Anda di halaman 1dari 17

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,

BERBANGSA DAN BERNEGARA

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Pendidikan Pancasila yang
Dibina oleh Ndzani Latifatur Rofi’ah, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 10
Kelas Pendidikan Biologi 1A
Anjaly Puspita Dewi (1908086004)
Rahmi Aulia (1908086011)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah swt., karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat meyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang “Pancasila
Sebagai Paradigma Kehidupan Dalam Bermasyarakat, Berbangsa Dan
Bernegara”, yang merupakan suatu permasalahan yang sangat penting dalam
kehidupan kita sebagai masyarakat Indonesia yang berbangsa dan bernegara.
Makalah ini dibbuat dalam rangka memperdalam pemahaman dan
wawasan tentang Pancasila sebagai paradigma kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang mana hal ini sangat diperlukan dalam berbagai
hal. Dan harapan lain yaitu dapat menambah pemahaman kita tentang hal ini,
menumbuhkan rasa nasionalisme dan mesosialisasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Dalam proses pembuatan makalah ini, tentunya kami mendapatkan
bimbingan dan arahan, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya
kami sampaikan kepada Ibu Ndzani Latifatur Rofi’ah, M.Pd. selaku dosen
pengampu matakuliah Pendidikan Pancasila, rekan-rekan mahasiswa kela PB-
1A semester 1 Fakultas Sains Dan Teknologi yang telah banyak memberikan
masukan untuk makalah ini.
Demikian, makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Semarang, 26 November 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan


dengan kemajuan jaman, begitu pula dengan cara berpikir
masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal yang dinamis.
Semakin banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang
dilakukan oleh manusia, tidak menutup kemungkinan adanya
kelemahan-kelemahan didalamnya, maka dari itu dari apa yang
telah diciptakan atau diperoleh dari penelitian tersebut ada baiknya
berdasar pada nilai-nilai yang menjadi tolak ukur kesetaraan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu sila pancasila.

Dengan berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang


diperoleh manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan akan
sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara indonesia guna melaksanakan
pembangunan nasional, reformasi, dan pendidikan pada
khususnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakter kebangsaan Indonesia?
2. Bagaimanakah karakter nasional dan globalisasi?
3. Bagaimanakah aktualisasi Pancasila dalam kehidupan?
4. Apakah pengertian, ciri dan bentuk dari masyarakat madani?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui karakter kebangsaan Indonesia.
2. Untuk mengetahui karakter nasional dan globalisasi.
3. Untuk mengetahui aktualisasi Pancasila dalam kehidupan.
4. Untuk mengetahui definisi, ciri dan bentuk dari masyarakat
madani.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Karakter Kebangsaan Indonesia


1. Pengertian Karakter

Karakter secara etimologis berasal dari bahasa Yunani


“kasairo” berarti “cetak biru”, “format dasar”, “sidik” seperti
sidik jari. Dalam hal ini karakter adalah given atau sesuatu yang
sudah ada dari sananya. Namun istilah karakter ini
menimbulkan ambiguitas terminologi karakter. Orang yang
memiliki karakter kuat adalah mereka yang tidak mau dikuasai
oleh sekumpulan realitas yang telah ada begitu saja.

Orang yang berakter lemah adalah orang yang tunduk


pada sekumpulan kondisi yang telah diberikan kepadanya tanpa
dapat menguasainya. Orang yang berkarakter adalah seperti
orang membangun dan merancang masa depannya sendiri, ia
tidak mau dikuasai oleh kondisi kodrati yang menghambat
pertumbuhannya. Sebaliknya, ia menguasai, mengembangkan
demi kesempurnaan kemanusiannya (Doni Kusuma, 2007).

Karakter juga dapat disebut “watak”, yaitu paduan segala


tabiat manusia yang bersifat tetap, sehingga menjadi ciri khusus
yang membedakan orang satu dengan yang lain. Karakter atau
watak terjadi karena perkembangan dasar yang telah
terpengaruh, oleh sebab itu dinamakan pendidikan karakter.

