Anda di halaman 1dari 257

DRAFT BUKU

TEKNIK RESERVOIR GAS ALAM

TIM PENGUSUL :
Dr. Ir. Dyah Rini R., MT
Dr. Suranto, ST., MT
Cahyadi Julianto, ST

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


“VETERAN”YOGYAKARTA
2021

i
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOIR .................................3
BAB III KARAKTERISTIK GAS ALAM ...................................................33
BAB IV KONSEP TERMODINAMIKA GAS .............................................81
BAB V MEKANISME DAN PEROLEHAN HIDROKARBON GAS ....116
BAB VI UJI DELIVERABILITAS GAS .....................................................150
BAB VII PENGEMBANGAN LAPANGAN GAS .......................................201

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Gas alam dapat terjadi dalam keadaan sendiri (nonassociated gas), atau
terdapat bersama-sama dengan minyak (associated gas). Gas hidrokarbon ditinjau
dari senyawa molekul karbon ialah beberapa jumlah atom C yang menyusunnya
selama ikatan senyawa molekul karbon masih berbentuk gas. Susunan komponen
hidrokarbon dari gas bumi hanya terdiri dari 1 sampai 4 atom karbon (C) yaitu
meliputi C1, C2, C3, dan C4 dalam molekulnya. Penyusun dari gas pada kondisi
standar hanya terdiri dari komponen Metana (CH4), Etana (C2H6), Propana (C3H8)
dan Butana (C4H10). Disamping gas hidrokarbon, gas alam juga mengandung unsur-
unsur lain dalam jumlah yang berbeda, seperti CO 2, N2, H2S, He, dan uap air.
Kebanyakan gas terdiri dari metana dan persentasenya mencapai 98 % dari gas
tersebut.
Berdasarkan kandungan hidrogen sulfida (H2S), gas bumi dapat dibagi
menjadi sweet gas dan sour gas. Sweet gas adalah gas alam yang tidak mengandung
hidrogen sulfida (H2S), tetapi dapat mengandung nitrogen (N2), karbondioksida
(CO2) atau kedua-duanya. Kandungan ini harus kita ketahui besar persentasenya
karena akan mempengaruhi besarnya harga faktor deviasi gas (z). Sour gas adalah
gas alam yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) dalam > 4% mol dan karena
adanya H2S ini maka sour gas tersebut bersifat korosif. Selain itu H2S juga akan
mempengaruhi besarnya harga z.
Berdasarkan jenis reservoirnya, gas alam dapat dibedakan menjadi 3 yaitu
reservoir gas kering, gas basah dan kondensat. Ketiga jenis gas tersebut secara
umum dapat dibedakan berdasarkan jumlah atau banyaknya komposisi atom C1-C4
serta fasa yang terbentuk baik di reservoir ataupun di permukaan (setelah
diproduksikan). Gas kering dan gas basah umunya fasa yang terbentuk di reservoir
adalah gas tetapi setelah diproduksikan ke permukaan gas kering akan tetap pada
fasa gas karena separator terletak di area satu fasa sedangkan untuk gas basah akan
terbentuk cairan (kondensat) karena separator untuk gas basah terletak di area dua

1
fasa. Reservoir kondensat pada awal kondisi biasanya terletak diantara titik kritis
dan krikondenterm, fluida yang terbentuk adalah gas, penurunan tekanan pada
temperatur reservoir akan melewati garis dew point dan cairan terbentuk di
reservoir. Ketika diproduksikan ke permukaan juga akan terbentuk cairan pada
separator.
Dalam buku ini dapat dijelaskan tentang reservoir gas. Selain membahas
mengenai jenis gas dan reservoirnya, buku ini juga membahas lebih detail menganai
reservoir gas yang meliputi teori dan aplikasi seputar teknik reservoir gas. Ada
beberapa contoh perhitungan serta metode yang digunakan untuk menyelesaikan
perhitungan studi kasus pada buku ini.

2
BAB II

KARAKTERISTIK BATUAN RESERVOIR

Batuan reservoir yang berisi gas ternyata secara teori terperangkap di dalam
rongga – rongga batuan, kemampuan fluida untuk mengalir melewati batuan dan
lainnya berhubungan dengan sifat fisik batuan (Physical Properties). Sifat fisik
batuan reservoir merupakan sifat penting batuan reservoir dan hubungannya dengan
fluida reservoir yang mengisinya dalam kondisi statis dan dinamis (jika ada aliran).
Berikut ini akan dibicarakan mengenai sifat fisik batuan reservoir yang meliputi
porositas, permeabilitas, kompressibilitas batuan, saturasi, wetabilitas dan tekanan
kapiler.

2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori–pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar–kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

Vb  Vs V p
  (2.1)
Vb Vb

Keterangan :

Vb = Volume batuan total (bulk volume)

Vs = Volume padatan batuan total (volume grain)

Vp = Volume ruang pori-pori batuan

Faktor yang mempengaruhi besarnya porositas pada batuan sedimen klastik


adalah:

1. Keseragaman ukuran butiran


Semakin seragam dan bundar butiran yang menyusun batuan sedimen klastik,
maka porositasnya akan semakin besar. Jika terdapat partikel kecil dari silt atau

3
clay bercampur di dalam butiran pasir yang berukuran besar, maka porositas
efektif (intercommunicating) akan menurun.

2. Tingkat sementasi dan konsolidasi


Tingkat semen yang tinggi pada batupasir akan menurunkan porositas dan
batupasir lunak (unconsolidated sandstone) memiliki porositas yang tinggi.
Untuk menghitung angka faktor sementasi dapat menggunakan rumus yang
diambil dari data resistivity log

F =  -m (2.2)

Log F = -m Log  (2.3)

log F R
m F o (2.4)
log φ , Rw

Dimana :

F = Faktor formasi

 = Porositas

m = Faktor sementasi

Rw = Water resistivity

3. Besarnya kompaksi selama dan setelah pengendapan


Pada umumnya, porositas batuan akan semakin kecil apabila batuan
tersebut terbentuk pada lingkungan pengendapan yang semakin dalam.

4. Metode packing
Bentuk packing butiran yang membentuk batupasir sangat mempengaruhi
besarnya porositas. Ada 2 jenis packing butiran yaitu cubic dan rhombohedral.
Packing kubik memiliki porositas yang lebih besar dibandingkan
rhombohedral.

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

4
1. Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori total terhadap
volume batuan total yang dinyatakan dalam persen, atau secara matematik dapat
ditulis sesuai persamaan sebagai berikut :

volume pori total


  100% (2.5)
bulk volume

2. Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori – pori yang saling
berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume) yang dinyatakan
dalam persen.
volume pori yang berhubungan
  100% (2.6)
bulk volume

Berdasarkan waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat juga


diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas primer, yaitu porositas yang terbentuk pada waktu yang bersamaan
dengan proses pengendapan berlangsung.
2. Porositas sekunder, yaitu porositas batuan yang terbentuk setelah proses
pengendapan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
3. Dolomitisasi, dalam proses ini batu gamping (CaCO 3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau berdasarkan reaksi kimia berikut :
2CaCO3 + MgCl3  CaMg(CO3)2 + CaCl2

5
90o
o
90
90o

a. Cubic (porosity = 47,6 %)

90o
90o

90o

b. Rhombohedral (porosity = 25,96 %)

Gambar 2.1.
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J. W. et al., 1960)

2.2. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori – pori dalam batuan
Definisi permeabilitas dikembangkan oleh Henry Darcy (1856) dalam hubungan
empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut :

k dP
v (2.7)
μ dL

Dimana :

v = Kecepatan aliran, cm/sec


 = Viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = Gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = Permeabilitas media berpori.

Tanda negatif dalam Persamaan 2.7 menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.

6
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan 2.7
adalah:

1. Alirannya mantap (steady state)


2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.

Kecepatan (ν) dalam Persamaan 2.7 bukanlah kecepatan aktual dari fluida
yang mengalir, tetapi adalah kecepatan semu yang ditentukan dengan membagi laju
aliran dengan luas penampang di mana fluida mengalir. Subtitusi nilai q/A dalam ν
pada Persamaan 2.7 dan menyelesaikan hasil q sebagai berikut :
kA dP
q (2.8)
μ dL

Dimana :
q = Laju aliran dalam media berpori, cm3/sec
A = Luas penampang aliran, cm2

Dengan laju aliran satu sentimeter kubik per detik melintasi luas penampang
satu sentimeter persegi dengan fluida dengan viskositas satu sentipoise dan gradien
tekanan pada satu atmosfer per sentimeter panjangnya, jelaslah bahwa k adalah satu
kesatuan. Untuk persamaan yang dijelaskan di atas, k telah secara semestinya
ditetapkan sebagai parameter yang disebut Darcy. Jadi, jika semua bagian lain dari
Persamaan 2.8 memiliki nilai kesatuan, k memiliki nilai satu Darcy atau 1000
miliDarcy (md).
Tanda negatif dalam Persamaan 2.8 diperlukan sebagai tekanan bertambah
ke satu arah sementara panjang bertambah ke arah yang berlawanan. Persamaan
2.8 dapat diintegrasikan ketika geometri sistem yang dilalui aliran fluida diketahui.
Untuk sistem linier sederhana yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, integrasi
dilakukan sebagai berikut:

7
L P2
kA
q d L  
μ P1
dL (2.9)
0

Mengintegrasikan persamaan diatas sehingga dihasilkan persamaan berikut :

qL  
kA
 p2  p1  (2.10)
μ

Gambar 2.2.
Model Aliran Linier
(Ahmed, Tarek., 2006)

Permeabilitas diukur dengan melewatkan fluida dengan viskositas yang


diketahui µ melalui sumbat inti dengan dimensi terukur (A dan L) dan kemudian
mengukur laju aliran q dan penurunan tekanan ∆p.
Penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang dilakukan oleh
Henry Darcy. Dia menggunakan batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir
silindris yang porous ini 100 % dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas
penampang A, dan panjangnya L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk p1
pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan p2
QL
adalah tekanan keluar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa adalah
A ( p1  p2 )
konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung

8
dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. gambar skema
dari percobaan Darcy ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3.
Gambar Skema Percobaan Pengukuran Permeabilitas
(Amyx, J. W. et al., 1960)
Hasil percobaan Darcy dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q..L
K (2.11)
A.( p1  p2 )

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q(cm 3 / sec). (centipoise).L(cm)


K (darcy)  (2.12)
A( sq.cm).( P1  P2 )(atm)

Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

9
 Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja. Saturasi fluidanya adalah 100%.
 Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Reservoir hydrocarbon mempunyai primary permeability (matrix
permeability) dan secondary permeability. Primary permeability terbentuk pada
waktu pengendapan dan litifikasi dari batuan sedimen. Secondary permeability
dihasilkan dari alterasi matrik batuan yang disebabkan oleh kompaksi, sementasi,
perekahan, dan pelarutan.
Kualitas permeabilitas dalam millidarcy (mD) pada batuan reservoir dapat
dilihat secara kualitatif berdasarkan besarnya dapat di bagi menjadi 5, yaitu :

 Poor Permeability (k <1)


 Fair Permeability (1 < k < 10)
 Medium Permeability (10< k < 50)
 Good Permeability (50 < k < 250)
 Very Good Permeability (k > 250)

Berdasarkan arah aliran, permeabilitas dalam batuan terbagi dua jenis, yaitu
permeabilitas vertikal (kv) dan permeabilitas horizontal (kH). Pada umumnya,
permeabilitas horizontal (kH) lebih besar dibandingkan permeabilitas vertikal (kv).
Besarnya perbandingannya tersebut dipengaruhi oleh lingkungan pengendapan dari
batuan reservoirnya.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :

10
Ko Kg Kw
K ro  , K rg  , K rw 
K K K

Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.


Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan dalam
keadaan setimbang. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi volume
total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu, dengan
perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama dengan Qo /
Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So) dan saturasi air
(Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air adalah :

Qo . o .L
Ko  (2.13)
A.( p1  p2 )

Qw . w .L
Kw  (2.14)
A.( p1  p2 )

Dimana :

o = Viskositas minyak

w = Viskositas air

11
Gambar 2.4.
Tipe Aliran Dua Fasa
(Ahmed, Tarek., 2006)

12
Gambar 2.5.
Grafik Hubungan Untuk Permeabilitas Efektif Dalam Sistem Minyak Dan
Gas
(Ahmed, Tarek., 2006)

2.3. Kompresibilitas

Kompresibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume yang


disebabkan karena adanya perubahan tekanan. Menurut Geerstma (1957) ada tiga
konsep tentang kompressibilitas batuan, antara lain :

 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material


padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.

13
Di antara konsep di atas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang
paling penting dalam teknik reservoir khususnya.

Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua macam

tekanan, yaitu :

a). Internal Stress, yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam
pori – pori batuan (tekanan hidrostatik fluida formasi).

b). Eksternal Stress, yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya
(tekanan overburden).

Pengosongan fluida dari ruang pori – pori batuan reservoir akan


mengakibatkan perubahan tekanan dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori – pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.

Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai


kompressibilitas Cr atau :

1 dVr
Cr  . (2.15)
Vr dP

Sedangkan perubahan bentuk volume pori – pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :

1 dVp
Cp  . (2.16)
V p dP*

dimana :

Vr = Volume padatan batuan (grains)

Vp = Volume pori-pori batuan

P = Tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan

14
P* = Tekanan luar (tekanan overburden).

Hall (1953) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan overburden


yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan efektif dan
dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Dimana
kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua faktor
yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan butir - butir
batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang mengelilinginya.
Sedangkan kompressibilitas effektif terjadi karena kompaksi batuan dimana fluida
reservoir menjadi kurang efektif menahan beban di atasnya (overburden). Kedua
faktor ini cenderung akan memperkecil porositas.

Gambar 2.6.
Kompresibilitas Pori Pada Batuan
(Heinemann, Zoltan E., 2005)

15
Gambar 2.7.
Kurva Kompresibilitas Efektif Batuan
(Heinemann, Zoltan E., 2005)

2.4. Saturasi
Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori
total pada suatu batuan berpori. Batuan reservoir pada umumnya terdapat lebih dari
satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke
seluruh bagian reservoir. Secara matematis, besarnya saturasi untuk masing-masing
fluida dituliskan dalam persamaan berikut :

a. Saturasi minyak (So) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh minyak
So  (2.17)
volume pori  pori total

Saturasi air (Sw) adalah :

16
volume pori  pori yang diisi oleh air
Sw  (2.18)
volume pori  pori total

b. Saturasi gas (Sg) adalah :


volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  (2.19)
volume pori  pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 (2.20)

Sedangkan jika pori-pori batuan hanya terisi minyak dan air, maka :

So + Sw = 1 (2.21)

Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari saturasi


fluida antara lain adalah :

1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah, demikian
juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan
oleh air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang
memproduksikan minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-
pori yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume batuan adalah V, ruang
pori-porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :

So  V + Sg  V = (1 – Sw )  V (2.22)

17
Sebagian fluida hidrokarbon masih tertinggal di dalam reservoir ketika
fluida hidrokarbon diproduksikan ke permukaan, hal ini akibat adanya volume
fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan tidak dapat bergerak lagi. Saturasi
minimum dimana fluida sudah tidak mampu lagi bergerak disebut saturasi sisa
(residual saturation).
Hubungan saturasi fluida dalam batuan reservoir dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu disamping tekanan dan temperatur reservoir juga dipengaruhi oleh
sifat-sifat fisik batuan dan fluida reservoir. Saturasi air yang merupakan fluida
pembasah akan semakin besar pada harga porositas yang kecil karena terjadinya
gaya kapiler.

2.5. Wetabilitas
Wetabilitas didefinisikan sebagai suatu ukuran atau kemampuan permukaan
batuan untuk cenderung dibasahi oleh fluida, jika diberikan dua fluida yang tak
saling campur (immiscible). Wetabilitas merupakan bentuk yang digunakan untuk
menggambarkan adhesi relatif dari dua fluida atau suatu permukaan padatan.
Wetabilitas dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak
(atau gas) yang ada di antara matriks batuan. Salah satu fluida akan bersifat lebih
membasahi batuan daripada fluida lainnya di dalam suatu reservoir kecenderungan
suatu fluida untuk membasahi batuan disebabkan adanya gaya adhesi, yaitu gaya
tarik-menarik partikel yang berlainan, yang merupakan faktor tegangan permukaan
antara batuan dan fluida. Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan
minyak (atau gas) yang ada diantara matrik batuan. Gambar 2.8. memperlihatkan
sistem air minyak yang kontak dengan benda padat, dengan sudut kontak sebesar
o. Sudut kontak diukur antara fluida yang lebih ringan terhadap fluida yang lebih
berat, yang berharga 0o - 180o, yaitu antara air dengan padatan.

18
Gambar 2.8.
Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-Minyak-Padatan
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Gambar 2.8. memperlihatkan sistem air minyak yang kontak dengan benda
padat, dengan sudut kontak sebesar o. Sudut kontak diukur antara fluida yang lebih
ringan terhadap fluida yang lebih berat, yang berharga 0 o – 180 o, yaitu antara air
dengan padatan, sehingga tegangan adhesi (AT) dapat dinyatakan dengan
persamaan :

AT = so - sw = wo. cos wo, (2.23)

Dimana

so = Tegangan permukaan benda padat-minyak, dyne/cm

sw = Tegangan permukaan benda padat-air, dyne/cm

wo = Tegangan permukaan air-minyak, dyne/cm

wo = Sudut kontak air-minyak.

Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila sudut kontak antara
cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka batuan tersebut bersifat
intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya
negatif ( > 105o), berarti batuan bersifat oil wet. Gambar 2.9. dan Gambar 2.10.
menunjukkan besarnya sudut kontak dari air yang berada bersamasama dengan
hidrokarbon pada media berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.

19
Gambar 2.9.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon pada Permukaan
Silika
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.

Gambar 2.10.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air dengan Hidrokarbon pada Permukaan
Kalsit
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi minyak


cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin – cincin yang melekat pada batuan
formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat immobile, dan saturasi
air yang demikian disebut residual water saturation. Pada saat yang demikian
minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang digantikan
oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi air akan terus
bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi fasa kontinyu, dan

20
minyak merupakan cincin – cincin. Pada saat ini, air bersifat mobile dan akan
bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang water wet dan oil wet
ditunjukkan pada Gambar 2.11, yaitu pembasahan fluida dalam pori-pori batuan.
Fluida yang membasahi akan cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih
kecil, sedangkan fluida tidak membasahi cenderung menempati pori-pori batuan
yang lebih besar.

Gambar 2.11.
Pembasahan Fluida dalam Pori – pori Batuan
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Menurut Srobod (1952), harga wetabilitas dan sudut kontak nyata


ditentukan berdasarkan karakteristik pembasahan, yang merupakan fungsi dari
threshold pressure (Pt), sesuai dengan persamaan berikut :

cosθ wo pTwo σ oa
Wettability Number  (2.24)
cosθoa pToa σ wo

pTwo σ oa
Contact Angle  cos  . (2.25)
pToa σ wo

Dimana

Coswo = Sudut kontak air dengan minyak dalam inti batuan


Cosoa = Sudut kontak minyak dengan udara dalam inti batuan (=1)

21
pTwo = Tekanan threshold inti batuan terhadap minyak (pada waktu batuan
berisi air)
PToa = Tekanan threshold inti batuan terhadap udara (pada waktu batuan
berisi minyak)
wo = Tegangan antar muka antara air dengan minyak
oa = Tegangan antar muka antara minyak dengan udara

Tekanan threshold, yang merupakan fungsi dari permeabilitas ditentukan


berdasarkan Gambar 2.12.

Gambar 2.12.
Tekanan Threshold sebagai Fungsi dari Permeabilitas dan Wetabilitas
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Wetabilitas ini penting peranannya dalam kinerja reservoir, sebab akan


menimbulkan tekanan kapiler yang akan memberikan dorongan sehingga minyak
atau gas dapat bergerak. Besaran wetabilitas ini sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:

1. Komposisi kimia batuan reservoir


2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin
besar gaya adhesi yang terjadi
3. Komposisi kimia hidrokarbon

22
2.6. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang terjadi
diantara permukaan dua fluida yang tidak saling bercampur (cairan-cairan atau
cairan-gas) dimana keduanya dalam keadaan statis di dalam sistem kapiler. Setiap
kelengkungan permukaan di antara dua fluida yang tidak bercampur memiliki
kecenderungan untuk berkontraksi ke area sekecil mungkin per satuan volume. Hal
ini menunjukkan apakah fluida itu minyak dan air, air dan gas (bahkan udara), atau
minyak dan gas. Ketika dua fluida bercampur berada dalam kontak, diskontinuitas
dalam tekanan terjadi di antara dua fluida, yang bergantung pada kelengkungan
antarmuka yang memisahkan fluida. Perbedaan tekanan ini disebut tekanan kapiler
dan disebut dengan pc. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan
antara fluida nonwetting (pnw) dengan fluida wetting (pw).

Tekanan kapiler secara matematis dapat dituliskan :

pc = pnw - pw (2.26)

Gambar 3.13.
Kurva Tekanan Kapiler.
(Ahmed, Tarek., 2006)

23
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Air pada umumnya merupakan fasa
yang membasahi (fasa wetting) di dalam suatu reservoir, sedangkan minyak dan gas
sebagai fasa tak membasahi (fasa nonwetting).
Perpindahan satu fluida dengan fluida lainnya dalam medium berpori dapat
dibantu oleh gaya permukaan tekanan kapiler. Akibatnya, untuk mempertahankan
media berpori yang sebagian jenuh dengan fluida nonwetting dan sementara media
juga terkena fluida wetting, perlu untuk menjaga tekanan fluida nonwetting pada
nilai yang lebih besar daripada di fluida wetting.

Terdapat 3 jenis tekanan kapiler sebagai berikut :

 Tekanan kapiler air-minyak (pcwo)


 Tekanan kapiler gas-minyak (pcgo)
 Tekanan kapiler gas-air (pcgw)

Menerapkan definisi matematis dari tekanan kapiler seperti yang dijelaskan


oleh Persamaan sebelumnya, tiga jenis tekanan kapiler dapat ditulis sebagai berikut:

pcwo = pw - po (2.27)

pcgo = pg – po (2.28)

pcgw = pg - pw (2.29)

Dimana pw, pg, dan po masing-masing menjelaskan tekanan dari air, gas, dan
minyak. Jika ketiga persamaan tersebut dilanjutkan maka:

pcgw = pcgo + pcwo (2.30)

Distribusi saturasi mula – mula di dalam suatu reservoir adalah sebuah


aplikasi penting dari konsep persinggungan tekanan kapiler terhadap distribusi
fluida. dP adalah perbedaan densitas antara fase wetting dan fase nonwetting. Massa
jenis udara (gas) dapat diabaikan jika dibandingkan dengan massa jenis air. Data
tekanan kapiler-saturasi dapat dikonversikan ke dalam data ketinggian-saturasi

24
dengan Persamaan 2.8. sebagai pemecahan untuk ketinggian di atas level air bebas
(free-water level).

 h 
Pc     Δρ
 144 

Sehingga

144 Pc
h  (2.31)
Δρ
Dimana :

pc = Tekanan kapiler, psia

Δρ = Perbedaan densitas antara fasa wettng dan nonwetting, lb/ft3

h = Ketinggian di atas level air bebas (free-water level), ft

Gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut adalah :

1. Besar gaya tarik keatas adalah 2rAT, dimana r adalah jari-jari pipa
kapiler.
2. Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah r2hg(w- o).
Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya ke atas akan sama
dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara matematis
dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

2  r AT   r 2 h g (  w   o ) (2.32)

atau :

2 AT
h  (2.33)
r ( w   o ) g
Dimana

h = Ketinggian cairan di dalam pipa kapiler, cm

r = Jari-jari pipa kapiler, cm.

25
w = Massa jenis air, gr/cc

o = Massa jenis minyak, gr/cc

g = Percepatan gravitasi, cm/dt2

Dengan memperlihatkan permukaan fasa minyak dan air dalam pipa kapiler
maka akan terdapat perbedaan tekanan yang dikenal dengan tekanan kapiler (pc).
Besarnya pc sama dengan selisih antara tekanan fasa air dengan tekanan fasa
minyak, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut :

pc = po – pw = (o - w) g h (2.34)

Tekanan kapiler dinyatakan berdasarkan sudut kontak dalam hubungan


sebagai berikut :

2. . cos
Pc     . g. h (2.35)
r

Dimana

pc = Tekanan kapiler

 = Tegangan permukaan minyak-air

 = Sudut kontak permukaan minyak-air

r = Jari-jari pipa kapiler

ρ = Perbedaan densitas dua fluida, gr/cc.

g = Percepatan gravitasi, cm/sec2.

h = Tinggi kolom fluida, cm.

Menurut Plateau, tekanan kapiler merupakan fungsi tegangan antar muka


dan jari-jari lengkungan bidang antar muka, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan :

26
 1 1 
p c      (2.36)
 R1 R2 

Dimana

R1 dan R2 = Jari-jari kelengkungan konvek dan konkaf, inch

 = Tegangan permukaan, lb/inch

Penentuan harga R1 dan R2, dilakukan dengan perhitungan jari-jari


kelengkungan rata-rata (Rm), yang didapatkan dari perbandingan Persamaan 2.35
dengan Persamaan 2.36. dari perbandingan tersebut didapatkan persamaan
perhitungan jari-jari kelengkungan rata-rata sebagai berikut :

1 1 1  2 cos   g h
      (2.37)
Rm  R1 R2  rt 

Dari Persamaan 2.37 ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika perbedaan


densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini berarti bahwa
reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas fluidanya bertambah
besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum. Demikian juga untuk
reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak minyak-air
akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Gambar 2.14. menunjukkan distribusi dan pengukuran R1 dan R2. Kedua
jari-jari kelengkungan tersebut diukur pada bidang yang saling tegak lurus.

Gambar 2.14.
Distribusi dan Pengukuran Radius Kontak Antara Fluida Pembasah dengan
Padatan
(Amyx, J. W. et al., 1960)

27
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas yang
rendah.
Gambar 2.15. menunjukkan plot distribusi saturasi air sebagai fungsi jarak
dari level air bebas di dalam suatu sistem minyak-air.

Gambar 2.15.
Profil Saturasi Air
(Ahmed, Tarek., 2006)

Pengaruh tekanan kapiler dalam sistem reservoir antara lain adalah :

1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir (Gambar 2.16. dan Gambar


2.17. menunjukkan kurva distribusi fluida yang merupakan hubungan antara
saturasi fluida dengan tekanan kapiler pada beberapa permeabilitas batuan).

28
Gambar 2.16.
Variasi Permeabilitas Pada Zona Transisi
(Ahmed, Tarek., 2006)

Gambar 2.17.
Kurva Distribusi Fluida Pada Beberapa Permeabilitas Batuan
(Ahmed, Tarek., 2006)

29
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori – pori secara vertikal.

Pa
B‘ Pob
B‘
B Pwb B
Pw
h h
air Oil
Pa Poa A
A’ A A’ Pwa
water water

a. Air - Water b. Oil - Water


Gambar 2.18.
Tekanan dalam Pipa Kapiler
(Amyx, J. W. et al., 1960)

Berdasarkan pada Gambar 2.18, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas.
Leverett (1941) mendiskripsikan hubungan antara tekanan kapiler, porositas
dan permeabilitas melalui J-function. J-function dapat lebih baik menggambarkan
karakteristik heterogenitas batuan suatu reservoir, dari pada kombinasi porositas
dan permeabilitas dalam suatu parameter untuk korelasi.
J-function memiliki nilai yang berubah – ubah jika porositas, permeabilitas
dan wetabilitas dari suatu reservoir berubah, sepanjang geometri pori – pori yang
tersisa konstan. Oleh karena itu, perbedaan jenis batuan akan menunjukkan bentuk
korelasi J-function yang berbeda. Data tekanan kapiler dari suatu formasi bisa
diturunkan ke suatu kurva single J-function versus saturasi. Pada Gambar 2.19,
dimana Rose dan Bruce (1949) memperbaiki korelasi J-function untuk enam
formasi dan mereka membandingkan data yang didapat dari suatu alundum core
dan korelasi Leverett’s untuk batupasir uncosolidated.

30
Gambar 2.19.
Tipe J-function versus Saturasi untuk Core dari Batupasir
(Amyx, J. W. et al., 1960)

J-function dapat diperoleh dari analisa dimensional atau dari penurunan


persamaan tekanan kapiler ke dalam persamaan Carman-Konzeny. Sehingga
diperoleh persamaan J-function sebagai berikut :

 ( K /  ) 0.5 
J  Pc  (2.38)
  cos 

31
Dimana

pc = Tekanan kapiler, dyne/ cm2

K = Permeabilitas, md

 = Tegangan permukaan minyak-air, mN/m

 = Sudut kontak permukaan minyak-air,( 0 )

Φ = Porositas, %

32
BAB III

KARAKTERISTIK GAS ALAM

3.1. Komposisi Gas Alam


Gas alam merupakan campuran dari gas hidriokarbon dan pengotornya
(impurities). Gas hidrokarbon normalnya yang ditemukan pada gas alam adalah
metana, etana, propana, butana, pentana dan sedikit jumlah heksana, heptana,
oktana, serta kandungan berat lainnya. Zat pengotor atau impurities yang ditemukan
pada gas alam meliputi karbon dioksida, hidrogen sulfida, nitrogen, uap air dan
hidrokarbon berat lainnya. Biasanya propana dan fraksi berat hidrokarbon
dipisahkan untuk proses tambahan karena nilai pasarnya yang tinggi sebagai bahan
baku pencampur bensin dan bahan baku pabrik kimia. Gas yang biasanya sudah
melalui proses pemishan dengan zat pengotor akan menuju proses transportasi
melalui pipa untuk dijual karena gas alam sebagian besar merupakan campuran
metana dan etana dengan persentase propana yang kecil.
Tidak ada satu komposisi atau campuran yang dapat disebut sebagai gas
alam. Setiap aliran gas yang diproduksikan memiliki komposisinya sendiri-sendiri.
Setiap aliran gas yang dihasilkan dari reservoir gas alam dapat berubah komposisi
saat dilakukan produksi. Sampel aliran sumur gas harus dianalisis secara berkala
karena mungkin perlu mengganti peralatan produksi untuk memenuhi komposisi
gas baru (berpengaruh pada fasilitas permukaan).
Tabel III-1 menunjukkan beberapa tipe gas alam dalam suatu sumur. Untuk
well stream 1 merupakan tipe dari associated gas, dimana gas ini dihasilkan dari
produksi bersama dengan minyak (crude oil). Well stream 2 dan 3 merupakan tipe
nonassociated gas serta masing-masing bertekanan rendah dan tinggi. Gas alam
biasanya dianggap sebagai campuran gas hidrokarbon rantai lurus atau parafin.
Pada hidrokarbon rantai lurus, atom karbon berikatan untuk membentuk rantai.
Namun, gas hidrokarbon siklik dan aromatik terkadang ditemukan dalam campuran
gas alam. Pada hidrokarbon siklik, atom karbon yang tersusun membentuk cincin
atau lingkaran. Gambar 3.1. menunjukkan struktur dari beberapa hidrokarbon

33
rantai lurus dan siklik. Hidrokarbon yang tercantum dalam Tabel III-1 merupakan
rantai lurus atau komponen parafinik.

Gambar 3.1.
Struktur Molekul Hidrokarbon Gas
(Ikoku, Chi U., 1992)

34
Tabel III-1.
Analisis Tipe Gas Alam
(Ikoku, Chi U., 1992)

3.2. Perilaku Fasa Gas Alam


Istilah “Gas Alam” digunakan untuk menunjukkan campuran atau volatil
hidrkarbon ataupun fasa gas. Ketika mengatakan “Liquified Natural Gas” pada
istilah “Gas Alam” lebih mengarah ke campuran, dan ketika mengatakan “Gas” cap
di reservoir lebih mengacu pada fasa gas. Proses penguapan cairan (minyak) karena
adanya pengaruh tekanan adalah penomena yang biasa pada industri minyak dan
gas.
Reservoir gas konvensional telah dikarakterisasikan kedalam beberapa
perbedaan, tetapi yang paling umum berdasarkan rasio gas-minyak pada saat
diproduksikan. Dengan menggunakan metode ini, beberapa sumur dan lapangan
berproduksi pada rasio gas-minyak (GOR) melebihi 100000 cuft per barrel minyak
(scf/STB) yang dipertimbangkan dalam sumur gas. Sumur yang berproduksi
dengan GOR sebesar 5000 – 100000 cuft/STB merupakan sumur gas kondensat,
serta sumur produksi dengan GOR sebesar nol hingga beberapa ribu scf/STB
merupakan sumur minyak. Dalam praktiknya, nilai Gas Oil Ratio (GOR)
permukaan telah dihasilkan untuk reservoir yang mengandung variasi komposisi
fluida hidrokarbon, terdapat di beberapa tekanan dan temperatur reservoir dengan
metode produksi baik natural flow atau dengan metode pengangkatan buatan.

35
Reservoir gas konvensional dapat didefinisikan berdasarkan tekanan dan
temperatur awal seperti diagram fasa tekanan-temperatur (P-T) pada Gambar 3.2.
diagram fasa P dan T menunjukkan pengaruh dari tekanan dan temperatur terhadap
keadaan sifat fisik dari sistem hidrokarbon. Namun, digram fasa pada Gambar 3.2.
adalah untuk komposisi yang spesifik. Meski jika fluida berbeda diagram fasa pun
akan berbeda, konfigurasi umum yang digunakan adalah serupa. Pada Gambar 3.2,
area yang dikelilingi oleh garis titik gelembung (bubble point) A-S-C dan titik
embun (dew point) C-D-T-B pada kiri bawah merupakan daerah kombinasi tekanan
dan temperatur dalam gas, fasa cair akan terbentuk. Garis A-S-C-T-B memisahkan
daerah dua fasa dari daerah satu fasa dimana semua fluida berada dalam satu fasa.
Garis bubble point A-S-C memisahkan daerah dua fasa dari daerah cairan satu fasa,
sementara garis titik embun C-D-T-B memisahkannya dari gas satu fasa (fasa
tunggal). Titik C dimana garis bubble point dan dew point (titik embun) bertemu
yang dinamakan titik kritis, dan sesuai dengan temperatur yang dinamakan
temperatur kritis (Tc).
Pertimbangan reservoir mula-mula dengan tekanan 3000 psia dan
temperatur 125oF ditunjukkan pada gambar sebagai titik 1. Kondisi tekanan dan
temperatur yang mana pada hidrokarbon dengan kondisi mula-mula ini merupakan
cairan (minyak). Sehingga pada titik 1 digambarkan dengan reservoir minyak. Jenis
ini biasa disebut dengan reservoir bubble point, untuk sebuah penurunan tekanan
pada reservoir (saat produksi) secara isotermal sehingga bubble point akan dicapai.
Titik gelembung (bubble point) mengacu pada tekanan tertinggi di mana gas
berbentuk gelembung pertama kali keluar dari minyak dan sebagai gas bebas di
reservoir. Hal itu juga disebut sebagai tekanan saturasi.
Dibawah tekanan reservoir ini, fasa gas akan muncul. Akhirnya gas yang
terbebas dari minyak akan mengalir ke lubang sumur dan jumlahnya akan terus
meningkat. Sebaliknya, minyak yang mengalir ke lubang sumur jumlahnya semakin
berkurang. Jumlah sebenarnya dari gas bebas yang terbebaskan akan bergantung
pada komposisi minyak. Minyak awalnya mengandung banyak jumlah hidrokarbon
ringan (API gravity yang tinggi) akan membebaskan fasa gas dalam jumlah banyak.
Sementara itu, minyak yang awalnya mengandung sedikit jumlah hidrokarbon

36
ringan (API gravity yang rendah) maka akan membebaskan fasa gas dalam jumlah
yang sedikit.

Gambar 3.2.
Diagram Fasa Tekanan-Temperatur fluida reservoir
(Ikoku, Chi U., 1992)

Nama lain untuk reservoir minyak adalah undersaturated, depletion,


dissolved gas, solution gas drive, expansion, dan internal gas drive. Jika campuran
hidrokarbon yang sama terjadi pada tekanan 2000 psia dan temperatur 210oF, titik
2 pada Gambar 3.2, itu akan menjadi reservoir minyak dengan initial gas cap.
Kedua fasa terbentuk dalam kesetimbangan. Penurunan tekanan sekecil apapun
dalam reservoir dikarenakan adanya gas yang terbebas dari minyak, menjadikan ini
reservoir minyak saturated. Tekanan mula-mula dalam reservoir dan tekanan

37
saturasi pada minyak akan menjadi identik. Oleh karena itu, jika tekanan mula-mula
sama dengan tekanan saturasi reservoir, maka reservoir akan mempunyai initial gas
cap. Zona minyak akan diproduksikan sebagai reservoir bubble point, dimodifikasi
dengan adanya gas cap. Gas cap akan berada pada titik embun (dew point) mungkin
juga retrograde atau nonretrograde (Gambar 3.3).
Selanjutnya pertimbangan reservoir pada temperatur 230oF dan dengan
tekanan mula-mula 3300 psia ditunjukkan pada titik 3 pada Gambar 3.2. Sejak
kondisi mula-mula tekanan dan temperatur sebelah kanan titik kritis dan di luar
diagram fasa, reservoir mula-mula yang terbentuk adalah dalam kondisi gas. Saat
produksi dimulai dari reservoir dan tekanan turun, tidak ada perubahan keadaan
fluida reservoir yang terjadi sampai tekanan titik embun dicapai pada 2700 psia
pada titik D.
Jika dilihat lagi pada Gambar 3.2, ditampilkan bahwa fluida reservoir
menunjukkan fenomena kondensasi retrograde. Kondisi mula-mula tekanan dan
temperatur harus berada di luar diagram fasa atau sebelah kanan dari titik kritis dan
sebelah kiri dari poin T atau dengan diagram fasa yang berada di pada daerah
bertanda X. Titik T disebut sebagai krikondenterm dan temperatur maksimal
dimana dua fasa dapat berada dalam kesetimbangan (sebagai contoh 300oF). Proses
kondensasi retrograde berlangsung menerus sampai titik maksimum volume cairan
dicapai, 10% pada tekanan 2250 psia (titik E).
Dalam beberapa kasus, volume cairan yang cukup akan terkondendasi di
dalam reservoir untuk memberikan mobilitas fasa cair. Dalam kasus seperti
komposisi fluida permukaan tergantung pada mobilitas relatif cairan dan gas di
dalam reservoir. Seiring produksi yang berlanjut dari titik E ke tekanan
abandonment 3a, penguapan cairan retrograde terjadi. Penguapan ini membantu
membentuk kembali cairan dan dapat dibuktikan dengan menurunnya GOR di
permukaan. Contoh ini mengasumsikan bahwa komposisi fluida reservoir tetap
konstan. Namun, seiring dengan terjadinya kondensasi pada retrograde, komposisi
fluida reservoir berubah dan diagram fasa P-T bergeser sehingga meningkatkan
kondensasi cairan retrograde.

38
Sebagai gambaran akhir, pertimbangan reservoir mula-mula pada tekanan
3600 psia dan temperatur 350oF dijelaskan oleh titik 4 pada Gambar 3.2. Ketika
kondisi mula-mula reservoir berada di sebelah kanan titik kritis C dan di luar
diagram fasa, fluida reservoir 100% akan menjadi gas. Selanjutnya, ketika
temperatur reservoir melebihi krikondenterm T, tidak ada titik isotermal dalam
siklus depletion (selama 4i-4a) diagram fasa terlewati. Selanjutnya kompsisi fluida
di dalam reservoir tidak pernah beruba, hal ini selalu dalam kondisi gas. Namun,
setelah fluida reservoir meninggalkan reservoir dan masuk ke lubang sumur,
temperatur serta tekanan akan berkurang sampai temperatur permukaan dan kondisi
tekanan dicapai. Fluida terproduksi melalui lubang sumur dan masuk ke dalam
separator permukaan pada titik 4s meski memiliki komposisi yang sama seperti di
reservoir. Kemudian masuk ke dalam area dua fasa karena tekanan dan temperatur
menurun selama garis 4i-4s.

