuk
mendapatkan tekanan static dari sumur tersebut.
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu tes yang harus
dilakukan adalah tes untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
formasi, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradien tekanan
formasi. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
fonnasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
ditemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.
1.3.2.1.Tekanan Hidrostatis
Tekanan Hidrostatis merupakan suatu tekanan yang timbul akibat adanya
fluida yang mengisi pori-pori batuan, desakan oleh ekspansi gas, dan desakan oleh
gas yang membebaskan diri dari larutan akibat penurunan tekanan selama proses
produksi berlangsung. Secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut :
F
Ph
A ………………………………………………..(1-38)
Ph 0.052 D ………………………………………………..(1-39)
Keterangan :
Ph = tekanan, psi
F = gaya bekerja pada daerah satuan luas yang bersangkutan, lb
A = luas permukaan yang menerima gaya, inch2
γ = densitas fluida rata-rata, lb/gallon
D = tinggi kolam fluida, ft
1.3.1.2.Tekanan Overburden
Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi akibat
berat batuan diatasnya. Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan
besarnya tekanan overburden adalah :
P0 = G0 x D ………………………………………………..(1-40)
Gmb Gfl
P0 = D1 ma fl
A ………………………..(1-41)
Keterangan :
Po = Tekanan overburden, psi
Go = Gradien tekaanan overburden, psi/ft (umumnya sebesar 1 psi/ft)
D = Kedalaman vertikal formasi, ft
Gmb = Berat matrik batuan formasi, lb
Gfl = Berat fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, lb
A = Luas lapisan, in2
= Porositas, fraksi
ma = Densitas matriks batuan, lb/cuft
fl = Densitas fluida, lb/cuft
1.3.1.3.Tekanan Rekah
Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatis maksimum yang dapat ditahan
oleh formasi tanpa menyebabkan terjadinya pecah formasi tersebut. Besarnya
gadien tekanan rekah dipengaruhi oleh tekanan overburden, tekanan formasi, dan
kondisi kekuatan batuan. Selain hasil log gradien tekanan rekah dapat ditentukan
dengan memakai prinsip “leak of test” yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit
sedemikian rupa sampai terlihat tanda-tanda formasi akan pecah, dengan
ditunjukkan kenaikan tekanan terus-menerus dan tiba-tiba menurun drastis.
Penentuan tekanan rekah dapat digunakan perhitungan diantaranya :
Pf 1 Pob 2 P
D 3 D D ………………………………………..(1-42)
Keterangan :
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
P = tekanan formasi, psi
D = kedalaman, ft
1.3.1.4.Tekanan Normal
Tekanan formasi normal adalah suatu tekanan formasi dimana tekanan
hidrostatik fluida formasi dalam keadaan normal sama dengan tekanan kolom
cairan yang ada dalam dasar formasi sampai permukaan.
Gradien tekanan berhubungan dengan lingkungan pengendapan geologi.
Karena pada umumnya sedimen diendapakan pada lingkungan air garam, maka
banyak tempat di dunia ini mempunyai gradien tekanan antara 0,433 psi/ft sampai
0,465 psi/ft. Jadi formasi yang mempunyai gradien tekanan formasi antara 0,433
psi/ft samapi 0,465 psi/ft merupakan tekanan normal.
1.3.1.5.Tekanan Subnormal
Tekanan formasi subnormal adalah formasi yang mempunyai gradien
tekanan dibawah 0,433 psi/ft. Tekanan subnormal diakibatkan adanya rekahan-
rekahan batuan, atau adanya penekanan batuan dan isinya oleh gaya pada kerak
bumi.
1.3.1.6.Tekanan Abnormal
Tekanan abnormal adalah tekanan formasi yang mempunyai gradien
tekanan lebih besar dari harga 0,465 psi/ft. Tekanan abnormal tidak mempunyai
komunikasi tekanan secara bebas sehingga tekanannya tidak akan cepat
terdistribusi dan kembali menuju tekanan normalnya. Tekanan abnormal berkaitan
dengan sekat (seal) terbentuk dalam suatu periode sedimentasi, kompaksi atau
tersekatnya fluida didalam suatu lapisan yang dibatasi oleh lapisan yang
permeabilitasnya sangat rendah.
Pada proses kompaksi normal, mengecilnya volume pori akibat dari
pertambahan berat beban diatasnya dapat mengakibatkan fluida yang ada didalam
pori terdorong keluar dan mengalir ke segala arah menuju formasi di sekitarnya.
Berat batuan diatasnya akan ditahan oleh partikel-partikel sedimen. Kompaksi
normal umumnya menghasilkan suatu gradient tekanan formasi yang normal.
Kompaksi abnormal akan terjadi jika pertambahan berat beban diatasnya
tidak menyebabkan berkurangnya ruang pori. Ruang pori tidak mengecil karena
fluida didalamnya tidak bisa terdorong keluar. Tersumbatnya fluida didalam ruang
pori disebabkan karena formasi itu terperangkap didalam formasi lain yang
menyebabkan permeabilitas sangat kecil.
2. Perangkap Patahan
Perangkap patahan adalah perangkap yang terbentuk oleh peristiwa
patahan pada batuan porous dan permeabel yang berada di bawah
lapisan tidak permeabel. Suatu patahan (faulting) dapat berfungsi
sebagai unsur penyekat akumulasi hidrokarban agar tidak
bermigrasi ke mana-mana dan dapat juga sebagai media bagi
minyak untuk bermigrasi.
Perangkap Stratigrafi
Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam
perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas
dan pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies
menjadi batuan lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang
sehingga merupakan penghalang permeabilitasnya.
Perangkap Kombinasi
Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap
struktur dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan
faktor bersama dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas.
1.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
Fasa merupakan bagian dari zat yang mempunyai sifat yang nyata, yang
memiliki sifat-sifat fisika dan kimia secara seragam dalam keseluruhan. Fasa yang
penting yang terdapat dalam produksi hidrokarbon adalah fasa cair (minyak atau
kondensat) dan fasa gas (gas alam). Diagram fasa adalah diagram tekanan dan
temperatur yang merupakan fungsi komposisi akumulasi hidrokarbon pada suatu
reservoir. Grafik 1.12. memperlihatkan diagram fasa untuk suatu fluida reservoir.
Daerah di dalam lengkungan garis bubble point (Pb) dan garis dew point
(titik embun) adalah merupakan daerah dua fasa dan grafik-grafik lengkung di
dalamnya menunjukkan volume total cairan hidrokarbon. Daerah di luar
lengkungan garis titik embun (pada temperatur di atas temperatur embun) sistem
berada dalam keadaan satu fasa (fasa gas), sedangkan daerah di atas lengkungan
garis titik gelembung (pada tekanan di atas Pb) sistem terdiri dari satu fasa yaitu
fasa cair (minyak).
Diagram P – T tersebut dapat menunjukkan suatu perubahan fasa, apabila
tekanan dan temperatur berubah / salah satunya yang berubah. Pada awalnya
setiap akumulasi hidrokarbon mempunyai diagram fasa sendiri-sendiri sesuai
dengan komposisi dan akumulasi hidrokarbonnya. Bila kondisi P dan T reservoir
ditunjukkan oleh titik A, menunjukkan bahwa reservoir dalam keadaan satu fasa
yaitu gas. Temperatur reservoir lebih besar dari cricondentherm, sehingga jika
reservoir ini diproduksikan, maka akan terjadi penurunan tekanan disepanjang
garis A-A1 dan tidak terjadi perubahan fasa. Hal ini berlaku bagi semua
akumulasi dengan komposisi sama. Dengan demikian hanya gas saja yang
terproduksi dan disebut dry gas.
Bila selama proses produksi terjadi perubahan temperatur, seperti
ditunjukkan oleh garis lintasan A-A2 maka fluida yang terproduksi di permukaan
merupakan fasa cair dan gas meskipun mempunyai komposisi sama, dimana fasa
cair yang terproduksi di permukaan berasal dari gas di reservoir, dan fluida
produksinya di sebut dengan gas basah atau wet gas.
Bila temperatur reservoir terletak diantara temperatur kritik dan
cricondentherm serta tekanan terletak diatas tekanan titik embun (dew point)
seperti ditunjukkan oleh titik B pada Grafik 1.12.. di atas, reservoirnya disebut
reservoir condensate. Pada kondisi ini, penurunan tekanan dengan temperatur
tetap, sejumlah gas akan mengembun pada titik B1 dan jumlah cairan akan
bertambah sampai batas 10% total cairan hidrokarbon, yaitu titik B2. Selanjutnya
penurunan berikutnya tidak akan menambah jumlah cairan, akan tetapi sebaliknya
justru terjadi penguapan dari cairan yang ada sampai pada tekanan B3, yang
mengakibatkan GOR di permukaan menurun.
Bila kondisi tekanan dan temperatur reservoir ditunjukkan oleh titik C
pada Gambar 2.51., reservoirnya hanya terisi fluida satu fasa yaitu fasa cair,
karena semua gas yang telah ada telah terlarut dalam fasa cair (minyak) sehingga
tidak ada gas bebas yang kontak dengan minyak. Tipe ini disebut reservoir titik
gelembung, dengan turunnya tekanan akibat produksi, tekanan titik gelembung
akan dicapai yaitu titik C1. Pada titik ini mulai timbul gas untuk pertama kalinya
dan penurunan tekanan selanjutnya akan menambah jumlah dari gas bebas,
sehingga permeabilitas efektif minyak akan berkurang dan gas yang terproduksi
semakin besar.
Bila kondisi tekanan dan temperatur reservoir di dalam garis lengkung titik
gelembung dan titik embun, yaitu dalam daerah dua fasa seperti yang dinyatakan
oleh titik D (Gambar 2.51.), fasa-fasa dalam reservoir terdiri dari fasa cair
(minyak) yang berada di bawah fasa gas yang umumnya disebut tudung gas atau
gas cap.
Berdasarkan gambar tersebut di atas kondisi awal, reservoir dapat berupa:
Reservoir minyak
Reservoir gas
Reservoir condensate
1.4.2.1.Reservoir Minyak
Reservoir minyak dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu reservoir minyak
jenuh dan resevoir minyak tak jenuh.
1. Reservoir Minyak Jenuh
Reservoir minyak jenuh adalah reservoir dimana cairan (minyak)
dan gas terdapat bersama-sama dalam keseimbangan. Keadaan ini bisa
terjadi pada P dan T reservoir terdapat dibawah garis gelembung (lihat titik
B pada Grafik 1.12.). Titik awal dari tekanan reservoir berada dibawah
titik Pbnya, sehingga fluida reservoir ada dua fasa yaitu fasa gas dan
minyak (sebagai fasa cair). Penurunan Pres akan merubah harga GOR
produksi sebagai akibat terbebaskannya gas dari larutan.
Dari beberapa ciri-ciri reservoir minyak yang dapat disebutkan
sebagai ciri-ciri dari reservoir minyak jenuh, adalah sebagai berikut:
a. Tekanan awal reservoir lebih kecil dari tekanan gelembung dan
temperatur reservoir lebih rendah dari temperatur kritisnya.
b. Fluida reservoir berupa dua fasa, zona gas berada diatas zona
minyak, zona gas tersebut biasanya disebut gas cap.
c. Specific gravity minyak bervariasi antara 0,75 sampai dengan 1,01.
d. Reservoir jenis ini tidak mempunyai energi pengembangan cairan
tetapi energinya terkumpul pada gas yang terlarut ditambah energi
gas capnya sendiri.
c. Volatil oil
Volatile oil mengandung relatif lebih sedikit molekul-molekul berat
dan lebih banyak intermediates (yaitu etana sampai heksana)
dibanding black oil. Diagram fasa dari volatile oil secara umum
ditunjukkan pada grafik 1.14..