Karakter itu adalah imbangan yang tetap antara hidup


batinnya. Karakter itu dapat dilihat dari tingkah laku ketika
orang berinteraksi, yang memiliki arti psikologis dan etis. Dalam
arti psikologis, karakter adalah sifat-sifat yang demikian
nampak dan seolah-olah mewakili kepribadiannya.
Sedangkan dalam arti etis, karakter harus memiliki nilai-
nilai yang baik menunjukkan sifat-sifat yang selalu dapat
dipercaya, sehingga orang yang berakter itu menujukkan sifat
mempunyai pendirian teguh, baik, terpuji, dan dapat dipercaya.
Berkarakter berarti memiliki prinsip dalam arti moral dimana
perbuatan dan tingkah lakunya dapat dipertanggung jawabkan
dan teguh.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Karakter


diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.
Sedangkan watak dalam kamus bahasa indonesia diartikan
sebagai batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan
tingkah laku, budi pekerti, tabiat dasar” (Depdiknas, 2005).

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang


menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama
baik dalam ruang lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Individu yang berkarakter adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap
dari keputusan yang ia buat.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang


berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaannya yang teruwujud
dalam pikiran,sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama hukum, tata krama, budaya
dan adat istiadat.

2. Deskripsi Tentang Nilai Karakter Bangsa


Pendidikan karakter merupakan upaya perwujudan
amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi
oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat
ini, seperti diorientasi dan belum di pahami nilai-niali pancasila,
keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan
nilai-nilai pancasila.
Bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya
bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, dan melemahnya
kemandirian bangsa (Buku Induk Kebijakan Nasional
Pembangunan Karakter Bangsa 2011- 2025).
Penanaman nilai karakter budaya bangsa dilakukan
melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai
dasar budaya karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut
pada suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu,
pendidikan budaya karakter bangsa pada dasarnya adalah
pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup
atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai
yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.
Proses penanaman nilai budaya karakter bangsa, secara
aktif paran siswa mengembangkan potensi dirinya, melakukan
proses internalisasi dan penghayatan nilai-nilai menjadi
kepribadian mereka dalam bergaul di dalam masyarakat,
mengembangkan kehidupan bermasyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa.
Berdasarkan pengertian budaya, karakter bangsa, dan
pendidikan yang telah dikemukakan diatas maka pendidikan
karakter budaya bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya karakter bangsa pada diri
peserta didik, sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif
(Kemdiknas, 2010).
Berdasarkan pemikiran itu penanaman nilai budaya
karakter bangsa, sangat strategis bagi kelangsungan dan
keunggulan bangsa dimasa depan. Pengembangan itu harus
dilakukan melalui perencanaan yang baik dan keteraturan yang
sesuai dengan prosedur, serta melibatkan seluruh aspek yang
bersangkutan.

3. Pembangunan Karakter bangsa

Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk


mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan
nilai-nilai luhur pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi
untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati,
berpikiran baik, dan berperilaku baik, memperbaiki perilaku
yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik,
serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai luhur
pancasila, ruang lingkup penanaman karakter ini adalah
mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil,
pemerintah, dan lain sebagainya.

4. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Nilai Karakter Bangsa


a. Nilai-nilai dasar

Nilai-nilai dasar adalah nilai-nilai yang terkandung


dalam Pancasila dan UUD 1945, yaitu bahwa setiap sikap
atau tindakan yang dilakukan hendaknya selalu dijiwai oleh
nilai-nilai yang terdapat pada sila-sila dalam Pancasila dan
UUD 1945.

b. Nilai-nilai kemasyarakatan
Nilai nilai kemasyarakatan adalah nilai-nilai yang
terdapat dalam hidup dan kehidupan yang berupa nilai
moral, etika, dan etiket. Bila nilai-nilai ini telah
terinternalisasi dengan baik oleh anak, maka akan
terbentuklah karakter anak yang memiliki adab dan budaya
serta susila, atau berkepribadian.
Dengan penanaman nilai budaya karakter bangsa bentuk
kegiatan yang bernuansa kebangsaan dan nasionalisme
diharapkan akan mampu menggugah rasa kebangsaan dan
nasionalisme, sehingga anak memiliki rasa cinta terhadap
bangsanya sendiri, mampu menghargai bangsa dan
negaranya sendiri dan juga mampu menghargai bangsa lain.
c. Nilai-nilai kenegaraan