Gambar 3.3.
Diagram Fasa Gas Cap dan Fluida pada Zona Minyak (a) Retrograde dan
Nonretrograde Gas Cap (b)
(Ikoku, Chi U., 1992)
3.3. Gas Ideal
Gas ideal adalah sebuah fluida yang mana terdiri dari parikel titik yang
bergerak secara acak atau fluida dimana volume yang ditempati oleh suatu molekul

39
tidak signifikan terhadap volume yang ditempati oleh total fluida dimana tidak ada
gaya tarik menarik atau tolak menolak antara molekul dan semua tumbukan
molekul bersifat elastis sempurna, yaitu tidak ada kehilangan energi internal saat
tumbukan. Pada tekanan rendah, kebanyakan gas bersifat seperti gas ideal. Selain
itu, di bawah tekanan distribusi normal gas alam mengikuti hukum gas ideal.
Namun, ketika tekanan gas meningkat variasi yang luas antara volume gas aktual
dan ideal dapat terjadi. Untuk memahami sepenuhnya apa yang terjadi ketika gas
alam mengalami perubahan terhadap tekanan dan temperatur, hukum gas secara
mendasar perlu ditinjau. Satuan dan aspek yang perlu ditinjau sebagai berikut :
V1 = Volume gas dalam kondisi asli, ft3
V2 = Volume gas dalam kondisi berubah, ft3
T1 = Temperatur absolut gas dalam kondisi asli, oR(oF + 460)
T2 = Temperatur absolut gas dalam kondisi berubah, oR(oF + 460)
P1 = Tekanan absolut gas dalam kondisi asli, psia
P2 = Tekanan absolut gas dalam kondisi berubah, psia

3.3.1. Hukum Boyle


Robert Boyle (1627-1691), selama melakukan eksperimen dengan udara,
mengamati hubungan antara tekanan dan volume : jika temperatur sejumlah gas
yang dipertahankan konstan, volume gas bervariasi berbanding terbalik dengan
tekanan absolut. Hubungan ini ditulis dengan persamaan sebagai berikut.

p1 V2
 atau p1V1  p2V2 atau pV  konstan (3.1)
p2 V1

Pada aplikasi hukum Boyle, volume pada kondisi tekanan kedua biasanya
diperlukan. Sebuah penyusunan ulang Persamaan 3.1 diberikan rumus untuk lebih
mudah digunakan sebagai berikut.
p1
V2  V1  (3.2)
p2

40
Contoh 3.1.
Sejumlah gas pada tekanan 50 psig memiliki volume 1000 cuft. Jika gas
dikompresi pada 100 psig, berapa volume yang akan ditempati? Asumsikan tekanan
barometrik adalah 14,7 psia dan temperatur gas tetap konstan.
Solusi
V1 = 1000 cuft

p1 = (50 + 14,7) = 64,7 psia


p2 = (100 + 14,7) = 114,7 psia
Substikusikan ke dalam Persamaan 3.2.
64,7
V2  1000   564,19 cuft
114,7
3.3.2. Hukum Charles
Sekitar 100 tahun setelah penemuan hukum Boyle, Jacquest A. Charles
(1746-1823) dan Joseph L. Gay-Lussac (1778-1850) mengemukakan hukum yang
biasanya disebut dengan Hukum Charles. Hukum ini terdapat dua bagian yaitu :
a. Jika tekanan dalam jumlah gas tertentu dipertahankan secara konstan,
selanjutnya dengan adanya perubahan kondisi maka volumenya akan bervarisi
secara langsung sebagai temperatur absolut.

V1 T1 T1 T2 T
 atau  atau  konstan (3.3)
V2 T2 V1 V2 V

Sekali lagi, karena volume pada kondisi temperatur kedua biasanya


diperlukan. Sebuah penyusunan Persamaan 3.3 diberikan rumus untuk lebih
mudah digunakan seperti Persamaan 3.4 di bawah ini.

T2
V2  V1  (3.4)
T1

b. Jika volume dalam jumlah gas tertentu dipertahankan secara konstan,


selanjutnya dengan adanya perubahan kondisi maka tekanan absolut akan
bervariasi secara langsung pada temperatur absolut.

41
p1 T1 T1 T2 T
 atau  atau  konstan (3.5)
p2 T2 p1 p2 p

Dalam hal ini, tekanan pada kondisi temperatur kedua akan lebih menarik.
Persamaan 3.5. dapat ditulis sebagai berikut.

T2
p2  p1  (3.6)
T1
Contoh 3.2.

a. Diberikan massa gas yang memiliki volume 500 cuft ketika temperatur 50 oF
dan tekanan sebesar 10 psig. Jika tekanan tetap sama, tetapi temperatur berubah
menjadi 100oF, apa yang akan terjadi pada volume gas?
b. Apa yang akan terjadi pada tekanan gas dalam contoh diatas jika volume tetap
dan temperatur bertambah dari 50oF ke 100oF?

Solusi

a. V1 = 500 cuft

p1 = (50 + 460) = 510 oR

p2 = (100 + 460) = 560 oR


Menggunakan Persamaan 3.4 sebagai berikut.
560
V2  500 
510
V2  549,02 cuft

b. p1 = (10 + 14,7) = 24,7 psia


Menggunakan Persamaan 3.6.
560
p 2  24,7 
510
p2  27,15 atau 12,4 psig

42
3.3.3. Hukum Boyle dan Charles
Hubungan terpisah pada hukum Boyle dan Charles dapat dikombinasikan
pada persamaan berikut ini.

p1V1 p2V2
 = Konstan (3.7)
T1 T2

Persamaan ini dikenal sebagai hukum Boyle-Charles dan sebagai hukum


gas yang sederhana. Hal ini merupakan salah satu persamaan yang paling banyak
digunakan secara luas untuk pengukuran gas, karena secara perkiraan mewakili
perilaku banyak gas dalam kondisi yang mendekati temperatur dan tekanan
atmosfir biasa. Dalam pengukurannya dapat mengganti nilai yang diketahui dalam
rumus gabungan dan menyelesaikan satu nilai yang tidak diketahui. Dalam studi
kasus, dimana suatu parameter seperti temperatur tidak untuk dipertimbangkan
sebab dapat dianggap memiliki nilai yang sama pada kedua sisi dalam persamaan.

Contoh 3.3.

a. Berapa cubic feet (cuft) gas ideal yang diukur pada keadaan standar 60 oF dan
14,7 psia yang dibutuhkan untuk mengisi 100 cuft pada tanki pada tekanan
sebesar 40 psia ketika temperatur gas dalam tanki sebesar 90oF? Tekanan
atmosfer adalah sebesar 14,4 psia.
b. Apa yang akan terjadi pada pembacaan pressure gauge jika tanki pada contoh
diatas didinginkan hingga temperatur 60oF setelah terisi dengan gas ideal?

Solusi

a. p1 = 40 + 14,4 = 54,4 psia


p2 = psc = 14,7 psia

T1 = 90 + 460 = 550 oR

T2 = Tsc = 520 oR

V1 = 100 cuft

43
V2 =?
Menggunakan Persamaan 3.7 sebagai berikut
(54,4)(100) (14,7)(Vsc )

(550) 520
Vsc  349 scf

b. T2 = 60 + 640 = 520 oR

V2 = 100 cuft

p2 =?
Menggunakan Persamaan 3.7 lagi sebagai berikut.

(54,4)(100) ( p2 )(100)

(550) 520

p2 = 51,4 psia atau 37 psig

3.3.4. Hukum Avogadro


Amadeo Avogadro mengusulkan hukum di abad kesembilan belas yang
menyatakan bahwa dibawah temperatur dan tekanan yang sama, volume yang sama
dari semua gas ideal mengandung jumlah molekul yang sama. Hal ini telah
dibuktikan bahwa ada 2.733 x 1026 molekul dalam 1 pouns-mol dari gas apapun.
Berdasarkan hukum Avogadro dapat dilihat bahwa berat yang diberikan
volume gas adalah fungsi dari berat pada molekul, dan bahwa ada volume yang
berat gasnya dinyatakan dalam pound. Berat gas dalam pound adalah sama adalah
sebanding dengan nilai dari berat molekul yang diketahui sebagai mol-volume.
Pound-mol gas ideal diisi 378,6 cuft pada 60oF dan 14,7 psia. Kondisi tekanan dan
temperatur biasa disebut sebagai kondisi standar.

3.3.5. Hukum Gas Ideal


Persamaan keadaan untuk gas ideal dapat diturunkan dari kombinasi
hukum-hukum Boyle, Charles/Gay Lussac, dan Avogadro sebagai berikut.

pV  nRT (3.8)

44
Dimana
p = Tekanan Absolut, psia= Volume, cuft
T = Tekanan Absolut, oR
n = Jumlah mol gas
R = Konstanta gas universal, mempunyai nilai 10,732 psia cuft/lb-mol oR

Persamaan 3.8 hanya diaplikasikan pada tekanan yang mendekati tekanan


atmosfer, yang diturunkan melalui eksperimen dimana gas bersifat ideal. Karena
jumlah pound-mol gas sama dengan massa gas yang dibagi dengan berat molekul
gas, hukum gas ideal dapat dinyatakan sebagai berikut.

m
pV  RT (3.9)
M
Dimana
m = Massa gas, lb
M = Berat molekul gas, lbm/lb-mol

Persamaan 3.9 dapat disusun kembali dengan memberikan massa dan


densitas pada gas.

MPV
m (3.10)
RT
Dan
m MP
  (3.11)
V RT

Contoh 3.4.

Menggunakan fakta bahwa 1 pound-mol gas ideal menempati 378,6 scf,


hitung nilai konstanta gas universal (R)!
Solusi
p = 14,7 Psia
V = 378,6 scf
n =1

45
T = 520 oR
Menggunakan Persamaan 3.8 sebagai berikut.

(14,7 psia) (378,6 cuft) = (1 lb-mol) (R) (520 oR)


R = 10,732 psia cuft/lb-mol oR

Nilai R tergantung pada parameter yang digunakan untuk menilai


temperatur, tekanan, dan volume. Tabel III-2. diberikan nilai variasi dari R dari
beberapa parameter. Pada tabel tersebut parameter atau satuan yang terdaftar adalah
ada 12,414 liter pada 0oC dan 1 atm untuk volume 1 gram mol. Seluruh nilai
dihitung dari konversi faktor terdaftar di dalam tabel.

46
Tabel III-2.
Nilai Konstanta Gas R dalam PV = nRT
(Ikoku, Chi U., 1992)

47
Contoh 3.5.

Ulangi Contoh 3.3. menggunakan hukum gas ideal pada Persamaan 3.8.
Solusi

a. n 
PV

54,4100  0,922 lb-mol
PT 10,732 550 
Vsc = (0,922 lb-mol)(378,6 scf/lb-mol) = 349 scf

nRT 0,922 10,732 520 


b. P    51,4 Psia atau 37 psig
V 100
3.4. Sifat-sifat Campuran Gas
Dalam praktiknya, jarang ditemukan gas alam dengan komponen tunggal
karena gas alam merupakan campuran dari senyawa hidrokarbon. Karena campuran
ini bervariasi baik jenis maupun jumlah relatif senyawanya, secara keseluruhan sifat
fisiknya juga akan bervariasi. Secara keseluruhan sifat fisik dari gas alam
menentukan perilaku gas dalam berbagai kondisi. Jika komposisi campuran telah
diketahui, secara keseluruhan sifat fisik gas alam dapat ditentukan dari sifat fisik
masing-masing komponen murni dalam campuran menggunakan aturan
pencampuran Kay. Sifat fisik gas sangat berguna dalam proses perhitungan seperti
berat molekul, titik didih, titik beku, densitas, tekanan kritis, temperatur kritis, dan
panas jenis. Sifat fisik gas alam dapat ditentukan secara langsung melalui uji di
laboratorium atau prediksi dari komposisi kimia yang diketahui pada gas.

3.4.1. Komposisi
Komposisi gas alam campuran dapat dijelaskan seperti fraksi mol, fraksi
volume, atau fraksi berat dalam komponennya. Selain itu juga dapat dijelaskan
seperti persen mol, peren volume, atau persen berat dengan mengkalikan nilai fraksi
tersebut dengan 100. Fraksi volume berdasarkan komponen volume gas diukur pada
kondisi standar, sehingga fraksi volume ekuivalen terhadap fraksi mol. Fraksi mol
y1 didefinisikan sebagai :

48
ni
yi  (3.12)
 ni
Dimana

yi = Fraksi mol untuk komponen i

ni = Jumlah mol untuk komponen i

n i = Total jumlah mol untuk semua komponen dalam campuran

Fraksi volume didefinisikan sebagai berikut ini,

fraksi volume i  Vi
y (3.13)
Vi i
Dimana

Vi = Volume komponen i pada kondisi standar

V i = Volume total campuran yang diukur pada kondisi standar

Fraksi berat i didefinisikan sebagai

Wi
i  (3.14)
Wi
Dimana

i = Fraksi berat komponen i

Wi = Berat komponen i

W i = Berat total campuran

49
Hal ini mudah untuk mengonversi dari fraksi mol (atau fraksi volume) ke
fraksi berat dan sebaliknya. Berikut ini dapat diilustrasikan dalam Tabel III-3. dan
Tabel III-4.

Tabel III-3.
Konversi dari Fraksi Mol (atau Fraksi Volume) ke Fraksi Berat
(Ikoku, Chi U., 1992)

Tabel III-4.
Konversi dari Fraksi Berat ke Fraksi Mol (atau Fraksi Volume)
(Ikoku, Chi U., 1992)

3.4.2. Kandungan Gas Berdasarkan Kandungan Impurities


Kebanyakan gas terdiri dari metana dan persentasenya mencapai 98 % dari
gas tersebut. Oleh karena itu, gas dapat digolongkan menjadi sweet gas dan sour
gas.

A. Sweet Gas
Sweet gas adalah gas alam yang tidak mengandung hidrogen sulfida (H2S),
tetapi dapat mengandung nitrogen (N2), karbondioksida (CO2) atau kedua-duanya.
Kandungan ini harus kita ketahui besar persentasenya karena akan mempengaruhi
besarnya harga z.

50
Jika dalam campuran terkandung sampai 10 % mole nitrogen, maka akan
terjadi penyimpangan harga z sebesar 1 %. Jika terkandung 20 % mole atau lebih,
maka akan terjadi penyimpangan sebesar 3 % atau lebih. Didefinisikan suatu faktor
kompresibilitas additive, akibat efek nitrogen (N2)

B. Sour Gas
Sour gas adalah gas alam yang mengandung hidrogen sulfida (H2S) dalam
> 4% mol dan karena adanya H2S ini maka sour gas tersebut bersifat korosif. Selain
itu H2S juga akan memengaruhi besarnya harga z.
Suatu gas alam akan dikatakan sour gas apabila mengandung 1 gram H2S
per cubic feet. Sour gas bersifat korosif, bahkan bisa menjadi racun jika
konsentrasinya cukup besar. H2S di dalam konsentrasi yang kecil dapat diabaikan,
sehingga untuk perhitungan faktor kompresibilitas dapat dilakukan tanpa koreksi
seperti yang dilakukan terhadap nitrogen (N2) dan karbondioksida (CO2). Tetapi
jika konsentrasi H2S cukup besar, maka koreksi dapat dilakukan pada nitrogen (N2)
maupun pada karbondioksida (CO2).

3.4.3. Berat Molekul Nampak (Apparent Molecular Weight)


Salah satu sifat gas utama yang menjadi dasar dalam melakukan
perhitungan lanjutan adalah berat molekul yang tampak. Jika yi mewakili fraksi mol
komponen ke-i dalam campuran gas, berat molekul yang tampak ditentukan secara
matematis dengan persamaan berikut:

Ma   yiMi (3.15)
i 1

Dimana :
Ma = berat molekul tampak.
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.

Hukum gas dapat diaplikasikan menjadi gas campuran dengan secara


sederhana mengguakan berat molekul nampak bukan berat molekul komponen
tunggal dalam persamaan.

51
Contoh 3.6.

Diberikan berat molekul nampak pada tabel di bawah ini.

Tabel III-5.
Berat Molekul Nampak pada Campuran Gas
(Ikoku, Chi U., 1992)

Oleh karena itu, berat molekul nampak pada campuran adalah sebesar
17,08 lbm/lb-mol. Umumnya, berat molekul nampak pada campuran gas pada
Tabel III-3. adalah 16,82 lbm/lb-mol.

3.5. Perilaku Gas Nyata


Pada tekanan yang lebih tinggi, penggunaan persamaan gas ideal dapat
menyebabkan kesalahan sebesar 500%, dibandingkan dengan kesalahan 2–3% pada
tekanan atmosfer. Pada dasarnya, besarnya deviasi gas nyata dari kondisi hukum
gas ideal meningkat dengan meningkatnya tekanan dan temperatur dan sangat
bervariasi dengan komposisi gas. Gas nyata mempunyai sifat yang berbeda dari gas
ideal. Alasannya adalah bahwa hukum gas ideal diturunkan dengan asumsi bahwa
volume molekul tidak signifikan dan tidak ada gaya tarik atau tolakan molekul di
antara keduanya. Ini tidak terjadi pada gas nyata.
Pada tekanan sedang, gas cenderung mengompresi lebih dari yang
ditunjukkan oleh hukum gas ideal, terutama untuk temperatur yang mendekati
temperatur kritis. Pada tekanan tinggi, gas cenderung mengompresi kurang dari
yang ditunjukkan oleh hukum gas ideal. Dalam sebagian besar masalah teknik,
tekanan yang diinginkan berada dalam kisaran sedang dan gas nyata digambarkan
sebagai dapat dimampatkan (supercompressible). Untuk mengoreksi
penyimpangan antara volume yang diukur atau yang keluar dihitung menggunakan
hukum gas ideal, faktor empiris z yang disebut sebagai faktor deviasi gas atau faktor

52
z dapat digunakan. Dalam beberapa literatur, faktor ini kadang-kadang disebut
sebagai faktor kompresibilitas, yang dapat menyebabkan kebingungan dengan
properti gas lainnya. Untuk menghindari hal yang ambigu ini, faktor ini akan
disebut sebagai faktor deviasi gas atau faktor z. Faktor deviasi gas dapat
didefinisikan sebagai :

Volume aktual dari n mol gas pada P dan T tertentu


z (3.16)
Volume ideal (dihitung) dari n mol gas pada P dan T yang sama

3.5.1. Persamaan Keadaan Gas Nyata (Real Gas Equation of state)


Semua gas menyimpang dari hukum gas ideal dalam beberapa kondisi.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghitung besarnya penyimpangan pada
gas nyata dari persamaan keadaan gas ideal.
Banyak persamaan keadaan telah dikembangkan dalam upaya
menghubungkan variabel tekanan-volume-suhu untuk gas nyata dengan data
eksperimen. Untuk menyatakan hubungan yang lebih tepat antara variabel p, V, dan
T, faktor koreksi yang disebut faktor kompresibilitas gas, faktor deviasi gas, atau
faktor z, harus dimasukkan ke dalam Persamaan 3.17. Persamaan gas nyata paling
umum digunakan di industri memiliki bentuk sebagai berikut:

pV  znRT (3.17)

Parameter-parameternya pada persamaan ini adalah sama dengan yang


terdaftar pada Persamaan 3.8 dimana nilai z merupakan konstanta tak berdimensi
yang merupakan faktor deviasi gas. Faktor z dapat diartikan sebagai istilah di mana
tekanan harus dikoreksi untuk memperhitungkan penyimpangan dari persamaan
gas ideal dengan menyatakan Persamaan 3.17 menjadi sebagai berikut.

P
 V  nRT (3.18)
z

Serta menggunakan hukum gas ideal (Persamaan 3.8) dan faktor deviasi
gas (Persamaan 3.16).

53
V
z
(nRT)/p

Atau

pV  znRT (3.17)

Persamaan 3.17 juga dapat ditulis untuk jumlah gas tertentu sebagai berikut.

p1V1 p2V2
 (3.19)
z1T1 z 2T2

Dimana

z1 = Faktor deviasi gas pada kondsi 1, dimensionless


z2 = Faktor deviasi gas pada kondsi 2, dimensionless

Persamaan 3.17 dapat ditulis sebagai fungsi pada volume spesifik (v) atau
densitas (  ) dan gravity gas ( g ) sebagai berikut:

zmRT
pV  (3.20)
M

zRT
pv  (3.21)
M

Atau

1 pM 2,7 P g
   (3.22)
v zRT zT

Dimana

v = Volume spesifik, cuft/lbm


m = Massa gas, lbm
M = Berat molekul gas, lbm/lb-mol
 = Densitas gas, lbm/cuft
g = Specific gravity gas (udara = 1)

54
Dengan membandingkan densitas gas pada beberapa tekanan dan
temperatur, untuk densitas udara pada kondisi yang sama diberikan sebagai berikut.

 gas M / z gas

 udara M / z udara

Dan khususnya pada kondisi standar

 gas M gas M
g   (3.23)
 udara M udara 29

3.5.2. Terorema Persamaan Keadaan (The Theorem of Corresponding States)


Berawal tahun 1873, J. D. Van Der Walls mengusulkan teorinya yaitu
teorema persamaan keadaan. Sebelum lebih jauh lagi, alangkah lebih baik untuk
mengetahui definisi-definisi berikut ini.

 Tekanan kritis (critical pressure) merupakan tekanan yang diberikan gas saat
berada dalam kesetimbangan dengan fase cair dan pada suhu kritis. Itu juga
dapat didefinisikan sebagai tekanan saturasi yang sesuai dengan suhu kritis
 Tempertur kritis (critical temperature) merupakan temperatur (gas) yang
mana gas tidak dapat dicairkan dengan penerapan tekanan saja, berapapun
besarnya tekanan
 Volume kritis (critical volume) merupakan volume 1 pound massa pada
keadaan tekanan dan temperatur kritis, yang merupakan volume spesifik gas
pada tekanan dan temperatur kritis

Temperatur, tekanan, dan volume reduced merupakan rasio-rasio pada


temperatur, tekanan, dan spesifik volume yang aktual untuk masing-masing
temperatur kritis, tekanan kritis, dan volume kritis. Adapun untuk persamaannya
dapat diberikan sebagai berikut.

T
Tr  (3.24)
TC

p
pr  (3.25)
pC

55
v 
vr  atau  r  (3.26)
vC C

Untuk zat apa pun, besaran absolut pada tekanan atau temperatur bukanlah
yang terpenting dalam menentukan letak di titik suatu keadaan. Hal ini termasuk
dalam zona cair atau daerah dua fasa ataupun daerah superheat. Nilai temperatur
dan tekanan relatif terhadap nilai kritis yang sesuai benar-benar diperhitungkan.
Karakteristik fisik suatu zat dikendalikan oleh kedekatan relatif suatu titik keadaan
ke titik kritis. Jika tekanan relatif ke tekanan kritis dan temperatur relatif ke
temperatur kritis adalah sama untuk dua zat yang berbeda, maka zat tersebut berada
dalam keadaan yang sesuai dan sifat lainnya, seperti densitas relatif ke densitas
kritis, akan sama untuk kedua zat tersebut.
Ini merupakan teorema atau pinsip persamaan keadaan. Dengan kata lain,
penyimpangan pada gas nyata dari hukum gas ideal adalah sama untuk gas yang
berbeda pada kondisi yang sama terhadap reduced temperature dan reduced
pressure. Teorema persamaan keadaan akurat dalam beberapa persen untuk jenis
zat yang sangat berbeda. Teorema persamaan keadaanmemiliki beberapa aplikasi.
Yang paling umum digunakan adalah dalam mengevaluasi deviasi atau
penyimpangan dari gas nyata dari persamaan keadaan untuk gas ideal. Hal ini
memungkinkan evaluasi penyimpangan sifat fisik termodinamika lain dari
hubungan gas ideal. Persamaan 3.21 dapat diberikan sebagai berikut.

p / pc  z / zc v / vc T / Tc   z / zc  / c T / Tc 

Atau

pr   r Tr z / zc  (3.27)

Berdasarkan teorema persamaan keadaan, nilai reduced pressure dan


temperature didefinisikan sebagai reduced density, atau

 r  f  pr , Tr  (3.28)

Solusi simultan dari Persamaan 3.27 dan 3.28 menghasilkan prinsip umum
seperti berikut.

56
z / zc  f  pr , Tr  (3.29)

Jika bentuk fungsi aljabar f dalam Persamaan 3.28 telah diketahui,


sehingga nilai zc dapat didefinisikan. Menggunakan Persamaan 3.29 nilai faktor z
untuk gas campuran ditentukan berdasarkan nilai reduced temperature dan reduced
pressure sebagai berikut.

z  f  pr , Tr  (3.30)

Nilai reduced vapor pressure, reduced enthalpy, reduced entropy, dan lain-
lain merupakan contoh penggunaan teorema ini dengan tujuan menggeneralisasi
hasil.

3.5.3. Penentuan Faktor z


Faktor kompresibilitas gas juga disebut faktor deviasi, atau faktor z.
Nilainya mencerminkan seberapa besar gas nyata menyimpang dari gas ideal pada
tekanan dan suhu tertentu. Definisi faktor kompresibilitas dinyatakan sebagai
berikut :

V aktual
z (3.31)
V ideal gas

Faktor deviasi gas adalah properti gas yang penting dan terlibat dalam
penghitungan properti gas seperti faktor volume formasi gas, densitas,
kompresibilitas, dan viskositas. Semua properti ini diperlukan dalam menghitung
initial gas in place (cadangan), memprediksi produksi gas di masa depan, dan
merancang pipa dan tubing produksi (Elsharkawy dan Elkamel, 2001).
Ada beberapa metode atau korelasi yang dgunakan dalam menentukan nilai
faktor kompresibilitas gas atau faktor z. Berdasarkan hal tersebut tentunya setiap
korelasi memiliki alur pengerjaan dan persamaannya tersendiri sesuai dengan
asumsi yang digunakan.

 Korelasi Standing dan Katz


Faktor z dapat ditentukan di laboratorium PVT. Dalam praktik umum, ini
dihitung dari grafik yang diterbitkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4.

57
oleh Standing dan Katz (1942). Langkah perhitungan bila menggunakan metode ini
adalah perlu dihitung sifat pseudoreduced (tekanan dan temperatur). Hampir sama
dengan berat molekul gas, sifat kritis gas dapat ditentukan berdasarkan sifat kritis
senyawa dalam gas menggunakan aturan pencampuran. Sifat kritis gas yang
ditentukan sedemikian rupa disebut sifat pseudokritis (pseudocritical properties)
yang terdiri dari pseudocritical pressure (ppc) dan pseudocritical temperature (Tpc)
gas. Adapun nilai pseudocritical pressure (ppc) dan pseudocritical temperature
(Tpc) gas dapat dihitung melalu persamaan berikut.

n
p pc   yi pci (3.32)
i 1

n
T pc   yi Tci (3.33)
i 1

Dimana pci dan Tci masing-masing adalah tekanan kritis dan temperatur
kritis komponen i. Temperatur harus mutlak (R atau K), yaitu ° F + 460 atau °C +
273.

58
Gambar 3.4.
Faktor Kompresibilitas/ Deviasi untuk Gas Alam
(Beggs, D. H., 1984)

Jika komposisi gas tidak diketahui tetapi berat jenis gas diberikan,
pseudocritical temperature dan pressure dapat ditentukan dari berbagai kurva/chart
atau korelasi yang dikembangkan berdasarkan chart tersebut. Korelasi sederhana
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.

p pc  709,604  58,718 g (3.34)

59
T pc  170,491  307,344 g (3.35)

Korelasi terhadap koreksi pengotor/impurities untuk campuran pseudokritis


juga tersedia (Ahmed, 1989):

p pc  678  50( g  0,5)  206,7 y N 2  440 yCO2  606,7 y H 2 S (3.36)

T pc  326  315,7( g  0,5)  240 y N 2  83,3 yCO2  133,3 y H 2 S (3.37)

Penerapan pseudocritical temperature dan pressure biasanya ditemukan


dalam rekayasa gas alam melalui pseudoreduced temperature dan pressure yang
didefinisikan melalui persamaan sebagai berikut:

p
p pr  (3.38)
p pc

T
T pr  (3.39)
T pc

Dimana :

p = Tekanan, Psia

T = Temperatur, oR

ppr = Pseudoreduced Pressure, dimensionless

Tpr = Pseudoreduced Temperature, dimensionless

ppc, Tpc = Pseudocritical Pressure dan Temperature

Seperti dapat dilihat dari Gambar 3.4., pada kondisi standar psc = 14,7 psi
dan Tsc = 60°F = 520 R, faktor deviasi gas zsc dapat dianggap sama dengan 1. Sifat
pseudokritis campuran gas dapat diperkirakan dari specific gravity gas yang
diberikan jika komposisi gas tidak diketahui. Gambar 3.5. menghubungkan berat
jenis gas (ke udara) dengan sifat pseudokritis campuran gas. Grafik/chart ini dapat
digunakan sebagai perkiraan jika hanya specific gravity gas yang diketahui atau jika
perhitungan cepat diindikasikan.

60
Gambar 3.5.
Sifat Pseudokritis Gas Alam
(Ikoku, Chi U., 1992)

61
Contoh 3.6.

Di bawah ini diberikan tabel dari campuran komposisi gas sebagai berikut.

Tabel III-6.
Data Komposisi Gas Lapangan “CJ”

Komponen % Mol
C1 0.769
C2 0.089
C3 0.066
iC4 0.01
nC4 0.015
iC5 0.005
nC5 0.005
C6+ 0.026
H2S 0.007
CO2 0.008
Total 1

Adapun untuk data yang diketahui adalah specific gravity sebesar 0,81,
tekanan reservoir sebesar 2675 psia dan temperatur sebesar 250 oF atau 710 R.
Hitunglah nilai pseudocritical pressure dan temperature (ppc dan Tpc),
pseudoreduced pressure dan temperature (ppr dan Tpr), serta nilai faktor
kompresibilitas (faktor z) menggunakan metode Katz dan Standing.

Solusi

Perhitungan komposisi gas dilakukan menggunakan Ms.Excel sehingga


diperoleh hasil pada tabel berikut ini.

62
Tabel III-7.
Perhitungan Komposisi Gas
%
Komponen Mol Yi Mi YiMi Pc YiPc Tc YiTc
C1 0.769 0.769 16.042 12.336 673.1 517.614 343.3 263.998
C2 0.089 0.089 30.068 2.676 708.3 63.039 549.77 48.930
C3 0.066 0.066 44.094 2.910 617.4 40.748 665.95 43.953
iC4 0.01 0.01 58.12 0.581 329.1 3.291 734.65 7.347
nC4 0.015 0.015 58.12 0.872 350.7 5.261 765.31 11.480
iC5 0.005 0.005 72.146 0.361 483 2.415 829.8 4.149
nC5 0.005 0.005 72.146 0.361 489.5 2.448 845.6 4.228
C6+ 0.026 0.026 107.791 2.803 405.12 10.533 990.861 25.762
H2 S 0.007 0.007 34.05 0.238 1306 9.142 672.7 4.709
CO2 0.008 0.008 44.01 0.352 1073 8.584 548 4.384
Total 1 1 23.49 663.074 418.938

Dari hasil perhitungan pada tabel diatas, maka diperoleh nilai ppc dan Tpc
sebagai berikut.

ppc = p pc = 663,074 psia

Tpc = T pc = 418,938 R

Hasil diatas merupakan hasil nilai pseudocritical pressure dan temperature


yang belum dikoreksi. Pada kasus ini, terdapat komposisi impurities seperti H2S
dan CO2 sehingga perlu dikoreksi melalui persamaan berikut ini.

p pc  678  50( g  0,5)  206,7 y N2  440 yCO2  606,7 y H 2S

 678  50(0,81  0,5)  206,7(0)  440(0,008)  606,70,007 

 663,227 psia

T pc  326  315,7( g  0,5)  240 y N 2  83,3 yCO2  133,3 y H 2 S

 326  315,7(0,81  0,5)  240(0)  83,3(0,008)  133,3(0,007 )

 424,133 R

63
Adapun untuk nilai pseudoreduced pressure dan temperature sebagai berikut

p 2675
p pr    4,033
p pc 663,227

T 710
T pr    1,674
T pc 424,133

Jika nilai ppr dan Tpr sudah diketahui maka untuk mencari nilai faktor
kompresibilitas dengan korelasi Standing dan Katz dapat diperoleh melalui
pembacaan grafik pada Gambar 3.4.

z = 0,84

 Korelasi Beggs dan Brill


Brill dan Beggs (1974) menghasilkan nilai faktor z yang cukup akurat untuk
banyak kalkulasi teknik. Korelasi faktor z Brill dan Beggs dinyatakan sebagai
berikut:

A  1,39T pr  0,92   0,36T pr  0,10


0,5
(3.40)

 0,066  2 0,32 p pr 6
B  0,62  0,23T pr p pr    0,037  p pr  (3.41)
 T pr  0,86  10 E
 

C  0,132  0,32 log T pr  (3.42)

D  10 F (3.43)

E  9T pr  1 (3.44)

F  0,3106  0,49T pr  0,1824T pr


2
(3.45)

Dari parameter diatas sehingga nilai z dapat dicari melalui persamaan


sebagai berikut:

1 A
z  A  Cp pr
D
B
(3.46)
e

64
Korelasi Beggs dan Brill ini dapat digunakan berdasarakan pertimbangan
asumsi nilai pseudereduced pressure 0 < ppr < 8 dan rentang nilai pseudoreduced
temperature 1,2 < Tpr.

Contoh 3.7.

Studi kasus yang digunakan dalam melakukan perhitungan nilai faktor


kompresibilitas gas sama dengan Contoh 3.6. Hitunglah nilai faktor
kompresibilitas gas menggunakan metode Beggs dan Brill.

Solusi

Untuk mencari nilai faktor kompresibilitas gas enggunakan metode Beggs


dan Brill maka harus menghitung parameter A sampai F sebagai berikut.

A  1,39T pr  0,92   0,36T pr  0,10


0,5

 1,391,674  0,92   0,36(1,674)  0,10


0,5

 0,504

 0,066  2 0,32 p pr 6
B  0,62  0,23T pr p pr    0,037  p pr 
 T pr  0,86  10 E
 

 0,066  0,324,033
6
 0,62  0,23(1,674)4,033    0,037 4,033 
2

 1,674  0,86  10 6,066


 1,666

C  0,132  0,32 log T pr 

 0,132  0,32 log1,674 

 0,06

D  10 F

 10 0,00147  1,0034

65
E  9T pr  1

 91,674  1

 6,066

F  0,3106  0,49T pr  0,1824T pr


2

 0,3106  0,491,674   0,18241,674 


2

 0,00147

Sehingga nilai faktor kompresibilitas gas dapat diperoleh melalui


persamaan berikut.

1 A
z  A  Cp pr
D
B
e

1  0,504
 0,504   0,06 4,033
1, 0034
6, 066
e

 0,843

 Korelasi Dranchuk dan Abu Kassem


Dranchuk dan Abu-Kassem (1975) melakukan analisis untuk menghitung
densitas gas yang tereduksi yang dapat digunakan untuk memperkirakan faktor
kompresibilitas gas. Densitas gas tereduksi (ρpr) didefinisikan sebagai rasio
kerapatan gas pada tekanan dan temperatur tertentu dengan gas pada tekanan atau
temperatur kritisnya, atau:

 pM a /zRT  p /zT 
 pr    (3.47)
 c pc M a /z c RTc  pc /z cTc 

Faktor kompresibilitas gas kritis (zc) adalah kira-kira 0,27, yang mengarah
pada persamaan sederhana berikut untuk densitas gas yang dikurangi:

0,27 p pr
 pr  (3.48)
zT pr

66
Jika parameter diatas diketahui maka nilai faktor kompresibilitas gas dapat
dicari melalui persamaan berikut ini :

 A A A A   A A  2
z  1   A1  2  33  44  55   pr   A6  7  82   pr
 T pr T pr T pr T pr   T pr T pr 
 

A A  5
  T 
 
2

 A9  7  82   pr  A10 1  A11 pr  exp  A  2


2 pr
(3.49)
 T pr T pr  3  11 pr
   pr 

Konstanta A1 sampai A11 ditentukan dengan menyesuaikan persamaan,


menggunakan model regresi nonlinear terhadap grafik faktor kompresibilitas (z)
Standing dan Katz. Koefisien A1 sampai A11 memiliki nilai sebagai berikut:

A1 = 0,3265

A2 = -1,07

A3 = -0,5339

A4 = 0,01569

A5 = -0,05165

A6 = 0,5475

A7 = -0,7361

A8 = 0,1844

A9 = 0,1056

A10 =0,6134

A11 =0,7210

Korelasi Dranchuk dan Abu-Kassem (1975) ini dapat diusulkan


berdasarakan asumsi yang digunakan dengan rentang nilai pseudereduced pressure
0,2 < ppr < 15 dan rentang nilai pseudoreduced temperature 1,0 < Tpr < 3.

67
Contoh 3.8.

Studi kasus yang digunakan dalam melakukan perhitungan nilai faktor


kompresibilitas gas sama dengan Contoh 3.6. Jika diketahui nilai ρpr adalah sebesar
2,409, hitunglah nilai faktor kompresibilitas gas menggunakan metode Dranchuk
Abu Kaseem!

Solusi

Adapun persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai faktor


kompresibilitas gas dapat dilihat seperti d bawah ini.

 A A A A   A A  2
z  1   A1  2  33  44  55   pr   A6  7  82   pr
 T pr T pr T pr T pr   T pr T pr 
 
 A7 A8  5 
2   pr 

   
2

 A9   2  pr  A10 1  A11 pr exp  A11 pr


2
 T pr T pr   T pr 
3
   

  1,07  0,5339 0,01569  0,05165 


z  1   0,3265     2,409
 1,674 1,674 3 1,674 4 1,674 5 
  0,7361 0,1844    0,7361 0,1844 
  0,5475   2,409 2  0,1056
2 
 2,409 5
1,674    2 
1,674  
 1,674  1,674
2  2,409  
   
2
 0,6134 1  0,7212,409    exp  0,7212,409 2
3 
 1,674  
z  0,776

 Korelasi Hall dan Yarborough


Hall dan Yarborough (1973) mempresentasikan suatu persamaan keadaan
yang secara akurat mewakili grafik faktor z dari Standing dan Katz. Persamaan yang
diusulkan didasarkan pada persamaan keadaan Starling-Carnahan. Koefisien
korelasi ditentukan dengan menyesuaikannya dengan data yang diambil dari grafik
faktor z Standing dan Katz. Hall dan Yarborough mengusulkan bentuk matematika
berikut:

68
 0,06125 p pr t 
z 
 exp  1,21  t 
2
 (3.50)
 Y 

Dimana

p pr = Pseudoreduced pressure

t = Kebalikan dari pseudoreduced temperature, yaitu, Tpc / T

Y = Densitas tereduksi yang dapat diperoleh sebagai dari persamaan berikut:

Y Y 2 Y3 Y 4
F (Y )  X 1    X 2Y 2   X 3Y X 4  0 (3.51)
1  Y 3

Dimana

XI = -0,06125ppr t exp [-1,2(1 – t)2]

X2 = (14,76 t – 9,76 t2 + 4,58 t3)

X3 = (90,7 t – 242,2 t2 + 42,4 t3)

X4 = (2,18 + 2,82 t)

Persamaan 3.51 adalah persamaan nonlinier dan dapat diselesaikan dengan


mudah untuk densitas tereduksi Y dengan menggunakan teknik iterasi Newton-
Raphson. Prosedur komputasi untuk menyelesaikan Persamaan 3.51 pada setiap
pseudoreduced pressure (ppr) dan temperature (Tpr) yang ditentukan. Adapun untuk
langkahnya adalah dengan menghitung atau mencari asumsi awal untuk parameter
yang tidak diketahui (Yk) di mana k adalah penghitung iterasi. Perkiraan awal yang
tepat untuk Y diberikan oleh hubungan berikut:


Y k  0,0125 p pr t exp - 1,21 - t 
2
 (3.52)

Setalah parameter diatas diketahui maka, substitusikan nilai awal ini dalam
Persamaan 3.51 dan evaluasi fungsi nonlinier. Kecuali nilai Y yang benar telah
dipilih pada awalnya, Persamaan 3.51 akan memiliki nilai bukan nol dari F (Y).