Grafik 1.14. Diagram Fasa dari Volatile Oil
Berdasarkan Grafik 1.15. di atas dapat dijelaskan bahwa pada titik A’,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoir
selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoir. Pada
titik A (titik embun), cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya tekanan dari
titik B ke titik C, jumlah cairan dalam reservoir bertambah. Pada titik C ini masih
terdapat cairan yang bisa terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan
menguap.
1.4.2.3.Reservoir Gas
Berdasarkan fasa fluidanya, reservoir gas terbagi menjadi reservoir gas
kering (dry gas), reservoir gas basah (wet gas) dan retrograde gas.
1. Reservoir Gas Kering (Dry Gas)
Suatu reservoir gas kering akan mengandung fraksi ringan seperti
methana dan ethana dalam jumlah banyak serta sedikit fraksi yang lebih
berat. Pada Gambar 2.56. ditunjukkan bahwa baik kondisi separator
maupun kondisi reservoirnya akan tetap pada daerah fasa tunggal. Untuk
reservoir gas kering ini tidak akan dijumpai adanya hidrokarbon cair akibat
adanya proses penurunan tekanan dan temperatur, baik pada kondisi di
permukaan maupun di reservoir. Istilah kering disini diartikan bebas dari
hidrokarbon cair kecuali air formasi. Ciri-ciri khas reservoir gas kering
adalah :
Pada kondisi reservoir awal, temperaturnya selalu berada di atas
cricondenterm.
Gas deviation factor (z) bervariasi antara 0,7 sampai 1,20; harga
1,0 menyatakan gas ideal.
Sifat-sifat gas kering yang terpenting adalah faktor volume formasi
gas, gravity gas, kekentalan gas dan kompresibilitas gas.
Gas kering ini berbeda dengan gas basah ataupun gas kondensat,
terutama dalam kandungan komponen cairnya.
Grafik 1.16. Diagram Fasa Dari Dry Gas
2. Reservoir Gas Basah (Wet Gas)
Secara Normal reservoir gas basah akan mengandung komponen
(fraksi) berat lebih besar dibandingkan reservoir gas kering sehingga akan
menghasilkan diagram fasa yang lebih besar dan menggeser titik kritis
pada temperatur yang lebih tinggi, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.57.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa fluida yang mengisi reservoir gas
basah pada setiap saat akan berbentuk fasa tunggal. Pada kondisi separator,
reservoir gas basah ini akan ditunjukkan oleh adanya daerah dua fasa
dimana cairan yang dihasilkan merupakan hasil kondensasi yang terjadi di
separator.
Perlu diperhatikan bahwa didalam reservoir gas basah tidak akan
terjadi kondensasi retrograde isothermal selama proses penurunan tekanan,
cairan yang terbentuk dalam separator dalam jumlah yang sedikit dan
komponen berat yang terdapat dalam campuran relatif kecil. Dalam
reservoir gas basah biasanya ditunjukkan oleh GOR antara 6000 sampai
10000 cuft/bbl dengan derajat gravity lebih besar dari 600 API.
Seperti terlihat pada Grafik 1.18., awalnya retrograde gas merupakan fasa
gas di reservoir, titik - 1. Bersamaan dengan menurunnya tekanan
reservoir, retrograde gas memberikan titik embun, titik-2. Dengan
menurunnya tekanan, cairan mengembun dari gas untuk membentuk cairan
bebas di reservoir. Cairan ini sebagian tidak mengalir dan tidak dapat
diproduksi. Jalur tekanan reservoir pada diagram fasa (Grafik 1.18.)
menunjukkan bahwa pada beberapa tekanan yang rendah cairan mulai
mengembun. Hal ini terjadi di laboratorium; walaupun demikian, ada
kemungkinan hal ini tidak terjadi secara luas di reservoir karena selama
produksi keseluruhan komposisi dari fluida reservoir berubah.
1.4.3. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
Mekanisme pendorong adalah tenaga yang dimiliki oleh reservoir secara
alamiah yang digunakan untuk mendorong minyak selama produksi ke
permukaan. Proses pendorongan akan terjadi bila energi produksinya lebih besar
dari seluruh energi yang hilang selama aliran fluida reservoir menuju lubang bor.
Sumber energi alamiah yang digunakan untuk memindahkan minyak dan
gas dari reservoir ke lubang sumur meliputi energi gravitasi minyak yang bekerja
jarak vertikal dari kolom produktifnya, energi penekanan akibat dari pembebasan
gas yang terlarut dalam minyak atau air, energi sebagai akibat kompresi dari
minyak dan air dalam daerah produksi dari reservoirnya, energi kompresi air yang
berada di sekeliling zona produksi, energi yang berasal dari pengaruh tekanan
kapiler serta energi yang berasal dari kompresi batuannya sendiri. Berdasarkan
pengaruh yang paling dominan dari setiap sumber energi diatas, maka mekanisme
pendorong reservoir yang utama adalah water drive, gas cap drive, solution gas
drive, segregation drive, dan combination drive.
Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah
mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut di tinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi (Grafik 1.19.).
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak
sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
Dapat disimpulkan suatu reservoir dengan tenaga pendorong air ini
mempunyai kelakuan seperti dibawah ini :
Penurunan tekanan reservoir terlihat agak lambat.
GOR rendah dan relatif konstan
WOR naik dengan cepat dan kontinyu
Recovery-nya cukup tinggi yaitu sekitar 35 - 75%
Grafik 1.21. Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR Pada Solution Gas Drive Reservoir
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela-sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir, hal
ini terus-menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi rendah. Bila
tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab
volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil produksi dan
gas oil ratio reservoir harganya hampir sama. Pada Grafik 1.21. memperlihatkan
karakteristik tekanan dan GOP pada reservoir depletion drive.
Air yang diproduksikan dari reservoir ini sangat sedikit bahkan hampir-
hampir tidak ada. Hal ini karena reservoir jenis ini sifatnya terisolir, sehingga
meskipun terdapat connate water tetapi hampir-hampir tidak dapat diproduksi atau
ikut terproduksi bersama minyak.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5 - 30 %. Dengan demikian
untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Sehingga bila sisa minyak ini akan diproduksikan
juga, maka perlu dipergunakan suatu energi tertentu ke dalam suatu reservoir
untuk mempengaruhi tekanan atau sifat fisik sistem fluida reservoirnya, sehingga
dengan demikian diharapkan sisa minyak yang tertinggi dapat diperkecil.
Dapat disimpulkan suatu reservoir solution gas drive mempunyai kelakuan
seperti dibawah ini :
Tekanan reservoir turun dengan cepat dan berlangsung secara kontinyu.
Perbandingan gas-minyak (GOR) mula-mula cukup rendah, kemudian naik
sampai maksimum dan turun dengan tajam.
Efisiensi perolehan minyak berkisar 5 - 30 %
Produksi air dianggap tidak ada.
Pada bagian ini akan dibahas dua hal pokok yang berhubungan dengan
cadangan, yaitu metode yang digunakan untuk memperkirakan besarnya
cadangan. Berdasarkan pada urutan proses eksplorasi reservoir dan untuk
memudahkan pemahaman, metode yang dapat digunakan dalam perhitungan
cadangan reservoir adalah sebagai berikut:
Metode Volumetrik
Metode Material Balance
Metode Decline Curve
………………………………………..(1-45)
Sedangkan untuk initial gas in place adalah :
………………………….(1-46)
(Vb = volume batuan, acre-ft; An = luas yang dibatasi garis kontur isopach
terendah, acre; An+1 = luas yang dibatasi garis kontur isopach diatasnya,
acre; h = interval antara garis kontur isopach, ft).
b. Metoda Pyramidal
Persyaratan utama metoda ini adalah perbandingan antara luas garis
kontur yang berurutan harus kurang atau sama dengan 0.5. Persamaannya
adalah :
ℎ
Vb = 3 (An + An+1 + √𝐴𝑛 + 𝐴𝑛+1 ) ………………………..(1-48)
Bentuk kurva penurunan laju produksi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
Exponential decline,
Hyperbolic decline dan
Harmonic decline.
a. Exponential Decline Curve
Bentuk decline curve ini mempunyai harga laju penurunan
produksi per satuan waktu sebanding dengan laju produksinya. Persamaan
dasar dari exponential decline curve adalah sebagai berikut:
𝑞
𝑑( )
𝑑𝑞/𝑑𝑡
-b = ………………………………………..(1-50)
𝑑𝑡
𝑞
- (bt + a) = 𝑑𝑞/𝑑𝑡 ………………………………………..(1-51)
1.5.4.1.Jenis Simulasi
Jenis simulasi secara garis besar dibedakan menjadi 3, antara lain:
Black Oil Simulation
Black oil simulation digunakan untuk kondisi isothermal, aliran
simultan dari minyak, gas, dan air yang berhubungan dengan viskositas,
gaya gravitasi dan gaya kapiler. Komposisi fasa dianggap konstan walau
kelarutan gas dalam minyak dan air ikut diperhitungkan. Hasil studi ini
biasanya digunakan untuk studi injeksi air dan juga untuk peramalan.
Thermal Simulasi
Simulasi jenis ini digunakan untuk studi aliran fluida, perpindahan
panas maupun reaksi kimia. Biasanya digunakan untuk studi injeksi uap
panas dan pada proses perolehan minyak tahap lanjut (in situ combution).
Compotional Simulasi
Simulasi reservoir ini digunakan untuk berbagai komposisi fasa
hidrokarbon yang berubah terhadap tekanan. Biasanya simulasi ini
digunakan untuk studi perilaku reservoir yang berisi volatile oil dan gas
condensat.
1.6. Uji Sumur
Tujuan utama dari suatu pengujian sumur hidrokarbon, atau yang telah
dikenal luas dengan sebutan “Well Testing”, yaitu untuk menentukan kemampuan
suatu lapisan atau formasi untuk berproduksi. Wellbore storage merupakan
lubang sumur yang tersi fluida, dimana tekanan pengukuran belum mencerminkan
tekanan reservoir tetapi menentukan tekana kondisi lubang sumur. Apabila
pengujian ini dirancang secara baik dan memadai, kemudian hasilnya dianalisa
secara tepat, maka akan banyak sekali informasi-informasi yang sangat berharga
akan didapatkan seperti:
Permeabilitas efektif fluida
Kerusakan atau perbaikan formasi disekeliling lubang bor yang diuji.
Tekanan reservoir
Batas suatu reservoir
Bentuk radius pengurasan
Keheterogenan suatu lapisan
Menara tipe standar (derrick) tidak dapat didirikan dalam satu unit,
akan tetapi pendiriannya disambung bagian demi bagian. Menara jenis ini
banyak digunakan pada pemboran sumur dalam dimana membutuhkan
lantai yang luas untuk tempat pipa – pipa pemboran. Untuk memindahkan
derrick ini harus dilepas satu persatu bagian kemudian dirangkai kembali
di suatu tempat yang telah ditentukan letaknya. Menara tipe portable posisi
berdirinya dari bagian yang dikaitkan satu dengan lainnya dengan
menggunakan las maupun scrup. Tipe ini dapat juga didirikan dengan cara
ditahan oleh telescoping dan diperkuat oleh tali–tali yang ditambatkan
secara tersebar. Dibandingkan tipe derrick, tipe menara ini lebih murah,
mudah dan cepat dalam pendiriannya, transportnya murah, tetapi dalam
penggunaannya terbatas pada pemboran yang tidak terlalu dalam.
Menurut API menara yang terbuat dari besi baja tercantum dalam
standar 4A dan menara kayu tercantum standar 4B. Sedangkan untuk tipe
mast termasuk dalam 4D. Ukuran menara pemboran yang penting ialah
kapasitas, tinggi, luas lantai dan tinggi lantai bor. Ukuran kekuatan derrick
dibagi berdasarkan dua jenis pembebanan, yaitu :
a. CompressiveLoad
b. WindLoad
drawwork
engine
Stand In
Packed
2. Hoisting system
Peralatan pengangkatan terdiri dari :
a. Drawwork
Drawwork merupakan otak dari derrick, karena melalui drawwork,
seorang driller melakukan dan mengatur operasi pemboran.