Nilai-nilai kenegaraan adalah nilai-nilai yang


menyangkut kecintaannya pada tanah air dan bangsanya.

d. Nilai-nilai kehidupan

Nilai-nilai kehidupan adalah nilai yang berlaku dan


tumbuh dalam keseharian,baik disekolah maupun diluar
sekolah. Beranjak dari semua aspek yang telah dikemukakan
di atas bahwa menurut saya, Penanaman Nilai-Nilai Budaya
Karakter Bangsa itu adalah Nilai-nilai yang merupakan
perilaku manusia yangberhubungan langsung dengan
Masyarakat, diri sendiri, bangsa, lingkungan dan juga Tuhan
Yang Maha Esa.

B. Karakter Nasional dan Globalisasi


1. Pengertian Karakter Nasional

Karakter nasional adalah salah satu dari sembilan unsur


kekuatan nasional tak kasat mata (intangible) suatu bangsa
(Morgenthau, terj.,1990). Sebagai salah satu kekuatan nasional,
karakter nasional harus dipelihara dan senantiasa direvitalisasi
agar selalu bisa menjadi inspirasi, pengobar semangat dan
mampu berfungsi sebagaihuman capital sebuah bangsa karena
karakter nasional menentukan ketahanan nasional bangsa yang
bersangkutan.
Secara definitif karakter nasional adalah kualitas
psikologis yang dimiliki secara kolektif oleh sekelompok
masyarakat. Istilah ini sering digunakan secara bergantian
dengan nilai-nilai inti (core values), yaitu dapat
dipercaya/amanah (trustworthiness), hormat (respect),
tanggungjawab (responsibility), kejujuran (fairness), kasih
sayang (caring), dan kewarganegaraan (citizenship).

2. Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari
kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman
menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di
dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki
definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working
definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai
sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa,
sehingga bias saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga
terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain
adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-
negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan
ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya
karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung
berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan
agama.
Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali
menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte
melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang
dengan globalisasi, Internasionalisasi. Globalisasi diartikan
sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini
masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya
masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama
lain.

C. Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan


1. Pengertian Aktualisasi

Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan


melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan
normadengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sedangkan, aktualisasi Pancasila berarti
penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma,
serta merealisasikannyadalam kehidupan berbagsa dan
bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-
nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam
bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral.
Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua
warga negara dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara,
serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.

Aktualisasi pancasila dibagi dua, yakni:

a. Aktualisasi Obyektif adalah penjabaran nilai-nilai Pancasila


ke bentuk norma aspek penyelenggaraan negara, baik
Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif maupun semua
bidang kenegaraan lainnya.
b. Aktualisasi Subyektif adalah penjabaran nilai-nilaipancasila
dalam bentuk norma dalam diri individu dan berkaitan
dengan norma-norma moral.
2. Berikut ini penjabaran nilai-nilai moral (aktualisasi subyektif)
yang terkandung pada setiap sila dalam Pancasila:
a. Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan.
1) Melaksanakan kewajiban pada Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai kepercayaan masing-masing.
2) Membina kerjasama dan tolong menolong dengan
pemeluk agama lain sesuai sikon dilingkungan masing-
masing.
3) Mengembangkan toleransi antar-umat beragama
menuju kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang.
4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
b. Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
1) Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabat sebagai ciptaan Tuhan.
2) Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban tanpa
membedakan suku, keturunan, agama, gender, status
sosial dll.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama
manusia, tenggang rasa dan tidak semena-mena
terhadap orang lain.
4) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

c. Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai Persatuan


Indonesia.
1) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa
dan negara jika suatu saat diperlukan.
2) Mencintai tanah air dan bangga terhadap bangsa dan
negara Indonesia.
3) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar
Bhineka Tunggal Ika.
4) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa.
d. Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai
permusyawaratan atau perwakilan.
1) Mengutamakan musyawarah mufakat dalam
pengambilan keputusan bersama.
2) Tidak boleh memaksakan kehendak, intimidasi
(memaksa pihak lain berbuat sesuatu), berbuat anarkis
(merusak) pada orang lain jika kita tidak sependapat.
3) Mengakui bahwa setiap warga negara Indonesia
memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
4) Memberikan kepercayaan kepada wakil rakyat yang
terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan
melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
e. Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai Keadilan Sosial.
1) Mengembangkan sikap gotong-royong dan kekeluargaan
dengan lingkungan masyarakat sekitar.
2) Tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan
kepentingan oranglain atau umum. Seperti mencoret-
coret tembok atau pagar sekolah atau sarana umum
lainnya.
3) Suka bekerja keras dalam memecahkan atau mencari
solusi atas suatu masalah, baik pribadi, masyarakat,
bangsa maupun negara.
4) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadikan sosial melalui
karya nyata, seperti melatih tenaga produktif untuk
terampil dalam sablon, perbengkelan, teknologi tepat
guna, membuat pupuk kompos dan sebagainya
(Budiyanto, 2007).
D. Masyarakat Madani
1. Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat madani atau yang banyak dikenal dengan
sebutan civil society mempunyai banyak perbedaan pendapat
mengenai apa arti sebenarnya dari masyarakat madani.
Menurut Mahasin (1995) dengan mengutip pendapat dari
Gelner menyatakan bahwa masyarakat madani merupak
terjemahan dari Bahasa Inggris, civil society. Yang mana kata
civil society sebenarnya berasal dari bahasa Latin yakni cinitas
dei yang artinya kota Ilahi dan society yang berarti masyarakat.
Dari kata cinil terbentuk kata cinilization yang berarti
peradaban. Oleh sebab itu, civil society dapat diartikan sebagai
komunitas masyarakat kota, yakni masyarakat yang telah
berperadanan maju. Menurut Majdid, konsep Mahasin ini pada
awalnya lebih merujuk pada dunia islam yang ditunjukkan oleh
masyarakat kota Arab.
Kemudian suatu pendapat lain menurut Rahardjo (1997)
civil society dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut
masyarakat madani. Istilah civil society sudah sejak Sebelum
Masehi. Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil
society adalah Cicero pada tahun 106-43 SM, sebagai orator
Yunani Kuno. Civil society menurut Cicero adalah suatu
komunitas politik yang beradap seperti yang dicontohkan
masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan
konsep civility (kewargaan) dan urbanity (budaya kota), maka
kota difahami bukan hanya sekedar konsentrasi penduduk,
melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep
civil society juga berdasarkan pada konsep negara kota Madinah
yang dibangun Nabi Muhammad saw pada tahun 622 H. Dan
juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang
berperadaban) yang diperkanalkan oleh Ibn Khaldun dan
konsep Al Madinah al Fadhilah (Madinah sebagai Negara
Utama) yang diungkapkan oleh filsuf Al Farabi pada abad
pertengahan.
Jadi, berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat
diambil garis besar bahwa definisi dari masyarakat madani
adalah masyarakat yang berperadaban yang merujuk pada
dunia islam Madinah yang dibangun Oleh Nabi Muhammad saw.
Walaupun banyak para ahli yang mengatakan pendapat yang
berbeda-beda, tetap masyarakat madani yang mereka harapkan
adalah masyarakat yang lebih terbuka, pluralistik, desentralistik
dengan partisipasi politik yang lebih besar, jujur, adil, mandiri,
harmonis, memihak yang lemah, menjamin kebebasan
beragama, berbicara, berserikat dan berekspresi, menjamin hak
kepemilikan dan menghormati hak-hak asasi manusia (farkan,
1999).
2. Ciri-ciri Masyarakat Madani
Untuk mengetahui karakteristik masyarakat madani,