69
+ 1
Perkiraan lain yang dapat dilakukan dari nilai Y yaitu Yk dihitung melalui
persamaan berikut:

Y k 1  Y k 
 
f Yk
 
f ' Yk
(3.53)

Dimana f ′(Yk) diperoleh dengan mengevaluasi turunan dari Persamaan


3.51 pada Yk, atau:

1  4Y  4Y 2  4Y 3  Y 4
f ' (Y )   2 X 2Y   X 3 X 4Y  X 41 (3.54)
1  Y 4

Penentuan nilai Yk dan substitusi pada Persamaan 3.51 diulang sebanyak n


kali, sampai kesalahan, yaitu absolut (Yk – Yk+1), menjadi lebih kecil dari toleransi
yang telah ditetapkan misalnya, 10−12. Nilai Y yang benar kemudian digunakan
untuk mengevaluasi Persamaan 3.50 untuk faktor kompresibilitas. Hall dan
Yarborough menunjukkan bahwa metode ini tidak direkomendasikan untuk
diaplikasikan jika pseudoreduced temperature kurang dari satu.

3.5.4. Superkompresibilitas
Terkadang, ada istilah lain yang digunakan untuk mengkompensasi
penyimpangan hukum gas ideal. Istilah ini disebut dengan faktor
superkompresibilitas (Fpv), dan digunakan terutama untuk perhitungan tekanan
tinggi. Hubungan matematis antara superkompresibilitas dengan faktor deviasi gas
adalah sebagai berikut.

1
z
F  2
(3.55)
pv

Persamaan keadaan untuk gas nyata dapat dituliskan dalam istilah pada faktor
superkompresibilitas sebagai berikut.

nRT
PV 
Fpv 2
(3.56)

70
3.5.5. Viskositas Gas
Viskositas gas adalah ukuran hambatan aliran yang diberikan oleh gas.
Viskositas dinamik (µg) yang biasa diberikan dalam satuan centipoise (cp)
ekuivalen terhadap 1 g massa/100 sec cm sehingga dapat ditulis juga sebagai
berikut.

1 cp = 6,72 x 10-4 lbm/ft sec

Viskositas kinematik (vg) biasanya tidak digunakan dalam teknik gas alam.
Viskositas kinematik terkait dengan viskositas dinamis melalui densitas (ρg)
sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut.

Viskositas Dinamik  g
Viskositas Kinematik v g    (3.57)
Densitas g

Pengukuran gas secara langsung pada gas murni hanya tergantung pada
besarnya nilai tekanan dan temperatur, tetapi tidak dengan gas campuran. Pada gas
campuran pengukuran mempertimbangkan komposisi dari campuran itu sendri
pada gas. Jika komposisi gas dan viskositas komponen gas diketahui, aturan
pencampuran dapat digunakan untuk menentukan viskositas campuran gas sebagai
berikut:

g 
  y MW 
 y MW 
gi i i
(3.58)
i i

Viskositas gas sangat sering diperkirakan dengan grafik atau korelasi yang
dikembangkan berdasarkan grafik. Korelasi viskositas gas Carr, Kobayashi, dan
Burrows (1954) melibatkan prosedur dua langkah dimana viskositas gas pada suhu
dan tekanan atmosfer diperkirakan pertama kali dari gravitasi spesifik gas dan
kandungan senyawa anorganik. Nilai pada keadaan atmosfir kemudian disesuaikan
dengan kondisi tekanan dengan menggunakan faktor koreksi berdasarkan suhu
yang berkurang dan keadaan tekanan gas. Viskositas tekanan atmosfer (µ1) dapat
dinyatakan melalui persamaan sebagai berikut:

1  1 HC  1 N 2  1CO2  1 H 2 S (3.59)

71
Dimana

1 HC  8,188 10 3  6,15 10 3 log g   1,709 10 5  2,062 10 6  g T

1 N 2  9,59 10 3  8,48 10 3 log g yN 2

1CO2  6,24 10 3  9,08 10 3 log g yCO2

1 H 2 S  3,73 10 3  8,49 10 3 log g yH 2 S

Dempsey (1965) mengembangkan hubungan persamaan sebagai berikut.

 
 r  ln  g Tpr   a0  a1 Ppr  a2 Ppr 2  a3 Ppr 3
 1 


 Tpr a4  a5 Ppr  a6 Ppr  a7 Ppr
2 3

2

 T pr a8  a9 Ppr  a10 Ppr  a11Ppr
2 3

3

 T pr a12  a13 Ppr  a14 Ppr  a15 Ppr
2 3
 (3.60)

Dimana

a0 = -2,46211820

a1 = 2,97054714
a2 = -0,28626405
a3 = 0,00805420

a4 = 2,80860949
a5 = -3,49803305

a6 = 0,36037302

a7 = -0,01044324

a8 = -0,79338568

72
a9 = 1,39643306

a10 = -0,14914493

a11 = 0,00441016
a12 = 0,08393872

a13 = -0,18640885

a14 = 0,02033679

a15 = -0,00060958

Dari persamaan diatas, maka langkah selanjutnya sebagai berikut

1
g  e r (3.61)
T pr

Berdasarkan persamaan diatas, maka viskositas gas pada tekanan tinggi


dapat diperoleh.

Contoh 3.9.

Studi kasus untuk menghitung nilai viskositas sama dengan Contoh 3.6.
Diketahui tekanan reservoir sebesar 2675 psia, temperatur reservoir sebesar 250 °F
serta specific gravity gas sebesar 0,81. Hitunglah besarnya nilai viskositas gas!

Solusi

Berdasarkan Contoh 3.6. maka perhitungan nilai ppr dan Tpr yang
diperoleh masing-masing adalah sebesar 4,033 dan 1,674. Langkah selanjutnya
dilakukan perhitungan nilai viskositas uncorrected sebagai berikut

1 HC  8,188 10 3  6,15 10 3 log g   1,709 10 5  2,062 10 6  g T

 
 8,188 10 3  6,15 10 3 log0,81  1,709 10 5  2,062 10 6 (0,81) 250

 0,0126 cp

Setelah menghitung nilai viskositas uncorrected, selanjutnya menghitung


viskositas koreksi terhadap nilai imurities sebagai berikut.

73
1 N 2  9,59 10 3  8,48 10 3 log g yN 2


 9,59 10 3  8,48 10 3 log0,81 0 
= 0 cp

1CO2  6,24 10 3  9,08 10 3 log g yCO2

 
 6,24  10 3  9,08  10 3 log 0,81 0,008

= 0,0000433 cp

1 H 2 S  3,73 10 3  8,49 10 3 log g yH 2 S


 3,73 10 3  8,49 10 3 log0,81 0,007 
= 0,000021 cp

Setelah perhitungan viskositas uncorrected dan koreksi terhadap impurities


didapat, maka nilai viskositas gas yang terkoreksi adalah sebagai berikut.

1  1 HC  1 N 2  1CO2  1 H 2 S

 0,0126  0  0,0000433  0,000021

 0,01267 cp

Menghitung nilai  r berdasarkan persamaan di bawah ini.

 
 r  ln  g Tpr   a0  a1 Ppr  a2 Ppr 2  a3 Ppr 3
 1 


 Tpr a4  a5 Ppr  a6 Ppr  a7 Ppr
2 3

2

 T pr a8  a9 Ppr  a10 Ppr  a11Ppr
2 3

3

 T pr a12  a13 Ppr  a14 Ppr  a15 Ppr
2 3

74
Dari hasil perhitungan maka nilai µr diperoleh sebesar 0,943 cp. Nilai
viskositas gas dapat diperoleh sebagai berikut.

1 0,01267 0,943
g  e r  e  0,01943 cp
T pr 1,674

3.5.6. Faktor Volume Formasi dan Faktor Ekspansi Gas


Faktor volume formasi menghubungkan volume reservoir dengan volume
pada kondisi standar dari setiap campuran hidrokarbon. Dalam kasus gas alam,
faktor volume formasi (Bg) dapat dikaitkan dengan penerapan hukum gas nyata
untuk kondisi reservoir dan untuk kondisi standar sehingga diberikan persamaan
sebagai berikut:

V ZnRT / p
Bg   (3.62)
Vsc Z sc nRTsc / p sc

Untuk massa yang sama, nR dapat dihilangkan dan setelah substitusi zsc ≈
1, Tsc = 60 + 460 = 520 R, dan psc = 14,7 psi, Persamaan 3.62 menjadi :

Bg  0,0283
zT
p
res ft 3 / scf  (3.63)

Jika faktor volume formasi awal gas (Bgi) diketahui, maka gas awal di
tempat (Gi) dapat dihitung sebagai berikut :

AhS g
Gi  43560 ( scf ) (3.64)
Bgi

Dimana A adalah luas reservoir dalam hektar, h adalah tebal bersih reservoir
dalam ft, ϕ adalah porositas reservoir, dan Sg adalah saturasi gas.
Selain nilai faktor volume formasi gas ada juga istilah faktor ekspansi gas
yang dilambangkan dengan E. Faktor ekspansi gas merupakan kebalikan dari faktor
volume formasi gas. Adapun untuk persamaan faktor ekspansi gas adalah sebagai
berikut.

75
1 Vsc Z sc nRTsc / p sc
E   (3.65)
Bg V ZnRT / p

Faktor ekspansi gas dalam keadaan standar yaitu pada tekanan 14,7 psia dan
temperatur 60oF dengan mengasumsikan nilai zsc = 1 maka persamaannya dapat
ditulis sebagai berikut :

E  35,3
p
scf/cuft (3.66)
zT

Membagi kubik feet reservoir dengan 5,615 untuk dikonversi menjadi


reservoir dalam bentuk barel yang diperoleh dengan persamaan berikut:

E  198,22
p
scf/bbl (3.67)
zT

Contoh 3.10.

Menghubungkan downhole rate dengan rate pada kondisi standar untuk laju
produksi 10 MMscf/d (juta kaki kubik per hari), hitung downhole rate jika diketahui
downhole dengan p = 1500 psi, T = 180°F, dan gravity gas adalah sebesar 0,64
(asumsikan tidak ada gas nonhidrokarbon).

Solusi

Gravity gas adalah sebesar 0,64, dari Gambar 3.5., ppc = 670 psia dan Tpc =
370 R. Jika p = 1500 psi dan T = 180°F, maka ppr = 1500/670 = 2,25 dan Tpr = (180
+ 460) / 370 = 1,73. Dari Gambar 3.4., z = 0,89.

Menggunakan Persamaan 3.63

zT 0,89  640
Bg  0,0283  0,0283  0,0107 res ft 3 / scf
p 1500

Pada laju aliran permukaan 10 MMscf/d, laju aliran downhole adalah:

q  10 MMscf/d 0,0107  107 Mresft 3 / d

3.5.7. Kompresibilitas Gas

76
Kompresibilitas gas (cg) sering disebut sebagai kompresibilitas isotermal,
memiliki persamaan termodinamika yang dapat ditulis sebagai berikut:

1  V 
cg     (3.68)
V  p T

Untuk gas ideal, dapat ditunjukkan bahwa cg sama persis dengan 1/p. Untuk
gas nyata, cg tidak kecil dan juga tidak konstan. Dengan menggunakan hukum gas
nyata, turunan ∂V/∂p dapat dievaluasi sebagai berikut:

V ZnRT nRT  Z 
    (3.69)
p p2 p  p T

Substitusi volume (V) dengan ekivalennya dari hukum gas nyata dan
turunan ∂V/∂p dari Persamaan 3.69 ke Persamaan 3.68 sehingga menghasilkan:

1 1  V 
cg     (3.70)
p z  p T

Atau dengan persamaan lebih detail lagi sebagai berikut :

1 1  Z 
cg   (3.71)
p zp pc  p pr  T

Persamaan 3.71 berguna karena memungkinkan untuk perhitungan


kompresibilitas gas nyata pada temperatur dan tekanan berapa pun. Faktor deviasi
gas (z) dan kemiringan korelasi Standing-Katz, ∂z/∂ppr, pada temperatur yang
sesuai (yaitu, kurva temperatur pseudoreduced terkait) diperlukan.

3.5.8. Kandungan Uap Air Pada Gas Alam


Air dapat terbawa saat proses produksi ke permukaan dalam bentuk fasa uap
atau terperangkap di dalam gas dalam bentuk tetesan. Pada temperatur dan tekanan
tertentu terdapat jumlah air maksimum yang dapat ditampung oleh gas. Gas benar-
benar jenuh bila mengandung jumlah maksimum uap air untuk kondisi temperatur
dan tekanan tertentu. Temeratur saturasi pada tekanan yang ditentukan adalah titik
embun gas. Kandungan uap air dari gas alam dapat ditunjukkan pada Gambar 3.6.

77
Berdasarkan gambar tersebut, mempertahankan volume dan tekanan
konstan pada gas jenuh uap air, air akan mengalami kondensasi pada temperatur
yang rendah karena kapasitas gas yang menampung air lebih sedikit. Hal yang sama
berlaku jika volume dan temperatur dipertahankan konstan tetapi tekanan dibiarkan
meningkat. Menjaga volume dan tekanan konstan pada gas dengan saturasi air (gas
air jenuh) tetapi menurunkan temperatur titik embun. dikenal sebagai penurunan
titik embun. Istilah ini menunjukkan sejauh mana kadar air suatu gas dapat
diturunkan. Adapun untuk contoh perhitungan dapat diberikan seperti di bawah ini.

Contoh 3.11.

Gas dengan saturasi air pada 80oF dan 400 psia mengalami penurunan
sebesar 70o titik embun setelah melintasi dehydration plant. Berapa jumlah galon
air yang dipindahkan per satu juta kubik feet (MMscf) gas yang diukur pada 60 oF
dan 14,7 psia?

Solusi

Kandungan air pada 80oFdan 400 Psia = 68 lbm/MMscf

Temperatur terbaru = (80 – 70) = 10oF

Kandungan air pada 10oF dan 400 Psia = 5,8 lbm/MMscf

Banyak galon air yang dipindahkan pe MMscf =


68  5,8 lbm  7,46 gal
8,34 lbm/gal

78
Gambar 3.6.
Kanduungan Air pada Gas Alam Dengan Koreksi Salinitas dan Gravity
(Ikoku, Chi U., 1992)

79
3.5.9. Sistem Dua Fasa
Pada studi kasus reservoir retrograde dan gas basah, fasa yang
terproduksikan ke permukaan biasanya dalam bentuk dua fasa. Tingkat keakuratan
perhitungan material balance harus dibuat berdasarkan total gas reservoir yang
diproduksi, yang mana sama dengan gas permukaan yang dihasilkan ditambah gas
yang setara dengan minyak yang dihasilkan. Perhitungan reservoir dapat dibuat dari
data lapangan yang tersedia secara umum dengan menggabungkan kembali gas dan
minyak yang dihasilkan dalam rasio yang benar untuk menemukan specific gravity
rata-rata (udara = 1) dari total fluida sumur.
Nilai API gravity merupakan istilah lain dari gravity yang digunakan pada
hidrokarbon cair. Persamaan nilai derajat gravity berdasarkan American Petroleum
Institute (API) dapat ditunjukkan sebagai berikut

141,5
 API   131,5 (3.72)
o

 o merupakan specific gravity pada cairan pada 60oF, yang direfrensikan


terhadap air pada 60oF. Sehingga cairan tersebut diasumsikan memiliki nilai
densitas yang sama dengan air pada 60oF. Specific gravity yang mempunyai nilai 1
maka akan memiliki nilai derajar API sebesar 10 o API. Selain dapat mencari nilai
o
API pada Persamaan 3.72 juga dapat dicari nilai specific gravity menggunakan
bentuk persamaan yang sama sebagai berikut.

141,5
o  (3.73)
 API  131,5

Total specific gravity gas pada well stream akan sangat berbeda dengan
specific gravity di permukaan dimana gas-oil ratio (GOR) rendah. Banyak
persamaan yang digunakan pada specific gravity sebagai suatu index dari variasi
sifat fisik fluida.

80
BAB IV

KONSEP TERMODINAMIKA GAS

4.1. Sistem
Sistem adalah bagian dari alam semesta yang dapat dipelajari secara khusus.
Hal tersebut tentunya mempunyai batas-batas, sedangkan diluar sistem tersebut
adalah lingkungan. Sistem dan lingkungan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Contoh
sistem adalah gas pada suatu reservoir yang mengalir menuju lubang sumur. Gas
mengalami kompresi dengan kompresi mekanis, dan gas mengalir secara vertikal
melalui tubing dan horizontal melalui flowline.

Gambar 4.1.
Sistem dan Lingkungannya
(Ikoku, Chi U., 1992)
Analisis hukum pertama pada dasarnya adalah langkah perhitungan untuk
mengukur perpindahan energi dari atau menuju sistem dan perubahan energi dalam
pada sistem. Dua prosedur perhitungan yang utama adalah analisis kontrol massa
dan kontrol volume. Massa kontrol pada Gambar 4.2. adalah sistem tertutup
dimana jumlah massa yang tetap, dan tidak ada massa yang dapat melintasi
boundary (batas). Volume kontrol pada Gambar 4.3. adalah sistem terbuka dimana

81
sebuah sistem atau wilayah diluar batas yang dapat berpindah dimana bentuk dan
volume dapat berubah (massa dan energi dapat melintasi boundary).

Gambar 4.2.
Kontrol Massa
(Ikoku, Chi U., 1992)

Gambar 4.3.
Kontrol Volume
(Ikoku, Chi U., 1992)

4.2. Energi dan Kesetimbangan Energi


Kesetimbangan energi adalah hal pertimbangan penting dalam melakukan
perhitungan secara teknik. Untuk membuat kesetimbangan energi, seluruh faktor

82
energi harus dinyatakan dalam satuan yang sama jika perhitungan benar. Sebagai
contoh satuan-satuan ini dapat berupa foot-pound force atau British Thermal Unit
(BTU). Hubungan antara 1 BTU ekuivalen dengan 778,2 ft-lbf.
Metodologi umum pada analisis kesetimbangan energi adalah sebagai
berikut :

1. Definisi dari massa kontrol dan volume kontrol mengindikasikan bahwa


batas pada area
2. Indikasi bahwa aliran energi yang melintasi batas akan dipertimbangkan
3. Indikasi dasar waktu untuk kesetimbangan energi
4. Menulis konservasi energi pada istilah umum
5. Membuat idealisasi yang tepat dan membawa persamaan keadaan

Energi terbawa dengan fluida yang mengalir dan dapat ditransfer dari fluida
ke lingkungan dan sebaliknya. Oleh karena itu, BAB ini membahas bagaimana
energi dapat dipertukarkan antara berbagai bentuk energi pada sistem yang
bergerak melalui sebuah peralatan, processing plant, atau panjang pipa. Energi
yang terbawa dengan fluida juga termasuk energi dalam (U) dan seluruh energi
tersebut adalah sifat khas fluida, terlepas dari lokasi atau gerakan relatifnya, dan
energi terbawa oleh fluida karena kondisinya atau posisinya. Energi yang terbawa
dengan fluida ini mencakup 3 jenis energi yaitu; energi gerak (energi kinetik) yaitu
energi yang terkait dengan gerakan; energi posisi (energi potensial) yaitu hasil
energi dari lokasi sistem dalam medan gravitasi bumi; dan tekanan energi (pV) yaitu
dibawa oleh sistem karena masuk atau keluar dari aliran di bawah tekanan.
Energi ditransfer antara fluida atau sistem dalam aliran dan lingkungannya
dapat digolongkan dalam 2 jenis. Pertama adalah panas (Q), diserap oleh materi
yang mengalir atau sistem sebagai hasil perbedaan temperatur antara sistem dan
lingkungannya. Panas yang dihasilkan oleh sistem bertanda positif sementara
kehilangan panas (heat lost) oleh sistem bertanda negatif. Yang kedua adalah kerja
(w), dilakukan oleh sistem pada lingkungan. Hal ini sering disebut Shaft Work
(WS), dan tidak termasuk kehilangan kerja (lw) karena adanya friksi. Kerja

83
bertanda positif apabila sistem bekerja di lingkungannya. Panas dan kerja adalah
satu-satunya cara transfer energi antara sistem dan lingkungan.
Pertimbangan pada Gambar 4.4. bahwa kesetimbangan energi di sekitar
aliran sistem antara titik 1 dan 2 pada lingkungan mengasumsikan tidak ada
akumulasi pada material dan energi pada titik di dalam sistem seperti yang
diberikan oleh persamaan di bawah ini :

2 2
mu2 mgZ2 mu mgZ1
U2    p2V2  U1  1   p1V1  Q  w (4.1)
2g c gc 2g c gc

Gambar 4.4.
Kesetimbangn Energi
(Ikoku, Chi U., 1992)

Dengan definisi,

U  U 2  U1

Dan

 pV   p2V2  p1V1

Karena itu,

84
 1mu 2   mgZ 
U         pV   Q  w (4.2)
 2 g c   c 
g

4.3. Perubahan Entalpi (ΔH)


Sifat termodinamika entalpi (H) diefinisikan oleh persamaan di bawah ini :

H  U  pV (4.3)

Jadi, perubahan entalpi dapat diberikan pada persamaan di bawah ini :

H  U   pV  (4.4)

Persamaan diatas dapat diubah menjadi :

 mu 2   mgZ 
H        Q  w (4.5)
 2g c   gc 

Dimana
ΔH = Kandungan panas total, Btu

Dalam menghitung ΔH antara 2 keadaan termodinamika (tekanan dan


temperatur), digunakan entalpi spesifik fluida (h’) dalam Btu/lbm atau molal entalpi
spesifik (h) dalam Btu/lb-mol. Sehingga :

H  H 2  H1  m(h2 'h1 ' ) (4.6)

Atau

H  H 2  H1  n(h2  h1 ) (4.7)

Dimana
m = Pon-massa cairan
n = Pon-mol cairan

Satuan daru Btu/lb-mol akan sering digunakan dalam perhitungan ini.


Untuk gas alam, molal entalpi spesifik adalah fungsi dari temperatur, tekanan, dan
komposisi gas.

85
h  (T , p, komposisi ) (4.8)

Untuk komposisi yang diberikan (gas gravity),

h  h(T , p)

Selanjutnya menggunakan persamaan differensial,

 h   h 
dh    dT    dp (4.9)
 T  P  p T

Dengan mengintegrasikan persamaan diatas maka :

2  h  2  h 
 dh  h2  h1  h     dT     dp
2
(4.10)
1 T 1 p
1
 P  T

4.4. Panas Jenis


Pertimbangan hubungan fungsional pada u = u(T,v). Perbedaan energi
antara dua keadaan yang dipisahkan oleh temperatur yang sangat kecil dan
perbedaan volume-spesifik dT dan dv adalah :

 u   u 
du    dT    dv (4.11)
 T  v  v T

 u 
Derivatif   disebut sebagai panas jenis pada volume konstan :
 T v

 u 
Cv    (4.12)
 T  v

 h 
Pada Persamaan 4.9. Derivatif   disebut sebagai panas jenis pada
 T  P
tekanan konstan :

 h 
Cp    (4.13)
 T  P

86
Derivatif Cv dan Cp merupakan dua dari fungsi derivatif termodinamika
yang paling penting dan nilailnya telah diperoleh melalui eksperimen sebagai
fungsi dari keadaan termodinamika untuk beberapa zat kompresibel sederhana.
Panas jenis gas dan liquid telah diperoleh dari hasil eksperimen dalam
kalorimeter, biasanya pada tekanan 1 atm. Untuk gas alam, panas jenis pada tekanan
1 atm adalah fungsi dari temperatur dan gas gravity atau berat molekul. Gambar
4.5. di bawah ini merupakan grafik dari panas jenis pada tekanan konstan untuk gas
alam pada tekanan 1 atm.

Gambar 4.5.
Panas Jenis dari Gas Hidrokarbon pada Tekanan 1 atm
(Ikoku, Chi U., 1992)

Panas jenis pada volume konstan (Cv) terkait dengan panas jenis pada
tekanan konstan Cp untuk gas ideal sebagai berikut :

87
C p  Cv  R  Cv  1,99 Btu / lb  mol oF (4.14)

Rasio k = Cp/Cv pada panas jenis digunakan dalam menghitung kompresi


adiabatik pada gas, yang mana gas ideal mengikuti hubungan tersebut.

pV K  konstan (4.15)

4.4.1. Efek Tekanan pada Specific Heat dan Entalpi


Hukum persaman yang sesuai dapat digunakan sebagai koreksi nilai panas
jenis yang diukur pada tekanan 1 atm dan untuk tekanan selain 1 atm. Panas jenis
pada tekanan konstan dan pada tekanan lebih besar dari atmosfer diberikan
persamaan sebagai berikut :

C p ( p, T )  C p (14,7, T )  C p ( pr , Tr ) (4.16)

Koreksi ΔCp(pr, Tr) dapat dihitung dari termodinamika. Dari hubungan


termodnamika, pengaruh tekanan sendiri diberikan persaman sebagai berikut :

 h   v 
   v  T   (4.17)
 p T  T  P

Dimana

v = volume spesifik molal, cuft/lb-mol

Untuk gas nyata,

pv  znRT

Dengan menurunkan,

 v  zR RT  z 
     
 T  P p p  T  P

Selanjutnya,

 h  zRT zRT RT 2  z 
      
 p T p p p  T  P

88
Atau

 h  RT 2  z 
      (4.18)
 p T p  T  P

Menggunakan pengurangan temperatur dan tekanan maka :

 h  RT T
2
 z 
    c r   (4.19)
 pr Tr pr  Tr  Pr

Jika R = 10,732 psia cuft/lb-mol oR, p dalam psia maka :

 h  (10,732)(144) TcTr
2
 z 
      (4.20)
 pr Tr 778,2 pr  Tr  Pr

Atau

 h  TT
2
 z 
   1,986 c r   (4.21)
 pr Tr pr  Tr  Pr

Dimana

h Btu

pr lb  mol  pr

psia
pr 
pc

ft  lbf
778,2 
Btu

Gambar 4.6. di bawah adalah grafik dari ΔCp, disiapkan pada keadaan
dasar reduced-temperature dan reduced-pressure, untuk menghindari persiapan
banyak grafik untuk gas berdasarkan perbedaan gravity-nya.
Gambar 4.7. adalah koreksi tekanan isotermal umum untuk entalpi gas.
Gambar tersebut adalah grafik dari –Δh/T, Btu/lb-mol oR, versus reduced-pressure
terhadap garis reduced-temperature konstan. Grafik ini menggunakan
pseudocritical-temperature daripada temperatur aktual saat membagi –Δh untuk

89
menemukan fungsi –Δh/Tc. Gambar 4.7. diberikan nilai –Δh diatas sebagai refrensi
pada keadaan 0 psia dan 0 oR.

Gambar 4.6.
Koreksi Tekanan Isothermal untuk Kapasitas Panas dari Uap
(Ikoku, Chi U., 1992)

90
Gambar 4.7.
Efek Tekanan pada Entalpi untuk Gas Alam
(Ikoku, Chi U., 1992)

4.5. Entropi
Entropi (S) adalah sfat fisik dari sistem yang didefinisikan sebagai :
 Q 
S   (4.22)
 T  dapat dibalik secara internal

Perubahan dalam sifat fisik adalah sejalan dengan perubahan energi, karena :
 Q 
S  S 2  S1α   
 T  dapat dibalik secara internal

Dimana

Q = Perubahan dalam panas

Dalam melakukan sejumlah perhitungan perilaku fluida, pertimbangan


perubahan entropi mungkin dialami sistem.

91
Secara umum, energi dapat diartikan sebagai produk dalam sifat-sifat
intensif suatu material dan perubahan dalam sifat-sifat ekstensif. Sifat intensif
adalah tidak tergantung pada jumlah persen material sebagai contoh tekanan,
temperatur, densitas, tegangan permukaan, dan potensi kimia. Sifat ekstensif
tergantung pada ukurannya atau jumlah persen material sebagai contoh massa, area,
inersia, dan volume.

Contoh 4.1.

Pada kompresi sejumlah gas dalam piston, kerja yang dilakukan oleh piston
pada gas adalah sebagai berikut :

dw'  pA dx'  p dV  (4.23)

Dimana

dV = penambahan dalam volume gas

Jadi, kerja kompresi :

wcomp   p(dV )    pdV


2 2
(4.24)
1 1

Contoh 4.2.

Pada perubahan dalam area gelembung gas, kerja permukaan yang terlibat
diberikan oleh,

wsurface   dA
2
(4.25)
1

Dimana

 = Tegangan permukaan gelembung


A = Area gelembung

Contoh 4.3.

Pada perubahan dalam energi panas jika, temperatur = sifat intensif, maka
sifat ekstensif yang dibutuhkan untuk menyesuaikan temperatur serta untuk

92
merepresentasikan energi panas sebagai produk dari sifat ekstensif dan perubahan
dalam sifat ekstensif ini disebut entropi (S) pada bentuk persamaan di bawah ini :

Q   TdS
2
(4.26)
1

Perubahan energi dalam (ΔU) adalah jumlah dari perubaan dalam semua
bentuk energi yang terjadi pada materi yang sedang mengalir termasuk pengaruh
panas, pengaruh kompresi, pengaruh permukaan, dan pengaruh kimia.

U   TdS   p(dV )   dA   1dm1    2 dm2  .....


2 2 2 2 2
(4.27)
1 1 1 1 1

Dimana

T = Temperatur absolut material

S = Entropi absolut material

 TdS
2
= Perubahan energi dalam karena efek panas antara keadaan 1 dan
1

2 atau titik 1 dan 2 dalam sistem aliran


2
p(dV ) = Perubahan energi dalam karena efek kompresi antara keadaan 1
1

dan 2 atau titik 1 dan 2

 dA
2
= Perubahan energi dalam karena efek permukaan antara keadaan
1

1 dan 2 atau titik 1 dan 2


2
1dm1 = Perubahan energi dalam karena efek kimia atau perubahan
1

komponen suatu zat antara keadaan 1 dan 2 atau titik 1 dan 2

Istilah energi Δ(pV) seperti persaman di bawah ini :

( pV )   pdV   Vdp
2 2
(4.28)
1 1

Mengkombinasikan dengan Persamaan 4.1, 4.27, dan 4.28 sebagai berikut

93
 mu 2   mgZ  2
1  g  1  
2 2 2
TdS  
 2g       Vdp  dA  1dm1  .....  Q  w (4.29)
 c  c  1 1

 TdS sama
2
Dalam suatu proses, kenaikan energi dalam karena efek panas
1

dengan jumlah panas yang diserap dar lingkungan dan seluruh jenis energi lain
menghilang menjadi efek panas di dalam sistem karena tidak dapat diubah seperti
mengatasi friksi yang terjadi di dalam proses, sehingga :

 TdS'  Q  lw
2
(4.30)
1

Dimana

lw = “lost work” energi yang dapat melakukan kerja

Jika Persamaan 4.29 dan 4.30 dikombinasikan dan disusun sebagai berikut:

 mu 2   mgZ  2
1    dA   1dm1  .....  w  lw
2 2
Vdp      (4.31)
 2g c   gc  1 1

Persamaan ini tidak mengandung asumsi yang membatasi selain tidak ada
akumulasi material dalam unit dan tidak dibatasi dalam penerapannya pada material
yang mengalir atau dipindahkan dari keadaan 1 ke keadaan 2. Dalam permasalahan-
permasalahan di teknik gas alam, pengaruh kimia dan permukaan adalah diabaikan
dan istilah energi ini biasanya diambil dari persamaan energi. Sebagai contoh fluida
yang mengalir melalui pipa biasanya akan terbebas dari perubahan kimia, pengaruh
permukaan, dan seterusnya, serta Persamaan 4.31 ditulis sebagai berikut.

 mu 2   mgZ 
1
2
Vdp        w  lw (4.32)
 2g c   gc 

Penulisan Persamaan 4.32 untuk parameter massa dalam material sebagai berikut:

u 2 g

2
vdp   Z   w  lw (4.33)
1 2g c g c

94
Dimana

w = Kerja yang dilakukan per satuan massa

lw = Kerja yang hilang (lost work) per satuan massa

Jika alirannya juga kira-kira isotermal dan fluida hampir bersifat


incompressible, volume pada satuan massa, volume pada satuan massa dapat
diasumsikan konstan dan Persamaan 4.33 lebih disederhanakan menjadi berikut :

p u 2 g
  Z   w  lw (4.34)
 2g c g c

Persamaan 4.34 dibatasi pada material dengan densitas yang kira-kira


konstan dan sering disebut dengan persamaan Bernoulli ketika w dan lw adalah 0.
Ingat persaman di bawah ini.

 mu 2   mgZ 
H        Q  w (4.5)
 2g c   gc 

Persamaan 4.29 (tanpa pengaruh kimia dan permukaan) dapat ditulis


sebagai berikut :

 mu 2   mgZ  2
1    Vdp  Q  w
2
TdS      (4.29a)
 c
2 g  c  1
g

Gabungan dari Persamaan 4.5 dan 4.29a sebagai berikut :

h   Tds   vdp
2 2
(4.35)
1 1

4.5.1. Perhitungan Molal Entropi Spesifik (s)

Seperti dalam kasus entalpi, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut :

 TdS  Q  lw  n Tds
2 2
(4.36)
1 1

95
Dimana

n = Pound mol cairan dipertimbangkan

s = Molal entropi spesifik, Btu/lb-mol oR

Istilah molal dapat ditulis dengan persamaan berikut

h   Tds   vdp
2 2
(4.37)
1 1

Dimana

v = Molal volume spesifik, cuft/lb-mol

Ingat persamaan di bawah ini

 h   h 
dh    dT    dp (4.9)
 T  P  p T

 h 
Cp    (4.13)
 T  P

 h   v 
   v  T   (4.17)
 p T  T  P

Jadi Persamaan 4.9 dapat digabungkan menjadi sebagai berikut :

2  v  
h   C p dT   v  T   dp
2
(4.38)
1 1
  T  p 

Menyelesaikan Persamaan 4.37 dan 4.38 untuk hasil ds

CP dT  v 
ds     dp (4.39)
T  T  P

Integrasi Persamaan 4.39 antara dua titik tekanan-temperatur akan


menghasilkan perbedaan di dalam entropi. Di dalam grafik entalpi-entropi Brown,
keadaan dimana so = 0 dipilih sebagai 32oF dan 14,7 psia. Sebagai ilustrasi,

96
perhitungan s menggunakan keadaan ini yaitu menggunakan rata-rata dari Cp dan
mengambilnya di luar tanda integral.

Jadi,

dT 144 p  v 
s p, T , komposisi  C P 
778,2 14,7  T  P
T
   dp (4.40)
492 T

Konstanta 144 memungkinkan tekanan berada di psia dan 778,2 konversi


ft-lbf/lb-mol. Untuk gas dengan komposisi tertentu maka diberikan persamaan
berikut :

 ft 3  10,732 zT (R)
v  
 lb  mol  p( psia)

Karena itu,

 v  10,732 z 10,732T  z 
     
 T  P p p  T  P

Mensubtitusi persamaan tersebut dalam Persamaan 4.40

dT (144)(10,732)  p  z  p T  z  
s  C p    dp  
T
    dp (4.41)
14, 7 p T
492 T 778,2  14,7  p  P   P 

 z 
Dalam hal rata-rata z dan rata-rata   maka,
 T 

T  p  z  p 
s  C p ln  1,986  z ln  T   ln  (4.42)
492  14,7  T  p 14,7 

Ketika mengerjakan dengan parameter grafik z yang dikurangi, Persamaan


4.42 lebih mudah dituliskan dalam hal ini karena mengurangi beberapa variabel.

 z  1  z 
Perubahan   menjadi   dan Persamaan 4.42 menjadi berikut :
 T  Tc  Tr  pr

97
T  T  z   p
s( p, T , komposisi)  C p ln  1,986  z   T    ln
  14,7 (4.43)
492  Tc  Tr  pr 

Persamaan 4.43 ditulis untuk keadaan pada 32oF dan 14,7 psia. Hal itu
dapat dimodifikasi untuk beberapa keadaan. Persamaan 4.43 terdapat tiga rata-rata
variabel. Hal itu dapat dievaluasi berdasarkan Gambar 4.8.

C p area
Cp 
T - 492 R

z area z area
z atau z 
p - 14,7 psia p r -p r 

 z  deze area
  
 T  p r -p r 
 r  pr

98
Gambar 4.8.
Rata-rata yang Digunakan dalam Perhitungan Entropi
(Ikoku, Chi U., 1992)

99
Contoh 4.4.

Perhitngan perubahan molal entalpi dan molal entropi, Δh dan Δs, dimana
nilai specific gravity dari gas alam adalah sebesar 0,7 dikompresi dari 14,7 psia dan
100oF menjadi 800 psia dan 300oF. Lakukan koreksi jawaban terhadap grafik
entalpi-entropi Brown untuk gravity gas alam sebesar 0,7!

Solusi

Perubahan Entalpi (Δh)

Untuk SG gas 0,7,

ppc = 667 psia dan Tpc = 392 oR

Menggunakan Persamaan 4.9,

 h  2  h 
 dh  h    T  dT     dp
2 2

1 p
1 1
P  T

Perubahan di dalam entalpi dapat dibagi menjadi dua proses yaitu


perubahan pada tekanan konstan dan perubahan pada temperatur konstan.
Pertimbangan perubahan dari 100oF menjadi 300oF pada tekanan konstan yaitu 14,7
psia. Perubahan entalpi dapat diberikan sebagai berikut.

2  h 
hp     dT   CP dT  C P T
760R

1 T
 P 560R

Dari Gambar 4.5 C P pada rata-rata temperatur 200oF adalah 11,1 Btu/lb-moloF:

h p  (11,1)(760  560)  2220 Btu/lb  mol

Selanjutnya pertimbangan perubahan dari 14,7 psia menjadi 800 psia pada
temperatur konstan 300oF. Perubahan entalpi dapat diberikan sebagai berikut :

 h  T pcT pr
2
 z 
hT     dp   1,986   dp pr
2 2

 p T p pr  T pr 
  Ppr
1 1

Atau

100
1  z 
2
 760 

2
hT  (1,986)(392)  dp pr
 392  1 p pr  T pr  Ppr

Pada 800 psia

800
p pr   1,20
667

Pada 300oF

760
T pr   1,94
392

Berdasarkan Tabel IV-1., persamaan faktor z untuk 0,2 ≤ Ppr ≤ 1,2 dan 1,4
≤ Tpr ≤ 3 adalah sebagai berikut.

z  Ppr (0,0657Tpr  0,1751)  0,9968

Tabel IV-1.
Persamaan untuk Faktor z
(Ikoku, Chi U., 1992)

Sehingga,

101
 z 
   0,0657 p pr
 Tpr 
  Ppr

2
 760 
 hT  (1,986)(392)  
2 1
0,0657 p pr dp pr
 392  1 p pr

2
 760   800 14,7 
 hT  (1,986)(392)  0,0657     226
 392   667 667 

Total perubahan entalpi adalah

h  h p  hT  2220  226  1994 Btu/lb-mol

Dari grafik h-s Brown untuk SG gas alam 0,7 (Gambar 4.10) pada tekanan
14,7 psia dan temperatur 100oF,

h1  680 Btu/lb-mol

Pada 800 psia dan 300oF,

h2  2600 Btu/lb-mol

h  h2  h1  2600  680  1920 Btu/lb-mol

Perubahan Entropi (Δs)

Dari Persamaan 4.43 dimodifikasi untuk 100oF daripada 32oF

T  T  z   p
s  C p ln  1,986  z   T    ln
  14,7
560  Tc  Tr  pr 

Pada tekanan konstan (14,7 psia), C p pada temperatur rata-rata 200oF


adalah 11,1 Btu/lb-mol oF. Nilai faktor z rata-rata dari Ppr = 0,02 sampai 1,2 pada
Tpr = 1,94, berdasarkan grafik faktor z metode Standing and Katz dibawah ini adalah

0,998  0,960
z  0,979
2

102
 z   z 
    
 z   Tr  pr0,02  Tr  pr 1, 2
    0,039
 T 
 r  pr 2

Sehingga,

  800
 0,0394  ln
760 760
s  (11,1) ln  1,986 0,979 
560  392  14,7

s  4,99 Btu/lb-mol oF

Dari grafik h-s Brown untuk SG gas alam 0,7 (Gambar 4.10) pada tekanan
14,7 psia dan temperatur 100oF,

s1  1,2 Btu/lb-mol oF

Pada tekanan 800 psia dan 300oF

s1  3,7

s  s 2  s1  3,7  1.2  4,9 Btu/lb-mol oF

Contoh 4.5.