Drawwork juga merupakan rumah atau tempat dari gulungan
drilling line. Desain daripada drawwork tergantung dari beban yang
harus dilayani, biasanya didisain dengan horse power (Hp) dan
kedalaman pemboran, dimana kedalamannya harus disesuaikan
dengan drillpipe-nya.
crown block
water table
drilling lines
travelling block
latch for
elevator link
safety latch
for hook
Hook
fast line
reeved
drilling line
dead line
anchor
supply reel
(storage)
Sistem putar yang digunakan pada pemboran minyak terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Sistem Putaran Konvensional (menggunakan rotary table).
Digerakkan oleh power yang sama, yang digunakan pada sistem
angkat. Bisa digunakan bersama-sama atau sendiri-sendiri. Pada sistem
konvensional ini memerlukan alat yang disebut Kelly.
2. Sistem Putar Modern (Top Drive)
Merupakan sistem putar tetapi sudah tidak menggunakan rotary
table (meja putar) tetapi sudah mempunyai mesin penggerak sendiri yang
terpisah dengan sistem angkat. Pada sistem putar terdapat pipa putar yang
mentransmisikan putaran dari meja putar ke bit / pahat.
Kelly
Penampang
Kelly
Master Bushing
3. Peralatan Sirkulasi.
Peralatan sirkulasi merupakan komponen utama dalam system
sirkulasi, turun kerangkaian pipa bor dan naik ke annulus membawa
serbuk bor kepermukaan menuju conditioning area sebelum kembali ke
mud pits untuk sirkulasi kembali. Peralatan sirkulasi terdiri dari beberapa
komponen khusus :
a. Mud pit
b. Mud pump.
c. Pump dischangeandreturn lines.
d. Stand pipe.
e. Rotary house.
4. Conditioning Area.
Ditempatkan dekat rig. Area ini terdiri dari peralatan-perlatan
khusus yang digunakan untuk “clean up“ Lumpur pemboran setelah keluar
dari lubang bor. Fungsi utama peralatan-peralatan ini adalah untuk
membersihkan Lumpur bor dari serbuk bor (cutting) dan gas-gas yang
terbawa. Ada dua metode pokok untuk memisahkan cutting dan gas.
Pertama yaitu menggunakan prinsip gravitasi, dimana Lumpur dialirkan
melalui shale shaker dan setling tanks. Kedua yaitu secara mekanik,
dimana peralatan-peralatan khusus yang dipasang pada mud pits dapat
memisahkan Lumpur dan gas. Peralatannya terdiri dari :
a. Settling tanks : merupakan bak terbuat dari baja digunakan untuk
menampung lumpur bor selama conditioning.
b. Reserve pits : merupakan kolam besar yang digunakan untuk
menmpung cutting dari dalam lubang bor dan kadang-kadang untuk
menampung kelebihan lumpur bor.
c. Mud-gas separator : merupakan suatu peralatan yang memisahkan
gas yang terlarut dalam lumpur bor dalam jumlah besar.
d. Shale shaker : merupakan peralatan yang memisahkan cuttings
yang besar dari lumpur bor.
e. Desander : merupakan peralatan yang memisahkan butir-butir pasir
dari lumpur.
f. Desilter : merupakan peralatan yang memisahkan partikel-partikel
cutting yang berukuran paling halus dari lumpur.
g. Degasser : merupakan peralatan yang secara kontinyu memisahkan
gas terlarut dari lumpur.
2. Supporting Sistem,
meliputi :
a. Choke manifold
Choke manifold merupakan suatu kumpulan fitting dengan
beberapa outlet yang dikendalikan secara manual dan atau
otomatis. Bekerja pada BOP stack dengan ”high pressure line”,
disebut ”choke line”. Bila dihidupkan, choke manifold membantu
menjaga back pressure dalam lubang bor untuk mencegah
terjadinya intrusi fluida formasi. Lumpur bor dapat dialirkan dari
BOP stack ke sejumlah valve (yang membatasi aliran dan langsung
ke reserve pits), mud-gas separator atau mud conditioning area
back pressure dijaga sampai lubang bor dapat di kontrol kembali.
b. Kill line.
Kill line bekerja pada BOP stack biasanya berlawanan, berlangsung
dengan choke manifold dan choke line. Lumpur berat dipompakan
melalui kill line ke dalam Lumpur bor sampai tekanan hidrostatik
Lumpur dapat mengimbangi tekanan formasi.
3. Jackup Rig
Rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan
menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig ini dapat
dinaikan dan diturunkan, sehingga untuk pengoperasiannya semua kakinya
harus diturunkan hingga ke dasar laut. Kemudian, badan dari rig ini
diangkat hingga di atas permukaan air dan memiliki bentuk seperti
platform. Untuk melakukan perpindahan tempat, semua kakinya harus
dinaikan dan badan rignya akan mengapung dan ditarik menggunakan
kapal. Pada operasi pengeboran menggunakan rig jenis ini dapat mencapai
kedalaman lima hingga 200 meter.
5. Drill Ship
Merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas
kapal laut, sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam (dengan
kedalaman lebih dari 2800 meter). Pada kapal ini, didirikan menara dan
bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon Pool). Dengan sistem Thruster
yang dikendalikan dengan komputer, dapat memungkinkan sistem ini
dapat mengendalikan posisi kapalnya. Memiliki daya muat yang lebih
banyak sehingga sering dipakai pada daerah terpencil maupun jauh dari
daratan.
Natural mud
Natural Mud dibentuk dari pecahan-pecahan cutting dari
fasa cair. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi
yang dibor. Umumnya tipe lumpur yang digunakan untuk
pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing
(permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran,
sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural
mud ini ditreated dengan zat-zat kimia dan additif-additif
koloidal. Beratnya sekitar 9.1 – 10.2 ppg.
2. Emulsion Mud
Lumpur jenis ini terbagi menjadi 2 yaitu : Oil in water emulsion
mud dan Water in oil emulsion mud.
a. Oil In Water Emulsion Mud
Pada lumpur ini minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air
sebagai fasa kontinyu. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh
maupun salt water mud. Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi
emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake
dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtration loss
berkurang. Keuntungannya adalah bit bisa tahan lama, penetrasi
rate naik, pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada
sifat-sifat lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh/dapat
dikurangi), water loss turun, mud cake tipis dan mengurangi balling
(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string. Viskositas
dan gel strength lebih mudah dikontrol bila emulsifier juga
bertindak sebagai thinner. Umumnya oil in water emulsion mud
dapat bereaksi dengan penambahan zat dan adanya kontaminasi
seperti juga lumpur aslinya.
Suatu keungulan lainnya adalah bahwa karena bau serta
fluorensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari
formasi), maka ini berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog
dalam menentukan adanya minyak di pemboran tersebut. Adanya
karet-karet yang rusak dapat juga dicegah dengan penggunaan karet
sintetis.
Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa
dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.
Maintenance lumpur ini biasanya seperti pada salt mud biasa
kecuali perlunya menambah emulsifier, minyak dan surface active
deformer (anti foam).
b. Water In Oil Emlsion Mud
Lumpur jenis ini berbahan dasar bentonite + 40 % air + 50 % solar
atau menggunakan crude oil + emulsifier + additive.
Gambar 2.20. 1. Mud Balanced. 2. Fann VG Meter. 3. Filter Press. Peralatan yang
digunakan di laboratorium untuk mengetahui sifat fisik Lumpur Pemboran
1. Densitas
Densitas atau berat jenis, didefinisikan sebagai berat lumpur per
satuan volume total lumpur. Densitas ini menyebabkan kemungkinan
untuk membantu dalam pengaturan tekanan-tekanan di lubang subsurface
formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur ini harus selalu
dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh kelakuan lumpur
yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor.
Densitas lumpur yang relatif berat bagi suatu formasi kemungkinan akan
menyebabkan terjadinya lostcirculation, sebaliknya jika densitas lumpur
relatif kecil dapat menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan
densitas lumpur dapat dilakukan dengan menambahkan zat-zat aditif, yang
bersifat menaikkan maupun menurunkan densitas lumpur. Additif yang
biasa digunakan untuk memperbesar harga densitas antara lain :
Additif SG
Barite 4.3
Limestone 3.0
Galena 7.0
Bijih Besi 7.0
2. Viskositas
Viskositas adalah sifat fisik yang mengontrol besarnya shear stress
akibat adanya pergeseran antar lapisan fluida. Viskositas dapat pula
didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser)
dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian
seperti air, perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding dan
konstan (grafik 2.1.), sedangkan lumpur pemboran adalah termasuk cairan
Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan shear rate tidak
konstan, disebut viskositas semu (apparent viscosity) serta memberikan
hubungan variasi yang luas. Tujuan dari pengenalan viskositas lumpur ini
adalah untuk :
a. Mengontrol tekanan sirkulasi yang hilang di annulus
b. Memberikan kapasitas daya angkat yang memadai.
c. Membantu mengontrol swab-pressure dan surge pressure.
Dimana :
Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)
= shear stress, dyne/cm2
= shear rate, detik-1
C = dial reading, derajat
RPM = revolution per minute dari rotor
3. Gel Strength
Pada saat lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas.
Sedangkan diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel
strength. Lumpur akan mengagar atau menjadi gel apabila tidak terjadi
sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-
partikel padatan lumpur. Gaya mengagar inilah yang disebut gel strength.
Di waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai
gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur
agar jangan turun. Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi akan
menyebabkan terlalu berat kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai
sirkulas. Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh
memompakan lumpur dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah.
Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit. Agar formasi tidak
pecah di dasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara
bertahap, dan sebelum melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih
dahulu untuk memecah gel.
Gel strength dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu
progressive gel dan fragile gel. Tipe yang pertama adalah tipe gel strength
yang pada mulanya rendah tetapi semakin tinggi dengan bertambahnya
waktu, gel strengthnya meningkat terus menerus sampai mencapai angka
tertinggi. Hal ini sering terjadi pada lumpur yang mempunyai kadar
padatan yang tinggi. Tipe ini tidak diharapkan, karena akan mendatangkan
banyak kesulitan dalam operasi pemboran, seperti : diperlukan tekanan
pompa yang besar untuk memulai sirkulasi kembali . Tipe yang kedua
adalah tipe gel strength yang pada kondisi awalnya relatif sudah tinggi dan
hanya mengalami kenaikkan yang sangat sedikit saja seiring dengan
bertambahnya waktu. Tipe ini hanya memerlukan tenaga pompa yang
tidak begitu besar untuk memulai sirkulasi, sehingga penghematan tenaga
dan optimasi pemboran diharapkan dapat terpenuhi. Untuk melihat
perbedaan dari kedua gaya tersebut diatas (antara prosesivegel dan fragile
gel) dapat ditunjukkan pada Gambar berikut ini :
4. Yield Point
Titik keliatan (yield point) adalah sifat mengagar yang
menunjukkan besarnya tekanan minimal yang yang harus diberikan kapada
fluida agar fluida tersebut dapat bergerak. Tekanan ini akibat dari gaya
tarik-menarik antara partikel-partikel di dalam lumpur. Titik keliatan
adalah parameter fluida dinamik, sedangkan sifat menggagar (gel strength)
adalah parameter fluida static.
Titik keliatan (yield Point) di lapangan disebutkan dalam satuan
lb/100ft2, dan diukur dengan fann VG meter. Harga YP pada Fann VG
meter adalah pembacaan skala pada putaran 300 rpm dikurangi harga PV.
Harga biasa digunakan antara 3 sampai 15 lb/ft 2. Untuk fluida Newtonian
harga YP adalah nol. Kenaikan Yp yang berlebihan adalah akibat flukolasi
YP yang tinggi baik untuk pembersihan lubang, tetapi akan menimbulkan
kehilangan tekanan yang besar.