Bahmueler (1997), memberikan beberapa hal sebagai berikut:
a. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok
eklusif kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
b. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-
kepentingan mendominasi dalam masyarakat dapat
dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
c. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
d. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan
negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter
mampu memberikan masukan-masukan terhadap
keputusan-keputusan pemerintah.
e. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
f. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-
lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Dari beberapa ciri diatas, dapat dinyatakan bahwa
masyarakat madani merupakan masyarakat yang demokratis
yang para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan
program-program diwilayahnya. Walaupun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi,
hampa udara, ataupun taken for granted. Masyarakat madani
adalah konsep yang lentur, cair dibentuk dari proses sejarah
yang panjang dan perjuangan yang terus menerus. Dan harus
memenuhi beberapa persyaratan, yaitu adanya demokratif
governance (pemerintahan demokratis yang dipilih dan
berkuasa secara demokratis) dan demokratif cilian (masyarakat
sipil yang sanggup menjunjung tinggi nilai-nilai civil security,
civil responsibility dan civil recilience).
3. Masyarakat Madani di Indonesia
Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan negara lainnya. Karakteristik tersebut
diantaranya adalah:1) Pluralistik/keberagaman, 2) sikap saling
pengertian antara sesama anggota masyarakat, 3) toleransi
yang tinggi dan, 4) memiliki sanksi moral. Karakteristik-
karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai
kehidupan masyarakat madani model Indonesia nantinya.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa cita-cita
membentuk masyarakat madani harus menjadi cita-cita yang
serius bagi bangsa Indonesia sejalan dengan berkembangnya
kehidupan berdemokrasi. bahkan ide masyarakat madani telah
mulai dikembangkan sejak jaman Yunani klasik seperti ahli pikir
Cicero. Setelah mencermati berbagai ciri masyarakat madani,
maka tampak dengan jelas bahwa masyarakat madani adalah
suatu masyarakat demokratis dan menghargai human dignity
atau hak-hak dan tanggung jawab manusia. Melihat keadaan
masyarakat dan bangsa Indonesia maka ada beberapa prinsip
khas yang perlu kita perhatikan dalam membangun masyarakat
madani di Indonesia, prinsip-prinsip tersebut ialah, kenyataan
adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar
pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan
nasional, pentingnya adanya saling pengertian antara sesama
anggota masyarakat. Indonesia dikatakan telah berhasil
mencapai kehidupan madani apabila didalamnya telah
memiliki:
a. Keimanan dan ketakwaan yang kokoh;
b. Berpendidikan maksimal (berkualitas);
c. Kembali menjadi insan pancasilais;
d. Memiliki cita-cita (komitmen) dan harapan untuk setara
dengan negara-negara maju;
e. Memiliki kepercayaan diri untuk bersaing;
f. Loyalitas terhadap bangsa dan negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A, Doni Kusuma. 2007. Pendidikan Karakter: Mendidik Anak Di Zaman Global.
Jakarta: Grasindo

Farkan, H. 1999. Piagam medinah and idealisme masyarakat madinah. Bernas.

Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga

Depdiknas. 2005. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Kompetensi.


Jakarta: Direktorat PPTK dan KPT Dirjen Dikti

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya Dan Karakter


Bangsa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional
Majdid, N. 1977. Dinamika budaya pesisir dan pedalaman: menumbuhkan
masyarakat madani, dalam HMI dan KAHMI menyongsong perubahan
menghadapi pergantian zaman. Jakarta: Majelis Nasional Kahmi.

Mahasin, A. 1995. Membangun Masyarakat Sipil: persyaratan menuju


kebebasan. Diterjemahkan: Hasan, I. Bandung: Mizan.
Morgenthau, H.J. 1990. Politics Among Nation. (K.W. Thomson, Penyunt., & C.
Sudrajat, Penerj.). Jakarta: Yayasan Obor Bangsa
Rahardjo, D. 1997. Relevansi Iptek dalam Pembangunan Masyarakat Madani.
Academica, Vol.01 TH.XV, halaman 17-24.

Anda mungkin juga menyukai