Perhitungan jumlah energi yang terkandung dalam pengambilan 1 MMcf


(diukur pada 14,7 psia dan 60oF) dengan SG gas sebesar 0,7 pada Contoh 4.4. dari
14,7 psia dan 100oF menjadi 800 psia dan 300oF menggunakan grafik Edmister
s / Tc dan grafik Cp.

Solusi

Nomor mol yang terkandung = (1106 ) / 378,6  2641

Untuk proses tekanan konstan (pada 14,7 psia), energi yang dibutuhkan
untuk merubah dari 100oF menjadi 300oF adalah.

h p  (11,1)(300  100)  2220 Btu/lb-mol oF

103
Dan

H p  (2641)(2220)  5,863 106 Btu

Untuk kompresi temperatur konstan (300oF), menggunakan Gambar 4.7


pada Tpr = 1,94 dan ppr = 0,02

h
  0,015 atau h  0,015Tc
Tc

Pada Tpr = 1,94 dan ppr = 1,2

h
  0,7 atau h  0,7Tc
Tc

Sehingga

hT  (0,7  0,015)(392)  268 Btu/lb-mol

Dan

HT  (2641)(268)  7,092 105

Total energi yang dibutuhkan adalah

H  H p  H T

H  5,863 106  7,092 105  5,154 106 Btu

4.6. Diagram Entalpi – Entropi (Mollier Diagram)


Dalam analisis proses aliran steady, diagram entalpi-entropi cukup berguna.
Entalpi adalah sifat fisik termodinamika yang cukup berguna dalam aliran mantap
dalam kesetimbangan energi, dan entropi adalah sifat fisik utama yang menjadi
perhatian sehubungan dengan hukum kedua. Jadi, koordinat dari diagram h-s
mewakili dua bentuk sifat fisik yang menarik dalam analisis satu dan dua hukum
pada sistem terbuka. Jarak vertikan antara dua keadaan pada diagram adalah
pengukuran dari Δh. Perubahan entalpi terhubung melalui aliran mantap adiabatik
dalam kesetimbangan energi pada kerja atau perubahan energi kinetik untuk turbin,

104
kompresor, dan sebagainya. Jarak horizontal antara dua keadaan Δs adalah
pengukuran derajat yang tidak dapat diubah untuk suatu proses adiabatik. Proses
isentropik ditampilkan sebagai garis vertikal, memungkinkan keadaan akhir dari
proses adiabatik yang ideal ditemukan dengan mudah. Sebagai konsekuensi,
diagram h-s membantu dalam memvisualisasikan proses perubahan untuk analisis
volume kontrol.
Telah disiapkan diagram h-s Brown untuk gas alam. Diagram h-s untuk SG
gas alam adalah 0,6, 0,7, 0,8, 0,9 dan 1 diberikan pada Gambar 4.9 sampai 4.13 .
Pseudocritical temperature dan pressure yang digunakan diberikan pada diagram
yang pada dasarnya sesuai pada gas hidrokarbon. Datum untuk masing-masing
grafik adalah 32oF dan 1 atm. Grafik gas dengan SG gas 0,7 tetapi mengandung
10% mol nitrogen diberikan pada Gambar 4.14. Campbell menunjukkan grafik h-
s untuk rata-rata gas alam (gravity gas 0,65-0,75) dalam Gambar 4.15. Grafik ini
berguna dalam mencari perubahan temperatur saat memuai atau mengkompres gas
dan menemukan kerja balik pada saat kompresi atau ekspansi.
Diagram entalpi-entropi hanya dapat diaplikasikan pada keadaan gas, jika
gas didinginkan di bawah titik embun, kondensasi terjadi dan perpindahan panas
tidak dapat ditentukan secara langsung melalui grafik.

105
Gambar 4.10.
Diagram Entalpi-entropi untuk Graviy Gas Alam 0,7
(Ikoku, Chi U., 1992)

106
Gambar 4.11.
Diagram Entalpi-entropi untuk Graviy Gas Alam 0,8
(Ikoku, Chi U., 1992)

107
Gambar 4.12.
Diagram Entalpi-entropi untuk Graviy Gas Alam 0,9
(Ikoku, Chi U., 1992)

108
Gambar 4.13.
Diagram Entalpi-entropi untuk Graviy Gas Alam 1,0
(Ikoku, Chi U., 1992)

109
Gambar 4.14.
Diagram Entalpi-entropi untuk Graviy Gas Alam 0,7 yang Mengandung 10%
Nitrogen
(Ikoku, Chi U., 1992)

Contoh 4.6.

Pada proses pendinginan atau pemanasan gas pada tekanan konstan,


ditanyakan beberapa hal berikut ini :

110
a. Berapa banyak jumlah panas yang harus dipindahkan dalam mendinginkan 1
lb-mol dan Specific Gravity gas alam 0,6 pada tekanan 200 psia dari temperatur
600 sampai 100 oF?
b. Jika gas ini selanjutnya dipanaskan dari 100 sampai 300 oF, berapa banyak panas
yang dibutuhkan per pound-mol gas?

Solusi
a. Menggunakan Gambar 4.9. untuk gravity gas sebesar 0,6. Baca entalpi pada
perpotongan garis 600oF dan garis 200 psia, yang mana h = 6100 Btu/lb-mol.
Selanjutnya ikuti garis 200 psia sampai perpotongan dengan garis 100 oF dan
entalpi h2 terbaca sebesar 500 Btu/lb-mol.

Panas yang pindah = h1 – h2


= 6100 – 500
= 5600 Btu/lb-mol

b. Pada tekanan 200 psia dan temperatur 300oF, entalpi h3 = 2600 Btu/lb-mol

Pertambahan panas = h3 – h2
= 2600 – 500
= 2100 Btu/lb-mol

Contoh 4.7.
Diketahui ekspansi adiabatik secara reversible (dapat kembali) pada gas.
Jika specific gravity gas sebesar 0,7 pada tekanan 500 psia dari temperatur 300oF
terekspansi secara adiabatik dan dapat kembali pada 100 psia, bagaimana
temperatur akhir dari gas?
Solusi

Menggunakan diagram h-s untuk gravity gas 0,7 (Gambar 4.10) pada
perpotongan dari garis 300oF dan 500 psia, serta entropi s1 sebesar -2,5 Btu/lb-
moloF. Dalam proses adiabatik tidak ada panas yang dirambahkan atau dipindahan
sehngga prosesnya dapat dibalik.

Q   T ds  0

111
Atau

ds  0 dan s = konstan

Sehingga proses adiabatik reversible adalah isentropik. Untuk memperoleh


sifat fisik pada keadaan akhir, mengikuti garis entalpi untuk s1 sampai
perpotongannya dengan garis 100 psia dan temperatur T2 yang terbaca adalah
sebesar 105oF

Contoh 4.8.

Jika Specific gravity gas sebesar 0,8 pada tekanan 2000 psia dan temperatur
200oF ekspansi melalui orifice kecil tanpa penambahan atau pengurangan panas dan
akhirnya dibawa ke kecepatan awalnya pada tekanan 50 psia, apa yang akan terjadi
pada temperatur?

Solusi

Lihat Gambar 4.11. untuk gravity gas 0,8. Pada perpotongan garis 2000
psia dan 200oF, h1 = 700 Btu/lb-mol. Karena kandungan panasnya konstan, ikuti
700 Btu/lb-mol pada perpotongannya dengan garis 50 psia dan temperatur T2 yang
terbaca sekitar 100oF.
Dalam banyak kasus, proses throttling terjadi secara cepat dalam area yang
sempit, bahwa tidak ada waktu yang cukup atau area yang cukup luas untuk proses
perpindahan panas. Oleh karena itu, proses tersebut dapat diasumsikan menjadi
adiabatik. Tetapi hal itu bersifat irreversible.

Contoh 4.9.

Diketahui suatu kompresi adiabatik secara reversible. Specific gravity gas


alam sebesar 0,9 pada tekanan 50 psi dan 80oF terkompresi secara adiabatik dan
dapat kembali menjadi 1000 psia. Berapa temperatur gas yang terkompresi?

Solusi

Lihat Gambar 4.12. untuk spesific gravity gas 0,9. Pada perpotongan garis
50 psia dan 80oF, entropi s1 = -1,3 Btu/lb-moloF. Selanjutnya ikuti garis entropi s1

112
= -1,3 Btu/lb-moloF sampai pada perpotongannya dengan garis 1000 psia dan baca
T2 = 410oF.

Contoh 4.10.

40 Mcf/d (diukur pada 60oF dan 14,7 psia) dari rata-rata gas pada 240oF
mengalir dengan bebas melalui ekspansi valve bersama dengan penurunan tekanan
dari 2000 ke 1000 psia.

a. Berapakah perubahan temperatur di seluruh valve?


b. Berapakah maksimal kerja yang dapat diperoleh dari aliran gas yang terekspansi
ini tanpa menggunakan panas?
c. Apa jadinya jika perubahan temperatur gas ketika terjadi ekspansi melalui
mesin adiabatik yang reversible?

Solusi

Lihat gambar diagram h-s untuk rata-rata gas alam (Gambar 4.15)

a. Pada 2000 psia dan 240oF,

h1 = 1400 Btu/lb-mol

113
Gambar 4.15.
Diagram Entalpi-entropi untuk Specific Gravity Gas Alam 0,65 Sampai 0,75
(Ikoku, Chi U., 1992)

Untuk proses throtling melintasi valve dimana entalpi adalah konstan pada
tekanan 1000 psia dan h = 1400 Btu/lb-mol.

T2 = 212 oF

b dan c. Maksimum kerja yang akan diperoleh menggunakan adiabatik dan proses
reversible (misalnya isentropik) pada 2000 psia dan 240oF,

s1 = -7 Btu/lb-moloF

114
Pada 1000 psia dan s = -7 Btu/lb-moloF

T3 = 140oF

h3 = 560 Btu/lb-mol

Kerja yang dilakukan oleh gas = -Δh = h1 – h3 = 1400 – 560 = 840 Btu/lb-mol

33000  60
1 horsepower (hp) =  2,545 Btuh
778,2

1 lb-mol diartikan 378,6 cuft pada 60 oF dan 14,7 psia

(40.000.000)(840)
Power =  1453 hp
(378,6)(24)(2,545)

115
BAB V

MEKANISME DAN PEROLEHAN HIDROKARBON GAS

Reservoir yang hanya berisi gas bebas disebut reservoir gas. Reservoir
semacam itu mengandung campuran hidrokarbon, yang seluruhnya ada dalam
bentuk gas. Campuran tersebut dapat berupa gas kering, basah, atau kondensat,
tergantung pada komposisi gas, bersama dengan tekanan dan temperatur dalam
reservoir. Reservoir gas mungkin memiliki water influx dari bagian yang
mengandung air dari formasi.
Kebanyakan perhitungan teknik gas melibatkan penggunaan faktor volume
formasi gas (Bg) dan faktor ekspansi gas. Faktor volume formasi gas (Bg)
didefinisikan sebagai volume aktual yang ditempati oleh n mol gas pada tekanan
dan temperatur tertentu, dibagi dengan volume yang ditempati dengan jumlah gas
yang sama pada kondisi standar. Penjelasan mengenai faktor volume formasi dan
faktor ekspansi gas sudah dibahas pada BAB sebelumnya berikut dengan
persamaan yang digunakan.
Cadangan gas alam diklasifikasikan sesuai dengan proses pembentukannya.
Nonassociated gas merupakan gas bebas yang tidak da kontak dengan minyak
dalam reservoir. Sedangkan associated gas merupakan gas yang kontak dengan
minyak di dalam reservoir. Dissolved gas merupakan gas yang larut dalam minyak
di reservoir. Adapun untuk metode perhitungan cadangan gas sendiri dapat
dilakukan dengan metode volumetrik dan metode material balance.

5.1. Metode Volumetrik


Data yang digunakan untuk memperkirakan cadangan reservoir gas
termasuk volume pori dapat dilakuakn berdasarkan data yang diperoleh dari data
log sumur, analisis core, tekanan lubang sumur (BHP) dan informasi sampel fluida,
serta dengan pengujian sumur. Selain itu data ini biasanya digunakan untuk
mengembangkan berbagai peta bawah permukaan. Dari peta ini, peta penampang
struktural dan stratigrafi membantu untuk menetapkan luas area reservoir dan untuk

116
mengidentifikasi diskontinuitas reservoir, seperti pinch-out, patahan, atau kontak
gas-air. Peta kontur bawah permukaan, biasanya di gambar relatif terhadap formasi
yang diketahui serta dibuat dengan garis yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian yang sama. Peta isopach bawah permukaan dibuat dengan garis-garis
dengan ketebalan formasi net gas yang sama. Dengan peta-peta ini, volume
reservoir kemudian dapat diestimasi dengan merencanakan area antara garis-garis
isopach dan menggunakan teknik perhitungan volume perkiraan, seperti metode
piramidal atau trapesium.
Persamaan volumetrik digunakan memperkirakan cadangan gas in place
mula-mula. Selama periode pengembangan sebelum batas reservoir ditentukan
secara akurat, akan lebih mudah untuk menghitung gas per acre-foot dari bulk
reservoir. Ketika lapangan tersebut dilakukan produksi dalam waktu tertentu,
metode perhitungan cadangan yang digunakan bukan lagi dengan volumetrik akan
tetapi mengguakan metode material balance sesuai dengan data produksi yang
diperoleh. Adapun untuk perhitungan cadangan gas dengan metode material
balance dapat dilakukan mealui persamaan berikut ini :

43560  Vb    (1 - S wi )
G (5.1)
Bgi

Dimana

G = Cadangan gas mula-mula di tempat, scf.

Vb = Bulk volume reservoir, Acre-ft.

𝜙 = Porositas batuan reservoir, fraksi.

Swi = Saturasi air mula-mula, fraksi.

Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/scf.

43560 = Konversi dari acre-ft ke cuft.

117
Persamaan ini dapat diterapkan pada kondisi awal dan kondisi abandonment
untuk menghitung gas yang dapat diproduksikan kembali. Sehingga dalam keadaan
abandonment persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

 1 1 
G  43560  Vb    (1 - S wi )  (5.2)
 Bgi Bga 
 

Di mana Bga dievaluasi pada tekanan abandonment. Penerapan metode


volumetrik mengasumsikan volume pori yang terisi oleh gas adalah konstan. Jika
terjadi water influx maka A, h, dan Sw akan berubah.

Contoh 5.1.

Lapangan “CJ” terdapat 5 lapisan/zona, tetapi hanya ada 4 lapisan yang


produktif yaitu A0, A1, A2, dan A3. Masing-masing dihitung volumenya sehingga
diperoleh besarnya volume total atau bisa dinamakan Volume Bulk. Adapun utuk
perhitungan Volume Bulk dapat dilakukan berdasarkan data pada Tabel V-1.

Tabel V-1.
Penentuan Volume Bulk Lapangan “CJ”
Luas Ketebalan
Zona Metode
Area Ai+1/Ai Kontur Volume
Produktif Perhitungan
Acre Ft Acre-ft
A0 1435 0.677 Trapezoidal 25 30088
A1 972 442 Piramid 25 17071
A2 430 326 Piramid 25 6950
A3 150 0 Piramid 20 1000
A4 0 - - - 0
Total 55109

Jika data tambahan terlampir seperti di bawah ini, maka hitunglah besar
cadangan volumetrik (OGIP) pada lapangan tersebut.

Avg. Porosity (Ø) = 0,28 (fraksi)

Avg. Water Saturation (Sw) = 0,20 (fraksi)

Faktor Volume Formasi Gas (Bg) = 0,00636 cuft/scf

118
Solusi

43560  Vb    (1 - S wi )
OGIP 
Bgi

43560  55109  0,28  (1 - 0,20)


OGIP 
0.00636

OGIP  84,547 Bscf

5.2. Metode Material Balance


Jika riwayat tekanan produksi yang cukup tersedia untuk reservoir gas, gas
awal di tempat G, tekanan reservoir awal pi, dan cadangan gas dapat dihitung tanpa
mengetahui A, h, φ, atau Sw. Ini dilakukan dengan membentuk keseimbangan massa
atau mol pada gas sebagai:

n p  ni  n (5.3)

Dimana :

np = Mol gas yang dihasilkan

ni = Mol gas mula-mula di reservoir

n = Mol gas yang tersisa di reservoir

Menggunakan konsep tanki dengan volume konstan, misalkan Vi menjadi


volume reservoir hidrokarbon (bbl) pada tekanan awal p, asumsikan bahwa pada
beberapa tekanan (p), standar cubic feet gas (Gp) dan stock-tank barrel air (Wp)
telah terproduksikan ke permukaan, sejumlah air yang merembas masuk ke dalam
reservoir (We), dan volume gas yang masih tersisa di reservoir adalah V barel.
Karena reservoir yang dianggap konstan, persamaan yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut.

Vi  V  We  WP Bw (5.4)

V  Vi  We  WP Bw (5.5)

119
Vi, V, We, dan WpBw meruakan satuan barrel dalam reservoir, Bw merupakan
faktor volume formasi air dalam reservoir per stock-tank barrel. Berdasarkan
hukum gas maka,

pV
n
zRT

Jadi,

pb G p
np 
z b RTb

Dan,

piVi
ni  5,615
zi RT

pV pVi  We  WP Bw 
n  5,615  5,615
zRT nRT

Dimana

Gp = Kumulatif produksi gas dari pi sampi p, scf

R = Konstanta gas, 10,732 cuft-psi/lb mol oR

Substitusikan kedalam Persamaan 5.3 sehingga diberikan:

pb G p  pV pVi  We  WP Bw 
 5,615 i i  
zb RTb  zi RT nRT 

Atau,

zbTb  piVi pVi  We  WP Bw 


G p  5,615    (5.6)
pb T  z i z 

Oleh karena itu, menyatakan Vi dalam istilah G (cadangan gas mula-mula


dalam scf) dam mensubstitusikan faktor volume gas Bgi dan Bg pada tekanan pi dan
p, maka Persamaan 5.6 menjadi sebagai berikut.

120
GBg  Bgi   We  WP Bw 
Gp  (5.7)
Bg

Untuk reservoir yang tidak terjadi water influx dan tidak ada air yang
terproduksi, Persamaan 5.6 dan 5.7 masing-masing menjadi sebagai berikut.

zbTbVi  pi p 
G p  5,615    (5.8)
pbT  zi z 

Dan

Gp  G
B g  Bgi 
(5.9)
Bg

Dalam aplikasinya, persamaan material balance untuk reservoir gas dapat


diterapkan untuk memperkirakan cadangan gas mula-mula dari data kinerja
reservoir tersebut. Selain itu menentukan keberadaan dan memperkirakan
efektivitas tenaga pendorong water drive dan membantu dalam memperkirakan
kinerja dan cadangan reservoir gas itu sendiri. Dalam hal ini, perhitungan besarnya
gas in place dengan persamaan material balance jauh lebih akurat daripada
perkiraan cadangan menggunakan persamaan volumetrik dan water influx dianggap
kecil.

5.3. Prediksi Perilaku Reservoir


Pengembangan reservoir gas alam yang efisien bergantung pada
pengetahuan tentang bagaimana kinerja reservoir di masa depan. Untuk
memprediksi recovery sebagai fungsi tekanan atau waktu, sumber energi atau
tenaga pendorong gas dari reservoir harus diidentifikasi dan pengaruhnya terhadap
kinerja reservoir juga perlu dievaluasi. Energi yang dibutuhkan untuk produksi gas
biasanya berasal dari ekspansi gas atau kombinasi dari ekspansi gas dan water
influx. Perbandingan dengan lapangan lain, estimasi volumetrik, dan kurva
penurunan adalah metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan cadangan
gas in place di reservoir. Tetapi dalam praktiknya, cadangan yang dapat diperoleh
kembali (recoverable reserve) adalah yang paling menarik.

121
5.3.1. Perhitungan Volumetrik dan Penentuan Tekanan Abandonment
Persamaan volumetrik (Persamaan 5.1) berguna dalam penentuan
cadangan untuk memperkirakan gas in place. Selama periode pengembangan
sebelum batas reservoir ditentukan secara akurat, akan lebih mudah untuk
menghitung gas in place per acre-foot batuan reservoir. Untuk reservoir gas alam
dibawah kontrol volumetrik (tidak ada water influx atau produksi air), kumulatif
produksi gas (Gp) pada setiap tekanan merupakan perbedaan antara perhitungan
volumetrik gas in place pada kondisi tekanan mula-mula dan tekanan selanjutnya
(telah terjadi penurunan penurunan). Jadi persamaannya dapat ditulis sebagai
berikut.

 1 1 
G p  7758 Ah 1  S w   (5.10)
 Bgi Bg 
 

Tekanan abandonment ditentukan berdasarkan keekonomian seperti


nilai pasar gas di masa yang akan datang, biaya operasi dan pemeliharaan sumur,
serta biaya distribusi dan pengangkutan gas ke buyer/konsumen. Ketika perkiraan
cadangan diperlukan di awal masa produksi reservoir, misalnya setelah
penyelesaian satu atau dua sumur, maka berdasarkan sumur refrensi dapat
menghitung besarnya cadangan sisa yang dapat diproduksikan terhadap waktu
tertentu. Jika faktor volume formasi gas (Bga) diasumsikan berdasarkan tekanan
abandonment (katakan 100 psia dengan penambahan kompresor di fasilitas
permukaan) diganti dengan Bg, atau gas yang dapat diperoleh kembali (recoverable
gas). Persamaan recoverable reserve dapat ditulis sebagai berikut.

43560 1  S wi RF
RR  (5.11)
Bgi

Dimana

RR = Cadangan gas pada tekanan abandonment, scf/acre-ft

RF = Recovery factor, fraksi pada cadangan mula-mula gas yang dapat diambil

122
Recovery Factor (RF) dari reservoir gas merupakan fungsi dari tekanan
abandonment dan permeabilitas. Jika menurunkan tekanan abandonment akan
meningkatkan produksi gas yang dapat diperoleh kembali. Tekanan abandonment
yang digunakan tergantung pada harga gas, indeks produktivitas sumur, luas
lapangan, lokasinya terhadap pasar, dan jenis pasar. Jika sistem penjualannya
adalah dengan saluran pipa transmisi, tekanan operasi saluran mungkin menjadi
faktor pengendali dalam tekanan abandonment untuk lapangan yang tidak luas;
tetapi untuk lapangan yang luas, pemasangan instalasi kompresor mungkin layak
secara ekonomi, sehingga menurunkan tekanan abandonment secara substansial di
bawah tekanan operasi pipa yang beroperasi di area tersebut. Beberapa perusahaan
pipa gas menggunakan tekanan abandonment 100 psi/1000 ft kedalaman.
Reservoir gas yang tenaga pendorongnya adalah water drive memiliki
Recovery Factor (RF) yang lebih rendah daripada reservoir gas tertutup karena
tekanan abandonment yang tinggi karena perambahan air ke dalam sumur produksi.
Permeabilitas reservoir juga merupakan faktor utama yang mengatur recovery pada
reservoir gas tertutup. Permeabilitas yang lebih tinggi menghasilkan laju aliran
yang tinggi untuk penurunan tekanan tertentu.
Oleh karena itu, ketika semua faktor lainnya dianggap sama, tekanan
abandonment lebih rendah untuk reservoir dengan permeabilitas tinggi. Recovery
factor tinggi jika pada formasi batupasir seragam dan homogen. Untuk reservoir
gas tertutup, faktor utama yang mengatur efisiensi recovery adalah tekanan
abandonment. Jika tekanan abandonment diketahui, recovery factor dapat dihitung
dan dinyatakan dalam persen initial gas in place. Adapun untuk persamaan nilai
recovery factor sebagai berikut.

100Bga  Bgi   Bgi   


RF   1001    1001  pa zi  (5.12)
 Bga   pi z a 
Bga   

Untuk tenaga pendorong water drive reservoir

100S gi Bga  S ga Bgi RF


RF  (5.13)
S gi Bga

123
Dimana

Sgi = Saturasi gas mula-mula, fraksi

Sga = Saturasi gas abandonment, fraksi

Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, res bbl/scf atau cuft/scf

Bga = Faktor volume formasi gas abandonment, res bbl/scf atau cuft/scf

pa = Tekanan abandonment, psia

za = Faktor kompresibilitas gas pada keadaan abandonment

Untuk strong water drive dimana residual gas terperangkap pada tekanan
tinggi, mungkin 50-60% dibandingkan dengan 70-80% untuk partial water drive.

5.3.2. Perhitungan Material Balance dengan Pengaruh Bg dan Tenaga


Pendorong Water Drive
Gas in place, cadangan, dan water influx dapat diperkirakan dari riwayat
kinerja/performa produksi menggunakan metode material balance. Hal ini
memberikan koreksi terhadap perhitungan yang menggunakan metode volumetrik.
Dalam beberapa kasus porositas, connate water, atau volume efektif reservoir tidak
diketahui dengan presisi atau tidak diketahui secara pasti, serta metode volumetrik
dapat digunakan untuk menghitung gas in place (cadangan). Namun, metode ini
hanya berlaku untuk reservoir secara keseluruhan, karena migrasi gas dari satu
bagian reservoir ke yang lain. Data produksi dan tekanan yang akurat sangat penting
untuk perhitungan material balance. Sumber kesalahan yang paling mungkin
adalah memperkirakan tekanan reservoir rata-rata, terutama selama periode sejarah
produksi. Persamaan 5.7 dan 5.9 dapat ditulis sebagai berikut:

G p Bg  We  WP Bw 
G (5.14)
Bg  Bgi

Dan

124
G p Bg
G (5.15)
Bg  Bgi

Penentuan gas in place awal dapat dihitung dari Persamaan 5.15 dengan
menggantikan kumulatif gas yang dihasilkan dan faktor volume formasi gas yang
sesuai pada tekanan reservoir selama periode produksi. Jika perhitungan berturut-
turut selama waktu produksi tertentu memberikan nilai yang konsisten dan konstan
untuk gas in place. Dari data produksi yang diperoleh selama waktu tertentu maka
akan dapat menentukan jenis tenaga pendorong untuk menghitung nilai G. Tenaga
pendorong pada reservoir gas dapat dihasilkan melalui bentuk kurva yang
ditunjukkan pada Gambar 5.1. Setelah G telah ditentukan dan tidak adanya water
influx, persamaan yang sama dapat digunakan untuk membuat prediksi masa depan
dari kumulatif produksi gas sebagai fungsi dari tekanan reservoir.

Gambar 5.1
Tenaga Pendorong pada Reservoir Gas untuk Penentuan Gas In Place
(Ahmed, Tarek, & McKinney, Paul D., 2005)

Persamaan 5.14 atau 5.15, mana saja yang berlaku dalam situasi tertentu,
dapat digunakan untuk menghitung gas in place. Jika tidak ada perambahan air

125
(water influx), informasi yang diperlukan adalah data produksi, data tekanan,
specific gravity gas untuk mendapatkan faktor kompresibilitas dan temperatur
reservoir. Namun, sebelum dilakukan produksi gas dari reservoir, penyebut sisi
kanan persamaan material balance sangat kecil, sedangkan pembilangnya relatif
besar. Perubahan kecil pada penyebut akan menghasilkan perbedaan besar dalam
nilai yang dihitung dari gas in place. Oleh karena itu, perhitungan dari persamaan
material balance dianjurkan untuk tidak ditekankan di awal produksi reservoir.
Berikut ini adalah contoh perhitungan yang menggambarkan metode penggunaan
persamaan material balance dan kelemahannya di awal umur produksi reservoir.

Contoh 5.2.

a. Hitunglah cadangan gas mula-mula pada reservoir gas tertutup jika reservoir
tersebut sudah berproduksi sebesar 450 MMscf, tekanan reservoir telah
mengalami penurunan sampai 2900 psia dari tekanan mula-mula sebesar 3000
psia. Temperatur reservoir sebesar 185 oF dan gravity gas sebesar 0,6
b. Jika tekanan reservoir yang telah diukur tidak benar dan seharusnya 2800 psia
malah menjadi 2900 psia, apa yang akan terjadi pada nilai yang sesungguhnya
dalam perhitungan cadangan gas dan berapakah besar persen error yang
dihasilkan?

Solusi

a. Jika nilai faktor kompresibilitas pada tekanan 3000 psia sebesar 0,88 dan pada
tekanan 2900 sebesar 0,87 untuk gravity gas 0,6, maka nilai faktor volume
formasi gas (Bg) diperoleh sebagai berikut.
0,00504 ziT
Bgi  (5.16)
Pi
Sehingga

0,00504  0,88  185  460 


Bgi   0,000953
3000

126
0,00504  0,87  185  460 
Bg 2900   0,000975
2900
Selanjutnya menggunakan Persamaan 5.15 sebagai berikut

G
G p Bg

450000000   0,000975   19,94 MMscf
Bg  Bgi 0,000975  0,000953
b. Jika pengukuran tekanan salah dan yang benar untuk hasil pengukuran tekanan
adalah 2800 psia dengan faktor kompresibilitas pada tekanan tersebut sebesar
0,86 maka:
0,00504  0,86  185  460 
Bg 8900   0,000998
2800
Selanjutnya menggunakan Persamaan 5.15 sebagai berikut

G
G p Bg

450000000   0,000998   9,98 MMscf
Bg  Bgi 0,000998  0,000953

Jadi, kesalahan 100 psia, yang hanya 3,5% dari tekanan reservoir total,
menghasilkan peningkatan gas in place yang dihitung sekitar 200%, atau
peningkatan 2 kali lipat. Perhatikan bahwa kesalahan serupa dalam tekanan
reservoir di kemudian hari dalam umur produksi reservoir tidak akan menghasilkan
kesalahan sebesar yang dihitung pada awal umur produksi reservoir. Initial gas in
place dapat dihitung dari Persamaan 5.15 dengan mengganti gas kumulatif yang
dihasilkan dan faktor volume formasi gas yang sesuai pada tekanan reservoir
selama periode waktu tertentu (selama produksi). Jika perhitungan berturut-turut
pada berbagai waktu selama produksi memberikan nilai yang konsisten untuk gas
in place mula-mula, reservoir beroperasi di bawah kontrol volumetrik sehingga
nilai G dapat diperhitungkan (Gambar 5.2.).
Setelah nilai G telah ditentukan dan tidak adanya water influx yang terjadi,
persamaan yang sama dapat digunakan untuk membuat prediksi masa depan dari
produksi gas kumulatif sebagai fungsi dari tekanan reservoir. Aplikasi berturut-
turut dari Persamaan 5.15 biasanya akan menghasilkan peningkatan nilai G dengan
waktu jika water influx terjadi. Namun, jika ada aliran gas ke zona lain karena
pekerjaan semen yang buruk atau kebocoran casing, nilai G yang dihitung dapat
menurun seiring berjalannya waktu. Persamaan 5.15 tidak berlaku dalam kasus

127
ini, dan Persamaan 5.14 harus digunakan untuk memperkirakan G. Jika reservoir
gas memiliki tenaga pendorong water drive, maka akan ada dua yang tidak
diketahui dalam persamaan material balance, meskipun data produksi, tekanan,
temperatur dan gravity gas diketahui. Dua yang tidak diketahui ini adalah gas in
place mula-mula dan kumulatif dari water influx. Untuk menggunakan persamaan
material balance serta menghitung gas in place mula-mula, beberapa metode untuk
memperkirakan water influx kumulatif (We) harus dikembangkan.

Gambar 5.2.
Penentuan grafis nilai G terhadap Gp
(Ahmed, Tarek., 2006)

Ada dua prosedur yang umum digunakan untuk memperkirakan water


influx. Metode pertama adalah dari analisis data produksi dari sumur yang dibor
pada struktur batuan atau dari analisis log atau analisis uji drill stem test dari sumur
yang dibor setelah ada beberapa produksi gas dan beberapa peningkatan kontak gas-
air. Jika perubahan kontak gas-air dapat ditentukan, maka dengan perhitungan
volumetrik dimungkinkan untuk menentukan perambahan air. Meskipun metode ini
sering digunakan di reservoir minyak, metode ini jarang diterapkan di reservoir gas
karena jumlah sumur yang dibor di reservoir gas lebih sedikit.

128
Metode kedua untuk memperkirakan water influx adalah dengan mengatur
ulang persamaan material balance dan menentukan besarnya kombinasi gas in
place ditambah kumulatif water influx pada beberapa waktu yang berbeda. Jumlah
gas in place mula-mula adalah konstan, terlepas dari waktu atau jumlah produksi.
Oleh karena itu, plot G vs. Gp harus berupa garis horizontal (Gambar 5.3.). Namun,
jika Persamaan 5.15 digunakan untuk menghitung G di reservoir di mana ada
water influx, nilai G yang dihitung akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan Gp. Ini karena persamaan material balance yang digunakan salah.
Alih-alih menghitung G, perhitungan sebenarnya adalah G + f(We), di mana f(We)
adalah beberapa fungsi dari water influx. Mengatur ulang Persamaan 5.14 untuk
menyelesaikan masalah mengenai perhitungan gas in place mula-mula dan
kumulatif water influx sebagai berikut.

We G p B g  W p Bw
G  (5.17)
Bg  Bgi Bg  Bgi

Pada interval waktu yang berurutan, ruas kiri dari Persamaan 5,17. akan
terus meningkat karena parameter We/(Bg - Bgi). Plot dari beberapa nilai ini pada
interval waktu yang berurutan diilustrasikan pada Gambar 5.3. Ekstrapolasi garis
yang dibentuk oleh titik-titik ini kembali ke titik di mana Gp = 0 menunjukkan nilai
G yang sebenarnya, karena ketika Gp = 0, maka We/(Bg - Bgi) juga nol.
Secara ekonomis, teknik ini dapat digunakan untuk memperkirakan nilai We
karena setiap saat terdapat perbedaan antara garis horizontal (yaitu nilai sebenarnya
dari G) dan garis miring [G + (We)/( Bg - Bgi)] akan memberikan nilai We /( Bg - Bgi).
Pengetahuan tentang besarnya perambahan air di waktu yang mendatang ke dalam
reservoir akan memberikan beberapa panduan untuk pelaksanaan kegiatan produksi
gas sehingga dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Poin-poin yang
dihitung di awal waktu produksi reservoir dapat menyebabkan ketidakakuratan
yang cukup besar. Selain itu, parameter tau satuan yang berbeda dari persamaan
material balance perlu diperhatikan misalnya pada unit (yaitu, apakah bbl/scf atau
cuft/scf, dll.) dan kondisi (baik kondisi di permukaan ataupun bawah permukaan itu
sendiri).

129
Karena gas sering dilewati dan terperangkap oleh air, recovery factor untuk
reservoir gas dengan tenaga pendorong water drive dapat secara signifikan lebih
rendah daripada reservoir volumetrik yang dihasilkan oleh ekspansi gas sederhana.
Selain itu, adanya heterogenitas reservoir, seperti stringer atau layering dengan
permeabilitas rendah, dapat mengurangi perolehan gas lebih lanjut. Seperti
disebutkan sebelumnya, ultimate recovery sebesar 80% hingga 90% umum terjadi
pada reservoir gas volumetrik, sedangkan recovery factor reservoir gas dengan
tenaga pendorong water drive berkisar dari 50% hingga 70%.

Gambar 5.3.
Pengaruh Water Influx pada Perhitungan Cadangan Gas
(Ahmed, Tarek., 2006)

5.3.3. Metode Penurunan Kurva Tekanan p/z


Istilah dp/z adalah gas yang tersisa di tempat pada setiap tekanan p. Dengan
demikian, plot linier dapat diekstrapolasi untuk memberikan gas awal di tempat
pada tekanan nol, cadangan gas awal pada tekanan pengabaian, dan produksi gas
kumulatif pada tekanan apa pun yang diinginkan. Jika air merambah, volume
reservoir hidrokarbon tidak konstan dengan waktu; akibatnya, plot p/z vs Gp
bukanlah garis lurus. Sebaliknya, reservoir penggerak air biasanya diplot sebagai
kurva yang cekung ke atas (Gambar 5.4.). Karena masuknya air, tekanan turun

130
kurang cepat dengan produksi daripada di bawah kontrol volumetrik. Setelah
jumlah gas yang wajar telah diproduksi (sekitar 20% dari cadangan), p/z vs. plot
garis lurus kumulatif untuk reservoir volumetrik (tertutup) memberikan prosedur
yang memuaskan untuk memperkirakan gas yang dapat diperoleh kembali. Harus
diperhatikan bahwa jika tekanan saja (bukan p/z) diplot terhadap produksi gas
kumulatif, grafik yang dihasilkan tidak linier, dan ekstrapolasi dari kurva produksi
tekanan ini mungkin salah besar.

Gambar 5.4.
Grafik p/z Versus Kumulatif Produksi Gas
(Ikoku, Chi U., 1984)

Pada Gambar 5.4. dapat dijelaskan bahwa nilai gas in place mula-mula
akan diketahui (G = Gp). Namun, pada reservoir tertutup (close reservoir) akan ada
pengaruh abandonment sehingga nilai gas in place mula-mula akan lebih kecil jika
ditarik garis dari kiri ke kanan sampai menyentuh garis miring. Namun jika ada
pengaruh tenaga pendorong water drive maka kurva atau garis miring akan
berubah.

131
p pi  p sc T 
  G p (5.18)
z z i  TscV 

Persamaan 5.18. adalah persamaan garis lurus ketika (p/z) diplot versus
produksi gas kumulatif Gp, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.5. Hubungan
garis lurus ini mungkin merupakan salah satu hubungan yang paling banyak
digunakan dalam penentuan cadangan gas. Kemiringan garis lurus sama dengan :

p sc T
slope  (5.19)
TscV

Gambar 5.5.
Grafik p/z Versus Kumulatif Produksi Gas Dengan Persamaan Slope
(Ahmed, Tarek., 2006)

Volume gas reservoir awal (V) dapat dinyatakan dalam volume gas pada
kondisi standar dinyatakan dengan persamaan berikut ini:

132
p zT
V  B g G   sc i G (5.20)
 Tsc pi 

Menggabungkan hubungan di atas dengan Persamaan 5.18. menghasilkan


persamaan di nawah ini.

p pi  pi  1 
    G p (5.21)
z z i  z i  G 

Persamaan diatas dapat ditulis lebih sederhana lagi sebagai berikut.

 mG p
p pi

z zi

Dimana koefisien m pada dasarnya konstan dan mewakili garis lurus yang
dihasilkan ketika p/z diplot terhadap Gp. Kemiringan, m ditentukan oleh:

p 1
m   i 
 zi  G

Secara ekuivalen, m didefinisikan oleh Persamaan 5.19. sebagai:

Tpsc
m
TscV

Dimana

G = Original gas in place, scf

V = Original gas in place, ft3

Sekali lagi, Persamaan 5.21. menunjukkan bahwa untuk reservoir


volumetrik, hubungan antara (p/z) dan Gp pada dasarnya linier. Persamaan populer
ini menunjukkan bahwa dengan ekstrapolasi garis lurus ke absis, yaitu, pada p/z =
0, akan memberikan nilai gas in place sebagai G = Gp. Representasi grafis dari
Persamaan 5.21. dapat digunakan untuk mendeteksi adanya aliran air, seperti yang

133
ditunjukkan secara grafik pada Gambar 5.6. Ketika plot (p/z) versus Gp
menyimpang dari hubungan linier, menunjukkan adanya perambahan air.

Gambar 5.6.
Pengaruh Tenaga Pendorong Water Drive pada Hubungan p/z vs Gp
(Ahmed, Tarek., 2006)

Banyak metode grafik lain telah diusulkan untuk memecahkan Material


Balance Equation (MBE) gas yang berguna dalam mendeteksi adanya water influx.
Salah satu teknik grafik tersebut disebut energy plot.

 z p
log 1  i   log G p  log G (5.22)
 pi z 

Dari Persamaan 5.22, terlihat bahwa plot [1(zi p)/(pi z)] versus Gp pada
koordinat log-log akan menghasilkan garis lurus dengan kemiringan satu (sudut
45°). Ekstrapolasi ke satu pada sumbu vertikal (p = 0) menghasilkan nilai gas in
place mula-mula (G). Grafik yang diperoleh dari jenis analisis ini disebut sebagai
plot energi (energy plot). Hal ini berguna dalam mendeteksi water influx di

134
reservoir. Jika We tidak nol, kemiringan plot akan kurang dari satu, dan juga akan
berkurang seiring waktu, karena We meningkat seiring waktu. Kemiringan yang
meningkat hanya dapat terjadi sebagai akibat dari produksi gas dari reservoir atau
data yang buruk, karena kemiringan yang meningkat akan menyiratkan bahwa
volume pori yang terisi gas meningkat seiring berjalannya waktu. Gambar 5.7.
menunjukkan ilustrasi skema energy plot.