5. Filtration Loss
Filtration loss adalah kehilangan sebagian dari fasa cair (filtrat)
lumpur masuk kedalam formasi permeabel. Pengukurannya dilakukan
dengan standar filter press, dimana lumpur ditempatkan pada silinder yang
dasarnya dipasang kertas saring, dan bagian atas tabung diberikan tekanan
udara/gas. Selanjutnya volume filtrat lumpur dan tebal mud cake dicatat.
API filtration rate (statik) adalah volume (cc) filtrat/30 menit pada tekanan
100 psig. Ketebalan mud cake biasanya diukur dalam satuan 1/32 inch.
Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap formasi
maupun lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya
formation damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak /
gas) dan lumpur akan kehilangan banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis
agar tidak memperkecil lubang bor (pressure loss akan naik, pressure
surges/swabbing akan membesar).
b. Inert Solid
Non-reactive solid merupakan zat padat yang tidak bereaksi (inert
solid). Non-reactive solid meliputi padatan-padatan dengan berat
jenis rendah (low-gravity) dan berat jenis tinggi (high-gravity).
Padatan low gravity meliputi : pasir, chert, limestone, dan
dolomite, berbagai macam shale, dan campuran dari berbagai
macam mineral. Padatan-padatan ini berasal dari formasi yang
dibor dan terbawa oleh lumpur, dan biasannya mempunnyai ukuran
yang lebih besar dari 15 mikron, dan bersifat abrasif, sehingga
dapat merusak peralatan sirkulasi lumpur, seperti liner pompa, oleh
karena padatan tersebut harus segera dibuang. Menurut Klasifikasi
API, pasir adalah setiap padatan yang berukuran lebih besar dari 74
mikron; meskipun demikian setiap padatan yang berukuran lebih
kecil dari pasir juga dapat merusak peralatan.
1. Barite
Weighting Agent
Menaikkan Densitas 2. Galena
(Material Pemberat)
3. Kalsium Karbonat
1. Wyoming Bentonite
Pengental Menaikkan Viskositas
2. Attapulgite
1. Kalsium Ligno Sulfat
Pengencer Menurunkan Viskositas
2. Fosfat
Menurunkan Filtration CMC
Fluid Loss Reducer
Loss
Mengatasi Loss 1. Milmica
Lost Circulation Material
Circulation 2. Kwik Seal
Corrosion Control Mengontrol korosi NO2
PH Adjuster Mengontrol PH NaOH
Mempercepat 1. Fluxit
Flucoolant
Pengendapan Serbuk Bor 2. Baroflac
1. Mogco Mul
Fas Kimia Untuk Emulsi 2. Trimulsi
Emulsifier
Minyak dan Air 3. Atlasol
4. Imco-Ceox
dimana:
Ph = tekanan hidrotatis lumpur, psi
D = kedalaman lubang bor, ft
w = berat lumpur, lbs/gal
3. Hilang lumpur
Hilang lumpur pada saat tertentu terlalu besar, sehingga permukaan
lumpur dalam lubang bor turun, dan tekanan hidrotatis lumpur dapat
menjadi lebih kecil daripada tekanan formasi. Hilang lumpur ini dapat
terjadi karena porositas formasi terlalu besar, formasi yang bergua
(cavernous), mungkin pula karena ada rekahan di dalam formasi.
4. Abnormal pressure.
Adakalanya pemboran menembus formasi dengan tekanan sangat
tinggi, dan melebihi tekanan hidrotatis lumpur. Hal ini disebabkan karena
adanya kompaksi sediment yang tidak komplit, patahan, dan kubah garam.
Setelah diketahui bahwa terjadi kick sumur harus segera ditutup. Setelah
semua persiapan cukup maka tahap selanjutnya adalah mematikan sumur. Pada
proses mematikan sumur ini dipakai prinsip bahwa tekanan pada dasar lubang bor
harus konstan. Dalam hal ini tekanan pada dasar lubang sumur sama dengan
tekanan formasi. Ada pula pendapat dipakai tekanan tambahan S (overbalance)
antara 100 – 150 psi terhadap formasi, Pada Pbh = Pf + S. dalam pembicaraan ini
selanjutnya dipakai Pbh = Pf. Dalam proses mematikan sumur ini diambil
beberapa asumsi :
Pressure drop di annulus dianggap terlalu kecil dibandingkan dengan
pressure drop di dalam pipa bor, dan perubahan presure drop di annulus
juga dianggap terlalu kecil dan diabaikan.
Lubang bor dianggap dalam keadaan baik, tidak runtuh atau membesar.
dimana:
Pbh = tekanan pada dasar lubang.
Phl = tekanan hidrostatis lumpur.
Phi = tekanan hidrostatis cairan kick.
Pc = tekanan pada casing/choke manifold.
Untuk perhitungan dalam mematikan kick ini biasa dipakai “kill
work sheat”, yang merupakan rincian pola pemompaan terutama pada
tahap 1.
Gambar 2.23. Profil Tekanan Casing dan Drillpipe Pada Drillers Method
3. Metode Concurent
Cara ketiga adalah Metode Concurent. Dalam hal ini pemompaan
dilakukan dengan memompakan lumpur lama, tetapi sambil memompakan
lumpur tersebut, lumpur diperberat. Cara ini lebih cepat, tetapi ada dua
kegiatan yang harus dikerjakan pada saat bersamaan ialah dengan
memompakan lumpur dengan pola tertentu dan memperberat lumpur. Dua
pekerjaan ini dalam kenyataannya sulit dikerjakan secara bersamaan.
4. Cara Kombinasi
Ada cara lain yang pada dasarnya adalah gabungan atau variasi dari
cara-cara tersebut di atas. Misalnya, wait and weight method, dimana
harus menambah berat lumpur sekaligus, maka penambahan dilakukan
secara bertahap, sehingga pada sirkulasi yang pertama cairan kick
dikeluarkan dari dalam lubang bor dengan lumpur berat, tetapi sebelum
seberat yang diperlukan untuk mematikan sumur.
2.4. Casing
Setelah suatu pemboran mencapai kedalaman tertentu maka
kedalam sumur perlu dipasang casing yang kemudian disusul dengan
proses penyemenan. Casing merupakan suatu pipa baja yang intinya
berfungsi untuk menjaga stabilitas lubang bor.
2.4.1. Fungsi Casing
Secara umum fungsi dari casing adalah sebagai berikut :
a. Mencegah runtuhnya lubang bor atau caving`
b. Mencegah kontaminasi air tawar oleh lumpur pemboran
c. Menutup zona bertekanan abnormal dan zone lost
d. Membuat diameter sumur tetap
e. Mencegah hubungan langsung antar formasi
f. Tempat kedudukan BOP dan peralatan produksi
2. Surface Casing
Casing ini berfungsi untuk menjaga formasi supaya tidak runtuh.
Setelah conductor casing dipasang, maka pemboran dilanjutkan dan
formasi lubang bor terbuka, dimana kalau terlalu panjang akan cenderung
runtuh, maka diambil patokan bahwa lubang terbuka maksimal harus dua
per tiga dari kedalaman lubang bor dan kemuidian dipasang surface casing
ini. Pada surface casing ini juga, pertama kali dipasangkan peralatan
pencegah semburan liar (BOP). Hal ini karena mengingat bahwa semakin
dalam tekanan formasi akan dikhawatirkan terjadi kick.
3. Intermediate Casing
Casing ini berfungsi untuk menutup formasi yang membahayakan
operasi selanjutnya. Dimana formasi yang membahayakan tersebut antara
lain adalah formasi yang bertekanan tinggi, formasi yang dapat
menyebabkan lost circulation, formasi yang mudah runtuh dan lain-lain.
Suatu sumur dapat mempunyai lebih dari satu intermediate casing,
tergantung kondisi dari sumur yang bersangkutan.
4. Production Casing
Casing ini dipasang dari permukaan sampai ke formasi produktif.
Kalau selubung ini dipasang sampai puncak formasi produktif,
komplesi/penyelesaian sumurnya disebut open hole completion, sedangkan
apabila menembus lapisan produktif kemudian disemen dan diperforasi,
disebut dengan perforated competion.
5. Liner
Liner pada pokoknya mempunyai fungsi yang sama dengan
production casing tetapi tidak dipasang hingga ke permukaan. Salah satu
alasan mengapa dipergunakan liner adalah alasan biaya, karena lebih
pendek maka harganya lebih murah.
Tubing
Production
Packer
Production
Casing
Gas
Gas-Oil
Contact
Oil
Perforasi
2. Secondary Cementing
Secondary cementing adalah penyemenan tahap kedua setelah
primary cementing dilaksanakan. Penyemenan tahap kedua ini bersifat
memperbaiki dan membantu penyemenan tahap pertama karena
penyemenannya kurang sempurna. Secondary cementing merupakan
proses pendorongan bubur semen dibawah suatu tekanan tertentu kedalam
ruang kosong, seperti perforasi, rekahan, celah dibelakang casing, maupun
zona yang porous. Operasi ini banyak dilakukan dalam pekerjaan komplesi
dan work over dengan tujuan :
1. Untuk mengontrol GOR tinggi, dengan membatasi zona minyak
dengan zona gas. GOR ini perlu dikontrol untuk memperbaiki
produksi minyak.
2. Untuk mengotrol produksi air atau gas yang berlebihan. Zona air
atau gas biasanya dapat di squeeze untuk memperkecil intrusi air
atau gas.
3. Memperbaiki kebocoran casing, semen dapat diselipkan melalui
lubang akibat korosi pada casing.
4. Untuk menyekat zona lost circulation.
5. Untuk mencegah migrasi fluida lain kedalam zona yang
diproduksikan (block squeezing).
6. Untuk mengisolasi zona-zona permanent completion. Hal ini lazim
dipraktekkan di beberapa area. Setelah suatu sumur dengan banyak
zona produksi, kemudian dipasangi pipa dan masing – masing zona
diisolasi dengan semen.
7. Untuk memperbaiki primary cementing, persoalan yang dihasilkan
adalah dari adanya channeling. Penyemenan yang tidak mencukupi
pada primary cementing seringkali dapat diatasi dengan secondary
cementing.
8. Untuk menutup perforasi lama, atau zona produksi pada open hole
completion.
Mixing Static
API Slurry Weight Well Depth
Water Temperatur
Classification (lb/gal) (ft)
(gal/sk) (0F)
80 o
2. Dicalcium Silicate
Dicalcium silicate (2Cao.SiO2) dinotasikan sebagai C2S.
Komponen ini sangat penting dalam memberikan final strength semen.
Karena C2S ini menghidrasinya lambat maka tidak terpengaruh dalam
setting time semen, akan tetapi sangat menentukan dalam kekuatan semen
lanjut. Kadar C2S dalam semen tidak lebih dari 20 %.
3. Trilcalcium Aluminate
Tricalcium aluminate (3Cao. Al2O3) dinotasikan sebagai C3 A.
Walaupun kadarnya lebih kecil dari komponen silikat (sekitar 15 % untuk
high early strength cement dan sekitar 3 % untuk semen yang tahan
terhadap sulfat), namun berpengaruh pada rheologi suspensi semen dan
membantu proses pengerasan awal pada semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium aluminoferrite (4Cao.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan
sebagai C4AF. Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada strength
semen. API menjelaskan bahwa kadar C4AF ditambah dengan 2 kali kadar
C3A tidak boleh lebih dari 24 % untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfat yang tinggi. Penambahan oksida besi yang berlebihan
akan menaikkan kadar C4AF dan menurunkan kadar C3A, dan berfungsi
menurunkan panas hasil reaksi / hidrasi C3S dan C2S.