Gambar 5.7.
Energy Plot
(Ahmed, Tarek., 2006)
5.3.3. Persamaan Material Balance Sebagai Garis Lurus
Havlena dan Odeh (1963) memaparkan mengenai persamaan material
balance sebagai istlah dari produksi gas, ekspansi fluida, dan water influx sebagai
berikut.

Penarikan Ekspansi Ekspansi Air/ Water


  
Bawah Permukaan Gas Kompaksi Pori influx
Atau

135
c s  cf 
G p Bg  W p Bw  GBg  B gi   GBgi p  We Bw
w wi
(5.23)
1  s wi

Menggunakan satuan Havlena dan Odeh maka dapat dituliskan persamaan


sebagai berikut :

F  GE g  E f , w   We Bw (5.24)

Dengan istilah F, Eg, dan Ef,w yang didefinisikan sebagai berikut :

 Penarikan Fluida Bawah Permukaan F

F  G p B g  W p Bw (5.25)

 Ekspansi Gas Eg

E g  Bg  Bgi (5.26)

 Ekspansi Air dan Batuan Ef,w

c S wi  c f 
E f , w  Bgi
w
(5.27)
1  S wi

Dengan asumsi bahwa ekspansi batuan dan air (Ef,w) dapat diabaikan
dibandingkan dengan ekspansi gas sehingga Persamaan 5.24. dapat diubah
menjadi:

F  GEg  We Bw (5.25)

Akhirnya, membagi kedua sisi persamaan dengan Eg dan persamaan


menjadi sebagai berikut:

F WB
G e w (5.26)
Eg Eg

Menggunakan data produksi, tekanan, dan PVT, sisi kiri dari persamaan ini
harus diplot sebagai fungsi dari produksi gas kumulatif (Gp). Melakukan plot F/Eg
versus waktu produksi atau penurunan tekanan (Δp) dapat menjadi ilustrasi yang

136
sama/sebanding. Dake (1994) menyajikan diskusi yang sangat baik tentang
kekuatan dan kelemahan MBE sebagai garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa plot
akan memiliki salah satu dari tiga bentuk yang digambarkan pada Gambar 5.8. Jika
reservoir adalah tipe depletion drive (We = 0) maka nilai F/Eg yang dievaluasi,
katakanlah, pada interval enam bulanan, harus diplot sebagai garis lurus sejajar
dengan absis yang nilai ordinatnya adalah gas in place mula-mula. Sebagai
alternatif, jika reservoir dipengaruhi oleh perembasan air secara alami (water
influx), maka plot F/Eg biasanya akan menghasilkan busur berbentuk cekung ke
bawah yang bentuk pastinya bergantung pada ukuran dan kekuatan akuifer serta
laju produksi gas. Ekstrapolasi dari tren F/Eg ke ordinat harus tetap memberikan
perkiraan gas in place (We ~ 0). Namun, plot bisa sangat nonlinier di grafik ini
menghasilkan hasil yang kurang pasti. Keuntungan utama dalam plot F/Eg versus
Gp adalah jauh lebih sensitif daripada metode lain dalam menentukan apakah
reservoir dipengaruhi oleh water influx atau tidak.

Gambar 5.8.
Drive Mechanism Reservoir Karena Ada Pengaruh Aquifer
(Ahmed, Tarek., 2006)
Representasi grafis dari Persamaan 5.26. diilustrasikan oleh Gambar 5.9.
Grafik F/Eg vs. ΣΔpWeD/Eg menghasilkan garis lurus, asalkan penjumlahan influks

137
keadaan unsteady-state (ΣΔpWeD) diasumsikan secara akurat. Garis lurus yang
dihasilkan memotong sumbu y pada gas in place mula-mula (G) dan memiliki
kemiringan yang sama dengan konstanta water influx. Plot nonlinier akan terjadi
jika akuifer tidak dikarakterisasi dengan benar. Kelengkungan ke atas atau ke
bawah secara sistematis menunjukkan bahwa penjumlahan masing-masing
parameter tersebut terlalu kecil atau terlalu besar, sedangkan kurva berbentuk S
menunjukkan bahwa akuifer linier (bukan radial) harus diasumsikan. Titik-titik
harus diplot secara berurutan dari kiri ke kanan. Pembalikan urutan plot ini
menunjukkan bahwa batas akuifer yang tidak terhitung telah tercapai serta akuifer
yang lebih kecil harus diasumsikan dalam menghitung istilah water influx.

Gambar 5.9.
Plot MBE Havlena-Odeh untuk Reservoir Gas
(Ahmed, Tarek., 2006)

Sistem linier tak terbatas daripada sistem radial mungkin lebih baik
mewakili beberapa reservoir, seperti reservoir yang terbentuk sebagai blok patahan
di kubah garam. Konstanta tak berdimensi van Everdingen-Hurst (WeD) diganti
dengan akar kuadrat waktu sebagai berikut :

138
We  C  p n t  t n (5.27)

Dimana

C = Konstanta water influx, ft3/psi

t = Waktu (biasanya dalam bentuk hari atau tahun)

Konstanta water influx (C) harus ditentukan dengan menggunakan data


produksi dan tekanan lapangan sebelumnya dalam hubungannya dengan metode
Havlena-Odeh. Untuk sistem linier, penarikan nilai F diplot versus [ΣΔpnzt - tn/(B-
Bgi)] pada grafik koordinat Cartesian. Plot harus menghasilkan garis lurus dengan
G sebagai intersep dan konstanta water influx (C) sebagai kemiringan garis lurus.

Contoh 5.3.

Diketahui Lapangan “CJ” merupakan lapangan gas yang sudah berproduksi


sejak tahun 1951 dan suspended pada tahun 1991. Dalam beberapa waktu terakhir,
lapangan ini tidak terdapat produksi air (Wp = 0). Data tekanan dan kumulatif
produksi lapangan ini terlampir pada Tabel A-1 dan Tabel A-2 pada lampiran.
Lapangan ini akan dikembangkan kembali sehingga perlu menghitung cadangan
ulang. Jika data yang diketahui sebagai berikut:

P Reservoir = 2675 psia

T Reservoir = 250 °F

SG = 0,81

ppc koreksi = 670,7941 Psia

Tpc koreksi = 419,2084 R

Tentukan :

a. Jenis tenaga pendorong pada reservoir gas Lapangan “CJ”


b. Nilai Gas In Place dengan metode material balance plot p/z
c. Recovery Factor (RF)

139
d. Ultimate Recovery (UR)
e. Cadangan Sisa atau Remaining Reserve (RR)

Solusi

a. Penentuaan Jenis Tenaga Pendorong Metode Cole Plot


Penentuan jenis tenaga pendorong dapat memberikan pengaruh terhadap
perhitungan cadangan pada Lapangan “CJ” yang menggunakan metode material
balance. Perlu adanya identifikasi pada Lapangan “CJ” apakah jenis tenaga
pendorongnya depletion drive atau water drive. Tenaga pendorong water drive
sendiri dapat digolongkan juga apakah strong, moderate, ataupun weak. Jika
Lapangan “CJ” memiliki tenaga pendorong strong atau moderate water drive maka
cadangan dapat dihitung menggunakan metode CARET. Jika tergolong weak water
drive maka perhitungan cadangan dilakukan dengam metode pot aquifer plot. Jika
di lapangan jenis tenaga pendorongnya depletion drive maka metode yang
digunakan adalah p/z vs Gp.
Penentuan jenis tenaga pendorong dengan cole plot dilakukan dengan
memplot antara GpBg/(Bg-Bgi) vs Gp. Hasil perhitungan untuk membuat grafik cole
plot dapat dilihat pada Tabel V-2. dibawah ini.

Tabel V-2.
Tabulasi Data yang Diperlukan Untuk Menentukan Jenis Tenaga Pendorong
Reservoir Lapangan “CJ” Metode Cole Plot

Tahun GP (MMscf) GpBg Bg-Bgi (cuft/scf) GpBg/Bg-Bgi


1951 320,227 2,05266 0,00000 0,0000
1952 665,268 4,29222 0,00004 102575,1909
1953 2032,434 13,33027 0,00015 89612,1043
1954 2032,434 13,39507 0,00018 74153,3774
1957 5009,158 34,30195 0,00044 78344,9267
1958 9421,807 66,41890 0,00064 103865,3030
1959 13701,979 107,26722 0,00142 75616,0094
1961 19676,272 154,01271 0,00142 108664,9742
1962 21846,267 188,82610 0,00223 84546,9142
1963 25472,130 233,64047 0,00276 84579,3670
1964 27513,573 267,21782 0,00330 80921,0709

140
Tabel V-2. (Lanjutan)
Tabulasi Data yang Diperlukan Untuk Menentukan Jenis Tenaga Pendorong
Reservoir Lapangan “CJ” Metode Cole Plot

Tahun GP (MMscf) GpBg Bg-Bgi (cuft/scf) GpBg/Bg-Bgi


1966 31900,000 335,82844 0,00412 81560,8038
1967 32890,406 353,48770 0,00434 81497,1124
1969 37061,208 414,77792 0,00478 86743,0446
1970 38982,970 456,70903 0,00531 86080,7437
1971 39367,124 479,02184 0,00576 83191,6343
1974 42407,540 544,34625 0,00643 84709,2107
1975 42407,540 533,33098 0,00617 86491,1154
1977 42407,540 546,51432 0,00648 84375,3221
1979 42788,540 556,29567 0,00659 84401,9508
1984 43143,050 542,79242 0,00617 87955,5892
1991 51514,640 890,32685 0,01087 81884,4058

Dari tabulasi diatas, maka dapat dilakukan plot antara GpBg/Bg-Bgi vs Gp


yang dapat dilihat pada Gambar 5.10. di bawah ini.

Cole Plot
120000

100000
GpBg/Bg-Bgi

80000

60000

40000

20000

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000
Gp, MMscf

Gambar 5.10.
Grafik Cole Plot Pada Reservoir BTL Lapangan “CJ”

Berdasarkan Gambar 5.10. diperoleh jenis tenaga pendorong reservoir


pada Lapangan “CJ” adalah depletion drive reservoir. Hal ini dibuktikan pada

141
trendline yang terbentuk dari grafik plot antara GpBg/Bg-Bgi vs Gp cenderung lebih
datar seiring dengan bertambahnya kumulatif produksi pada Lapangan “CJ”.

b. Penentuaan Nilai OGIP (Original Oil In Place) Metode Material Balance


Dengan p/z vs Gp
Langkah setelah dilakukannya plot antara GpBg/Bg-Bgi vs Gp pada cole plot
maka jenis tenaga pendorong reservoir pada Lapangan “CJ” adalah depletion drive
reservoir sehingga perhitungan nilai OGIP dapat dilakukan dengan plot p/z vs Gp.
Metode ini juga digunakan karena pada Lapangan “CJ” tidak terdapat water influx
dan produksi air (W = 0). Berdasarkan data tekanan reservoir, kumulatif produksi
gas, dan faktor kompresibilitas gas diperoleh nilai p/z seperti Tabel V-3.

Tabel V-3.
Tabulasi Perhitungan p/z
P (Psia) GP (MMscf) z p/z
2653,25 320,227 0,849434 3123,549660
2635,83 665,268 0,849367 3103,291373
2592,57 2032,434 0,849270 3052,706457
2580,00 2032,434 0,849260 3037,937801
2483,71 5009,158 0,849470 2923,838531
2414,00 9421,807 0,849938 2840,206896
2182,67 13701,979 0,853422 2557,547669
2183,00 19676,272 0,853415 2557,959752
1989,00 21846,267 0,858642 2316,448650
1882,50 25472,130 0,862403 2182,853769
1786,00 27513,573 0,866348 2061,526992
1659,00 31900,000 0,872300 1901,869275
1628,00 32890,406 0,873880 1862,955102
1569,00 37061,208 0,877024 1789,004346
1505,00 38982,970 0,880630 1709,002836
1454,00 39367,124 0,883647 1645,454323
1385,00 42407,540 0,887921 1559,822929
1411,00 42407,540 0,886285 1592,039093
1380,00 42407,540 0,888240 1553,634975
1369,00 42788,540 0,888944 1540,030224
1410,50 43143,050 0,886316 1591,418952
1055,50 51514,640 0,911107 1158,480307

142
Berdasarkan hasil perhitungan p/z maka dapat di plot pada sebuah grafik p/z
vs Gp. p/z pada sumbu y dan Gp. pada sumbu x sehingga nilai OGIP dapat
ditentukan. Hasil plot grafik dapat dilihat pada Gambar 5.11.

p/z vs Gp
3500

3000

2500
y = -0.0376x + 3138.3
2000 R² = 0.9942
P/Z

1500

1000

500

0
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000
Gp, MMscf

Gambar 5.11.
Grafik p/z vs Gp

Pada Gambar 5.11. dapat ditentukan besarnya nilai cadangan/OGIP yang


ditentukan dengan menarik garis trendline secara linear hingga berpotongan atau
menyentuh nilai Gp pada sumbu x. Nilai OGIP juga dapat ditentukan melalui
persamaan y = -0,0376x + 3138,3 yang diperoleh dari trendline yang
mengasumsikan nilai y = 0, dimana nilai y adalah perbandingan antara tekanan
dengan faktor kompresibilitas gas dan sumbu x adalah kumulatif produksi. Nilai
OGIP dapat dihitung sebagai berikut.

y = -0,0376x + 3138,3

p/z = -0,0376(Gp) + 3138,3

0 = -0,0376(OGIP) + 3138,3

OGIP = 3138,3/0,0376

= 83465,42553 MMscf atau 83,46 Bscf

143
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka diperoleh nilai OGIP dengan
menggunakan metode material balance p/z sebesar 83,46 Bscf.

c. Penentuaan Nilai Recovery Factor (RF) Lapangan “CJ”


Recovery Factor (RF) merupakan besarnya jumlah gas yang dapat
diproduksikan dari reservoir ke permukaan. Langkah untuk menentukan nilai RF
maka harus diketahui nilai tekanan abandonment. Tekanan abandonment ini
nantinya dapat mencari nilai faktor volume formasi gas pada kondisi abandonment
sehingga nilai RF dapat dihitung. Besarnya nilai tekanan abandonment pada
reservoir Lapangan “CJ” dapat diketahui dengan menggunakan asumsi dari Ikoku,
1992. Berdasarkan asumsi tersebut, nilai tekanan abandonment diperoleh dari suatu
kedalaman sumur terhadap tekanan dimana nilai tekanan abandonment diperoleh
dari setiap 100 Psi/1000 ft terhadap kedalaman sumur. Pada Lapangan “CJ”,
kedalaman sumur GTA-1 adalah 5857,94 ft, sumur GTA-2 adalah 5977,7 ft, dan
sumur GTA-3 adalah 5892,38 ft sehingga kedalaman sumur dapat dirata-rata
menjadi 5909,3 ft. Berdasarkan kedalaman sumur rata-rata diperoleh tekanan
abandonment sebesar 590,93 Psia, yaitu hasil dari 5909,3 ft dikali dengan 100
Psi/1000 ft. Di bawah ini merupakan langkah-langkah dalam menentukan faktor
volume formasi gas pada kondisi abandonment.

 Perhitungan Nilai Faktor Kompresibilitas Gas (z)


Langkah pengerjaan :
1. Menghitung Pseudocritical Pressure dan Temperature (Ppc dan Tpc) Koreksi
Ppc = 670,7941 psia
Tpc = 419,2084 R
2. Menghitung Pseudo-reduced Pressure dan Temperature (Ppr dan Tpr)
P 590,93
Ppr = = = 0,8809
Ppc 670,7941
T 250 + 460
Tpr = = =1,6937
Tpc 419,2084

3. Menghitung Koefisien A, B, C, dan D yang merupakan fungsi untuk mencari


nilai z-factor

144
 A = 1,39 (Tpr- 0,92)0.5 - 0,36Tpr - 0,1

A = 1,39 (1,6937- 0,92)0.5 - (0,36 ×1,6937) - 0,1


A = 0,5129
 E = 9 (Tpr-1)
E = 9 (1,6937 - 1)
E = 6,2430
0.066 0.32P6Pr
 B = (0,62 - 0,23Tpr) Ppr+ (T ) P2pr +
pr - 0.86 10E

0,066 0,32 × 0,88096


B = (0,62 - (0,23 × 1,693)) 0,8809+ ( ) 0,88092 +
1,693 - 0,86 108.56
B = 0,2357

 C = 0,132 - 0,232 log(Tpr)


C = 0,132 - 0,232 log(1.6937)
C = 0,05877
2
 D = 10(0.3106 - 0.49Tpr + 0.1824Tpr)
2
D = 10(0.3106 - (0.49 x 1.6937)+ 0.1824 x 1.6937 )

D = 1,0090

4. Menghitung Harga Z-Factor menggunakan


1-A
 z=A+ +C PD
Pr
eB
1 - 0,5129
z = 0,5129 + 1,59033
+ 0,05877(0,88091.0090 )
e
z = 0,9494

 Perhitungan Nilai Faktor Volume Formasi Gas Abandonment (Bga)


Langkah pengerjaan:
1. Menghitung Pseudocritical Pressure dan Temperature (Ppc dan Tpc) Koreksi
Ppc = 670,7941 psia
Tpc = 419,2084 R
2. Menghitung Pseudo-reduced Pressure dan Temperature
ppr = 0,8809

145
Tpr = 1,6937

3. Menghitung Bg pada kondisi abandonment


0,0282 × Z × Tr
Bg =
Pr
0,0282 × 0,9494 ×(250 + 460)
Bg =
590,93
Bg = 0,03216 cuft/scf

 Menghitung nilai Recovery Factor (RF)


Bgi
RF = (1- ( )) ×100%
Bga

0,00636
RF = (1- ( )) ×100%
0,03216
RF = 80,223 %
Jadi, nilai RF pada Lapangan “CJ” adalah sebesar 80,223%
d. Penentuaan Nilai Ultimate Recovery (UR) Reservoir Lapangan “CJ”
Ultimate recovery adalah jumlah cadangan maksimal yang dapat diperoleh
dari reservoir. Adapun peritungan nilai ultimate recovery pada Lapangan “CJ”
dilakukan seperti di bawah ini.

UR = OGIP x RF

UR = 83465,42553 x 80,223%

UR = 66963,39093 MMscf atau 66,96 Bscf

Jadi, nilai cadangan maksimal yang dapat diperoleh pada reservoir


Lapangan “CJ” adalah sebesar 66,96 Bscf

e. Penentuaan Nilai Cadangan Sisa atau Remaining Reserve (RR) Reservoir


Lapangan “CJ”
Cadangan sisa atau remaining reserve adalah sisa dari cadangan
hidrokarbon pada suatu reservoir yang masih dapat diproduksikan ke permukaan
selama dalam waktu tertentu. Lapangan “CJ” telah dihitung besarnya ultimate

146
recovery yaitu sebesar 66963,39093 MMscf dan kumulatif produksi sampai pada
September 1991 adalah sebesar 51514,64 MMscf. Nilai remaining reserve dapat
dihitung seperti dibawah ini.

RR = UR-GP

RR = 66963,39093 - 51514,64

RR = 15448,75093 MMscf atau 15,45 Bscf

Jadi, nilai cadangan sisa yang masih dapat diproduksikan ke permukaan


pada reservoir Lapangan “CJ” adalah sebesar 15,45 Bscf.

5.4. Tekanan Abnormal Reservoir Gas


Hammerlindl (1971) dalam Tarek Ahmed (2006) menunjukkan bahwa
dalam reservoir gas volumetrik bertekanan tinggi yang abnormal, dua kemiringan
yang berbeda terlihat ketika plot p/z versus Gp digunakan untuk memprediksi
cadangan karena efek formasi dan kompresibilitas fluida seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 5.12. Kemiringan akhir plot p/z lebih curam daripada kemiringan
awal. Kemiringan awal disebabkan oleh ekspansi gas dan tekanan yang signifikan
yang disebabkan oleh kompaksi formasi serta ekspansi air. Pada gradien tekanan
yang mendekati normal, proses kompaksi formasi pada dasarnya berakhir dan
reservoir mengasumsikan karakteristik reservoir pada ekspansi gas normal. Hal ini
menjelaskan kemiringan kedua (second slope).

147
Gambar 5.12.
p/z Versus Kumulatif Produksi Lapangan Ossum Utara, Paroki Lafayette,
Louisiana pada Reservoir NS2B.
(Ahmed, Tarek., 2006)

Semua kinerja reservoir gas terkait dengan kompresibilitas efektif, bukan


kompresibilitas gas. Ketika tekanan tidak normal dan tinggi, kompresibilitas efektif
dapat sama dengan dua kali atau lebih dari kompresibilitas gas. Jika kompresibilitas
efektif sama dengan dua kali kompresibilitas gas, maka kaki kubik pertama gas
yang diproduksikan adalah karena 50% ekspansi gas serta 50% kompresibilitas
formasi dan ekspansi air. Dengan diturunkannya tekanan di dalam reservoir,
ekspansi gas menjadi lebih besar karena kompresibilitas gas mendekati
kompresibilitas efektif. Dengan menggunakan kompresibilitas formasi, produksi
gas, dan shut-in bottom-hole pressures, dua metode disajikan untuk mengoreksi
perkiraan cadangan dari data awal awal produksi (dengan asumsi tidak ada water

148
influx). MBE seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan 5.23. dapat ditulis dalam
bentuk berikut untuk reservoir gas volumetrik:

 p / z ct   pi / zi   1  GP  (5.28)


 G

Dimana

ct  1 
c f  cw S wi  pi  p 
(5.29)
1  S wi

Mendefinisikan ekspansi batuan (ER) sebagai berikut

c f  c w S wi
ER  1  (5.30)
1  S wi

Persamaan 5.29. juga dapat dituliskan sebagai berikut

ct 1  ER  pi  p (5.31)

Persamaan 5.28 menunjukkan bahwa plot (p/z)ct versus kumulatif produksi


gas pada koordinat Cartesian menghasilkan garis lurus dengan perpotongan x pada
gas in place dan perpotongan y pada p/z awal. Karena ct tidak diketahui dan harus
dicari dengan menentukan nilai kompresibilitas yang menghasilkan kecocokan
terhadap garis lurus, metode ini dilakukan dengan prosedur coba-coba.

149
BAB VI

UJI DELIVERABILITAS GAS

Aliran radial gas dalam volume drainase reservoir dari sebuah sumur
didasarkan pada hukum Darcy untuk aliran viskos dan pada pengaruh high-velocity
yang mungkin terjadi di dekat lubang sumur. Ketika sumur gas pertama kali
diproduksi setelah ditutup untuk jangka waktu tertentu, aliran gas di reservoir
mengikuti perilaku keadaan unsteady-state sampai tekanan turun di batas drainase
sumur. Kemudian perilaku aliran melewati periode transisi, setelah itu mencapai
kondisi tetap atau semi-tetap. Persamaan yang menggambarkan kondisi tetap
(steady-state) dan kondisi semi-tetap (semi steady-state) akan dijelaskan di BAB
ini.
Aliran gas dari reservoir ke sumur dipengaruhi oleh kerusakan atau
peningkatan permeabilitas di dekat lubang sumur. Selain itu, jika laju aliran cukup
tinggi, fenomena aliran dengan kecepatan tinggi akan terjadi di sekitar lubang sumur.
Efek ini dimasukkan ke dalam persamaan aliran radial umum. Uji deliverabilitas
atau tekanan balik biasanya digunakan untuk menentukan produktivitas sumur gas.
Interpretasi data uji tersebut seringkali cukup sederhana, tetapi dalam beberapa
kasus dapat menjadi rumit.

6.1. Persamaan Aliran Horizontal

6.1.1. Persamaan Dasar Diferensial


Bentuk diferensial dasar dari hukum Darcy untuk aliran gas radial secara
horizontal adalah sebagai berikut:

1,1271 2rh k dp
q gr  (6.1)
1000  dr

Dimana
qgr = Laju aliran gas pada radius r, res bbl/hari
r = Jarak radial, ft

150
h = Ketebalan zona, ft
µ = Viskositas gas, cp
k = Permeabilitas formasi, md
p = Tekanan, psi
1,1271 = Konstanta konversi dari satuan Darcy ke field unit

Ekuivalen qgr dalam hal aliran gas pada kondisi standar adalah qbr, dalam
standar cubic feet per hari dan terkait dengan qgr dilihat pada persamaan berikut :

pTb zb
qbr  5,615q gr (6.2)
pbTz

Menggabungkan Persamaan 6.1 dengan Persamaan 6.2 sebagai berikut

3,9764  10 2 khTb z b dr
p dp  (6.3)
qbr pbTz r

6.1.2. Aliran Steady-State


Untuk aliran kondisi tetap, qbr memiliki nilai yang sama di semua jari-jari
(radius). Sehingga qbr dapat digantikan oleh laju produksi qb yang tetap konstan
untuk kondisi steady-state. Persamaan 6.3 kemudian dapat diintegrasikan dari
kondisi lubang sumur (pw dan rw) ke titik manapun di reservoir (p dan r) sehingga
diberikan persamaan seperti dibawah ini.

3,9764  10 2 khTb z b p r dr
 dp  
p
(6.4)
qbr pbT pw z rw r

Dengan catatan Tb =520°R, Pb =14,7, dan zb =1.0, Persamaan 6.4 dapat


ditulis sebagai berikut

0,703kh p p r
 2 dp  ln (6.5)
qbT pw z rw

151
Istilah 2 p / z dp dalam Persamaan 6.5 bisa dikembangkan untuk
p

pw

mendapatkan persamaan berikut.

p p p pw p
2 dp  2 dp  2
p
dp (6.6)
pw z po z po z

Istilah 2 p / z dp adalah versi transformasi integral Kirchhoff dan dalam
p

po

konteks ini, disebut "potensial gas nyata" atau "tekanan semu gas nyata (real gas
pseudopressure)". Ini biasanya diwakili oleh m(p) atau ψ. Jadi,

m p     2
p p
dp (6.7)
po z

p° adalah beberapa tekanan referensi pada keadaan tertentu. Biasanya dipilih


sebagai tekanan rendah yang sesuai dengan penurunan tekanan 0,2. Untuk sebagian
besar gas alam, ini akan sesuai dengan tekanan sekitar 135 psia. Namun, tekanan
dasar yang paling sesuai adalah p° = 0.
Menggunakan gas nyata pseudopressure dalam Persamaan. 6.5 dapat
dihasilkan sebagai berikut.

   w   ln
0,703kh r
(6.8)
qb T rw

Atau

qb T r
  w  ln (6.9)
0,703kh rw

Dari Persamaan 6.8 atau 6.9, grafik ψ vs. ln re/rw dapat menghasilkan
garis lurus dengan kemiringan qb T/0,703kh dan memotong ψ w (Gambar 6.1).
Laju aliran diberikan, tepatnya dengan persamaan berikut ini,

152
0,703kh  w 
qb  (6.10)
r
T ln
rw

Persamaan 6.9 dapat ditulis sebagai berikut

1422 qT r
  w  ln (6.11)
kh rw

Dimana q adalah laju produksi gas dalam Mcfd pada 14,7 psia dan 60°F.
Khususnya, ketika r = re, maka

1422 qT re
e  w  ln (6.12)
kh rw

Gambar 6.1.
re
Grafik  vs ln (Steady-State)
rw
(Ikoku, Chi U., 1984)

153
Menentukan volume rata-rata gas nyata pseudopressure dengan persamaan
berikut:

 
re re
 dV  2h rdr
 
 
rw rw
(6.13)
 re 2  rw 2 h

re
dV
rw


Dan dimana re 2  rw 2  re 2 1  rw 2 / re 2  re 2 kemudian 
2

re
 2
r dr (6.14)
rw
re

Menggunakan Persamaan 6.11 dalam Persamaan 6.14

2  1422 qT r 

re
 2 w  ln  r dr
re rw
 kh rw 

Atau

21422 qT r

re
  w  2
r ln dr (6.15)
re kh rw rw

Dengan menggunakan metode integrasi per bagian,

re
r r 2 r re  1  r
2

rw rw 
re
r ln dr   ln     dr
 2 rw  rw rw  r  2
r2 r r 2 
  ln     
re
re
2
re
ln 
re
re  rw
2 2
 
 2 rw  rw  4  rw 2 rw 4
2 2
r r r
 e ln e  e
2 rw 4

Persamaan 6.15 sekarang menjadi

  w 
21422 qT  re
2
r
ln e
r
 e
2


2  2 rw 4 
re kh  

154
Atau

1422 qT  re 1 
  w   ln   (6.16)
kh  rw 2 

Penurunan tekanan atau pseudopressure yang dihitung dengan


menggunakan persamaan aliran di reservoir yang telah disampaikan di atas
seringkali jauh lebih kecil daripada yang dialami dalam aliran aktual. Permeabilitas
di sekitar lubang sumur berbeda dengan di sebagian besar reservoir. Salah satu
penyebabnya adalah kerusakan formasi akibat invasi filtrat lumpur. Hal ini
menyebabkan zona permeabilitas rendah di sekitar lubang sumur. Ini juga
berpengaruh juga terhadap laju produksi fluida yang mengalir ke dasar sumur dan
permukaan. Istilah ini sering disebut dengan pengaruh faktor skin. Faktor skin yang
positif dapat ditanggulangi dengan melakukan stimulasi ke sekitar lubang sumur
sehingga pengaruh stimulasi ini adalah dapat menciptakan zona di sekitar lubang
sumur dengan permeabilitas yang lebih tinggi daripada di sebagian besar reservoir.
Dalam hal ini penurunan tekanan yang lebih kecil diperlukan untuk laju aliran
tertentu,.
Persamaan 6.11, 6.12, dan 6.16 dapat dimodifikasi untuk memasukkan
faktor skin van Everdingen s yang didefinisikan sebagai berikut

pb qbT 1422 qT
skin  s s (6.17)
khTb kh

Atau dalam hal radius lubang sumur rw' karena adanya skin,

rw '  rw e  s (6.18)

Dan

1422 qT  r 
  w   ln  s  (6.19)
kh  rw 

Atau

155
1422 qT r
  ln (6.20)
kh rw '

1422 qT  re 
e  w   ln  s  (6.21)
kh  rw 

Atau

1422 qT re
e  w  ln (6.22)
kh rw '

Dan

1422 qT  re 1 
  w   ln   s  (6.23)
kh  rw 2 

Atau

1422 qT  re 1 
  w   ln   (6.24)
kh  rw 2 

Persamaan ini disajikan dalam bentuk fungsi gas nyata pseudopressure,


akan menghasilkan rekayasa yang lebih tepat. Hal ini membutuhkan bagan aψ – p
atau persamaan untuk mengubah tekanan menjadi tekanan pseudopressure dan
sebaliknya. Kadang-kadang diperbolehkan untuk melakukan perkiraan/asumsi,
terutama bila hanya diperlukan perhitungan satu kali. Dua contoh pendekatan dari
Persamaan 6.5 seperti di bawah ini.

1. Metode tekanan-kuadrat. Modifikasi pertama dari persaman ini adalah dengan


menghilangkan parameter 1/µz di luar integral sebagai konstanta:

0,703kh r
 2 p dp  ln
p
(6.25)
qbT z avg pw rw

Atau

156

0,703kh p 2  pw
2
  ln r (6.26)
qbT z avg rw

Nilai yang benar dari (1/µz)avg untuk digunakan dalam Persamaan 6.26

 pw
p


 
adalah  2 p / z  / p 2  pw 2 . Hal itu telah ditemukan untuk sebagian gas alam,

nilai (1/µz)avg yang dievaluasi pada tekanan rata-rata aritmatika (p + pw)/2 akan
cukup akurat.
Dari Persamaan 6.26 grafik p2 vs ln r/rw akan menjadi garis lurus dari slope
qbT(µz)avg/0.703kh dan intercept pw2 (Gambar 6.2).

Gambar 6.2.
re
Grafik p2 vs ln (Steady State)
rw
(Ikoku, Chi U., 1984)

2. Metode Tekanan, Metode kedua ini merupakan metode yang bisa dibilang
sebagai metode tekanan biasa untuk menyelesaikan studi kasus yang
berhubungan dengan aliran radial gas untuk memperlakukan gas sebagai
“cairan semu/pseudoliquid” dan diselesaikan dengan persamaan yang biasanya

157
digunakan untuk cairan. Hukum Darcy untuk Persamaan 6.1 dapat ditulis
sebagai berikut:

1,1271 2rh k dp
qb Bg  (6.27)
1000  dr

Dan menjadi integrasi

kh 1 r

p
dp  ln (6.28)
141,2qb pw B rw
g

Dimana

qb = Laju aliran gas bbl/hari diukur pada kondisi dasar

Bg = Sebagai faktor volume formasi, res bbl/STB

Menggunakan nilai rata-rata (µBg)avg, sehingga persamaan dapat ditulis


seperti di bawah ini.

kh p  pw  r
 ln
141,2qb Bg avg
(6.29)
rw

Nilai yang benar dari 1/µBg untuk digunakan dalam Persamaan 6.29 adalah
 p 1 / B dp  /  p  p  . Dari Gambar 6.3 dapat dilihat bahwa grafik p vs. ln
 pw g
 w

r/rw tidak akan berupa garis lurus, tetapi akan cekung ke bawah seperti yang
ditunjukkan garis putus-putus.

158
Gambar 6.3.
re
Grafik p vs ln (Steady State)
rw
(Ikoku, Chi U., 1984)

Garis lurus diprediksi oleh Persamaan 6.29 ditunjukkan oleh garis padat.
Namun, perkiraan ini dapat ditoleransi jika (µBg)avg dievaluasi pada tekanan rata-rata
aritmatika (p + pw)/2.

Dari Persamaan 6.28, tekanan pseudopressure gas nyata m(p) juga dapat
didefinisikan dalam bentuk yang lebih familiar sebagai berikut:

m p      o
p 1
dp (6.30)
p Bg

Dimana

pb zT
Bg  (6.31)
Tb zbTp

Selanjutnya

159
m p    
Tb p

p
dp (6.32)
pb z b T p o
  p z p 

Dari Persamaan 6.28:

0,00708 kh p 1
 r  pw Bg
qb  dp (6.33)
ln  
 rw 

Integral dapat dinyatakan dalam pseudopressure:

1 1 pw 1
pw Bg po Bg po Bg dp
p p
dp  dp  (6.34)

Atau

1

p
dp    w (6.35)
pw B
g

Besaran (ψ-ψw) hanyalah luas di bawah 1/µBg kurva dari p ke pw. ψ adalah
luas daerah di bawah kurva dari p ke p°,dan ψw merupakan luas daerah di bawah kurva
dari Pw ke p°.
Periksa bentuk dasar dari kurva 1/µBg vs. kurva tekanan. Gambar 6.4 adalah
plot dari 1/µBg untuk reservoir gas dengan tekanan penutupan awal 5567 psia. Pada
tekanan tinggi, 1/µBg hampir konstan dan hanya sedikit perubahan terhadap
tekanan. Untuk mempermudah fungsi tekanan dapat dilakukan pendekatan dengan
dua bagian garis lurus yang bertemu kira-kira pada tekanan 2500 psia seperti pada
Gambar 6.5.

160
Gambar 6.4.
 
Plot Sumur X 1 /  g Bg Berdasarkan Data Laboratorium Core PVT
(Ikoku, Chi U., 1984)

Untuk daerah di mana fungsi tekanan konstan (1/µBg konstan), integralnya


adalah sebagai berikut

1 1
pw Bg dp  Bg 
p p
dp (6.36)
pw

Dimana hasil integral

1 p  pw

p
dp  (6.37)
pw B Bg
g

Selanjutnya

161
0,00708 kh  p  p w 
qb  (6.38)
r  Bg
ln  
 rw 

Persamaan 6.38 identik dengan persamaan aliran cairan satu fasa yang biasa
digunakan untuk sumur minyak.
Sekarang periksa fungsi tekanan pada tekanan di bawah 2500 psia. Fungsi
1/µBg dapat didekati dengan persamaan garis lurus:

1
 ap  b
Bg

Jika intersep b = 0 dan p < 2500 psia, selanjutnya :

1
pw Bg pw
p
dp 
p
ap dp 
a 2
2
p  pw
2
  (6.39)

Gambar 6.5.

Perkiraan Plot 1 /  g B g 
(Ikoku, Chi U., 1984)

 
Kemiringan (slope) a terhadap b = 0 merupakan 1 / Bg / p , maka selanjutnya :

162
qb 

0,00708 kh p 2  p w
2
 (6.40)
r 
ln  Bg 
2p
 rw 

6.1.3. Pengujian Sumur Gas (Menurut Teori Steady-State)


Persamaan 6.26 juga dapat ditulis berdasarkan persamaan di bawah ini :

qbT z avg re


pi  p wf 
2 2
ln (6.41)
0,703kh rw

Dari persamaan diatas juga dapat ditulis persamaan lain untuk menentukan
nilai dari productivity index (PI) sumur gas yang setara dengan sumur minyak.

qb 0,703kh
Productivity Index   (6.42)
pi  pwf
2 2
T z avg ln e
r
rw

Meskipun Persamaan 6.41 diperuntukan pada kondisi tetap, hal ini akan
menggambarkan perilaku sumur gas dengan cukup baik. Pengecualian dengan
formasi yang mempunyai permeabilitas rendah. Setelah menguji sumur pada dua laju
atau lebih, grafik pwf2 vs.qb ditarik untuk tarif ini. Gambar 6.6 mengilustrasikan
grafik (pada koordinat kartesius biasa). Dari gambar tersebut, pi2 diberikan sebagai
nilai pwf2 ketika qb = 0.
Jika titik-titik pada gambar berada pada garis lurus, garis tersebut dapat
diekstrapolasikan menjadi qbmaks pada pwf2= 0. Nilai qb adalah AOFP (Absolute Open
Flow Potential). Maka nilai productivity index dapat ditulis sebagai berikut.

qb
J  tan  (6.43)
pi  p wf
2 2

Jadi, dengan teknik grafis ini, kita dapat memperkirakan pi, hanya ketika nilai
pwf setidaknya tersedia dua laju aliran yang berbeda, memperkirakan potensi Absolute
Open Flow Potential (AOFP), dan memperkirakan productivity index (J)

163
Dalam hal tekanan pseudopressure gas nyata, Absolute Open Flow Potential
(AOFP) dapat dinyatakan dengan:

0,00708 kh
AOF  e (6.44)
 re 
ln  
 rw 

Productivity Index dapat dituliskan melalui persamaan berikut ini :

qb
J (6.45)
i  w

Gambar 6.6.
Pengujian Sumur Gas Steady-state
(Ikoku, Chi U., 1984)

6.2. Aliran Non-Darcy


Hukum Darcy tidak cukup untuk mewakili aliran gas berkecepatan tinggi di
media berpori, atau misalkan di dekat lubang sumur. Ketika mengkorelasikan data untuk
aliran air berkecepatan tinggi melalui media berpori, Forchheimer menemukan bahwa
hubungan bentuk persamaan digambarkan sebagai berikut.

dp μu
   u 2 (6.46)
dL k

164
Dalam beberapa kasus penambahan kecepatan aliran akan memberikan tambahan
persamaan seperti di bawah ini.

dp μu
   u 2   2 u 3 (6.47)
dL k

Dimana

u = Aliran Darcy = q / 2rh

 = Koefisien kecepatan aliran pertama

 = Densitas

 = Koefisien kecepatan aliran kedua

Faktor lain yang mempengaruhi aliran gas dalam media berpori adalah efek slip
dari efek Klinkenberg. Hukum Darcy mengasumsikan aliran viskos laminar. Asumsi ini
dilanggar dalam aliran gas ketika slip molekul gas terjadi di sepanjang permukaan
butiran padat. Slip dapat diartikan sebagai pantulan molekul gas pada dinding
bertekanan rendah ketika jalur bebas rata-rata molekul menjadi urutan yang sama
besarnya seperti diameter pori. Permeabilitas penyerapan medium tergantung pada
tekanan yang disebabkan Klinkenberg effect. Pada aliran gas viskos rendah, ketika
Persamaan Darcy menggambarkan perilaku aliran, Klinkenberg menunjukkan bahwa
efek slip dapat dimasukkan ke dalam Persamaan 6.48 sebagai berikut.

 b
k a  k 1   (6.48)
 p

Dimana

k = Permeabilitas absolut (cairan), md

ka = Permeabilitas apparent, md

b = Koefisien slip

165
p = Tekanan rata-rata, psia

Efek Klinkenberg hanya penting pada tekanan yang sangat rendah, dengan
demikian jika dilakukan percobaan (tujuan praktik), permeabilitas gas dapat dianggap
konstan.
Untuk aliran horizontal fluida melalui media berpori pada laju alir rendah dan
sedang, penurunan tekanan dalam arah aliran sebanding dengan kecepatan fluida.
Pernyataan matematis dari hubungan ini adalah hukum Darcy, yang untuk aliran radial
adalah sebagai berikut

dp μ
 u (6.49)
dr k

Dimana u merupakan aliran Darcy = q / 2rh

Pada laju aliran yang lebih tinggi, selain komponen gaya viskos yang diwakili
oleh persamaan Darcy, ada juga gaya inersia yang bekerja karena percepatan konvektif
partikel fluida dalam melewati ruang pori. Dalam keadaan ini, persamaan aliran yang
sesuai adalah Forchheimer, yang dalam koordinat radial adalah sebagai berkut

dp μ
 u  u 2 (6.50)
dr k

Pada Persamaan 6.50, parameter pertama di ruas kanan adalah komponen


Darcy atau komponen viskos sedangkan parameter kedua adalah komponen kecepatan
tinggi atau non-Darcy. Dalam istilah selanjutnya, β adalah koefisien kecepatan atau
koefisien hambatan yang memiliki dimensi (panjang)-1.
Komponen kecepatan tinggi dalam Persamaan 6.50 diabaikan pada kecepatan
aliran rendah dan umumnya dihilangkan dari persamaan aliran. Untuk penurunan
tekanan tertentu, bagaimanapun kecepatan gas setidaknya urutan laju alirnya lebih
besar daripada minyak, karena viskositas gas yang rendah, dan komponen kecepatan
tinggi karena itu selalu dimasukkan dalam persamaan yang menggambarkan aliran gas
nyata melalui media berpori. Karena laju alir dalam sistem aliran radial meningkat
(bahkan untuk kasus laju produksi konstan), pengaruh kecepatan tinggi paling mudah

166
diindikasikan di didekat sumur. Bahkan untuk gas, komponen kecepatan tinggi hanya
signifikan di daerah tertentu terutama daerah terbatas dari tekanan drawdown serta
kecepatan aliran dekat lubang sumur. Oleh karena itu, komponen aliran kecepatan
tinggi secara konvensional termasuk dalam persamaan aliran sebagai tambahan faktor
skin, menghasilkan penurunan tekanan tambahan. Namun, itu tidak konstan tetapi
bervariasi dengan laju aliran. Dengan demikian, komponen kecepatan tinggi dapat
ditangani sebagai gangguan yang tidak tergantung terhadap waktu yang
mempengaruhi persamaan diferensial dasar dengan cara yang sama seperti faktor skin
van Everdingen.