3. Filtration Loss
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dalam suspensi
semen ke dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan atau umumnya
air yang masuk ini disebut dengan filtrat. Filtrat yang hilang tidak boleh
terlalu banyak, karena akan membuat suspensi semen kekurangan air yang
disebut dengan flash-set. Bila suspensi semen mengalami flash-set, maka
akibatnya akan sama jika air yang dicampurkan dalam bubur semen yang
jumlahnya lebih kecil dari kadar minimumnya. Akibatnya friksi pada
annulus akan naik, pressure loss naik dan tekanan bubur semen di annulus
juga naik. Bila hal ini terjadi, maka formasi akan rekah. Jadi dapat
disimpulkan, bila formasi yang akan dilalui bubur semen merupakan
formasi yang porous dan permeabel, maka perlu penambahan additif yang
sesuai sebelum bubur semen dipompakan.
6. Permeabilitas
Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras dan bermakna
sama dengan permeabilitas pada batuan formasi yang berarti sebagai
kemampuan untuk mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen
maka semakin banyak fluida yang dapat melalui semen tersebut dan begitu
pula sebaliknya.
Semen diinginkan tidak mempunyai permeabilitas. Karena jika
semen mempunyai permeabilitas besar akan menyebabkan terjadinya
kontak fluida antara formasi dengan annulus dan juga strength semen
berkurang. Permeabilitas semen dapat naik karena air yang dicampurkan
dalam bentuk bubur semen terlalu banyak. Tetapi permeabilitas semen
dapat juga meningkat karena terlalu berlebihan dalam penambahan additif.
Perhitungan permeabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus darcy sebagai berikut :
Q L ………………………………..(2-11)
K
A P
dimana :
K : Permeabilitas, mD.
Q : Laju alir, ml/s.
: Viskositas, cp.
L : Panjang sampel, cm.
A : Luas permukaan sampel, cm2.
P : Perbedaan tekanan, psi.
Harga permeabilitas maksimum yang direkomendasikan oleh API
adalah tidak lebih dari 0,1 mD. Permeabilitas semen erat kaitannya dengan
kekuatan semen. Harga permeabilitas yang kecil akan menyebabkan harga
strength yang besar begitupun sebaliknya.
a. Accelelator
Adalah additif yang digunakan untuk mempercepat pengerasan
bubur semen. Penggunaan additif ini terutama untuk penyemenan pada
temperatur dan tekanan rendah (sumur yang dibor masih dangkal) yang
umumnya juga karena jarak untuk mencapai target tidak terlalu panjang.
Selain itu juga mempercepat naiknya strength semen dan mengimbangi
additif lain (seperti dispersant dan fluid loss control agent), agar tidak
tertunda proses pengerasan suspensi semennya. Contoh-contoh additif
yang berlaku sebagai accelerator yang umum digunakan adalah Calcium
Chloride, Sodium Chloride, Gypsum, Sodium Silicate dan Sea Water.
b. Retarder
Adalah additif yang digunakan untuk memperpanjang waktu
pengerasan. Hal ini biasanya dilakukan pada penyemenan sumur yang
dalam, dimana temperaturnya tinggi. Additif yang berfungsi sebagai
retarders antara lain : Lignosulfonate, Organic Acids, Modified
Lignosulfonate, Carboxy Methyl Hydroxy Ethyl Cellulose.
c. Extender
Merupakan additif yang digunakan untuk membuat volume bubur
semen menjadi lebih banyak dari setiap sak semenya, karena diperlukan
penambahan air. Dengan demikian extenders berfungsi sebagai additif
yang dapat mengurangi atau menurunkan density bubur semen. yang
termasuk extenders adalah : Bentonite-Attapulgite, Gilsonite,
Diatomaceous Earth, Perlite dan Pozzolans.
d. Weighting agents
Merupakan additif yang digunakan untuk memperbesar
densitybubur semen dan biasanya digunakan pada formasi yang
bertekanan tinggi yang berguna mengurangi kemungkinan terjadinya blow
out. yang termasuk dalam additif ini adalah : Hematite, Limenite, Barite
dan pasir.
e. Dispersant
Adalah additif yang berfungsi untuk mengurangi viskositas
suspensi semen. Pengurangan viskositas atau friksi terjadi karena
dispersant mempunyai kelakuan sebagai thinner (pengencer). Hal ini
menyebabkan suspensi semen menjadi encer, sehingga dapat mengalir
dengan aliran turbulensi walaupun dipompa dengan laju pemompaan yang
rendah. Additif yang dapat digunakan adalah Organic Acids,
Lignosulfonate, Plymers dan Sodium Chloride.
Nature of Water
Type Material Amount Used
Particles Required
Additif for Controlling Lost Circulation
2 gal / 50
Gilsonite Graded 1 to 50 lbm/sack
lbm
Granular Perlite Expanded 1/2 to 1 cuft/sack 4 gal/cuft
0.85 gal /
Walnut shells Graded 1 to 5 lbm/sack
50 lbm
2 gal / 50
Lamellted Coal Graded 1 to 10 lbm/sack
lbm
Cellophane Flake 1/8 to 2 lbm/sack None
Fibrous
Nylon Short-fibered 1/8 to 1/4 None
lbm/sack
Formulation of Material for Controlling Lost Circulation
4.8 gal /
Gypsum cement - -
100 lbm
5.0 gal /
Gypsum / portland cement - 10 to 20% gypsum
100 lbm
12 to 16
Semisolid Bentonite cement - 10 to 25% gel
gal/sack
or flash
(the silicate
setting
is mixed
with water
Cement + sodium silicate - -
before
adding
cement)
Quick
Bentonite / diesel oil - - -
gelling
h. Special Additive
Ada bermacam-macam additif lainnya yang dikelompokkan
sebagai specially additif, diantaranya adalah silika, mud kill, radioactive
tracers, fibers, antifoam agent.
c. Key Seating
Di dalam lubang yang mempunyai dog leg (perubahan sudut
kemiringan lubang secara mendadak dan berada pada formasi yang lunak,
tool joint drill pipe membuat lubang tambahan yang merupakan perluasan
dari lubang utama yang dibuat oleh bit.
Gambar 2.31.Perkembangan Key Seat
3. Operasi back-off
Bila tidak ada metode seperti di atas yang berhasil membebaskan
pipa yang terjepit, maka operasi back-off adalah pilihan terakhir
yang dilakukan. Operasi back-off mencakup pelepasan bagian pipa
yang masih bebas dari dalam lubang. Hal ini secara efektif berarti
melepaskan rangkaian pemboran pada atau di atas daerah jepitan
dan pengangkatan bagian pipa yang masih bebas dari dalam
lubang. Bagian rangkaian pemboran yang masih tersisa (fish),
dapat diambil dengan menggunakan peralatan DST maupun
peralatan washover. Sebagai pilihannya adalah menutup lubang
(plug back) dan kemudian membelokannya (sidetrack). Teknik
pelaksanaan back-off dapat berupa mechanical back-off, back-off
shoot dan string off shoot.
2. Faktor Formasi
Ditinjau dari segi formasinya, maka hilang lumpur dapat
disebabkan oleh:
Coarseley Permeable Formation
Contoh dari jenis formasi ini adalah pasir dan gravel.
Namun tidak semua jenis formasi ini menyerap lumpur.
Untuk dapat menyerap lumpur perlu keadaan, antara lain
tekanan hidrostatis lumpur harus lebih besar daripada
tekanan formasi, formasi harus permeabel, disamping ada
pengertian bahwa lumpur mampu masuk ke dalam formasi
bila diameter lubang atau pori-pori sedikitnya tiga kali lebih
besar dari diameter butiran atau partikel padat dari lumpur.
Jadi kalau lumpur sampai dapat masuk ke dalam formasi,
berarti lubang atau celah-celah cukup besar.
Cavernous Formation
Hilang lumpur ke dalam reef, gravel ataupun formasi yang
mengandung banyak gua-gua sudah dapat diduga
sebelumnya. Gua-gua ini banyak terdapat pada formasi batu
kapur (limestone dan dolomite).
b. Material Flakes
Material flakes terdiri dari mika (halus dan kasar),
vermicullitedan kwik seal (kombinasi serabut dan keping -
kepingan). Material ini apabila disirkulasikan ke dalam
lubang bor akan terletak melintang lurus dimuka formasi,
dan selanjutnya akan menutup rekahan yang ada. Jika cukup
kuat dalam menahan tekanan kolom lumpur, maka material
ini akan membentuk filter cake yang luas dan kompak,
tetapi apabila tidak cukup kuat menahan tekanan kolom
lumpur, maka material ini akan terdorong masuk ke dalam
formasi.
c. Material Granular
Material granular terdiri dari nut shells, nut plug, tuff plug,
kulit kelapa sawit dan lain sebagainya. Dari hasil test
pengaruh konsentrasi lost circulation material terhadap
besarnya fracture yang berhasil disumbat (ditutup) seperti
yang dapat dilihat pada gambar berikut, maka material
granular adalah yang terbaik. Besarnya ukuran dari rekahan
yang dapat disumbat oleh material jenis granular adalah
lebih besar jika dibandingkan dari jenis lost circulation
material lainnya. Perlu diketahui bahwa dalam penggunaan
lost circulation material (LCM) ini dapat dikombinasikan
dari berbagai jenis dan ukurannya (dari yang lembut, sedang
dan kasar).
2. Teknik Penyemenan
Apabila pencegahan problem hilang lumpur ternyata tidak berhasil
maka untuk mengatasinya dapat kita lakukan dengan penyemenan.
Program penyemenan ini dapat dikerjakan disemua zona lost. Cara
mengatasi problem hilang lumpur dengan penyemenan menggunakan
prinsip keseimbangan kolom fluida.
BAB III
TEKNIK PRODUKSI
dimana :
PI = J = Produktivity Index, bbl/hari/psi
q = laju produksi aliran total, bbl/hari
Ps = Tekanan statis reservoir, psi
Pwf = Tekanan dasar sumur waktu ada aliran, psi
Secara teoritis persamaan (3.1) dapat didekati oleh persamaan radial dari
darcy untuk fluida homogen, incompressible dan horizontal. Dengan demikian
untuk aliran minyak saja berlaku hubungan :
7.082 x 10-3 x k x h
PI …………………………………………(3-2)
Bo x o x ln (re/rw)
7.082 x 10-3 h ko kw
PI ………………………...………(3-3)
ln (re/rw) o Bo w Bw
dimana :
PI = productivity index, bbl/hari/psi
k = permeabilitas batuan, mD
kw = permeabilitas efektif terhadap sumur, mD
ko = permeabilitas efektif terhadap minyak, mD
o = viscositas minyak, cp
w = viscositas air, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
Bw = foktar volume formasi air, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan sumur, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Untuk membandingkan satu sumur dengan sumur yang lainnya pada suatu
lapangan terutama bila tebal lapisan produktifnya berbeda, maka digunakan
SpecificProductivityIndex (SPI) yang merupakan perbandingan antara
ProductivityIndex dengan ketebalan lapisan yang secara matematis dapat
dituliskan :
PI 7.082 x 10-3 x k
SPI Js …………………………………………(3-4)
h Bo x ln (re/rw)
Pada beberapa sumur harga Productivity Indek akan tetap konstan untuk
laju aliran yang bervariasi, tetapi pada sumur lainnya untuk laju aliran yang lebih
besar productivity index tidak lagi linier tetapi justru menurun, hal tersebut
disebabkan karena timbulnya aliran turbulensi sebagai akibat bertambahnya laju
produksi, berkurangnya laju produksi, berkurangnya permeabilitas terhadap
minyak oleh karena terbentuknya gas bebas sebagi akibat turunnya tekanan pada
lubang bor, kemudian dengan turunnya tekanan di bawah tekanan jenuh maka
viscositas akan bertambah (sebagai akibat terbebasnya gas dari larutan) dan atau
berkurangannya permeabilitas akibat adanya kompressibilitas batuan.
Dalam praktek di lapangan laju produksi minyak yang melewati batas
maksimum akan merugikan reservoir dikemudian hari, karena akan
mengakibatkan terjadinya water atau gas coning dan kerusakan formasi
(formation demage).
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai
berikut:
PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
PI tinggi jika lebih dar 1,5
0.00708 𝐾𝑜 ℎ (𝑃−𝑃𝑤𝑓)
𝑞= 𝑟𝑒 …………………………………(3-5)
𝜇𝑜 𝐵𝑜 (𝑙𝑛( )−0.75+𝑆+𝑎′𝑞)
𝑟𝑤
.................................................................................................................. ……...(3-6)
3.2.2. Aliran dua fasa
a. Tanpa pengaruh skin
Persamaan Darcy dalam bentuk Pseudo-Steady State
Untuk aliram semi-mantap, dimana tidak ada aliran di batas
reservoir, maka persamaan darcy adalah sebagai berikut :
0.00708 𝐾𝑜 ℎ
𝑞= 𝑟𝑒 (𝑚(𝑃𝑟 − 𝑚(𝑃𝑤𝑓)) …………………(3-7)
(𝑙𝑛( )−0.5+𝑆)
𝑟𝑤
Persamaan Vogel
Untuk memudahkan perhitungan kinerja aliran fluida dua
fasa dari formasi ke lubang sumur, Vogel mengembangkan
persamaan sederhana. Adapun anggapan pada persamaan Vogel
yaitu :
1. Reservoir bertenaga dorong gas terlarut
2. Harga skin disekitar lubang sama dengan nol
3. Tekanan reservoir dibawah tekanan saturasi
Pada bagian kurva yang tidak linier (Pwf < Pb), maka
persamaan yang digunakan yaitu, :
𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜 = 𝑞𝑏 (𝑄𝑜𝑚𝑎𝑥 −𝑄𝑏 ) (1 − 0.2 ( ) 0.8 (( ) ))
𝑃𝑟 𝑃𝑟
………………………………………………………..(3-10)
dimana,
qb = laju alir oil pada tekanan saturasi
Pb = tekanan saturasi
Qb = J (Pb/1.8)
J = Index Productivity
dimana,
P’wf = Pwf + ∆Pskin
0.47𝑟𝑒 0.47𝑟𝑒
𝐹𝐸 = 𝑙𝑛 / [𝑙𝑛 + 𝑆]. ………..(3-13)
𝑟𝑤 𝑟𝑤
atau
𝑞𝑜 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
= 1.8(𝐹𝐸) (1 − ) − 0.8(𝐹𝐸 2 ) (( ) ).
𝑞𝑜𝑚𝑎𝑥(𝐹𝐸=1) 𝑃𝑟 𝑃𝑟
……………………………………………………….(3-16)
………………………………………………………..(3-17)
Persamaan Cauto
Couto memanipulasi persamaan Standing untuk kinerja
aliran fluida dari formasi ke lubang sumur, dengan cara mendefinisi
indeks produktivitas. Persamaan yang hasilkan adalah sebagai
berikut :
ℎ 𝑘𝑜
𝑞𝑜 = 0.00419 − ( 𝑟𝑒
)−( ) 𝑃𝑟(𝐹𝐸) (1 − 𝑅)(1.8 − 0.8(𝐹𝐸)(1 − 𝑅))
𝑙𝑛 (0.472 𝑟𝑤 ) 𝜇𝑜 𝐵𝑜
………………………………………..……………...……….(3-18)
dimana,
R = Pwf/Pr
dimana,
C = flow coefficient,
n = 1/kemiringan
Atau
𝐽 ∗𝐹 𝑃𝑅𝐹 𝑃𝑤𝑓 𝑃𝑤𝑓 2
𝑞𝑜(𝐹) = [1 − 0.2 ( ) − 0.8 ( ) ] ………..(3-27)
1.8 𝑃𝑟 𝑃𝑟
Gambar 3.3. Gambar Sistem kehilangan tekanan di dalam sumur secara lengkap
(Brown, Kermit E., 1977)
Hal dasar yang diperlukan untuk analisa optimasi sumur dengan analisa
sistem nodal adalah Inflow Performance Relationship (IPR) sumur pada kondisi
terkini. Kemudian model dari komponen-komponen sumur dapat digunakan untuk
memprediksi performa sumur.
Dalam sistem sumur produksi dapat ditemukan 4 titik nodal, yaitu :
1. Titik nodal di dasar sumur
Titik nodal ini merupakan pertemuan antara komponen formasi
produktif/reservoir dengan komponen tubing apabila komplesi sumur
adalah open hole atau titik pertemuan antara komponen tubing dengan
komplesi apabila sumur diperforasi / dipasangi gravel pack.
2. Titik nodal di kepala sumur
Titik nodal ini merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dan
komponen pipa salur dalam hal ini sumur tidak dilengkapi dengan jepitan
atau merupakan titik pertemuan antara komponen tubing dengan
komponen jepitan apabila sumur dilengkapi dengan jepitan.
3. Titik nodal di separator
Pada titik nodal ini mempertemukan komponen pipa salur dengan
komponen separator.
4. Titik nodal di “Upstream / Downstream” jepitan.
Sesuai dengan letak jepitan, titik nodal ini dapat merupakan pertemuan
antara komponen jepitan dengan komponen tubing, apabila jepitan
dipasang di tubing sebagai safety valve atau merupakan pertemuan antara
komponen tubing dipermukaan dengan komponen jepitan, apabila jepitan
dipasang di kepala sumur.
Problem emulsi
Emulsi adalah campuran dua jenis cairan yang tidak dapat campur.
Dalam emulsi salah satu cairan dihamburkan dalam cairan lain berupa
butiran-butiran yang sangat kecil.
Emulsi kental memiliki jumlah oksigen droplet yang dihamburkan
dalam cairan lebih banyak dan emulsi encer adalah sebaliknya. Emulsi
semacam itu ditinjau dari viskositasnya. Sedang berdasarkan fasanya maka
emulsi dibagi menjadi dua yaitu :
- Air dalam emulsi minyak (water in oil emulsion) jika minyak
sebagai fasa eksternal dan air menjadi fasa internal.
- Minyak dalam emulsi air (oil in water emulsion) jika sebaliknya
Problem scale
Endapan scale adalah endapan mineral yang terbentuk pada bidang
permukaan yang bersentuhan dengan air formasi sewaktu minyak
diproduksikan ke permukaan. Timbulnya endapan scale tergantung dari
komposisi air yang diproduksikan.Jika kelarutan ion terlampaui maka
komponen menjadiu terpisah dari larutan sebagai padatan, dan membentuk
endapan scale. Sebab-sebab terjadinya endapan scale antara lain :
- Air tak kompatibel
Air tak kompatibel adalah bercampurnya dua jenis air yang tak
dapat campur akibat adanya kandungan dan sifat kimia ion-ion air
formasi yang berbeda. Jika dua macam air ini bercampur maka
terjadi ion-ion yang berlainan sifat tersebut sehingga menyebabkan
terbentuknya zat baru tersusun atas kristal-kristal atau endapan
scale.
- Penurunan tekanan
Selama produksi terjadi penurunan tekanan reservoir akibat fluida
diproduksikan ke permukaan. Penurunan tekanan ini terjadi pada
formasi ke dasar sumur, ke permukaan dan dari kepala sumur ke
tangki penimbun. Adanya penurunan tekanan ini, maka gas CO 2
jadi terlepas dari ion-ion bikarbonat. Pelepasan CO2 menyebabkan
berubahnya kelarutan ion yang terkandung dalam air formasi
sehingga mempercepat terjadinya endapan scale.
- Perubahan temperatur
Sejalan dengan berubahnya temperatur (ada kenaikkan temperatur)
terjadi penguapan, sehingga terjadi perubahan kelarutan ion yang
menyebabkan terbentuknya endapan scale. Perubahan temperatur
ini disebabkan oleh penurunan tekanan .
- Faktor-faktor lainnya
Agitasi menyebabkan terjadinya turbulensi aliran, sehingga
endapan scale lebih cepat terbentuk. Semakin lama waktu kontak
semakin besar pula endapan scale yang terbentuk. Semakin besar
pH larutan mempercepat terbentuknya endapan scale.
Problem Korosi
Problem korosi timbul akibat adanya air yang berasosiasi dengan
minyak dan gas pada saat diproduksikan ke permukaan. Air bersifat asam
atau garam, atau keduanya dan kecenderungan mengkorosi logam yang
disentuhnya. Besi umumnya mudah bersenyawa dengan sulfida dan
oksigen, sehingga korosi yang dihasilkan berupa feri oksida. Untuk itu
adanya anggapan bahwa korosi merupakan reaksi antara besi dengan
oksigen atau hidrogen sulfida sebagai berikut :
4 Fe+++ + 3 O2 2 Fe2O3 (karat)
Fe++ + H2S FeS + H2 (karat)
Problem parafin
Terbentuknya endapan parafin dan aspal disebabkan oleh
perubahan kesetimbangan fluida reservoir akibat menurunnya kelarutan
lilin dalam minyak mentah. Pengendapan yang terjadi pada sumur
produksi dipengaruhi oleh kelarutan minyak mentah dan kandungan lilin
dalam minyak. Kristal-kristal lilin yang menjarum berhamburan dalam
minyak mentah saat berbentuk kristal-kristal tunggal. Bahan penginti
(nucleating agent) yang terdapat bersama-sama dengan kristal lilin dapat
memisahkan diri dari larutan minyak mentah dan membentuk endapan
dalam sumur produksi.
Penyebab utama terbentuknya endapan parafin dan aspal adalah
penurunan tekanan karena kelarutan lilin dalam minyak mentah menurun
saat menurunnya temperatur. Adanya gerakan ekspansi gas pada lubang
perforasi dan di dasar sumur dapat menyebabkan terjadinya pendinginan
atau penurunan temperatur sampai di bawah titik cair parafin, sehingga
timbul parafin dan aspal. Terlepasnya gas dan hidrokarbon ringan dari
minyak mentah bisa menyebabkan penurunnan kelarutan lilin, sehingga
terbentuk endapan parafin dan aspal. GOR yang tinggi dapat mempercepat
terbentuknya endapan parafin dan aspal.
3.6.2.1.Gas Lift
Gas lift adalah suatu usaha pengangkatan fluida sumur dengan cara
menginjeksikan gas bertekanan tinggi (minimal 250 psi) sebagai media
pengangkat ke dalam kolom fluida melalui valve-valve yang dipasang pada tubing
dengan kedalaman dan spasi tertentu. Syarat-syarat suatu sumur yang harus
dipenuhi agar dapat diterapkan metoda gas lift antara lain :
1. Tersedianya gas yang memadai untuk injeksi, baik dari reservoir itu
sendiri maupun dari tempat lain.
2. Fluid level masih tinggi.
Secara garis besar ketiga recovery yang ada diatas dapat dikelompokkan
dalam bagian.
2. Injeksi Gas
Prinsip proses injeksi gas tak tercampur dalam teknik produksi
lanjut sama dengan proses injeksi air (water flooding). Gas yang
diinjeksikan biasanya merupakan gas hidrokarbon. Injeksi gas dilakukan
jika terdapat sumber gas dalam jumlah yang besar dan cukup dekat
letaknya termasuk gas yang berasal dari ikutan produksi minyak. Injeksi
gas juga dapat dilakukan untuk menguras minyak yang tersembunyi pada
bagian atas reservoir yang terhalang oleh patahan atau kubah garam,
minyak ini sering disebut attic oil.
Beberapa alasan mendasar yang menyebabkan tidak efisiennya gas
sebagai fluida pendesak, antara lain:
1. Gas biasanya bersifat tidak membasahi batuan reservoir, sehingga
gas akan bergerak melalui pori-pori yang lebih besar dan bergerak
lebih cepat dari minyak. Gas yang diinjeksikan dapat mendesak gas
lebih banyak daripada minyak apabila terdapat saturasi gas awal
yang menempati pori-pori yang lebih besar.