2
 q 
   
re
pnon Darcy  dr
rw
 2rh 

Atau dapat dituliskan sebagai penurunan gas nyata pseudopressure

2 p  q 
2


re
non Darcy   dr (6.51)
rw z  2rh 

 g =  g (densitas udara pada tekanan dasar/standar)/  g = konstan  g  .


p
zT

Persamaan 6.51 menjadi sebagai berikut :

 pq  T g
2

 konstan   
re
non Darcy dr (6.52)
  r h
rw zT 2 2

pq pb qb
 = Konstan (qb)
zT Tb
Untuk reservoir isothermal, Persamaan 6.52 menjadi

T g qb 2 dr

re
non Darcy  konstan  (6.53)
h 2 rw r 2

Karena aliran kecepatan tinggi biasanya terbatas pada daerah di sekitar lubang
sumur di mana kecepatan aliran terbesar, parameter viskositas dalam integral
Persamaan 6.53 biasanya dievaluasi pada tekanan aliran lubang sumur (pwf) dan

167
karenanya bukan merupakan fungsi posisi. Mengintegrasikan Persamaan 6.53
kemudian akan memberikan persamaan berikut ini.

T g q sc 2  1 1 
non Darcy  konstan     (6.54)
 w h 2  rw re 

Jika Persamaan 6.54 dituliskan dalam satuan lapangan (q dalam Mscf dan β dalam
ft-1) dan mengasumsikan 1/rw > >1/re, maka

12
T g q 2
non Darcy  3,161  10  Fq 2 (6.55)
 w h rw
2

Dimana F adalah koefisien aliran kecepatan tinggi atau non-Darcy,


psia2/cp-Mcfd2.
Dua asumsi umumnya dibuat berhubungan dengan Persamaan 6.55:

1. Nilai ketebalan h secara konvensional diambil sebagai hp, interval perforasi


sumur.
2. Penurunan tekanan pseudopressure ΔψnD = Fq2 dapat dianggap sebagai
gangguan yang dapat menyesuaikan kembali setelah perubahan pada saat
produksi.

Karena asumsi 1, istilah Fq2 dapat dimasukkan dalam Persamaan 6.19


sampai 6.24 dan dalam persamaan transien yang akan dibahas kemudian. Misalnya,
Persamaan 6.23 dengan komponen aliran non-Darcy, menjadi sebagai berikut

1422 qT  re 1 
  w   ln   s   Fq 2 (6.56)
kh  rw 2 

Atau

1422 qT  re 1 
  w   ln   s   Dq (6.57)
kh  rw 2 

Dalam Persamaan 6.57, Dq diinterpretasikan sebagai pengaruh faktor skin


terhadap aliran, serta

168
Fkh 15
 g q 2 k
D  2,223 10 (6.58)
1422T  w hrw

Ini adalah faktor aliran inersia atau turbulen (IT). Dalam representasi
tekanan-kuadrat, persamaan keadaan tetap dengan parameter kecepatan tinggi
dapat ditulis sebagai:

re 3,161  10 T g q z  1 1 
12 2

pe  p w
2 2
 q ln     (6.59)
rw h2  rw re 

Dimana

1422 Tzq
q (6.60)
kh

Tanda sebelum parameter kedua di sisi kanan Persamaan 6.59 akan negatif
untuk injeksi gas. Dua komponen penurunan tekanan total dapat diidentifikasi dalam
Persamaan 6.59. Parameter pertama adalah komponen aliran Darcy dari penurunan
tekanan; yang kedua adalah komponen non-Darcy atau kecepatan tinggi dari
penurunan tekanan.

Dari istilah non-Darcy,

3,161  10 12  g k 2  1 1  1422 Tzq  2


p 2
     (6.61)
1422 2  2Tz  rw re  kh 
non Darcy

Atau

3,161  10 12  g k 2  1422 Tzq  2


p 2
non Darcy    (6.62)
1422 2  2Tzrw  kh 
Dimana

1 1

rw re

Maka

169
p 2 nD  Bq2 (6.63)

Dimana

1,563  10 18  g k 2
B = Konstan = (6.64)
 2Tzrw

Terakhir, persamaan aliran steady-state pada tekanan-kuadrat dapat


direpresentasikan meliputi faktor skin dan aliran (high-velocity) dapat dituliskan
pada persamaan berikut ini.

1422 zTq  re 
pe  p w 
2 2
 ln  s  Dq  (6.65)
kh  rw 

Efek non-Darcy atau kecepatan tinggi adaah signifikan. Hal ini umumnya
menjadi studi kasus untuk aliran gas ke dalam lubang sumur dan persamaan yang
menjelaskan fenomena aliran non-Darcy harus digunakan. Tidak jarang komponen
aliran kecepatan tinggi dari penurunan tekanan melebihi komponen aliran Darcy.

6.3. Uji Deliverabilitas Sumur Gas


Uji deliverabilitas sumur gas terdiri dari serangkaian setidaknya tiga atau lebih
aliran dengan tekanan, laju, dan data lain yang dicatat sebagai fungsi waktu. Pengujian
biasanya dilakukan untuk mengetahui kemampuan produksi suatu sumur gas tersebut
serta dapat menentukan besarnya laju alir optimum gas atau bahkan besarnya laju alir
gas juga tergantung dari permintaan konsumen/pembeli sesuai kontrak. Selain itu juga
dapat mengetahui serta mempertimbangkan di bagian surface facilities agar gas yang
diminta konsumen tersebut dapat mengalir malalui pipa tanpa ada hambatan.
Uji deliverabilitas gas pada suatau sumur juga perlu dilakukan studi. Studi-
studi ini dapat terdiri dari peramalan produksi (jenis pengiriman atau simulasi
reservoir), penetapan jumlah sumur dan lokasi pengembangan lapangan, sizing tubing,
gathering lines, dan trunklines, merancang persyaratan kompresi, menentukan
perlunya stimulasi, mengevaluasi kerusakan dengan benar (pengaruh skin), dan
menetapkan kinerja produksi gas untuk perbandingan di masa mendatang. Dengan
demikian, uji deliverabilitas biasanya dilakukan pada sumur gas untuk memenuhi

170
permintaan pembeli serta memberikan informasi untuk digunakan dalam memprediksi
kemampuan produksi jangka panjang sumur di bawah serangkaian keadaan tertentu.
Hanya tes untuk tujuan prediksi yang akan dipertimbangkan di bagian ini.
Uji deliverabilitas dilakukan pada sumur baru dan secara bertahap pada sumur
lama. Biasanya, pengujian dilakukan hanya pada siang hari (alasan keamanan).
Keseluruhan Jadwal tes mungkin memakan waktu beberapa hari. Di bawah pengujian
waktu yang relatif singkat, perilaku reservoir/sumur seringkali bersifat sementara,
yaitu, tekanan atau laju aliran berubah seiring berjalannya waktu. Karakteristik yang
diinginkan untuk prediksi jangka panjang (satu sampai dua tahun) pada dasarnya harus
nontransient (steady state atau pseudo-steady state). Dengan demikian, esensi dari
pengujian deliverabilitas adalah untuk melakukan tes jangka pendek yang dapat
berhasil digunakan untuk memprediksi perilaku jangka panjang.

Uji deliverabilitas secara konvensional disebut uji tekanan balik karena


sumur diuji dengan mengalir melawan tekanan balik pipa tertentu yang lebih besar
dari tekanan atmosfer. Estimasi awal kemampuan sumur gas untuk berproduksi
dilakukan dengan memproduksi gas sampai ke permukaan untuk menentukan
Absolute Open Flow Potential (AOFP) sumur, yaitu laju aliran pada tekanan 14,7
psia. Jika di lapangan minyak nilai AOFP merupakan qmax atau laju alir maksimal
sumur tersebut yang dapat diproduksikan ke permukaan. Selain AOFP ada juga
istilah AOF. Secara definisi kedua istilah tersebut adalah sama. Tetapi, yang
membedakan adalah bahwa harga AOFP itu diperoleh ketika nilai flowing bottom-
hole pressure bernilai 14,7 psia (pwf = 14,7), sedangkan harga AOF diperoleh
apabilai nilai pwf = 0.
Hasil tes tekanan balik secara konvensional disajikan sebagai plot log-log dari
perbedaan tekanan-kuadrat terhadap laju aliran pada Gambar 6.7.

171
Gambar 6.7.
Grafik Δp2vs q untuk Uji Konvensional
(Ikoku, Chi U., 1984)
Berdasarkan sejumlah besar pengamatan empiris, Rawlins dan Schellhardt
mengungkapkan bahwa hubungan antara laju alir dan tekanan dapat dinyatakan
sebagai berikut.


q  C pR  pwf
2

2 n
(6.66)

Dimana

q = laju aliran gas pada kondisi dasar

PR = tekanan reservoir rata-rata yang diperoleh dengan menutup sumur untuk


menyelesaikan stabilisasi, psia

pwf = tekanan weilbore yang mengalir pada permukaan pasir, psia

C = koefisien kinerja yang menggambarkan posisi kurva deliverabilitas yang


distabilkan. Nilai dari C tergantung pada satuan q.

172
n = eksponen yang menggambarkan kebalikan dari kemiringan kurva
deliverabilitas yang distabilkan

atau

n = tan θ

Garis lurus yang ditunjukkan pada Gambar 6.7 adalah perkiraan dari perilaku
produksi yang sebenarnya. Idealnya kurva harus sedikit cekung dan memiliki
kemiringan satuan (θ = 45°) pada laju aliran rendah dan kemiringan agak lebih besar
pada laju aliran tinggi. Perubahan kemiringan hasil dari peningkatan turbulensi di
sekitar lubang bor ditambah perubahan faktor skin tentunya akan memengaruhi
kurva. Hal ini tentunya bergantung pada laju alir seiring dengan meningkatnya
produksi. Praktik yang sering digunakan dalam penyelesaian kasus seperti ini adalah
dengan menggunakan kurva deliverabilitas garis lurus. Secara umum, eksponen tidak
akan berkisar antara sekitar 0,5 dan 1,0. Titik-titik pada kurva tekanan balik harus
diplot pada kertas grafik log-log skala yang sama. Penarikan garis lurus tentunya
tergantung dari plot titik-titik pada grafik log-log tersebut
Nilai eksponen n dalam persamaan tekanan balik (back-pressure) atau
persamaan deliverabilitas gas (Persamaan 6.66) dapat ditentukan dari kemiringan
garis lurus (slope) atau dengan mengganti nilai q baca langsung dari hubungan
garis lurus bukan pada titik data dan nilai pR  pwf
2 2
yang sesuai dalam

persamaan berikut ini.

log q2  log q1
n

log p R
2
 
 p wf 2  log p R  p wf 1
2 2 2
 (6.67)

Nilai dari koefisien C dapat ditentukan dengan mensubstitusikan nilai n


yang sebelumnya sudah ditentukan. Adapun persamaan untuk mencari nilai
koefisien C adalah sebagai berikut.

q
C
p 
(6.68)
2 n
 p wf
2
R

173
Koefisien tersebut juga dapat ditentukan dengan menarik garis lurus yang
berhubungan parameter pR  pwf = 1 dan membaca nilai yang sebanding pada
2 2

perpotongan di garis q. Koefisien C setara dengan nilai q ketika pR  pwf = 1.


2 2

Setelah mengetahui tentang uji deliverabilitas gas, maka perlu diketahui juga
jenis atau metode dari uji deliverabilitas gas. Adapun terdapat 3 metode uji
deliverabilitas yang diketahui yaitu flow after flow test (juga disebut uji multipoint),
isochronal test, dan modified isochronal test. Pengujian ini memberikan kurva
tekanan balik atau kurva deliverabilitas yang stabil yang dapat mewakili
karakteristik aliran ke dalam sumur selama periode waktu yang relatif lama (satu
hingga dua tahun) ketika sumur memiliki volume drainase yang stabil.

6.3.1. Pengujian Flow After Flow (Uji Konvensional Back Pressure)


Gambar 6.8 menunjukkan parameter-parameter penting dari uji Flow-
after-flow. Sumur dialirkan pada kecepatan yang ditentukan sampai tekanan stabil.
Pada tahapan tes ini laju alir terus diubah dan proses diulang. Setelah beberapa
perubahan laju alir yang ditentukan kemudian sumur ditutup. Kurva tekanan balik
dikembangkan dari nilai tekanan aliran yang distabilkan dan tekanan reservoir
rata-rata dalam volume drainase, sebagaimana ditentukan dari akhir build up
pressure atau tekanan rata-rata yang distabilkan sebelum tes dimulai.

Gambar 6.8.
Diagram Laju Alir dan Tekanan pada Pengujian Flow After Flow/ Back
Pressure Test
(Chaudhry, A. U., 2003)

174
Gambar 6.9 dan 6.10 lebih mewakili apa yang terjadi dalam pengujian yang
sebenarnya. Angka-angka ini menunjukkan bahwa laju aliran tidak perlu konstan
selama periode aliran. Pengujian Flow-after-flow dimulai dari kondisi tertutup
setelah itu serangkaian aliran yang terus meningkat (urutan normal) atau aliran yang
menurun (urutan terbalik) pada sumur. Tidak ada periode penutupan (atau sangat
kecil) yang terjadi di antara masing-masing aliran. Waktu aliran biasanya tidak
tetap atau tergantung dari perusahaan.

Gambar 6.9.
Pengujian Flow After Flow pada Kondisi Normal
(Ikoku, Chi U., 1984)
Kata kunci dalam uji tekanan balik konvensional adalah stabil. Istilah ini
berasal dari identifikasi untuk tujuan praktis, tekanan tidak lagi berubah terhadap laju
alir. Dengan kata lain, kemiringan pwf vs kurva waktu adalah kecil. Dengan asumsi

175
bahwa kondisi stabil dipenuhi selama setiap periode tes, tes dapat dianggap valid
seolah-olah telah melakukan isochronal test yang benar. Kurva deliverabilitas yang
dihasilkan adalah kurva deliverabilitas yang stabil dan secara langsung dapat
diterapkan pada perhitungan (AOF).

Tekanan aliran bawah sumur (dan shut-in) biasanya ditentukan dengan


alat pengukur tekanan down-hole gauge pressure jenis Amerada. Kurva
deliverabilitas yang dihasilkan adalah kurva deliverabilitas yang stabil.

Gambar 6.10.
Pengujian Flow After Flow pada Kondisi Terbalik (Reverse)
(Ikoku, Chi U., 1984)

Indikasi waktu yang diperlukan untuk menstabilkan sumur dapat


dikembangkan dari teori tekanan transien. Salah satu relasi yang sering digunakan
adalah:

176
S g  g re 2
t s  jam   1000 (6.69)
kp R

Dimana

 = Porositas, fraksi

Sg = Saturasi gas, fraksi

µg = Viskositas gas, cp

re = Radius eksternal batas no-flow, ft

k = Permeabilitas efektif gas, md

pR = Tekanan reservoir rata-rata, psia

Persamaan 6.69 berlaku untuk volume drainase berbentuk silinder dengan


asumsi sumur di tengah. Untuk mengetahui bentuk lain membutuhkan waktu yang
lebih lama dalam proses pengujian.
Metode flow after flow cocok dilakukan pada formasi dengan permeabilitas
tinggi. Formasi dengan permeabilitas rendah membutuhkan waktu lama untuk
mencapai stabil dalam pengujiannya. Misalnya, mempertimbangkan kondisi sumur
yang menguras sekitar 640 hektar reservoir gas alam dengan porositas 20% pada
tekanan reservoir rata-rata 3000 psig. Saturasi air interstisial adalah 30%.
Menerapkan Persamaan 6.69 dan memberikan waktu stabilisasi sebagai berikut:
Tabel VI-1.
Permeabilitas dan Waktu Stabilisasi
(Ikoku, Chi U., 1984)

Permeabilitas Waktu Stabilisasi


(md) Jam Hari
10 800 33
100 80 3
1000 8 0,3

Jika pengurasan suatu sumur mencapai 160 hektar, waktu stabilisasi akan
menjadi 1/16 berdasarkan angka pada tabel diatas. Kurva performance yang

177
berbeda dapat diperoleh pada sumur yang sama dari uji multipoint baik mengalami
kenaikan atau penurunan serta isochronal test ditunjukkan oleh hasil yang tertera
pada Gambar 6.11. Hasil ini biasanya terbatas pada pengujian yang dilakukan di
reservoir dengan permeabilitas rendah.

Gambar 6.11.
Kurva Performance. Kurva A : 24 Jam, Sequance balik dari back-pressure
test (slope = 1,097). Kurva B : 24 jam, Sequance normal dari back-pressure
test (slope = 0,701). Kurva C : 24 jam, Sequance normal dari back-pressure
test (slope = 0,776). Kurva D : 24 jam, Kurva performance dari isochronal
test (slope = 0,867)
(Ikoku, Chi U., 1984)

6.3.2. Isochronal Test


Metode isochronal test tidak dapat menghasilkan kurva tekanan balik yang
distabilkan secara langsung. Sebaliknya, kurva stabil dihitung dari tekanan yang

178
diperoleh saat kondisi transien berlaku. Isochronal test dapat diilustrasikan pada
Gambar 6.12. Berdasarkan gambar tersebut, isochronal test melibatkan flowing
sumur pada beberapa laju alir, diselingi dengan periode dimana sumur ditutup
(shut-in). Waktu penutupan sumur harus cukup lama untuk mencapai tekanan
reservoir atau dengan kata lain untuk kembali ke kondisi tekanan rata-rata reservoir.
Satu hal penting yang perlu diketahui dari metode ini adalah bahwa flowing bottom-
hole pressure diukur pada beberapa waktu setelah sumur dibuka (ditunjukkan oleh
1, 2, 3, 4). Waktu aliran pada pengujian ini harus sama di setiap periode aliran, oleh
karena itu dinamakan isochronal. Dalam periode aliran 2 jam, waktu untuk
menentukan tekanan aliran yang mungkin adalah (1) = 30 menit, (2) = 60 menit, (3)
= 90 menit, (4) = 120 menit.

Gambar 6.12.
Diagram Laju Alir dan Tekanan pada Isochronal Test
(Chaudhry, A. U., 2003)

Langkah selanjutnya adalah menggambar empat kurva deliverabilitas


transien secara terpisah untuk waktu aliran 1, 2, 3, dan 4, yaitu, PR2-Pwf 2 diplot
terhadap q untuk setiap waktu aliran di grafik log-log. Garis lurus ditarik melalui
setiap titik isokronal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.13. Eksponen n dan
koefisien performance C ditentukan untuk setiap kurva deliverabilitas transien.

179
Biasanya, nilai eksponen hampir sama, tetapi koefisien performance akan
berkurang seiring berjalannya waktu, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.14.
Extended flow pada titik 5 juga diplot dan kurva deliverabilitas dari garis miring
ditarik melaluinya.

Gambar 6.13.
Δp2 vs q pada Isochronal Test
(Chaudhry, A. U., 2003)

Gambar 6.13 menunjukkan beberapa kurva deliverabilitas transien untuk


suatu sumur. Langkah selanjutnya adalah menentukan dimana kurva deliverabilitas
yang distabilkan (stabilized) akan diplot. Nilai C untuk setiap garis isochronal
dihitung dan dibuat grafik terhadap waktu pada grafik/plot log-log, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.14, atau pada koefisien C vs. log t. Tren yang
dihasilkan kurva diekstrapolasi sehingga nilai C pada waktu stabilisasi ts (dihitung
dari Persamaan 6.69).

180
Gambar 6.14.
Grafik Log C vs Log t untuk Isochronal Test
(Ikoku, Chi U., 1984)

Metode isochronal test multipoint sumur gas adalah satu-satunya cara


tertentu untuk mendapatkan kurva performance yang cukup akurat. Setiap aliran
dimulai dari kondisi penutupan sumur (shut-in). Kondisi shut-in harus cukup dekat
dengan kondisi build up sehingga setiap kenaikan tekanan yang masih terjadi tidak
akan mempengaruhi tekanan selama drawdown aliran berikutnya, yaitu, tidak ada
transit sebelumnya selama periode aliran apa pun. Periode aliran untuk isochronal
test biasanya memiliki durasi waktu yang sama. Namun, ketika kurva performance
diplot, data dari periode aliran dengan durasi yang sama juga diplot untuk
mendapatkan nilai kemiringan (slope) n yang benar (Gambar 6.13). Perhatikan
bahwa laju alir dan tekanan pada waktu tertentu digambarkan dalam grafik, bukan
laju alir rata-rata.
Isochronal test didasarkan pada prinsip bahwa jari-jari pengurasan yang
terbentuk selama periode aliran adalah fungsi dari waktu tanpa dimensi dan tidak
bergantung pada laju aliran. Maksudnya adalah untuk waktu aliran yang sama, jari-
jari pengurasan yang sama ditetapkan untuk laju aliran yang berbeda. Oleh karena
itu, isochronal test akan menghasilkan kurva performance yang valid jika dilakukan

181
sebagai uji laju alir konstan atau tekanan flowing konstan. Faktanya, banyak uji
sumur gas permeabilitas rendah yang menunjukkan penurunan laju alir yang
signifikan pada pengujiannya terutama kasus tekanan lubang sumur yang benar-
benar konstan dan harus dianalisis. Laju alir konstan tidak diperlukan untuk
isochronal test yang valid (Gambar 6.15).

Gambar 6.15.
Isochronal Test Normal
(Ikoku, Chi U., 1984)

Dalam reservoir dengan permeabilitas yang sangat rendah, tidak selalu


menunggu waktu lama hingga mencapai stabilisasi tekanan terjadi sebelum
pengujian dimulai dan dalam periode aliran yang terpisah. Sehingga, isochronal

182
test yang sebenarnya tidak praktis untuk menguji banyak sumur gas. Persyaratan
beberapa kondisi stabil ini dikurangi dengan menggunakan metode modified
isochronal test.

6.3.3. Modified Isochronal Test


Karakteristik utama dari modified isochronal test adalah bahwa periode aliran
dan periode penutupan semuanya sama. Juga, alih-alih mengevaluasi (pR2- pwfs2),
(pws2 - pwf2) digunakan dalam kurva deliverabilitas di mana p adalah tekanan
penutupan pada awal periode aliran. Akhirnya, ada periode extended flow untuk
menentukan kurva deliverabilitas yang stabil. Urutan laju aliran dan tekanan dari
modified isochronal test ditunjukkan pada Gambar 6.16.

Gambar 6.16.
Diagram Laju Alir dan Tekanan untuk Modified Isochronal Test
(Chaudhry, A. U., 2003)

Dengan prosedur di atas, eksponen n diperoleh dari grafik p ws2 - pwf2 vs.
q pada grafik log-log (kurva deliverabilitas transien). Kurva deliverabilitas stabil
diperoleh dengan menggambar garis paralel melalui titik [(pR2-pwfs2), q5]. Hal ini
diilustrasikan pada Gambar 6.17.

183
Gambar 6.17.
Δp2 vs q untuk Modified Isochronal Test
(Chaudhry, A. U., 2003)

Modified isochronal test tidak menghasilkan kurva deliverabilitas yang


benar-benar stabil tetapi mendekati kurva yang sebenarnya. Metode ini
membutuhkan lebih sedikit pekerjaan dan waktu untuk mendapatkan hasil yang
dapat digunakan daripada salah satu dari dua metode lainnya. Selain itu, laju alir
konstan tidak diperlukan untuk modified isochronal test (Gambar 6.18). Hal itu
tidak cukup dibenarkan baik secara teoritis atau dengan perbandingan lapangan
dengan isochronal test. Beberapa sumber membenarkan metode ini secara teoritis
dan telah mengasumsikan bahwa perilaku tekanan yang mengalir dengan waktu
(superposisi) adalah fungsi dari log waktu p = f[ln t]. Namun, sumur dengan
permeabilitas paling rendah dengan modified isochronal test akan memerlukan atau
lebih disarankan untuk melaukan stimulasi (hydraulic fracturing atau acid
fracturing) sebagai alasan komersial. Dalam kasus ini, tekanan lebih mungkin
menjadi fungsi dari akar kuadrat waktu, p = f√𝑡. Pada modified isochronal test di

184
bawah kondisi ini dapat memiliki perilaku tekanan yang mengalir sebagai fungsi dari
√𝑡, transisi atau In t, masing-masing untuk kecepatan aliran yang berbeda.

Gambar 6.18.
Modified Isochronal Test
(Ikoku, Chi U., 1984)

6.3.4. Plot Deliverabilitas


Jika flowing bottom-hole pressure digunakan dalam pengujian tekanan
balik, maka plot sandface back-pressure dapat dibuat, yang memungkinkan
penentuan potensi AOF. Jika tekanan kepala sumur digunakan, maka dibuat plot

185
tekanan balik kepala sumur yang menentukan kemampuan deliverabilitas
maksimum kepala sumur.
Setelah garis stabil pada plot tekanan balik terbentuk, deliverabilitas plot
dapat dibuat. Agar berguna, plot deliverabilitas biasanya dibuat dengan membagi
tekanan kepala sumur versus laju aliran gas (Gambar 6.19). Plot tekanan balik
kepala sumur dapat dibuat dari pengukuran tekanan kepala sumur atau tekanan
kepala sumur yang dihitung dari sand-face pressure.
Dua titik pada plot deliverabilitas biasanya diketahui: laju aliran gas
maksimum (qmax) yang terjadi pada sand-face pressure bernilai nol serta tekanan
pada laju aliran nol yang dapat ditentukan sebagai tekanan reservoir rata-rata (PR).
Titik-titik ini diwakili oleh A dan B pada Gambar 6.19. Di antara titik-titik ini laju
aliran gas q ditentukan. PR2-Pwf2 ditentukan dari plot tekanan balik yang distabilkan;
jadi pwf dapat dihitung untuk q. Ini dilanjutkan sampai poin yang cukup diperoleh
untuk membuat plot deliverabilitas.

Gambar 6.19.
Plot Kurva Deliverabilitas
(Ikoku, Chi U., 1984)

186
6.3.5. Koefisien C dan Eksponen n
Koefisien kinerja C dapat dianggap sebagai intersep yang sama dengan q ketika
perbedaan istilah tekanan-kuadrat sama dengan satu. Untuk sumur gas permeabilitas
tinggi yang stabil dengan cepat, C tidak berubah secara signifikan dengan waktu. Oleh
karena itu, kurva tekanan balik awal dapat digunakan untuk memperkirakan kapasitas
aliran selama umur sumur dalam waktu tertentu. Sebenarnya, koefisien performance
akan berubah dengan tekanan dan laju aliran. Viskositas gas (µ) dan faktor deviasi gas
(z) bergantung pada tekanan. Faktor skin bergantung pada variasi laju aliran gas.
Pengaruh variasi dalam istilah-istilah ini pada nilai C harus dipertimbangkan untuk
prediksi jangka panjang yang akurat dari q, terutama di reservoir permeabilitas
rendah di mana variasi Dq dengan q mungkin besar.

Gambar 6.20.
Kurva Penurunan Laju Alir Terhadap Waktu
(Ikoku, Chi U., 1984)

Dalam reservoir dengan permeabilitas rendah, laju produksi gas selama


periode aliran yang relatif singkat menurun seiring waktu pada tekanan kepala
sumur yang mengalir tetap (Gambar 6.20). Demikian juga, nilai C dalam

187
Persamaan 6.66 menurun seiring berjalannya waktu selama periode aliran pendek
(Gambar 6.21). Sumur dengan karakteristik ini memiliki serangkaian kurva
tekanan balik dengan waktu aliran sebagai parameter (Gambar 6.22). Pada
reservoir dengan permeabilitas rendah, diperlukan waktu yang lebih lama untuk
stabilisasi. Penting untuk membandingkan kurva 24 jam dengan kurva sebelumnya
untuk menentukan apakah akan ada pergeseran besar dalam kurva tekanan balik
terhadap waktu. Jika pergeseran besar, kapasitas seperti yang ditunjukkan oleh tes
deliverabilitas harus ditentukan dengan pengujian lebih lanjut sehingga akan
memprediksi kinerja yang baik dan lebih akurat.

Gambar 6.21.
Kurva Perubahan Nilai Koefisien C terhadap Waktu
(Ikoku, Chi U., 1984)

Umumnya, nilai eksponen n berkisar antara 0,5 hingga 1,0. Sumur gas dengan
permeabilitas rendah biasanya akan menghasilkan kurva bottom hole back-pressure
dengan nilai n lebih mendekati 1,0, sementara sumur gas permeabilitas tinggi
menghasilkan nilai n lebih mendekati 0,5 (Gambar 6.23). Di bawah kondisi near-

188
steady, eksponen 0,5 dan 1,0 masing-masing mewakili aliran turbulen dan laminar dalam
media berpori. Namun, jika ada pengaruh waktu yang cukup besar antara titik-titik yang
berurutan pada pengujian tekanan balik, kurva dapat memiliki kemiringan yang berbeda
dan nilai n tentunya tampak berbeda (Gambar 6.24). Eksponen kurang dari 0,5 yang
dihasilkan dari pengujian tekanan balik dapat disebabkan oleh akumulasi fluida di dalam
lubang sumur. Eksponen yang tampaknya lebih besar dari 1,0 mungkin disebabkan oleh
pemindahan fluida dari sumur selama pengujian atau dengan membersihkan formasi di
sekitar sumur, seperti membersihkan fluida pemboran atau sisa stimulasi. Selain itu, uji
tekanan balik yang dijalankan dalam urutan laju penurunan dapat menunjukkan
eksponen lebih besar dari 1,0 untuk sumur di reservoir slow-stabilizing. Data yang tak
menentu dari titik yang tidak teratur dari uji back-pressure kemungkininan hasil dari
kasus tersebut.

Gambar 6.22.
Pergeseran Kurva Back Pressure Terhadap Waktu
(Ikoku, Chi U., 1984)

189
Umumnya, kemiringan plot tekanan balik disebabkan karena indikasi dari
lubang sumur dan skin damage. n = 1 (θ = 45°) menyiratkan sedikit atau tidak ada
kerusakan/ skin di lubang sumur. Saat n menurun menuju 0,5 (θ menurun menuju 26,5°)
lubang sumur dan skin damage meningkat. Jika n berada diantara kisaran 0,5 hingga 1,0
(26,5 ° < θ < 45 °), data uji sumur mungkin salah karena pembersihan yang tidak memadai
atau liquid loading di sumur gas.

Gambar 6.23.
Pengaruh Laju Alir Terhadap Nilai n
(Ikoku, Chi U., 1984)

190
Gambar 6.24.
Ilustrasi dari Variasi Nilai n Karena Pengaruh Waktu Selama Back Pressure
Test
(Ikoku, Chi U., 1984)

Contoh 6.1.

Pada sumur GTA-1 dilakukan uji deliverabilitas dengan metode Modified


Isochronal Test. Untuk hasil pengujian dapat ditampilkan melalui tabulasi di bawah
ini. Jika dilakukan analisa secara konvensional, maka tentukan nilai n, C dan AOFP
(Absolute Open Flow Potential) pada sumur gas GTA-1!

191
Tabel VI-2.
Tabulasi Pengukuran Laju Alir Sumur GTA-1
(Laboratorium POD, 2020)

Jenis Durasi Choke Size Prod. Gas


Flow
Kegiatan (Jam) (.../64 in) (MMscfd)
1 Open Well 1 3 15 1,904
2 Open Well 2 3 20 3,331
3 Open Well 3 3 29 5,389
4 Extended 48 64 5,413

Tabel VI-3.
Tabulasi Pengukuran Tekanan Sumur GTA-1
(Laboratorium POD, 2020)

Jenis Durasi Pws Pwf (Pws 2- Pws 2) dP2 x 10-6


Flow
Kegiatan (Jam) psia psia psia2 MMpsia2
1 Shut in 3 1380 1345 95375 0,095
2 Shut in 3 1379 1328 138057 0,138
3 Shut in 3 1381 1262 314517 0,315
4 Extended 48 1380 1206 449964 0,450

Solusi

Sebelum menentukan nilai n maka terlebih dahulu memplot data pada grafik
yang ditampilkan pada Gambar 6.25. Pada Gambar 6.25 dilakukan plot 2 data
yang berbeda yaitu pada kondisi transient (warna biru) dan extended flow (warna
oranye). Jika sudah diplot, maka menentukan analisa dari uji deiverabilitas dengan
menggunakan metode konvensional (Rawlins-Schellhardt). Penentuan garis
dilakukan dua kali yatu pada daita transient dan extended flow seperti pada
Gambar 6.26.

192
Plot Titik Uji Deliverabilitas Sumur GTA-1
10

1
dP2, MMpsia

0
0.1 1 10 100
Q Gas, MMScfd

Gambar 6.25.
Plot Titik Uji Deliverabilitas Gas

Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-1


10

Extended
Flow
1
dP2, MMpsia

0.1

0.01
0.1 1 10 100
Q Gas, MMScfd

Gambar 6.26.
Garis Plot Pada Titik Uji Deliverabilitas Gas

193
Berdasarkan Gambar 6.26. plot kurva deliverabilitas Q vs dp2 Sumur GTA-
1 selanjutnya dilakukan penarikan garis untuk menghitung nilai n dan C (pada garis
yang melalui titik-titik berwarna biru/transient). Perhitungan nilai n, C, dan AOFP
dapat dilakukan seperti dibawah ini.

 Menghitung Nilai n (Faktor Turbulensi)


Nilai n atau faktor turbulensi diperoleh dengan menentukan dua nilai Q pada
sumbu x dan dua nilai dP2 dari sumbu y yang berpotongan dengan garis
trendline. Dua nilai tersebut dapat dimasukan kedalam persamaan untuk
mencari nilai n.

Tabel VI-4.
Data Perhitungan Faktor Turbulensi Sumur GTA-1
Qg dP2
MMscfd MMpsia2
1 0,042
10 0,63

Berdasarkan tabel diatas, nilai n dapat dihitung sebagai berikut.


Log Q 2 - Log Q1
n
  
Log Pws  Pwf 2 2  Log Pws 2  Pwf 2
2
1

Log 10 - Log 1


n  0,85
Log 0,63  Log 0,042 

Jadi, nlai n adalah sebesar 0,85

 Menghitung Nilai C (Konstanta Deliverabilitas)


Setelah nilai faktor turbulensi dihitung, maka nilai C dapat dihitung dengan
persamaan seperti di bawah ini.

Qsc
C
Pws 2
 Pwf 2 
n

194
C
5,413 10 
3
 0,0845 Mscfd/Psia 2
0,45 10 
6 0,85

Jadi, nilai C adalah sebesar 0,0845 Mscfd/psia2.


 Menghitung Nilai AOFP (Absolute Open Flow Potential)
AOFP = C (Ps2 – Pwf2)n
AOFP = 0,0845 (13802 – 14,72)0,85
AOFP = 18457,006 Mscfd atau 18,45 MMscfd

Jadi, nilai AOFP pada sumur GTA-1 adalah sebesar 18,45 MMscfd
Selain dengan perhitungan diatas, penentuan nilai AOFP juga dapat
ditentukan melalui garis pada extended flow dimana pada dp2 diasumsikan nilai Pwf
= 14,7 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.27. Jika nilai Pws = 1380 dan Pwf
= 14,7, maka nilai dp2 adalah sebesar 1,9 MMpsia.

Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-1


10

1,9

1
dp2, MMpsia

0.1

AOFP = 18,45 MMscfd


0.01
0.1 1 10 100
Q Gas, MMScfd

Gambar 6.27. Penentuan Nilai AOFP Melalui Pembacaan Kurva


Deliverabilitas

195
Metode pembacan nilai AOFP memalui pembacaan garis extended flow
pada kurva deliverabilitas biasanya digunakan untuk validasi hasil nilai AOFP yang
telah diperoleh melalui hasil perhitungan.

6.4. Persamaan Semi-Steady State


Pertimbangkan drainage sumur yang mengalirkan bagian reservoir yang
dibatasi dengan laju konstan dapat dilihat pada Gambar 6.28. No flow di batas luar
boundary yang memproduksi fluida harus dengan ekspansi fluida dalam volume
drainase. Sehingga diberikan persamaan berikut ini:

dp dV
cV   qb (6.70)
dt dt

Dimana

V = Volume pori radial

qb = Laju alir produksi konstan

Persamaan 6.70 juga dapat ditulis sebagai berikut

dp
qb  re hc
2
(6.71)
dt

Pada radius r berapa pun, laju aliran akan sebanding dengan keadaan
volume di luar radius r, dengan demimkian persamanya dapat ditulis sebagai
berikut.


qbr  re  r 2 hc
2
 dp
dt
(6.72)


qb  re  rw hc
2 2
 dp
dt
(6.73)

2 2
Mengabakan nilai rw karena terlalu kecil dibandingkan dengan re ,

 qbr   r 2 
   1  2  (6.74)
 
 b   re 
q

196
Gambar 6.28.
Aliran Semi-Steady State
(Ikoku, Chi U., 1984)

Menggunakan Persamaan 6.74 pada persamaan dari Hukum Darcy dalam


Persamaan 6.3 sehingga diberikan persamaan sebagai berikut.