2. Fluida gas mempunyai viskositas yang relatif jauh lebih kecil
daripada minyak, sehingga gas cenderung melewati minyak bukan
mendesaknya.
3. Fluida gas merupakan fluida non-wetting dan menempati pori-pori
yang lebih besar dimana aliran paling mudah terjadi, sehingga
permeabilitas relatif gas akan naik secara drastis dan permeabilitas
relatif minyak akan turun secara drastis. Mobilitas gas akan
bertambah seiring dengan bertambahnya permeabilitas relatif gas,
akibatnya masalah channeling semakin bertambah. Harga saturasi
minyak residual (Sor) akan cukup besar pada akhir proses
pendesakan gas.
3. CO2 Flooding
Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas CO2
tercampur yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke dalam
reservoir dengan melalui sumur injeksi sehingga dapat diperoleh minyak
yang tertinggal.
Pelaksanaan screening untuk penginjeksian CO2 flooding
sebaiknya tidak dilakukan pada beberapa karakteristik reservoir seperti di
bawah ini:
Jika viskositas minyak diatas 10 cp, maka injeksi CO2 tidak
disarankan untuk dilakukan.
Hitung tekanan yang diperlukan untuk melarutkan CO2 kedalam
fluida minyak (hasil dari percobaan di lab).
Tentukan tekanan maksimum yang dapat diterapkan pada reservoir
bersangkutan (Pmax = 0.6 x Kedalaman – 300 psi).
Reservoir yang teridiri dari banyak fracture.
Pada batuan yang memiliki permebility terlalu besar.
Pada reservoir yang terlalu heterogen.
Reservoir yang memiliki ukuran gas cap terlalu besar.
Reservoir dengan strong bottom water drive.
Kelebihan Proses CO2
Kelarutan dapat terjadi pada pressure yang relatif rendah.
Pada kondisi gas terlarut akan menghasilkan efisiensi displacement
yang maksimal.
Proses ini akan membantu menngkatkan perolehan untuk reservoir
dengan depletion drive.
Jika dibandingkan dengan injeksi gas lainnya, proses ini lebih
unggul karena dapat menurunkan residual minyak (Sor).
5. Thermal Flood
Injeksi thermal adalah salah satu metode EOR dengan cara
menginjeksikan energi panas ke dalam reservoir untuk mengurangi
viskositas minyak yang tinggi yang akan menurunkan mobilitas minyak
sehingga akan memperbaiki efisiensi pendesakan dan efisiensi penyapuan.
Thermal flood tipe Reservoirnya umumnya mengandung minyak dengan
API gravity 10 – 20, dengan viscositas pada temperatur reservoir 200 –
1000 cp. Meskipun pada beberapa kasus permeabilitasnya cukup besar,
tetapi energi reservoirnya tidak cukup untuk memproduksi minyak tersebut
karena viscositasnya yang sangat tinggi. Injeksi panas dapat dilakukan
dengan beberapa cara yaitu injeksi fluida panas (injeksi air panas dan
injeksi steam) dan in-situ combustion (pembakaran di tempat).
6. Steam Flood
Injeksi uap adalah menginjeksikan uap ke dalam reservoir minyak
untuk mengurangi viskositas yang tinggi supaya pendesakan minyak lebih
efektif, sehingga akan meningkatkan perolehan minyak. Uap diinjeksikan
secara terus-menerus melalui sumur injeksi dan minyak yang didesak akan
diproduksikan melalui sumur produksi yang berdekatan. Pengaruh panas
di dalam zona air panas pada produksi minyak adalah menurunnya
viskositas minyak, ekspansi thermal minyak dan saturasi minyak sisa serta
berubahnya permeabilitas relatif pada temperatur tinggi.
Mekanisme injeksi uap merupakan proses yang serupa dengan
pendesakan air. Suatu pola sumur yang baik dipilih dan uap diiinjeksikan
secara terus menerus melalui sumur injeksi dan minyak yang didesak dan
diproduksikan melalui sumur lain yang berdekatan. Uap yang diinjeksikan
akan membentuk suatu zona jenuh uap (steam saturated zone) disekitar
sumur injeksi.
Temperatur dari zona ini hampir sama dengan temperatur uap yang
diinjeksikan. Kemuadian uap bergerak menjauhi sumur, temperaturnya
berkurang secara kontinyu disebabkan oleh penurunan tekanan. Pada jarak
tertentu dari sumur (tergantung dari temperatur uap mula-mula dan laju
penurunan tekanan), uap akan mencair dan membentuk hot water bank.
Kelebihan dan Kerugian Injeksi Uap
Kelebihan dari Injeksi Uap adalah :
Uap mempunyai kandungan panas yang lebih besar dari pada air,
sehingga efisiensi pendesakan lebih efektif.
Recovery lebih besar dibandingkan dengan injeksi air panas untuk
jumlah input energi yang sama.
Didalam formasi akan berbentuk zone steam dan zone air panas,
dimana masing-masing zone ini akan mempunyai peranan terhadap
proses pendesakan minyak ke sumur produksi.
Efisiensi pendesakan sampai 60 % OOIP.
7. In-Situ Combustion
In-situ combustion adalah proses pembakaran sebagian minyak
dalam reservoir untuk mendapatkan panas , dimana pembakaran dalam
reservoir dapat berlangsung bila terdapat cukup oksigen (O2) yang
diinjeksikan dari permukaan. Untuk memulai pembakaran dipakai minyak
pembakar yang dinyalakan dengan listrik, kemudian pembakaran
berlangsung terus dengan minyak reservoir dan injeksi O2 terus dilakukan,
sehingga pembakaran bergerak menuju sumur produksi. Temperatur
pembakaran dapat mencapai 600 – 1200 0F. Panas yang ditimbulkan
memberi efek penurunan viskositas, pengembangan dan destilasi minyak
dengan efek gas drive dan solvent extraction, semua ini akan
menyebabkan minyak terdesak ke sumur produksi. Penyalaan yang terjadi
di satu tempat di reservoir akan merambat ke arah dimana terdapat bahan
bakar yang telah tercampur dengan udara injeksi. Berdasarkan perambatan
pembakaran ini In-Situ Combustion dibagi dalam forward combustion dan
reverse combustion. Pemakaian in-situ combustion memakan biaya relatif
besar dibandingkan dengan metode lainnya
Mekanisme kerja diawali dengan penyalaan dan panas yang
dihasilkan akan merambat secara konduksi. Dengan tersedianya oksigen
yang cukup, crude oil sekitarnya akan ikut terbakar setelah temperatur
nyalanya tercapai. Bahan bakar untuk tahap lanjut bukan lagi crude oil
(hidrokarbon ringan sampai berat). Dengan naiknya temperatur, minyak
akan lebih mudah bergerak sehingga sebagian minyak terdesak akan
menjauhi zone pembakaran. Kelebihan dan Kekurangan In–Situ
Combustion :
Kelebihan In-Situ Combustion :
Kecuali untuk minyak yang memberikan coke dalam jumlah
kurang dari 1 lb/cuft dan ketebalan reservoir 10 ft atau kurang,
pemanasan reservoir dengan menggunakan injeksi uap lebih murah
dibandingkan forward combustion.
Untuk ketebalan, tekanan dan laju injeksi panas yang tertentu, salah
satu proses mungkin dapat lebih murah tergantung pada konsumsi
bahan bakar dan kedalaman reserevoir. Namun jika harga bahan
bakar meningkat, biaya pemanasan dengan menggunakan injeksi
uap menjadi lebih besar.
Endapan coke yang semakin meningkat dapat membuat injeksi uap
lebih menguntungkan.
Kehilangan panas di lubang sumur yang bertambah karena
bertambahnya kedalaman akan membuat forward combustion lebih
menguntungkan.
Jika jarak yang harus dipanasi dalam reservoir bertambah,
pemanasan dengan menggunakan combustion lebih
menguntungkan.
Jika ketebalan pasir berkurang dan tekanan bertambah, combustion
lebih menguntungkan dibandingkan injeksi uap.
Jika laju injeksi berkurang, biaya injeksi uap menjadi relatif lebih
menguntungkan dibandingkan dengan udara.
9. Chemical Flood
Injeksi kimia pada prinsipnya adalah menambahkan zat kimia
kedalam reservoir dengan jalan injeksi dan bertujuan untuk mengubah
sifat-sifat fisik/kimia fluida reservoir dengan fluida pendesak. Sasaran
utamanya adalah untuk mengurangi tekanan kapiler atau menaikkan
viscositas fluida pendesak agar dapat memperbaiki efisiensi pendesakan
(Ed) dan effisiensi penyapuan (Es).
Kondisi reservoir yang perlu diperhatikan pada proses kimia ini
adalah temperatur, jenis reservoir dan mekanisme pendorong reservoir.
Jenis reservoir disini menyangkut ada tidaknya tudung gas, sebab adanya
tudung gas dapat menyebabkan masuknya sebagian minyak yang terdesak
kedaerah yang mempunyai saturasi gas 100 % sehingga minyak
terperangkap.
Pada prinsipnya metoda pendesakan fluida kimia dibedakan atas
dua tujuan, tergantung fluida yang digunakan yaitu :
1. Memperbaiki mobilitas ratio antara fluida pendesak dengan fluida
reservoir (minyak), sehingga effisiensi penyapuan (Es) menjadi
besar.
2. Memperkecil dan mengurangi gaya-gaya antar permukaan dari
sistem batuan-fluida reservoir, sehingga effisiensi pendesakan (Ed)
meningkat.
4.1.1. Coring
Coring adalah suatu usaha untuk mendapatkan contoh batuan (core)
dari formasi bawah permukaan, untuk dianalisa sifat fisik batuan secara
langsung. Metode dalam coring ada dua yaitu: Bottom hole coring dan
Side wall coring. Kedua metode coring tersebut, mempunyai prinsip
kerja yang berbeda, dan menghasilkan (hasil) analisa yang berbeda,
walaupun dilakukan pada kedalaman yang sama.
4.2.4. Testing
Formation testing adalah salah satu cara untuk membuktikan ada tidaknya
hidrokarbon dalam formasi tersebut, bila terdapat aliran hidrokarbon pada saat
dilakukan drillstem test. Drillstem test (DST) menyediakan data tidak hanya
kandungan hidrokarbon namun juga memberikan data besarnya reservoir dan
kemampuan produksi suatu reservoir.
4.3. Logging
Logging adalah kegiatan pengukuran/perekaman kondisi didalam sumur
dengan cara menurunkan suatu alat ke dasar lubang bor kemudian alat tersebut
dengan kecepatan tetap ditarik dan kemudian mencatat hasil pengukuran yang
berupa defleksi-defleksi pada suatu chart, atau disebut juga log. Untuk
mendapatkan data yang akurat, maka logging dilakukan beberapa kali perekaman
dengan kombinasi alat yang berbeda.
Untuk formasi clean sand, terdapat hubungan antara saturasi air formasi
(Sw), porositas (Ф), tahanan formasi sebenarnya (Rt), tahanan air formasi (Rw)
serta eksponen saturasi (n). Secara matematis hubungan ini dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Ro n Rw F n Rw m
Sw n ………………………….… (4-5)
Rt Rt Rt
Pada umumnya log listrik dapat dibedakan menjadi dua jenis:
Spontaneous Potensial Log (SP Log)
Resistivity Log
Gambar 4.4. Gambaran Skematis dari Gejala SP pada Formasi dengan Resistivity Tinggi
(Adi Harsono:”Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log”, Schlumberger, Edisi-8, Jakarta, 1 Mei
1997)
dimana :
SSP = statik spontaneous potensial, mv
Kc = konstanta lithologi batuan
= 61 0.133 T , dalam oF
= 65 0.24 T , dalam oC
Rmfeq = tahanan filtrat air lumpur, ohm-m
Rweq = tahanan air formasi, ohm-m
c. Induction Log
Pengukuran tahanan listrik menggunakan log resistivity
memerlukan lumpur yang konduktif sebagai penghantar arus dalam
formasi. Oleh sebab itu tidak satu pun peralatan pengukuran resistivity
diatas dapat digunakan pada kondisi lubang bor kosong, terisi minyak, gas,
oil base mud dan fresh water serta udara. Untuk mengatasi ini maka
dikembangkan peralatan terfokuskan yang dapat berfungsi dalam kondisi
tersebut.
Prinsip kerjanya adalah sebagai berikut, arus bolak-balik dengan
frekuensi tinggi (20000 cps) yang mempunyai intensitas konstan dialirkan
melalui transmitter coil yang ditempatkan pada insulating sehingga
menimbulkan arus induksi didalam formasi. Medan magnet ini akan
menimbulkan arus berputar yang akan menginduksi potensial dalam
receiver coil. Coil kedua ini ditempatkan pada mandrel yang sama dengan
jarak tertentu dari coil pertama. Besarnya signal yang dihasilkan receiver
akan diukur dan dicatat di permukaan yang besarnya tergantung pada
konduktivitas formasi yang terletak diantara kedua coil tersebut. Nilai
konduktifitas formasi (Cf) berbanding terbalik dengan nilai resistivity.
Tujuan utama dari induction log adalah menghasilkan suatu daerah
investigasi yang jauh didalam lapisan-lapisan tipis untuk menentukan
harga Rt. Induction log dapat diturunkan didalam semua jenis lumpur
dengan syarat sumur belum dicasing. Kondisi yang baik untuk operasi
induction log ini adalah menggunakan lumpur yang tidak banyak
mengandung garam (Rmf > Rw) serta pada formasi dengan Rt kurang dari
100 ohm-m tapi akan lebih baik lagi jika kurang dari 50 ohm-m. Induction
log ini mempunyai beberapa kelebihan dari log-log sebelumnya, antara
lain :
1. Batas lapisan dapat dideliniasikan dengan baik dan resistivity yang
diukur tidak dipengaruhi oleh batas tersebut.
2. Dalam fresh mud, pengukuran Rt hanya memerlukan koreksi yang
sederhana atau tidak memerlukan sama sekali.
3. Dapat dikombinasikan dengan SP log dan Kurva Normal sehingga
dapat melengkapi informasi yang diperoleh.
Untuk formasi yang mengandung lebih dari satu mineral radioaktif, respon
GR adalah penjumlahan dari beberapa mineral tersebut dengan menggunakan
persamaan (4-11). Sedangkan untuk formasi dengan kandungan dua mineral
radioaktif, densitas dan kekuatannya berbeda, serta keberadaannya dalam jumlah
yang berbeda maka GR yang terbaca pada log adalah :
1V1 V
GR A1 1 1 A1 ……..………………………………..…… (4-11)
b b
Persamaan (4-11) diatas dapat disamakan dengan mengalikan dengan ρb
sehingga persamaannya dapat ditulis menjadi :
GR = B1 V1 + B2 V2 ……………………………………………… (4-12)
dimana :
B1 = ρ1 A1
B2 = ρ2 A2
4.4.2.2.Neutron Log
Neutron Log direncanakan untuk menentukan porositas total batuan tanpa
melihat atau memandang apakah pori-pori diisi oleh hidrokarbon maupun air
formasi. Neutron terdapat didalam inti elemen, kecuali hidrokarbon. Neutron
merupakan partikel netral yang mempunyai massa sama dengan atom hidrogen.
Prinsip kerja dari neutron log adalah sebagai berikut, energi tinggi dari
neutron dipancarkan secara kontinyu dari sebuah sumber radioaktif yang
ditempatkan didalam sonde logging yang diletakkan pada jarak spacing pendek
sekitar 10-18 inch dari detektor gamma ray. Pada operasi logging, neutron
meninggalkan sumbernya dengan energi tinggi, tetapi dengan cepat akan
berkurang karena bertumbukan dengan inti-inti elemen didalam formasi.
Bila kerapatan didalam formasi cukup tinggi, yaitu mengandung air,
minyak dan gas atau didalam lapisan shale maka energi neutron akan diperlambat
pada jarak yang sangat dekat dengan sumber dan akibatnya hanya sedikit radiasi
sinar gamma yang direkam oleh detektor. Porositas dari neutron log ( N ) dalam
satuan limestone dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
N 1.02 NLog 0.0425 .....…………………….……………..(4-13)
dimana:
NLog = porositas terbaca pada kurva neutron log
4.4.2.3.Density Log
Tujuan utama dari density log adalah menentukan porositas dengan
mengukur density bulk batuan, disamping itu dapat juga digunakan untuk
mendeteksi adanya hidrokarbon atau air, digunakan besama-sama dengan neutron
log, juga menentukan densitas hidrokarbon (ρh) dan membantu didalam evaluasi
lapisan shaly.
Prinsip kerja density log adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma
dari sumber radiasi sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor. Pada
saat sinar gamma menembus batuan, sinar tersebut akan dipantulkan kembali,
yang kemudian akan ditangkap oleh detektor yang diletakkan diatas sumber
radiasi. Intensitas sinar gamma yang dipantulkan tergantung dari densitas batuan
formasi. Berkurangnya energi sinar gamma sesuai dengan persamaan:
No
ln k S ……………………………….............……………. (4-14)
Nt
dimana:
No = intensitas sumber energi
Nt = intensitas sinar gamma yang ditangkap detektor
ρ = densitas batuam formasi
k = konstanta
S = jarak yang ditembus sinar gamma
dimana:
ρclay = densitas clay, gr/cc
Vclay = volume clay, %
dimana :
Δtlog = transite time yang dibaca dari log, μsec/ft
Δtf = transite time fluida, μsec/ft
= 189 μsec/ft untuk air dengan kecepatan 5300 ft/sec
Δtma = transite time matrik batuan (lihat table III-2), μsec/ft
ФS = porositas dari sonic log, fraksi
Kondisi optimum dari sonic log adalah bila digunakan di dalam batuan
formasi yang terkonsolidasi dengan baik dengan porositas antara 10 - 20 %.
Kelemahan sonic log adalah tidak dapat mendeteksi adanya porositas sekunder.
4.4.4. Log Caliper
Caliper log merupakan suatu kurva yang memberikan gambaran kondisi
(diameter) dan lithologi terhadap kedalaman lubang bor. Peralatan dasar caliper
log dapat dilihat pada gambar 4.13.
Manfaat caliper log sangat banyak, yang paling utama adalah untuk
menghitung volume lubang bor guna menentukan volume semen pada operasi
cementing, selain itu dapat berguna untuk pemilihan bagian gauge yang tepat
untuk setting packer (misalnya operasi DST), interpretasi log listrik akan
mengalami kesalahan apabila asumsi ukuran lubang bor sebanding dengan ukuran
pahat (bit) oleh karena itu perlu diketahui ukuran lubang bor dengan sebenarnya,
perhitungan kecepatan lumpur di annulus yang berhubungan dengan
pengangkatan cutting, untuk korelasi lithologi karena caliper log dapat
membedakan lapisan permeabel dengan lapisan consolidated.
Bila harga h dalam feet dan A dalam acre, maka harga OIP dapat
dinyatakan dalam acre-ft. Bila dinyatakan dalam besaran volume dapat
dikonversikan dengan menggunakan faktor berikut ini :
1 foot = 7757.79 barrels/acre
1 meter = 10000 cubic meter/hectare
4.8.2.1.Data Sumur
Data sumur didapat dari pembacaan log dari gamma ray, resistivity,
density, neutron dan spontanius potensial.
4.8.2.2.Zonasi
Zonasi merupakan zona yang dipilih berdasarkan pengendapan pada
lapisan batuan. Zonasi ini dipilih melalui log gamma ray. Cara megetahuinya
adalah dari nilai gamma ray yang besar sampai nilai gamma ray yang kecil lalu
kembali pada nilai gamma ray yang besar, itu disebut sebagai satu kali
pengendapan. Dari sumur yang dilakukan logging dengan log gamma ray
didapatkan sebelas layer. Namun yang dinyatakan prospek hanya enam layer.
Pemilihan enam layer ini juga dipengaruhi oleh pengukuran dari log Resistivity
log, Density log dan Neutron log. Pada layer yang prospek memiliki Gamma Ray
log yang rendah dan Resistivity yang tinggi, dan pada Density log dan Neutron
Log terdapat crossover yang dapat diindikasikan mengandung Hidrocarbon.
4.8.2.3.Cut-Off
Cut off merupakan perpotongan yang dicari pada log Gamma ray. Log
untuk menentukan batas shalestone dan sandstone. Dimana jika nilai gamma ray
nya tinggi maka diindikasikan sebagai shalestone dengan warna hijau, dan jika
gamma ray bernilai rendah maka diindikasikan sebagai sandstone dengan warna
kuning. Pencarian cut off yaitu menjumlahkan nilai GR max dan GR min pada log
gamma ray lalu dibagi dengan dua.
𝐺𝑟𝑀𝑖𝑛+𝐺𝑟𝑀𝑎𝑥
𝐶𝑢𝑡𝑂𝑓𝑓 = ..........................................................(4-21)
2
4.8.2.4.V Shale
V shale perlu diketahui agar kita dapat mengetahui seberapa besar
kandungan shale yang terdapat pada batuan reservoir kita. Dimana nilai V Shale
ini mempengaruhi pada porositas kita, semakin besar V Shale maka porositas kita
semakin kecil.
Penentuan V Shale diawali dengan menentukan Gr Max dan Gr Min pada
lapisan kita, dimana setiap zona memiliki Gr Max dan Gr Min yang berbeda-beda.
Kemudian menentukan Gr dari batuan yang ingin kita ketahui V Shalenya.
Kemudian dihitung dengan persamaan:
𝐺𝑟−𝐺𝑟𝑚𝑖𝑛
𝑉𝑆ℎ𝑎𝑙𝑒 = ………………………………………(4-22)
𝐺𝑟𝑀𝑎𝑥−𝐺𝑟𝑀𝑖𝑛
4.8.2.5.Porositas
Porositas harus ketahui agar kita tahu seberapa besar kemampuan batuan
untuk menyimpan fluida. Pada log untuk menghitung porositas kita harus
menentukan nilai Log RHOB dan NPHI. Setelah kita menentukan nilai RHOB,
selanjutnya kita menghitung Ø Density dengan persamaan:
𝜌𝑚𝑎−𝑅𝐻𝑂𝐵
Ø 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 = ………………………………………..(4-23)
𝜌𝑚𝑎−𝜌𝑓
Øn = (1.02xNPHI)+0.0425 ………………………………………..…(4-27)
dimana :
NPHI = porositas yang terbaca pada kurva neutron log
0.0425 = koreksi terhadap limestone formation
Setelah didapatkan nilai porositas neutron kita perlu menghitung nilai
koreksi terhadap shale dimana volume shale itu didaptkan dari nilai gamma ray
log, maka besarnya nilai porositas neutron yang telah dikoreksi terhadap shale
dapat diketahui dengan menggunakan persamaan dibawah.
8.4.2.7.Permeability
Permeability batuan perlu diketahui agar kita tau seberapa besar
kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida.
75 x Ø eff RHOB3 2
K eff = ( ) ……....……………………………….…....(4-38)
Sw irr
Apabila yang terdapat pada zona terpilih adalah gas maka persamaan yang
digungakan adalah
3
S w 250 x ………………………………………………….....(4-39)
Swirr
Dan apabilan zona terpilih merupakan minyak maka persamaan yang
digunakan adalah
3
S w 75 x ………………………………………………………(4-40)
Swirr
dimana:
k = permeabilitas, mD
SW = saturasi, fraksi
φ = porositas, fraksi
(Sw)irr = irreducible water saturation (SW diatas zone transisi)