3,9764  10 2 khTb zb  r 2  dr
p dp  1  2  (6.75)
qb pbTz  re  r

Mengintegralkan persamaan seperti di bawah ini

0,703kh p p r 1 r
 2 dp     dr (6.76)
pw z
qbT 
rw r re 

Atau

1  r 2 rw 
2
0,703kh
  w   ln  2   
r
(6.77)
qb T rw re  2 2 

2 2 2
rw / re dapat diabaikan dibandingkan dengan r 2 / re , sehingga

2
 
0,703kh
  w   ln r  1  r  (6.78)
qb T rw 2  re 

Atau

197
1422 qT  r 1  r  
2

  w  ln     (6.79)
kh  rw 2  re  
 

Dimana q merupakan laju alir gas dalam Mscfd. Dalam kasus tertentu
dimana r = re, maka,

1422 qT  re 1 
e  w   ln   (6.80)
kh  rw 2 

Dalam istilah volume rata-rata gas pseudopressure, maka


re
 dV 2

re
 rw
 r dr (6.14)

re 2 rw
dV re
rw

Menggunakan Persamaan 6.79 dalam Persamaan 6.14 seingga diberikan


sebgai berikut :

2 1422 qT re  r r 2 
kh rw  rw 2re 2 
  w  2
ln  r dr (6.81)
re

Jika dalam bentuk integral, maka persamaan dapat dievaluasi dalam bentuk
sebagai berkut :

r r  rw
2 2 2 2 2
r r r r r

re
r ln dr  e ln e  e  e ln e  e
rw rw 2 rw 4 2 rw 4

Istlah kedua dalam integral persamaan diatas dapat diberikan dalam bentuk
berikut

re  rw
4 4 2
r3 re
rw 2re 2 dr  8re 2  8
re

Persamaan 6.81 menjadi

198
2 1422 qT  re re 
2 2 2
re re
  w  2  ln   
re kh  2 rw 4 8 

Atau

1422 qT  re 3 
  w   ln   (6.82)
kh  rw 4 

Persamaan 6.79, 6.80, dan 6.82 dapat dimodifikasi untuk memasukkan


faktor skin Everdingen (s) yang didefinisikan oleh Persamaan 6.17 serta pengaruh
faktor skin-nya terhadap laju alir yang dapat ditnjukkan melalui persamaan berikut
ini.

1422 qT  r r2 

  w  ln   s  Dq (6.83)
kh  rw 2re 2 

1422 qT  re 1 
e  w   ln   s  Dq  (6.84)
kh  rw 2 

1422 qT  re 3 
  w   ln   s  Dq  (6.85)
kh  rw 4 

Pada tekanan-kuadrat direpresentasikan Persamaan 6.85 yang juga dapat


ditulis sebagai berikut.

q

703 10 6 kh pR  pwf
2 2
 (6.86)
 r 3 
T z qvg  ln e   s' 
 rw 4 

Dimana

s'  s  Dq (6.87)

Untuk menentukan nilai s dan D dalam Persamaan 6.87, setidaknya dua


nilai s' dihitung dari pengujian drawdown atau build up. Persamaan yang diperoleh
dapat diselesaikan secara bersamaan jika dua nilai s' tersedia. Untuk lebih dari dua

199
nilai skin factor s', grafik s' vs. q digambar pada Gambar 6.29 dan garis lurus
digambar melalui titik-titik tersebut. Ketika q = 0, nilai skin factor sebenarnya
terbaca. Kemiringan garis lurus memberikan nilai faktor aliran inersia/turbulen
(D). Jika s positif maka terdapat kerusakan. Jika s negatif maka sumur telah
dilakukan perbaikan misalnya dengan melakukan stimulasi. Nilai s dapat berkisar
dari -5 hingga +25. Jika s'1 dan s'2 sama untuk dua pengujian drawdown atau build
up, maka D = 0 dan aliran berkecepatan tinggi dapat diabaikan.

Gambar 6.29.
Skin Tampak Terhadap Laju Alir
(Ikoku, Chi U., 1984)

200
BAB VII

PENGEMBANGAN LAPANGAN GAS

Produksi antara minyak dan gas berbeda bukan hanya karena perbedaan
karakteristik secara fisik, namun juga alasan ekonomi. Produksi dari lapangan
minyak dapat menjadi sebuah pengembangan yang optimal serta dapat disimpan di
dalam tanki. Akan tetapi gas reservoir selalu langsung terhubung pada konsumen
melalui pipa. Ini berarti bahwa gas tidak dapat disimpan dan tentunya lapangan gas
atau sumur gas dapat berproduksi dikarenakan adanya pembeli (buyer). Jika tidak
ada pembeli maka kegiatan produksi gas tersebut biasanya dihentikan atau sumur
gas ditutup. Perbedaan besar lainnya adalah lapangan minyak dapat berkembang
secara bertahap. Pengembangan lapangan minyak tentunya dilakukan dengan
beberapa metode produksi dalam jangka waktu tertentu sehingga banyak upaya
yang dilakukan terutama metode produksi yang dilakukan di lapangan minyak
asalkan lapangan minyak tersebut terus berproduksi.
Produksi lapangan gas tidak dapat dimulai sampai Perjanjian Jual Beli Gas
(PJBG) telah disetujui. Parameter dasar yang dibutuhkan untuk menentukan pola
pengembangan lapangan yang optimum harus diketahui terlebih dahulu sebelum
pengembangan lapangan dimulai. Oleh karena itu, perencanaan pola
pengembangan lapangan gas berhubungan dengan kontrak penjualan gas serta
bertanggung jawab atas banyak ketidakpastian. Satu hal lagi yaitu bahwa produksi
lapangan gas itu harus plateau dengan besar rate produksi yang sudah sesuai
dengan perjanjian kontrak dengan konsumen selama rentang waktu tertentu. Dan
jika suatu saat terjadi penurunan laju alir maka diperlukan upaya untuk dapat
menangani serta mengatur rate (menaikkan rate) sesuai dengan besarnya gas yang
diminta oleh konsumen. Jika tidak sesuai maka perusahaan akan dikenakan pinalty
oleh konsumen.
Model perencanaan pengembangan yang optimum untuk lapangan gas alam
selalu tergantung pada karakteristik fisik fluida dan batuan pada reservoir gas
tersebut. Hal ini merupakan data dasar yang dapat diolah untuk dapat menentukan

201
parameter lanjutan lainnya untuk menambah kepastian dari pengembangan
lapangan gas sebelum kontrak dengan konsumen. Parameter lanjutan tersebut
misalnya penentuan karakteristik fluida dengan berbagai tekanan berdasarkan
kompoen fluida gas yang diketahui pada lapangan tersebut. Selain itu juga dapat
menentukan cadangan gas sisa serta kemampuan suatu sumur produksi gas
(Absolute Open Flow Potential).
Satu perhatian mengenai suplai gas alam adalah dimana seorang engineer
harus dapat menentukan dan memprediksi bagaimana caranya agar gas yang
disuplai dapat sampai kepada konsumen melalui beberapa pertimbangan. Hal ini
penting mengingat besarnya jumlah gas yang disuplai adalah harus sesuai dengan
kontrak dengan konsumen sebelumya. Prediksi ini penting dilakukan misalkan
lapangan gas tersebut berproduksi gas dari beberapa sumur dan mempertimbangan
bagaimana dari beberapa sumur tersebut sampai ke titik penjualan. Gas harus
sampai pada titik ini melalui pipa utama pada tekanan yang spesifik. Elemen-
elemen pada seluruh sistem produksi gas harus meliputi aliran melalui reservoir ke
lubang sumur, mengalir melalui production string pada sumur, mengalir melalui
area surface facilities dan peralatan pengolahan, kompresi gas, dan akhirnya
mengalir melaui sebuah pipa menuju ke titik penjualan.

7.1. Cadangan Gas


Satu-satunya hal yang pasti diketahui mengenai lapangan gas ketika
pertama kali ditemukan adalah melalui peta seismik yang memberikan garis kontur
bervariasi terhadap kedalaman pembentukan sebenarnya saat pertama kali
ditemukan. Pada peta seismik dapat ditentukan titik-titik sumur berdasarkan asumsi
zona produktif sementara pada peta. Untuk lebih mengatahui apakah indikasi zona
produktif pada peta tersebut benar atau tidak, pemboran titik-titik sumur perlu
dilakukan. Jika pemboran itu berhasil dan ada fluida gas yang berproduksi, maka
peta tersebut serta refrensi sumur yang berproduksi dapat menjadi tuntunan untuk
dilakukan pemboran sumur gas lainnya. Jika sumur tersebut dibor tetapi dry hole
maka peta tersebut dapat direkonstruksi ulang terutama melalui interpretasi zona
produktif di peta seismik.

202
Jumlah cadangan gas in place jika menggunakan peta harus bisa
diperkirakan, dan ini merupakan perhitungan yang dibutuhkan untuk penentuan
total volume kotor batuan yang mengandung gas. Untuk menentukan cadangan
secara volumetrik tentunya harus diketahui besarnya nilai porositas pada reservoir
tersebut. Asumsi porositas ini adalah pori yang mengandung fluida baik gas
ataupun air (saturasi air). Porositas dapat dihitung dengan coring atau logging pada
sumur yang telah dibor. Penentuan porositas dengan coring atau logging tentunya
ditentukan pada sumur yang sekiranya prospek melalui kandungan hidrokarbon
yang ditemukan baik melalui core atapun pembacaan chart log. Nilai porositas ini
biasanya mewakili untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya. Ada dua
kemunginan jika coring atau logging dilakukan hanya sekali (pada satu sumur saja)
maka nilai porositas itu disebut sebagai refrensi. Jika coring atau logging dilakukan
di beberapa sumur maka nilai porositas yang diperoleh adalah porositas rata-rata.
Jumlah total gas in place sekarang dapat dihitung dengan mengalikan
volume gross batuan oleh porositas dan saturasi gas (setara dengan satu minus
saturasi air). Hasil dari tiga nilai tersebut memberikan volume gas pada kondisi
reservoir, yaitu pada tekanan dan temperatur reservoir. Volume tersebut harus
diubah menjadi kondisi standar. Namun tidak mewakili jumlah gas secara ekonomi.
Untuk tujuan ini maka recovery factor harus diketahui. Perkiraan nilai recovery
factor tentunya dibutuhkan untuk dapat mengetahui kinerja produksi reservoir pada
lapangan gas tersebut.

7.1.1. Reservoir Performance


Gambar 7.1. megilustrasikan faktor pengaruh recovery gas. Jika reservoir
terutup (tidak ada pengaruh dari air) diketahui sebagai reservoir depletion. Ketika
gas diproduksikan maka tekanan akan turun, sebagai indikasi pada garis yang
ditandai deplesi (jika gas merupakan gas ideal, garisnya akan lurus). Recovery gas
dimungkinkan dari lapangan tersebut untuk mengetahui tekanan abandonment.
Tekanan abandonment ini merupakan tekanan terendah pada gas yang bisa tetap
produksi dari sumur gas dengan pertimbangan keekonmian. Titik pada garis di
Gambar 7.1. mewakili tekanan abandonment yang melewati garis depletion yang
mengindikasikan nilai recovery gas yang diperoleh, dalam kasus ini antara 80% dan

203
90% dari gas in place. Ini merupakan gambaran rata-rata untuk tipe reservoir
depletion.
Sebenarnya, sering kali reservoir gas ditutupi air, seperti tekanan gas dalam
reservoir mulai turun, air akan mulai mengalir dan memasuki reservoir gas. Hal ini
disebut sebagai water encroachment (produksi karena water drive) akan menambah
tekanan reservoir menjadi lebih besar atau kecil. Gambar 7.1. mengindikasikan
tiga tipe water drive yang terdiri dari weak water drive lemah, moderate water drive
sedang, dan strong water drive kuat.

Gambar 7.1.
Natural Gas Recovery
(Ikoku, Chi U., 1984)

Penjelasan tersebut dapat mengetahui perbedaan penting antara reservoir


gas dan minyak. Pada reservoir minyak, water drive pada reservoir biasanya
memiliki nilai recovery factor yang jauh lebih tinggi daripada tipe depletion drive.
Pada reservoir gas, terjadi kasus kebalikannya. Pada reservoir gas, water drive
memiliki nilai recovery factor yang lebih kecil daripada reservoir depletion. Hal ini
disebabkan karena jika reservoir tersebut water drive, air yang masuk ke reservoir

204
tidak dapat mendorong semua gas yang terdapat di dalam pori-pori batuan. Jumlah
yang cukup besar terperangkap oleh gaya kapiler dalam pori batuan yang dilewati
dan tertinggal. Gas ini merupakan residual gas (gas sisa) dan dinyatakan sebagai
persentasi dari volume pori yang terisi gas, berkisar antara 40-20%.
Gambar 7.1. mengindikasikan bahwa strong water drive dimana tekanan
memengaruhi nilai awal produksi karena adanya efek pendesakan, hal ini tidak
mungkin untuk recovery lebih dari 60% dari gas in place jika saturasi residual gas
sebesar 40%. Hal ini lebih kecil dibandingkan reservoir depletion dengan recovery
sekitar 80% sampai 90%. Jika water drive menurun dengan drastis, nilai ultimate
recovery akan lebih tinggi. Faktanya, ultimate recovery dengan weak water drive
yang mungkin akan sedikit lebih tinggi daripada kasus reservoir depletion.
Kekuatan dari water drive tergantung pada prinsip tiga faktor yaitu
permeabilitas, ukuran reservoir, dan waktu. Permeabilitas adalah kemampuan suatu
batuan untuk dapat meloloskan fluida. Melalui pembentukan dengan permeabilitas
tinggi, aliran gas relatif mudah walaupun terjadi pada penurunan tekanan. Ketika
melalui pembentukan permeabilitas rendah bahkan penurunan tekanan tinggi akan
menghasilkan laju aliran yang rendah. Hal yang sama berlaku untuk air yaitu
permeabilitas rendah, semakin kecil kemungkinan adanya strong water drive.
Kekuatan water drive tergantung pada ukuran reservoir. Semakin besar
reservoir maka semakin lemah tenaga pendorongan airnya. Hal ini disebabkan
volume air dibutuhkan untuk mengatur tekanan tergantung pada luas bidang, seperti
pada lingkaran, sebanding dengan jari-jari kuadrat. Keliling seperti itu harus dilalui
oleh air, berbanding lurus dengan radiusnya. Akibatnya, jumlah masuknya air
dalam periode waktu tertentu dan untuk penurunan tekanan tertentu secara kasar
sebanding dengan jari-jari. Jumlah air yang dibutuhkan untuk mempertahankan
tekanan reservoir pada tingkat tertentu selama periode waktu tertentu dinyatakan
sebagai sebagian kecil dari volume reservoir akan sebanding dengan kebalikan dari
kuadrat jari-jari.
Kekuatan water drive juga tergantung pada faktor waktu. Air
membutuhkan waktu untuk mengalir ke reservoir. Jika tingkat produksi yang
tinggi dipertahankan dari lapangan, sejumlah besar rembasan air diperlukan

205
selama periode waktu yang singkat, akibatnya water drive mungkin lemah.
Namun, lapangan yang sama dengan tingkat produksi yang rendah mungkin
memiliki strong water drive di reservoirnya.

7.1.2. Pola Pengembangan Lapangan


Masalah sebenarnya untuk memproduksi gas dalam formasi dengan cara
yang paling ekonomis diselesaikan dengan menentukan drilling and production
schedule. Beberapa pertanyaan yang harus dijawab adalah: Berapa banyak sumur
yang dibutuhkan; kapan harus dibor; berapa banyak yang harus diproduksi dari satu
sumur? Untuk menanggapi hal tersebut, beberapa uji produksi harus dilakukan pada
sumur penemuan pertama. Hasil pengujian ini akan dilengkapi dengan pengujian
lebih lanjut di sumur refrensi di kemudian hari.

Gambar 7.2.
Uji Produksi Gas Terhadap waktu
(Ikoku, Chi U., 1984)

Produktivitas reservoir gas alam yang sudah dapat diproduksikan dapat


diilustrasikan pada Gambar 7.2. Pada saat cadangan (kapasitas reservoir) yang
prospek telah ditemukan, surface facilities lapangan gas dan sistem transportasi
pipa harus tersedia untuk mengangkut gas dari lapangan ke pasar sebelum
dilakukan kegiatan produksi gas. Selama waktu t0 ke t1 pengembangan lapangan

206
terjadi dengan cepat sehingga laju alir produksi yang sesuai dengan kontrak (qc)
dapat terpenuhi. Pengembangan lapangan mencakup pemboran infill atau stepout,
dan/atau instalasi untuk kompresi di lapangan jika diperlukan untuk memenuhi
tekanan pengiriman melalui pipa menuju konsumen.
Pada waktu t1, kapasitas produktif biasanya agak lebih besar dari qc. Pada
beberapa waktu kemudian, katakanlah t2, kapasitas produksi reservoir dengan
fasilitas produksi yang ada menurun terhadap qc dan jika ditinjau dari segi ekonomi
yang cukup, program pemboran tambahan atau pemasangan instalasi kompresi
tambahan dapat dilakukan untuk mempertahankan qc selama waktu kontrak.
Insentif ekonomi biasanya memaksimalkan keuntungan terhadap lamanya waktu
proyek. Ketika pada waktu t3 tingkat produksi terus menurun terhadap waktu dan
akhirnya sampailah pada batas waktu t4, maka dapat dikatakan laju alir produksi
sudah mencapai economic limit atau rate abandonment (qa). Ketika lapangan
tersebut sudah mencapai batas produksi ini (qa) maka produksi akan dihentikan dan
lapangan tersebut akan ditutup karena dianggap sudah tidak prosek lagi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Faktor lain yang dapat mempengaruhi abandonment
adalah masalah produksi dan kemungkinan produksi gas jangka pendek yang tidak
ekonomis untuk dipertahankan.

7.2. Keterbatasan Kapasitas Peralatan


Kemampuan pengiriman sumur gas tidak hanya bergantung pada kapasitas
reservoir untuk berproduksi. Produksi juga harus melewati tubing, separator,
dehidrator, dan flow line ke pipeline. Beberapa penurunan tekanan dikaitkan dengan
masing-masing peralatan ini, dan penurunan tekanan adalah fungsi dari laju aliran.
Akibatnya, dalam banyak kasus tingkat produksi dibatasi oleh kapasitas peralatan
daripada kapasitas reservoir untuk berproduksi. Ketika situasi seperti itu muncul,
dimungkinkan untuk memasang peralatan berdiameter lebih besar.
Situasi ini ditunjukkan secara grafis pada Gambar 7.3. Kurva kapasitas reservoir
mewakili keadaan depletion tertentu atau tekanan reservoir eksternal (Pe) dan kurva
kapasitas peralatan mewakili pengaturan peralatan dan tekanan flowline tertentu.
Kurva-kurva ini menggambarkan bahwa ketika tekanan lubang dasar sumur
meningkat, laju aliran dari reservoir akan menurun sedangkan laju aliran melalui

207
peralatan akan meningkat. Jadi, pada laju rendah, laju aliran sumur mungkin dibatasi
oleh kapasitas peralatan. Pada kasus lain, bisa dikatakan reservoir akan berproduksi
pada tingkat yang melebihi kapasitas peralatan.
Untuk satu set peralatan tertentu, tekanan pipeline dan keadaan depletion
reservoir ada beberapa tingkat maksimum yang dapat diproduksi; ini diwakili oleh
perpotongan dua kurva kapasitas. Pada titik ini aliran reservoir menghasilkan tekanan
lubang dasar sumur yang sesuai dengan penurunan tekanan yang dibutuhkan untuk
mengalir melalui peralatan produksi. Bagaimanapun juga, kapasitas sumur yang akan
diproduksi dibatasi oleh reservoir atau peralatan.

Gambar 7.3.
Contoh Hubungan Antara Reservoir dan Kapasitas Peralatan
(Ikoku, Chi U., 1984)

208
Suppliers peralatan umumnya dapat memasok kapasitas pemisah, dehidrator,
dan peralatan lainnya. Pada pembahasan ini, yang akan dijelaskan mengenai
kapasitas peralatan produksi yaitu pada peralatan tubing/casing serta kompresor.

7.2.1. Kapasitas Tubing atau Casing


R.V. Smith menurunkan persamaan untuk aliran vertikal gas dalam tubing
yang mirip dengan persamaan Weymouth untuk aliran horizontal:


 D 5 pwf 2  e5 ptf 2
q  200.000 
s  0, 5


  g T zfH e  1
5
 
(7.1)

Dimana

q = Laju aliran gas, kaki kubik per hari, diukur pada 14,7 psia dan 60°F

z = Faktor deviasi gas pada temperatur rata-rata aritmatika dan tekanan rata-
rata aritmatika
T = Temperatur rata-rata aritmatika dasar sumur dan kepala sumur, °R
f = Faktor gesekan pada temperatur dan tekanan rata-rata aritmatika
γg = Berat jenis gas (udara = 1)
D = Diameter alat, inchi
pwf = Tekanan lubang bawah sumur keadaan flowing, psia
ptf = Tekanan kepala sumur, psia
s = 2γgH/53,34 T z = 0,0375 γg H/ T z
H = Perbedaan ketinggian antara ptf dan pwf, kaki

Prosedur trial-and-error diperlukan untuk mendapatkan pwf dari Persamaan. 7.1.

7.2.2. Kapasitas Flowline


Persamaan Weymouth untuk aliran horizontal adalah sebagai berikut :

qh 
18,062Tb

 
 p12  p2 2 D16 / 3 

0,5

(7.2)
pb   g TLz 

Atau

209
q 
 2

433,49Tb  p1  p2 D16 / 3 
2


0,5

(7.3)
pb   g TLz 

Dimana

D = Diameter dalam flowline, in.

Tb, T = Temperatur dasar dan temperatur aliran, °R

P b, P t, p2 = Tekanan dasar dan tekanan pada titik 1 dan 2, psia

γg = Berat jenis gas (udara = 1)

L = Panjang flowline, m

z = Rata-rata z antara p1 dan p 2 dan temperatur T

qh = Laju aliran gas, ft3/hr at Tb dan pb

q = Laju aliran gas, kaki kubik per hari, at Tb dan pb

Karena persamaan ini akan digunakan untuk menghitung tekanan p1 untuk


laju aliran tertentu, dan z tergantung pada p1, penerapannya harus dengan coba-
coba. Biasanya, sekitar dua percobaan diperlukan untuk mendapatkan nilai p1
dengan akurasi yang dapat diterima. Pengalaman telah menunjukkan bahwa
persamaan Weymouth cukup untuk menghitung penurunan tekanan melalui jalur
gathering line gas, dan ini umumnya digunakan di seluruh industri gas.
Penurunan tekanan melalui gathering system, dari kepala sumur ke keadaan
kompresi, diberikan oleh persamaan berikut:

qh  K ptf  psuc
2 2
(7.4)

Dimana

K = Konduktivitas aliran rata-rata atau keseluruhan dari gathering system

210
7.2.3. Kapasitas Kompresor
Untuk kompresi adiabatik satu tahap, horsepower yang dibutuhkan dapat
dihitung dari persamaan termodinamika. Horsepower adiabatik yang diperlukan
dalam mengompresi 1 MMscfd gas alam untuk beberapa kondisi tertentu dapat
ditulis sebagai berikut:

hp 3,027 Pb k  p  Zsuck 1 / k 


 Tsuc  dis   1 (7.5)
MMscfd Tb k  1  psuc  

Dimana

k = Cp/Cv, untuk gas pada kondisi penghisapan (suction)

zsuc = Faktor deviasi gas untuk gas pada kondisi penghisapan

Pb = Tekanan dasar, psia

Tb = Temperatur dasar, °R

Tsuc = Temperatur penghisapan °R

Psuc = Tekanan penghisapan, psia

Pdis = Tekanan discharge, psia

Total brake horsepower (BHP) yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:

BHP 
hp/MMscfdq  (7.6)
E
Dimana

q = Laju aliran gas, MMscfd

E = Efisiensi keseluruhan

7.2.4. Kapasitas Pipeline


Penurunan tekanan melalui pipa diberikan oleh persamaan berikut :

211
0, 5394 0, 4606
 p12  p2 2   1 
1, 087
T 
q  435,87 E  b      D 2,6182 (7.7)
 TLz  g 
 pb     
Dimana

E = Faktor efisiensi pipeline

Oleh karena itu, dalam perhitungan deliverabilitas sistem produksi gas,


persamaan yang dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku berbagai
komponen adalah sebagai berikut:

1. Reservoir—persamaan tekanan balik atau persamaan aliran radial.


2. Rangkaian peralatan produksi—berbagai persamaan.
3. Sistem pengumpulan (Gathering system)—persamaan Weymouth.
4. Kompresor—persamaan kompresi adiabatik.
5. Pipeline-persamaan Panhandle atau persamaan aliran pipa lainnya

Pengaruh parameter desain yang terlibat dalam pemilihan rangkaian


produksi, sistem pengumpulan, fasilitas kompresor, dan pipa dapat diperiksa hanya
dengan menghitung perilaku sistem untuk berbagai kombinasi parameter yang
diinginkan.

7.3. Prediksi Reservoir Performance


Untuk memprediksi sejarah produksi suatu reservoir dengan baik, perlu
mempertimbangkan kapasitas reservoir untuk berproduksi, kapasitas peralatan,
dan keadaan depletion reservoir seperti yang diprediksi dengan material
balance. Gambar 7.4. mengilustrasikan sekelompok kurva kapasitas. Kurva
kapasitas sistem produksi harus dipertimbangkan bersama dengan material
balance dan kurva deliverabilitas untuk memprediksi bagaimana kemampuan
suatu reservoir di bawah kondisi tertentu. Misalnya, perlu mengetahui berapa
banyak sumur yang harus dibor di reservoir tertentu untuk memenuhi kontrak
laju aliran gas tertentu dari reservoir gas selama periode waktu tertentu. Dari
sudut pandang laju alir, waktu kritis akan menjadi waktu di akhir kontrak ketika
tekanan reservoir telah menurun. Pada waktu tertentu ini, harus yakin bahwa

212
jumlah sumur yang cukup telah dibor untuk memberikan tingkat produksi yang
diperlukan. Dengan bertambahnya jumlah sumur, penentuan laju alir gas yang
dibutuhkan per sumur akan dapat dikurangi (guna memperpanjang umur dari
sumur produksi). Perlu diingat bahwa dengan bertambahnya jumlah sumur,
kapasitas produksi setiap sumur pada kondisi depletion tetap akan sedikit
meningkat karena setiap sumur akan mengalirkan volume reservoir yang lebih
kecil.
Akibatnya, masalah ini harus diselesaikan dengan coba-coba. Dengan
keadaan depletion yang ditentukan oleh lamanya kontrak dan laju alir total
reservoir, tekanan rata-rata atau tekanan pada batas drainase eksternal setiap sumur
dapat ditentukan.

Gambar 7.4.
Kurva Kapasitas Antara Reservoir dan Peralatan
(Ikoku, Chi U., 1984)

Jika jumlah sumur diasumsi, laju alir per sumur akan diasumsikan karena
kontrak menetapkan laju alir total reservoir. Berdasarkan laju per sumur, tekanan
lubang dasar sumur yang diperlukan untuk memasok laju alir tersebut dari kurva
deliverabilitas dapat ditentukan. Kemudian, tekanan lubang dasar sumur ini dapat

213
digunakan dengan kurva kapasitas peralatan untuk menentukan apakah kapasitas
peralatan dapat memasok laju per sumur yang diperlukan pada tekanan lubang dasar
sumur.

7.3. Pola Pengembangan Optimal


Perencanaan produksi suatu lapangan gas harus diatur sedemikian rupa
sehingga konsumen dapat menerima suplai gas yang diproduksikan dengan fix rate
selama waktu kontrak. Fix rate merupakan laju alir pasti yang sudah ditetapkan atau
disepakati oleh perusahaan dan konsumen sebelum kontrak. Jika laju alir gas (fix
rate) sudah ditetapkan, yang perlu dilakukan oleh perusahaan gas adalah bagaimana
melakukan perencanaan dan manajemen lapangan gas tersebut agar laju alir gas
tetap plaetau sampai waktu kontrak berakhir. Secara teknik, agar laju alir di
lapangan gas tetap plateau maka kemungkinan upaya yang dilakukan perusahaan
adalah bisa menambah sumur infill, menambah kompresor ataupun dengan
pemasangan choke. Jika perusahaan tidak ingin mengeluarkan biaya lebih, maka
penggunaan choke/jepitan cukup direkomendasikan. Hal ini dikarenakan
perencanaan tahap produksi dengan choke hanya merubah (memperkecil atau
memperbesar) ukuran choke saja.
Manajemen waktu merupakan pengaturan waktu yang mencakup strategi
atau skenario ataupun tahapan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk
mempertahankan laju alir gas selama waktu kontrak. Pertimbangan ekonomi juga
dapat berperan dalam menentukan jadwal produksi lapangan gas. Perhatikan jadwal
produksi yang ditunjukkan pada Gambar 7.5. dimana pola produksi terdiri dari tiga
bagian: (1) periode build up production (produksi buidlup); (2) periode produksi
tingkat konstan; dan (3) masa penurunan produksi. Jadwal pengembangan lapangan
dapat ditentukan oleh grafik deliverabilitas reservoir untuk tekanan tubing head
yang berbeda (Gambar 7.6). Prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap saat, tentukan jumlah total gas yang dihasilkan sejak awal produksi dengan
menggunakan Gambar 7.5.
2. Tentukan tingkat produksi sumur yang sesuai pada tekanan tubing head yang
diberikan dari Gambar 7.6.

214
3. Bagilah laju produksi lapangan dengan laju produksi sumur untuk
mendapatkan jumlah sumur yang dibutuhkan pada waktu tertentu. Jadwal
yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 7.5.

Pola pengembangan lapangan menunjukkan periode pemboran selama


peningkatan produksi, diikuti oleh periode produksi dengan laju konstan tanpa
pemboran lebih lanjut. Untuk mempertahankan output total lapangan pada tingkat yang
sama, sumur tambahan dibor sambil tetap berproduksi pada tekanan yang tinggi. Untuk
menghindari pemboran terlalu banyak sumur, potensi lapangan dapat dipertahankan
dengan menurunkan tekanan tubing head, merubah ukuran choke dan memasang
kompresor gas. Fase kompresor akan berlanjut sampai tekanan tubing head turun di
bawah tekanan masuk kompresor yang efisien dan ekonomis. Laju produksi lapangan
kemudian akan mulai menurun.

Gambar 7.5.
Kinerja Lapangan Gas I
(Ikoku, Chi U., 1984)

215
Gambar 7.7. mengilustrasikan pola perkembangan yang berbeda. Alih-alih
mempertahankan tekanan tubing head pada nilai tinggi dan mengebor sumur tambahan
untuk mempertahankan tingkat produksi lapangan yang konstan, tekanan tubing head
pertama-tama diturunkan dengan pemasangan kompresor berikutnya. Kemudian
sumur tambahan dibor untuk mempertahankan potensi lapangan sampai dimulainya
periode penurunan produksi. Gambar 7.5. dan 7.7. membutuhkan jumlah sumur yang
sama untuk mengembangkan lapangan.

Gambar 7.6.
Reservoir Deliverability Tubing Pressure
(Ikoku, Chi U., 1984)

216
Gambar 7.7.
Kinerja Lapangan Gas II
(Ikoku, Chi U., 1984)

7.3.1. Model Pengembangan Lapangan Gas


Model pengembangan lapangan gas yang disederhanakan diusulkan oleh van
Dam pada Gambar 7.8. Model ini dimulai dari akhir periode build up produksi dan
tidak termasuk periode pemboran yang mengikuti fase kompresi pada Gambar 7.7.
Setelah jumlah sumur yang dibutuhkan telah dibor (No), tidak dilakukan pemboran
lebih lanjut dari awal sampai akhir pola produksi.

217
Gambar 7.8.
Skema Kinerja Lapangan Gas
(Ikoku, Chi U., 1984)
Skala pada Gambar 7.8. perlu dijelaskan. Skala vertikal mewakili fo yang
diperoleh dengan membagi total laju tahunan qT dengan jumlah gas yang dihasilkan
selama periode penurunan produksi,GPD. Skala horizontal mewakili gas kumulatif
yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan GPD. Dengan demikian tingkat
produksi maksimum akan dipertahankan sampai αGPD gas telah diproduksi.
Pemasangan kompresor secara bertahap akan diperlukan untuk mempertahankan
laju produksi ini selama periode tersebut dengan jumlah gas βGPD selanjutnya akan
diproduksi. Dan kemudian GPD gas akan diproduksi selama periode penurunan.

7.3.2. Perhitungan Present-Value


Untuk mencerminkan nilai waktu terhadap uang, nilai sekarang dari produksi
masa depan dapat diperoleh dengan mengalikan produksi dengan faktor diskon (atau
penundaan). Contoh,

218
DF1 
1  i
t 0, 5
1
(7.8)
i1  i 
t 0, 5

 1  i   r / 1  i  
t 0 , 5
 1 r
0, 5 t
DF3     (7.9)
 1 r
t
 1 r  i 
Dimana

DF1 = Dicount Factor gabungan untuk anuitas menggunakan faktor tengah


tahun

DF3 = Dicount Factor gabungan untuk pendapatan yang menurun secara


eksponensial menggunakan faktor tengah tahun

r = e—D

D = Tingkat penurunan

i = Suku bunga per tahun

Jika DF1, DF2, dan DF3 adalah Dicount Factor selama periode laju konstan,
periode kompresor, dan periode penurunan, masing-masing, produksi nilai sekarang
untuk Gambar 7.8. dapat ditulis sebagai berikut:

PV Production, Q*  No qouDF1  DF2  DF3  (7.10)

Dimana u adalah beberapa nilai moneter (monetary value) yang menunjukkan


produksi tunai per unit gas yang terjual. Kas per unit diperoleh dengan mengurangkan
dari harga jual per unit (Sp), unit biaya operasi (Co), unit royalti (R), dan pajak
perusahaan. Pajak perusahaan diperoleh dengan menerapkan tarif pajak (tx) pada
harga jual dikurangi biaya operasi, royalti, dan depresiasi (Cd). Jadi,

Unit Cash Generation, u  S P  Co  R  t x S P  Co  Cd  R (7.11)

Nilai sekarang dari penanaman modal dapat ditulis sebagai:


C*  N o Cw  N o Cc DF2'  (7.12)

Dimana

219
Cw = Biaya yang diperlukan untuk mengebor dan menyelesaikan suatu sumur
serta untuk membangun fasilitas produksi yang diperlukan untuk
memproses gas yang dihasilkan oleh sumur tersebut dan transport ke jalur
pipa
Cc = Investasi kompresor yang dibutuhkan untuk mengompresi gas yang
dihasilkan oleh satu sumur
DF’2 = Dicount Factor berlaku selama periode kompresor

Nilai sekarang (present-value) kemudian diberikan sebagai berikut,

P*  Q * C * (7.13)

7.3.2. Laju Produksi Optimum


Laju produksi optimum akan tercapai ketika peningkatan lebih lanjut dalam
laju alir produksi misalnya dengan menambah jumlah sumur tidak lagi memberikan
peningkatan profit dari present-value. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 7.9.
Menggunakan Persamaan 7.13. kondisi ini dapat dinyatakan secara matematis
sebagai berikut:

dP *
0 (7.14)
dNo

Van Dam telah menentukan bahwa fo optimum yang mungkin dicapai setiap
saat tergantung pada nilai parameter α, β, dan γ, serta pada nilai dua parameter
ekonomi, So dan Ir:

uqo
So  (7.15)
Cw

Cc
Ir  (7.16)
Cw

220
Gambar 7.9.
Fungsi Profit Versus Jumlah Sumur
(Ikoku, Chi U., 1984)
Parameter So merupakan parameter ekonomi yang lebih signifikan. Hasil
perhitungan laju alir optimum untuk berbagai nilai So berlaku untuk pola
pengembangan yang diberikan pada Gambar 7.8 dan diberikan pada Gambar
7.10. Ini adalah grafik laju produksi tak berdimensi fo versus kumulatif produksi
dalam parameter GPD. Kurva untuk setiap nilai So mewakili hubungan matematis
antara laju optimum fo dan parameter α, β, dan γ yang memenuhi kondisi dP*/dNo
= 0.

221
Gambar 7.10.
Kurva Laju Optimum
(Ikoku, Chi U., 1984)
Gambar 7.10. adalah ilustrasi untuk studi kasus di mana α = 1,5, β = 0,4,
dan γ = 1,0. Untuk pertimbangkan studi kasus dimana So= k x 0,6. Periode
produksi build up diwakili oleh kurva yang terus meningkat mulai dari α = 1,5.
Ketika kurva berpotongan So = k x 0,6, produksi harus tetap konstan sampai β = 0
(atau γ = 1,0) telah tercapai. Oleh karena itu produksi akan menurun sepanjang
garis lurus yang ditarik dari perpotongan dengan γ = 1,0 ke titik dimana γ = 0.
Jika peningkatan produksi yang diteruskan melebihi So = k x 0,6 dengan mengebor
sumur tambahan (ditunjukkan dengan kurva putus-putus), keuntungan yang
diperoleh tidak akan maksimal.
Gambar 7.11. memberikan lebih banyak contoh tentang penggunaan
kurva laju optimum. Kurva tertinggi adalah pola pengembangan optimum untuk
lapangan dengan indeks produktivitas tinggi dan dengan demikian sebagian besar
cadangan dapat diproduksi sebelum pemasangan kompresor diperlukan.
Lapangan dengan produktivitas sedang menunjukkan periode peningkatan
produksi (build up) saat pemboran, diikuti oleh peningkatan produksi lanjutan

222
dengan pemboran dan pemasangan kompresor. Kemudian periode laju alir
konstan dipertahankan pertama dengan pemasangan kompresor dan kedua
dengan pengeboran sumur tambahan sebelum penurunan lapangan terjadi.
Lapangan dengan produktivitas yang buruk menunjukkan bahwa hanya produksi
yang sangat terbatas yang akan terjadi sebelum pemasangan kompresor.

Gambar 7.11.
Offtake Pattern yang Optimum
(Ikoku, Chi U., 1984)

Contoh 7.1.

Diketahui Lapangan gas “CJ” mempunyai 3 sumur yaitu GTA-1, GTA-2


dan GTA-3 yang masing-masing memiliki data kumulatif produksi dan tekanan
yang terlampir pada Tabel A-1 dan A-2 pada Lampiran. Ketiga sumur tersebut
mulai berproduksi di tahun yang berbeda dimana sumur GTA-1 mulai berproduksi
pada tanggal 7 Mei 1951, sumur GTA-2 mulai berproduksi pada tanggal 1 Juli

223
1979, dan sumur GTA-3 mulai berproduksi pada tanggal 27 Mei 1979. Berdasarkan
data produksi, Lapangan gas “CJ” hanya berproduksi sampai pada tahun 1991
setelah itu sumur GTA-1, GTA-2, dan GTA-3 suspended. Karena adanya
permintaan dari buyer akhirnya akan dilakukan perencanaan pengembangan pada
lapangan ini. Berdasarkan kontrak dengan buyer, akhrnya Lapangan “CJ” dapat
dilakukan perencanaan tahapan produksi gas untuk memenuhi target plateau gas
rate sebesar 4 MMscfd selama 10 tahun dari 1 Januari 2021 sampai 1 Januari 2031.
Data lapangan lain yang diketahui adalah sebagai berikut.
P Reservoir = 2675 psia

T Reservoir = 250 °F

SG = 0,81

ppc koreksi = 670,7941 Psia

Tpc koreksi = 419,2084 R

Selain data diatas, data komposisi fluida pada lapangan ini juga diketahui
pada Contoh 3.6 pada BAB 3. Nilai AOFP pada masing-masing sumur juga
diperoleh dari hasil analisa uji deliverabilitas sebagai berikut.

Tabel VII-1.
Tabulasi Perhitungan Sifat Fisik Gas pada Beberapa Tekanan
Sumur n C (Mscfd/(psia)n AOFP (Mscfd)
GTA-1 0,73955 0,16627 7327,3544
GTA-2 0,69087 0,92497 13921,2868
GTA-3 0,73662 0,51006 14515,8201

Buatlah perencanaan tahapan produksi gas Lapangan “CJ” sesuai dengan


waktu kontrak yang sudah disepakati dengan buyer (fix rate 4 MMscf dengan lama
waktu kontrak 10 tahun).

Solusi

Dalam melakukan perencanaan tahapan produksi gas, dapat dilakukan


langkah perhitungan dan perencanaan sebagai berikut :

224
1. Perhitungan Sifat Fisik Gas
Sifat fisik fluida reservoir merupakan besaran dari fungsi tekanan.
Berdasarkan fungsi tekanan, maka akan memiliki hasil yang berbeda-beda untuk
perubahan tekanan terutama penurunan tekanan seiring dengan berjalannya waktu.
Tabel VII-2. merupakan tabulasi hasil perhitungan sifat fisik gas berdasarkan
penurunan tekanan yang akan digunakan untuk diinput kedalam software MBAL.
Tabel VII-2.
Tabulasi Perhitungan Sifat Fisik Gas pada Beberapa Tekanan

p (psia) Z Bg (cuft/scf) µg (cp)


14,7 0,99878 1,36038 0,0113
100 0,99171 0,19856 0,01151
200 0,98327 0,09844 0,01176
300 0,97468 0,06505 0,01202
400 0,96599 0,04835 0,01227
500 0,95728 0,03833 0,01253
600 0,94859 0,03165 0,01279
700 0,93999 0,02689 0,01305
800 0,93155 0,02331 0,01332
900 0,92331 0,02054 0,01359
1000 0,91533 0,01833 0,01386
1100 0,90765 0,01652 0,01413
1200 0,90032 0,01502 0,01441
1300 0,89338 0,01376 0,01469
1390 0,8875 0,01278 0,01494
1500 0,88081 0,01176 0,01525
1600 0,87524 0,01095 0,01553
1700 0,87017 0,01025 0,01582
1800 0,86563 0,00963 0,01611
1900 0,86163 0,00908 0,0164
2000 0,85817 0,00859 0,01669
2100 0,85528 0,00815 0,01699
2200 0,85294 0,00776 0,01729
2300 0,85117 0,00741 0,01758
2400 0,84995 0,00709 0,01788
2500 0,84929 0,0068 0,01819
2600 0,84917 0,00654 0,01849
2675 0,84944 0,00636 0,01872

225
Dari tabel diatas, maka dapat diplot grafik sifat fisik fluida gas berdasarkan
penurunan tekanan seperti pada Gambar 7.12, Gambar 7.13, dan Gambar 7.14.

Tekanan vs Viskositas
0.02000
0.01800
0.01600
0.01400
Viskositas, cp

0.01200
0.01000
0.00800
0.00600
0.00400
0.00200
-
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Tekanan, Psia

Gambar 7.12.
Tekanan vs Viskositas

Tekanan vs Z-Factor
1.02
1
0.98
0.96
Z-Factor

0.94
0.92
0.9
0.88
0.86
0.84
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Tekanan, Psia

Gambar 7.13.
Tekanan vs Z-Factor

226
Tekanan vs Faktor Volume Formasi
1.60000
1.40000
1.20000
Bg, cuft/scf

1.00000
0.80000
0.60000
0.40000
0.20000
0.00000
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
Tekanan, Psia

Gambar 7.14.
Tekanan vs Faktor Volume Formasi

Gambar 7.12. menggambarkan hubungan antara tekanan terhadap


viskositas. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa semakin menurunnya suatu
tekanan maka nilai viskositas pun akan semakin menurun karena gas semakin
mengembang sehingga semakin ringan dan semain mudah untuk mengalir atau
berproduksi. Gambar 7.13. menggambarkan hubungan antara tekanan terhadap
faktor kompresibilitas gas/faktor deviasi gas (z-factor). Pada grafik terlihat bahwa
semakin menurunnya tekanan maka nilai z-factor atau faktor kompresibilitas gas
semakin mendekati satu karena gas semakin mendekati kondisi gas ideal. Hal
tersebut penting untuk diketahui karena gas bersifat compressible. Gambar 7.14.
menggambarkan hubungan antara tekanan terhadap faktor volume formasi gas.
Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa semakin menurunnya suatu tekanan
maka nilai faktor volume formasi semakin besar karena dengan menurunnya
tekanan, maka volume gas di reservoir juga semakin mengembang atau membesar.

2. Pembuatan Kurva Deliverabilitas/ Inflow Performance Relationship (IPR)


Pembuatan kurva deliverabilitas/IPR dilakukan setelah mengetahui nilai
AOFP yang merupakan peramalan laju alir gas dengan tekanan dasar sumur dari
mulai tekanan reservoir hingga kondisi permukaan, yaitu dengan memplot nilai laju
alir dengan berbagai asumsi harga Pwf pada sumur GTA-1, GTA-2 dan GTA-3.

227
Di bawah ini ada beberapa data Q dan asumsi Pwf yang dituangkan dalam
bentuk tabulasi untuk sumur GTA-1, GTA-2, dan, GTA-3. Berdasarkan data
tabulasi masing-masing sumur ini dapat dibuat plot kurva deliverabilitas atau grafik
IPR dan merepresentasikan nilai AOFP dalam bentuk grafik dengan metode
konvensional.

Tabel VII-3.
Plot Q Dengan Berbagai Harga Pwf Pada Sumur GTA-1
Pwf Q
0 7327,97
14,7 7327,35
100 7299,49
300 7070,25
500 6603,66
700 5880,91
900 4864,77
1100 3474,99
1200 2580,72
1380 0,00

Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-1


1600

1400

1200

1000
Pwf (Psia)

800

600

400

200

0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Qg (MScf)

Gambar 4.15.
Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-1

228
Tabel VII-4.
Plot Q Dengan Berbagai Harga Pwf Pada Sumur GTA-2
Pwf Q
0 13923,15
14,7 13921,29
100 13836,69
300 13136,03
500 11681,32
700 9329,604
900 5677,26
1055,5 0

Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-2


1200

1000

800
Pwf (Psia)

600

400

200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Qg (MScf)

Gambar 4.16.
Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-2

Tabel VII-5.
Plot Q Dengan Berbagai Harga Pwf Pada Sumur GTA-3
Pwf Q
0 14517,89
14,7 14515,82
100 14421,79
300 13644,46
500 12039,5
700 9473,578
900 5578,312
1055,5 0

229
Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-3
1200

1000

800
Pwf (Psia)

600

400

200

0
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000
Qg (MScf)

Gambar 4.17.
Kurva Deliverabilitas Sumur GTA-3

3. Penentuan Laju Maksimum Lapangan “CJ”


Laju alir gas maksimum merupakan laju produksi gas yang dapat
diproduksikan dari sumur ke permukaan dalam jangka waktu kontrak (tahun)
dengan pertimbangan cadangan sisa pada lapangan. Adapun untuk Lapangan “CJ”
juga dapat dihitung besarnya laju alir gas maksimum. Cadangan sisa atau remaining
reserve pada Lapangan “CJ” adalah sebesar 15448,75093 MMscf dengan tahun
kontrak selama 10. Sehingga besarnya laju alir maksimum yang pada Lapangan
“CJ” dapat dihitung seperti di bawah ini.

Cadangan Sisa
Qmaks =
tahun kontrak x 365

15448,75093 MMscfd
Qmaks =
10 x 365

Qmaks = 4,2325 MMscfd

Dari laju maksimum yang diperoleh sebesar 4,2325 MMscfd, Lapangan


Gas “CJ” dianggap mampu menyuplai kebutuhan gas hingga sales point sebesar 4
MMscfd.

230
4. Pembuatan Model Lapangan “CJ”
Pembuatan model dilakukan dilakukan dengan memodelkan reservoir dan
sumuran pada Lapangan “CJ” serta dapat mengintegrasikan kedua model tersebut
sehingga dapat dilakukan peramalan dalam perencanaan tahapan produksi gas
dengan lau alir plateau sesuai dengan waktu kontrak yang telah ditentukan.

a. Pembuatan Model Reservoir Dengan MBAL pada Lapangan “CJ”


Pemodelan reservoir Lapangan “CJ” dilakukan dengan menggunakan
simulator MBAL. Lapangan “CJ” sudah dilakukan produksi sebelumnya sehingga
asumsi metode yang digunakan adalah dengan metode material balance. Metode
material balance pada simulator MBAL diasumsikan bahwa reservoir sebagai suatu
tanki. Selain itu Lapangan “CJ” merupakan reservoir gas kering sehingga
penentuan metode perhitungan cadangan /OGIP pun dilakukan dengam material
balance metode p/z vs Gp.
Ada beberapa data yang harus diinput pada simulator MBAL untuk
memodelkan reservoir Lapangan “CJ”. Data PVT yang harus diinput meliputi
specific gravity, tekanan separator, condensate gravity, salinitas air, nilai persen
mol impurities (CO2, H2S, dan N2) serta nilai sifat fisik fluida yang meliputi
viskositas, z-factor dan faktor volume formasi gas yang diasumsikan untuk
berbagai tekanan (terhadap fungsi tekanan). Data yang harus diinput pada tank data
meliputi tekanan reservoir, temperatur reservoir, porositas, saturasi air, nilai OGIP
yang telah dihitung manual menggunakan metode material balance p/z vs Gp, serta
nilai tekanan dan kumulatif produksi gas tiap tahunnya.
Setelah data diinput, perlu dilakukan history matching. Hal ini bertujuan
untuk menyamakan kondisi simulator dengan kondisi aktual Lapangan “CJ”. Ada
beberapa parameter yang dapat diubah dalam melakukan history matching salah
satunya yaitu gas in place. Perhitungan OGIP manual menggunakan metode
material balance p/z vs Gp diperoleh nilai gas in place sebesar 83465,4255 MMscf
(pada perhitungan cadangan di Contoh 5.3. BAB V). Ketika data sudah diiput pada
simulator MBAL, maka dilakukan history matching pada analytical method atau
graphical method dengan metode p/z vs Gp seperti pada Gambar 7.18. dan
selanjutnya dilakukan running simulator. Berdasarkan hasil simulator nilai OGIP

231
yang diperoleh adalah sebesar 85466,8 MMscf. Sehingga persen kesalahan yang
diperoleh pada perhitungan OGIP dengan material balance p/z manual dengan
simulator adalah sebear 2,398%. Adapun untuk perbandingan perhitungan OGIP
dapat dilihat pada Tabel VII-6.

Tabel VII-6.
Perbandingan Nilai OGIP Material Balance Antara Manual dan Simulator
Material Balance Material Balance %
p/z vs Gp (Manual) p/z vs Gp (Simulator) Kesalahan
83465,4 MMscf 85466,8 MMscf 2,398%

Gambar 7.18.
OGIP Dengan Metode Material Balance P/Z vs Gp Pada Simulator MBAL

Hasil history matching antara tank pressure dan cumulative gas production
vs waktu (tahun) pada Lapangan “CJ’ juga dapat dilihat pada Gambar 7.19. Hasil
history matching ini sudah mendekati kondisi aktual dari Lapangan “CJ” sehingga
model reservoir pada MBAL ini dapat digunakan untuk pemodelan selanjutnya
yaitu pemodelan system total pada simulator GAP untuk perencanaan tahapan
produksi pada Lapangan “CJ”.

232
Gambar 7.19.
Tank Pressure dan Cumulative Gas Production vs Waktu Lapangan “CJ”

b. Pembuatan Model Sumuran Dengan PROSPER pada Lapangan “CJ”


Pemodelan sumur pada Lapangan “CJ” dilakukan dengan simulator
PROSPER dengan tujuan untuk menganalisa production performance untuk sumur
GTA-1, GTA-2, dan GTA-3. Pemodelan sumur dengan simulator PROSPER dapat
menentukan IPR (Inflow Performance Relationship) serta VLP (Vertical Lift
Performance). Data yang diinput untuk memodelkan sumur pada simulator
PROSPER adalah data uji sumur untuk tiap sumur.

 IPR dan VLP Sumur GTA-1


Konstruksi kurva IPR dan VLP dimodelkan oleh simulator PROSPER
dengan tujuan untuk memodelkan sumur yang sebenarnya berdasarkan data uji
sumur sehingga jika sudah sesuai dengan kondisi aktual akan dapat dilanjutkan
(diinput) pada simulator GAP. Sumur GTA-1 nilai C dan n hasil uji sumur dapat
diinput ke simulator PROSPER. Ukuran ID tubing yang digunakan pada sumur
GTA-1 adalah sebesar 2,875 inci pada kedalaman 1755 meter. Adapun hasil
simulasi dapat dilihat dalam bentuk grafik IPR dan VLP sumur GTA-1 pada
Gambar 7.20.

233
Gambar 7.20.
Grafik IPR dan VLP Sumur GTA-1
Besarnya laju alir gas pada uji sumur GTA-1 (extended flow) adalah sebesar
5,413 MMscd dengan Pwf sebesar 800,74 psia. Berdasarkan hasil simulasi pada
grafik diatas diperoleh nilai laju alir gas sumur GTA-1 sebesar 5,414 MMscd
dengan Pwf sebesar 800,8 psia. Jadi, persen kesalahan antara laju alir gas dan P wf
dapat dilihat pada Tabel VII-7.

Tabel VII-7.
Hasil Uji Sumur dan Simulasi Sumur GTA-1

Data Tes Simulasi % Kesalahan


Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (%) Pwf (%)
5,413 800,74 5,414 800,8 0,0155 0,00823

 IPR dan VLP Sumur GTA-2


Sumur GTA-2 nilai C dan n hasil uji sumur dapat diinput ke simulator
PROSPER. Ukuran ID tubing yang digunakan pada sumur GTA-2 adalah sebesar
2,875 inci pada kedalaman 1699,9 meter. Adapun hasil simulasi dapat dilihat dalam
bentuk grafik IPR dan VLP sumur GTA-2 pada Gambar 7.21.

234
Gambar 7.21.
Grafik IPR dan VLP Sumur GTA-2
Besarnya laju alir gas pada uji sumur GTA-2 (extended flow) adalah sebesar
8,219 MMscd dengan Pwf sebesar 771,1 psia. Berdasarkan hasil simulasi pada
grafik IPR dan VLP diatas diperoleh nilai laju alir gas sumur GTA-2 sebesar 8,219
MMscd dengan Pwf sebesar 771,14 psia. Jadi, persen kesalahan antara laju alir gas
dan Pwf dapat dilihat pada Tabel VII-8.

Tabel VII-8.
Hasil Uji Sumur dan Simulasi Sumur GTA-2
Data Tes Simulasi % Kesalahan
Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (%) Pwf (%)
8,219 771,1 8,219 771,14 0,00797 0,00501

 IPR dan VLP Sumur GTA-3


Sumur GTA-3 nilai C dan n hasil uji sumur dapat diinput ke simulator
PROSPER. Ukuran ID tubing yang digunakan pada sumur GTA-3 adalah sebesar
2,875 inci pada kedalaman 1720 meter. Adapun hasil simulasi dapat dilihat dalam
bentuk grafik IPR dan VLP sumur GTA-3 pada Gambar 7.22.

235
Gambar 7.22.
Grafik IPR dan VLP Sumur GTA-3
Besarnya laju alir gas pada uji sumur GTA-3 (extended flow) adalah sebesar
8,072 MMscd dengan Pwf sebesar 782,28 psia. Berdasarkan hasil simulasi pada
grafik IPR dan VLP diatas diperoleh nilai laju alir gas sumur GTA-3 sebesar 8,072
MMscd dengan Pwf sebesar 782,29 psia. Jadi, persen kesalahan antara laju alir gas
dan Pwf dapat dilihat pada Tabel VII-9.

Tabel VII-9.
Hasil Uji Sumur dan Simulasi Sumur GTA-3

Data Tes Simulasi % Kesalahan


Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (MMscd) Pwf (psia) Qg (%) Pwf (%)
8,072 782,28 8,072 782,29 0,00184 0,00117

c. Pembuatan Model Sistem Dengan GAP pada Lapangan “CJ”


Pemodelan sistem pada Lapangan “CJ” menggunakan simulator GAP
bertujuan untuk memodelkan jarngan di permukaan berdasarkan total sistem
dengan integrasi model reservoir yang sudah dibuat dengan simulator MBAL dan
model production performance untuk tiap sumur yang sudah dibuat dengan
simulator PROSPER pada Lapangan “CJ”. Berdasarkan dari integrasi ini maka

236
dapat dilakukan peramalan produksi/forecast untuk beberapa tahun kedepan
dengan simulator GAP pada Lapangan “CJ”.
Simulator GAP terdapat beberapa icon yang dapat digunakan untuk
meodelkan fasilitas produksi permukaan Lapangan “CJ” seperti separator, flowline,
choke, dan peralatan lainnya. Icon dalam jaringan permukaan harus disesuaikan
dengan fasilitas produksi yang digunakan pada Lapangan “CJ”. Adapun untuk
model jaringan permukaan/ total sistem pada simulator GAP yang telah disesuaikan
dengan peralatan produksi permukaan dalam Lapangan “CJ” dapat dilihat pada
Gambar 7.23.

Gambar 7.23.
Pemodelan Total Sistem Dengan Simulator GAP Lapangan “CJ”

5. Perencanaan Tahapan Produksi Laju Alir Plateau Lapangan “CJ”


Perencanaan tahapan produksi dengan laju alir plateau pada Lapangan “CJ”
dilakukan dengan simulator GAP dengan beberapa tahapan. Adapun tahapan
produksi gas Lapangan “CJ” dapat dilihat pada Tabel VII-10. Forecast produksi
dilakukan mulai dari tanggal 1 Januari 2021 sampai dengan 1 Januari 2031 dengan
laju alir constrain sebesar 4 MMscd. Sebetulnya hanya ada 4 tahap saja yang
dilakukan untuk perencanaan tahapan produksi gas dengan laju alir plateau pada
Lapangan “CJ” dan basecase tidak termasuk dalam production forecast. Basecase
dilakukan running karena untuk mengetahui peramalan produksi gas dari Januari
2021 sampai Januari 2031 berdasarkan skema produksi pada akhir produksi tahun

237
1991 dan tidak dimasukkan kedalam perencanaan tahapan produksi Lapangan
“CJ”.
Tabel VII-10.
Tahapan Produksi Lapangan Gas “CJ” Dengan Simulasi

Tahapan Keterangan
Membuka 3 existing well dengan constraint rate 4 MMscd
 Sumur GTA-1 dengan choke 64/64”
Basecase
 Sumur GTA-2 dengan choke 64/64”
 Sumur GTA-3 dengan choke 64/64”
Membuka 2 existing well dengan constraint rate 4 MMSCFD
1  Sumur GTA-2 dengan choke 22/64”
 Sumur GTA-3 dengan choke 22/64”
Membuka 2 existing well dengan constraint rate 4 MMscd
 Sumur GTA-2 dengan choke 22/64”
2
 Sumur GTA-3 dengan choke 22/64”
 Serta membuka Sumur GTA-1 dengan choke 12/64”
Membuka 3 existing well dengan constraint rate 4 MMscd
 Sumur GTA-1 dengan choke 12/64”
3
 Sumur GTA-2 dengan choke 22/64” + choke up menjadi 24/64”
 Sumur GTA-3 dengan choke 22/64” + choke up menjadi 24/64”
Membuka 3 existing well dengan constraint rate 4 MMscd
 Sumur GTA-1 dengan choke 12/64” + choke up menjadi 16/64”
4
 Sumur GTA-2 dengan choke 24/64”
 Sumur GTA-3 dengan choke 24/64” + choke up menjadi 26/64”

 Basecase
Tahap basecase ini dilakukan dengan memproduksikan 3 sumur existing
yaitu GTA-1, GTA-2, dan GTA-3. Ketiga sumur ini merupakan sumur dengan
skema yang sama pada tahun terakhir produksi yaitu pada tahun 1991 sebelum
penutupan. Pada Januari 2021 dilakukan produksi kembali dengan keadaan yang

238
sama yaitu produksi dengan ukuran choke masing-masing 64/64” untuk sumur
GTA-1, GTA-2, dan GTA-3.

Prediction Result

Cumulative Gas Production (MMSCF)


Gas Rate (MMSCFD)

Time (Date)

Gambar 7.24.
Gas Rate dan Cumulative Production vs Time Pada Basecase

Berdasarkan pada Gambar 7.24. dapat dilihat perbandingan antara gas rate
dan cumulatiive production terhadap waktu pada basecase. Berdasarkan grafik
diatas terlihat bahwa nilai laju alir gas selalu turun seiring dengan berjalannya
waktu jika ukuran choke yang digunakan untuk masing-masing sumur 64/64”. Laju
gas pada 1 Januari 2021 (awal pembukaan sumur) adalah sebesar 21,7 MMscd dan
pada 1 Januari 2031 sebesar 1,539 MMscd. Laju alir gas pada basecase tidak
plateau sehingga perlu dilakukan perencanaan tahapan produksi.

 Tahapan 1
Tahapan 1 dilakukan produksi dengan membuka 2 sumur existing yaitu
sumur GTA-2 dan GTA-3. Tahap ini dilakukan choke down dari ukuran choke
basecase yaitu masing-masing menjadi 22/64” untuk sumur GTA-2 dan GTA-3.
Tahapa 1 ini pada Lapangan “CJ” dilakukan produksi mulai dari 1 Januari 2021
sampai 1 Januari 2031. Adapun untuk hasil running simulasi pada sumur GTA-2
dan GTA-3 dapat dilihat pada Gambar 7.25.

239
Prediction Result

Cumulative Gas Production (MMSCF)


Tahapan 1
Gas Rate (MMSCFD)

Time (Date)

Gambar 7.25.
Gas Rate dan Cumulative Production vs Time Pada Tahap 1

Berdasarkan pada gambar di atas, tahap 1 untuk sumur GTA-2 dan GTA-3
dengan ukuran choke masing-masing 22/64” dapat berproduksi secara plateau
hanya sampai tanggal 1 Januari 2024 (3 tahun), setelah tanggal itu maka laju alir
gas mengalami penurunan sampai pada tahun yang ditentukan yaitu 1 Januari 2031.
Berdasarkan hal tersbut maka perlu dilakukan tahapan produksi selanjutnya untuk
mempertahankan plateau produksi gas Lapangan “CJ”.

 Tahapan 2
Tahapan 2 merupakan tahap lanjutan dari tahap 1 untuk mempertahankan
plateau rate produksi gas Lapangan “CJ”. Tahapan 2 dilakukan produksi dengan
membuka satu sumur lagi yaitu sumur GTA-1 sehingga sumur produksi (existing)
pada tahap 2 ini ada 3. Sumur GTA-1 dipasang ukuran choke sebesar 12/64”.
Sedangkan ukuran choke untuk sumur GTA-2 dan GTA-3 masih sama dengan
tahapan yang pertama yaitu masing-masing 22/64”. Tahapan 2 ini dilakukan mulai
dari tanggal 1 Januari 2024 sampai pada tanggal yang ditentukan yaitu 1 Januari
2031. Adapun untuk hasil running simulasi pada tahap 2 3 dapat dilihat pada
Gambar 7.26.

240
Prediction Result

Cumulative Gas Production (MMSCF)


Tahapan 1 Tahapan 2
Gas Rate (MMSCFD)

Time (Date)

Gambar 7.26.
Gas Rate dan Cumulative Production vs Time Pada Tahap 2

Berdasarkan pada gambar di atas, tahap 2 untuk sumur GTA-1, GTA-2 dan
GTA-3 dengan ukuran choke masing-masing 12/64”, 22/64”, dan 22/64” dapat
berproduksi secara plateau dari tanggal 1 Januari 2024 sampai 1 Agustus 2026 (2
tahun 7 bulan), setelah tanggal itu maka laju alir gas mengalami penurunan sampai
pada tahun yang ditentukan yaitu 1 Januari 2031. Berdasarkan hal tersebut maka
perlu dilakukan tahapan produksi selanjutnya untuk mempertahankan plateau
produksi gas Lapangan “CJ”.

 Tahapan 3
Tahapan 3 merupakan tahap lanjutan dari tahap 2 untuk mempertahankan
plateau rate produksi gas Lapangan “CJ”. Tahapan 3 dilakukan produksi dengan
melakukan choke up pada sumur. Sumur yang dilakukan choke up adalah sumur
GTA-2 yaitu dari ukuran choke 22/64” menjadi 24/64” dan sumur GTA-3 yaitu dari
ukuran choke 22/64” menjadi 24/64”. Sedangkan pada sumur GTA-1 tidak
dilakukan choke up dan tetap dengan ukuran choke 12/64”. Tahapan 3 ini dilakukan
mulai dari tanggal 1 Agustus 2026 (lanjutan dari tahap 2) sampai pada tanggal yang
ditentukan yaitu 1 Januari 2031. Adapun untuk hasil running simulasi pada tahap 3
dapat dilihat pada Gambar 7.27.

241
Prediction Result

Cumulative Gas Production (MMSCF)


Tahapan 1 Tahapan 2 Tahapan 3
Gas Rate (MMSCFD)

Time (Date)

Gambar 7.27.
Gas Rate dan Cumulative Production vs Time Pada Tahap 3

Berdasarkan pada gambar di atas, tahap 3 untuk sumur GTA-1, GTA-2 dan
GTA-3 dengan ukuran choke masing-masing 12/64”, 24/64”, dan 24/64” dapat
berproduksi secara plateau dari tanggal 1 Agustus 2026 sampai pada tanggal 1
Desember 2028 (2 tahun 4 bulan), setelah tanggal itu maka laju alir gas mengalami
penurunan sampai pada tahun yang ditentukan yaitu 1 Januari 2031. Berdasarkan
hal tersebut maka perlu dilakukan tahapan produksi selanjutnya yaitu tahapan 4
untuk mempertahankan plateau produksi gas Lapangan “CJ”.

 Tahapan 4
Tahapan 4 merupakan tahap lanjutan dari tahap 3 untuk mempertahankan
plateau rate produksi gas Lapangan “CJ”. Tahapan 4 dilakukan produksi dengan
melakukan choke up pada sumur. Sumur yang dilakukan choke up adalah sumur
GTA-1 yaitu dari ukuran choke 12/64” menjadi 16/64” dan sumur GTA-3 yaitu dari
ukuran choke 24/64” menjadi 26/64”. Sedangkan pada sumur GTA-2 tidak
dilakukan choke up dan tetap dengan ukuran choke 24/64”. Tahapan 4 ini dilakukan
mulai dari tanggal 1 Desember 2028 (lanjutan dari tahap 3) sampai pada tanggal
yang ditentukan yaitu 1 Januari 2031. Adapun untuk hasil running simulasi pada
tahap 4 dapat dilihat pada Gambar 7.28.

242
Prediction Result

Cumulative Gas Production (MMSCF)


Tahapan 1 Tahapan 2 Tahapan 3 Tahapan 4
Gas Rate (MMSCFD)

Time (Date)

Gambar 7.28.
Gas Rate dan Cumulative Production vs Time Pada Tahap 4

Berdasarkan pada gambar di atas, tahapan 4 untuk sumur GTA-1, GTA-2


dan GTA-3 dengan ukuran choke masing-masing 16/64”, 24/64”, dan 26/64” dapat
berproduksi secara plateau dari tanggal 1 Desember 2028 sampai pada tanggal 1
Januari 2031. Hal ini sudah memenuhi target produksi selama 10 tahun dengan
mempertahankan laju alir gas secara plateau yaitu sebesar 4 MMscd. Tahapan 4 ini
menjadi tahapan terakhir dalam perencanaan tahapan produksi Lapangan “CJ” dari
tanggal 1 Januari 2021 sampai 1 Januari 2031.

6. Hasil Akhir Tahapan Produksi Gas Plateau Lapangan “CJ”


Hasil akhir pada perencanaan tahapan produksi gas Lapangan “CJ” berupa
nilai plateau rate gas tiap tahap, plateau time, kumulatif produksi gas (GP) serta
Recovery Factor untuk tiap tahap produksi. Untuk hasil akhir pada tahapan
perencanaan produksi gas dapat dibuat tabulasi seperti pada Tabel VII-11.
Berdasarkan dari keseluruhan tahap, nilai kumulatif produksi dan Recovery Factor
terbesar diperoleh. Nilai kumulatif produksi Lapangan “CJ” setelah dilakukan 4
tahap perencanaan produksi gas adalah sebesar 65680,56 MMscf dengan Recovery
Factor (RF) sebesar 76,85 %. Nilai Recovery Factor diperoleh dari hasil simulasi
dan juga dapat dihitung secara manual dengan melakukan perbandingan kumulatif
produksi terhadap nilai gas in place pada Lapangan “CJ”.

243
Tabel VII-11.
Hasil Akhir Tahapan Produksi Lapangan Gas “CJ”

Plateau Gp Recovery
Tahapan Plateau Time
Rate (MMscf) Factor (%)
1 Januari 2021 – 1 55448,68 64,88
1 4 MMscd
Januari 2024
1 Januari 2024 – 1 59221,58 69,29
2 4 MMscd
Agustus 2026
1 Agustus 2026 – 1 62635,87 73,29
3 4 MMscd
Desember 2028
1 Desember 2028 – 65680,56 76,85
4 4 MMscd
1 Januari 2031

244
DAFTAR PUSTAKA

Abdassah, Doddy. (1985). Teknik Eksploitasi Gas Bumi. Bandung : Institut


Teknologi Bandung.

Ahmed, Tarek, & McKinney, Paul D. (2005). Advanced Reservoir Engineering.


Texas : Gulf Publishing Company.

Ahmed, Tarek. (2006). Reservoir Engineering Handbook (3rd Edition). Texas :


Gulf Publishing Company.

Al-Fatlawi, O., Hossain, M.M., & Osborne, J. (2017). Determination of best


possible correlation for gas compressibility factor to accurately predict the
initial gas reserves in gas-hydrocarbon reservoirs. International Journal of
Hydrogen Energy 42, Issue 40 Pages 25492-25508.
https://doi.org/10.1016/j.ijhydene.2017.08.030

Amyx, J.W., Bass, D.W. .Jr., & Whiting, R.L. (1960). Petroleum Reservoir
Engineering Physical Properties. New York : Mc Graw Hill Books Company.

Beggs, D. H. (1984). Gas Production Operations. Tulsa, Oklahoma : Oil and Gas
Consultant International Inc. (OGCI) Publication.

Beggs, D. H., & Brill, J.P. (1973). A study of two-phase flow in inclined pipes.
Journal of Petroleum Technology. 1973;25(05):607e17.
https://doi.org/10.2118/4007-PA

Gunanto, S., Pratiknyo, A. K., & Priyanto, S. (2018). Prediksi Cadangan Reservoir
Gas Berdasarkan Integrasi Tiga Model Tekanan Reservoir Rata-Rata,Tujuh
Model Faktor Kompresibilitas Gas Dan Metode Material Balance; (Studi
Kasus Lapangan “Mc” Per 31-01-2017). KURVATEK, 3(2), 55-65.
https://doi.org/10.33579/krvtk.v3i2.1106

Guo, B., & Ghalambor, A. (2005). Natural Gas Engineering Handbook. Huston,
Texas : Gulf Publishing Company.

245
Ikoku, Chi U. (1992). Natural Gas Production Engineering. Florida : Krieger
Publishing Company Malabar.

Ikoku, Chi U. (1984). Natural Gas Reservoir Engineering. Florida : Krieger


Publishing Company Malabar.

Julianto, C., Priambodo, A., Tulloh, H., & Nugroho, M. R. (2021). Optimization of
The Physical Properties of Gas Fluids At the Stage of Field Exploitation
Activity At Gas Field “X”. Proceeding International Conference on Science
and Engineering, 4, 7-13. Retrieved from
http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/icse/article/view/611

Wang, X., & Economides, M. (2009). Advanced Natural Gas Engineering. Huston,
Texas : Gulf Publishing Company.

Katz, Donald L., Cornell, D., dkk. (1959). Handbook of Natural Gas Engineering.
New York : McGraw-Hill Publishing Company.

Elsharkawy, A.M., & Elsharkawy, L.A. (2019). Predicting the compressibility


factor of natural gases containing various amounts of CO2 at high
temperatures and pressures. Journal of Petroleum And Gas Engineering.
Vol.11 (1), pp. 19-36. https://doi.org/10.5897/JPGE2019.0326

Mahmoud, M.A. (2013). Development of a New Correlation of Gas


Compressibility Factor (Z-Factor) for High Pressure Gas Reservoirs. North
Africa Technical Conference and Exhibition. SPE-164587-MS.
https://doi.org/10.2118/164587-MS

Chaudhry, A. U. (2003). Gas Well Testing Handbook. Texas : Gulf Professional


Publishing, Elsevier Science.

Tiap, Djabar. (2000). Gas Reservoir Engineering. Oklahoma : The University of


Oklahoma.

Heinemann, Zoltan E. (2005). Fluid Flow in Porous Media. Leoben : University of


Leoben.

246
LAMPIRAN A
DATA TEKANAN DAN KUMULATIF
PRODUKSI GAS LAPANGAN “CJ”

247
LAMPIRAN A
DATA TEKANAN DAN KUMULATIF PRODUKSI GAS
LAPANGAN “CJ”

A.1. Data Tekanan


Adapun data tekanan meliputi tekanan dari tahun 1951 samapi dengan tahun
1991. Data tekanan tersebut lalu dirata-rata per tahun untuk seperti pada Tabel A-
1. Untuk data tekanan bulanan dapat dirata-rata per tahun sedangkan yang hanya
terdapat 1 data pada tahun tersebut maka tidak perlu dirata-rata.

Tabel A-1.
Data Tekanan Per Tahun

Tahun Waktu Sumur Tekanan (Psia) Tekanan rata-rata Sumur


01/05/1951 2675
01/06/1951 2651
1951 GTA-1 2653.250
01/07/1951 2631
01/12/1951 2656
01/02/1952 2654
01/05/1952 2621
01/07/1952 2658
1952 GTA-1 2635.833
01/08/1952 2630
01/09/1952 2612
01/10/1952 2640
01/01/1953 2686
01/03/1953 2645
01/05/1953 2583
1953 01/07/1953 GTA-1 2532 2592.571
01/10/1953 2560
01/11/1953 2567
01/12/1953 2575
1954 01/03/1954 GTA-1 2580 2580

248
Tabel A-1. (Lanjutan)
Data Tekanan Per Tahun Lapangan “CJ”

Tahun Waktu Sumur Tekanan (Psia) Tekanan rata-rata Sumur


01/01/1957 2557
01/02/1957 2545
01/03/1957 2512
1957 01/07/1957 GTA-1 2472 2483,71
01/09/1957 2327
01/10/1957 2507
01/11/1957 2466
01/01/1958 2471
01/02/1958 2437
01/05/1958 2458
1958 GTA-1 2414,00
01/06/1958 2422
01/08/1958 2364
01/11/1958 2332
01/06/1959 2253
1959 01/09/1959 GTA-1 2240 2182,67
01/12/1959 2055
1961 01/06/1961 GTA-1 2183 2183
1962 01/03/1962 GTA-1 1989 1989
01/05/1963 1898
1963 GTA-1 1882,50
01/10/1963 1867
1964 01/08/1964 GTA-1 1786 1786
1966 01/09/1966 GTA-1 1659 1659
1967 01/03/1967 GTA-1 1628 1628
1969 01/04/1969 GTA-1 1569 1569
1970 01/11/1970 GTA-1 1505 1505
1971 01/12/1971 GTA-1 1454 1454
1974 01/12/1974 GTA-1 1385 1385
1975 01/12/1975 GTA-1 1411 1411
1977 01/12/1977 GTA-1 1380 1380
01/06/1979 GTA-3 1369
1979 1369
01/07/1979 GTA-2 1369
01/07/1984 GTA-2 1396
1984 1410,5
02/07/1984 GTA-3 1425
01/09/1991 GTA-2 1055,5
1991 1055,5
02/09/1991 GTA-3 1055,5

249
A.2. Data Kumulatif Produksi Gas
Data kumulatif produksi gas diambil berdasarkan data yang tersedia untuk
tahun 1951-1977. Sedangkan data kumulatif produksi gas tahun 1978-1991 diambil
berdasarkan besarnya laju alir gas pada kegiatan uji sumur di tahun-tahun tertentu
seperti pada Tabel A-2.

Tabel A-2.
Data Kumulatif Produksi Lapangan “CJ”

Tanggal GP (MMscf) Tanggal GP (MMscf)


01/05/1951 0,000 01/08/1958 8249,260
01/06/1951 72,732 01/11/1958 9421,807
01/07/1951 125,393 01/06/1959 11966,147
01/12/1951 320,227 01/09/1959 13108,012
01/02/1952 346,180 01/12/1959 13701,979
01/05/1952 378,793 01/06/1961 19676,270
01/07/1952 551,764 01/03/1962 21846,267
01/08/1952 649,676 01/05/1963 24151,790
01/09/1952 665,268 01/10/1963 25472,130
01/10/1952 665,268 01/08/1964 27513,573
01/01/1953 876,671 01/09/1966 31900,000
01/03/1953 1065,246 01/03/1967 32890,406
01/05/1953 1394,192 01/04/1969 37061,208
01/07/1953 1755,144 01/11/1970 38982,970
01/10/1953 1962,160 01/12/1971 39367,124
01/11/1953 2032,434 01/12/1974 42407,540
01/12/1953 2032,434 01/12/1975 42407,540
01/03/1954 2032,434 01/12/1977 42407,540
01/01/1957 2127,939 01/06/1979 42692,540
01/02/1957 2314140 01/07/1979 42884,540
01/03/1957 2524,370 01/12/1984 43143,050
01/07/1957 3724,611 01/01/1985 43401,560
01/09/1957 4431,500 01/02/1985 43660,070
01/10/1957 4757,634 01/03/1985 43918,580
01/11/1957 5009,158 01/04/1985 44177,090
01/01/1958 5695,102 01/05/1985 44435,600
01/02/1958 5972,267 01/06/1985 44694,110
01/05/1958 7110,422 01/07/1985 44952,620
01/06/1958 7473,852 01/08/1985 45211,130

250
Tabel A-2. (Lanjutan)
Data Kumulatif Produksi Lapangan “CJ”
Tanggal GP (MMscf) Tanggal GP (MMscf)
01/09/1985 45469,640 01/05/1988 49269,140
01/10/1985 45728,150 01/06/1988 49324,340
01/11/1985 45986,660 01/07/1988 49379,540
01/12/1985 46245,170 01/08/1988 49434,740
01/01/1986 46503,680 01/09/1988 49489,940
01/02/1986 46762,190 01/10/1988 49545,140
01/03/1986 47020,700 01/11/1988 49600,340
01/04/1986 47279,210 01/12/1988 49655,540
01/05/1986 47537,720 01/01/1989 49710,740
01/06/1986 47796,230 01/02/1989 49765,940
01/07/1986 48054,740 01/03/1989 49821,140
01/08/1986 48109,940 01/04/1989 49876,340
01/09/1986 48165,140 01/05/1989 49931,540
01/10/1986 48220,340 01/06/1989 49986,74
01/11/1986 48275,540 01/07/1989 50041,94
01/12/1986 48330,740 01/08/1989 50097,14
01/01/1987 48385,940 01/09/1989 50152,34
01/02/1987 48441,140 01/10/1989 50207,54
01/03/1987 48496,340 01/11/1989 50262,74
01/04/1987 48551,540 01/12/1989 50317,94
01/05/1987 48606,740 01/01/1990 50373,14
01/06/1987 48661,940 01/02/1990 50428,34
01/07/1987 48717,140 01/03/1990 50483,54
01/08/1987 48772,340 01/04/1990 50538,74
01/09/1987 48827,540 01/05/1990 50593,94
01/10/1987 48882,740 01/06/1990 50649,14
01/11/1987 48937,940 01/07/1990 50704,34
01/12/1987 48993,140 01/08/1990 50759,54
01/01/1988 49048,340 01/09/1990 50814,74
01/02/1988 49103,540 01/10/1990 50869,94
01/03/1988 49158,740 01/11/1990 50925,14
01/04/1988 49213,940 01/12/1990 50980,34

251
Tabel A-2. (Lanjutan)
Data Kumulatif Produksi Lapangan “CJ”
Tanggal GP (MMscf)
01/01/1991 51035,54
01/02/1991 51090,74
01/03/1991 51145,94
01/04/1991 51201,14
01/05/1991 51256,34
01/06/1991 51311,54
01/07/1991 51366,74
01/08/1991 51421,94
01/09/1991 51514,64

252

Anda mungkin juga menyukai